Anda di halaman 1dari 7

Penerapan Spatial Autoregressive Model untuk Data Kemiskinan

Jawa Barat dan Banten tahun 2020

Azarine Zada Kalonica Widyadhana

Politeknik Statistika STIS


Jl. Otto Iskandardinata No.64C, Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 1330

Korespondensi : 212011675@stis.ac.id

ABSTRAK

Pada tahun 2018 Badan Pusat Statistik mempublikasikan bahwa 9,66% atau 25,67 juta penduduk Indonesia hidup
di bawah garis kemiskinan. Diperlukan analisis mendalam untuk penanggulangan kemiskinan dengan pendekatan geografis
karena kemiskinan suatu wilayah bisa dipengaruhi oleh wilayah sekitarnya atau biasa disebut dengan ketergantungan spatial.
Pada penelitian ini akan dikaji apakah analisis regresi spatial yang mempertimbangkan faktor lokasi lebih tepat digunakan
dibandingkan dengan analisis regresi klasik OLS pada pemodelan persentase kemiskinan di Jawa Barat dan Banten tahun
2020. Hasil dari penelitian ini didapatkan bahwa model regresi SAR lebih baik dibandingkan model OLS dan SEM dalam
pemodelan persentase jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Barat dan Banten tahun 2020. Pola ketergantungan spatial
pada persentase jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Barat dan Banten tahun 2020 adalah model SAR dengan nilai rho
sebesar 0.415 dengan variabel independen yang berpengaruh secara siginifikan adalah UMK dan IPM.

Kata kunci: Kemiskinan, spasial, regresi, SAR

ABSTRACT

In 2018 the Central Bureau of Statistics published that 9.66% or 25.67 million Indonesians live below the poverty
line. An in-depth analysis is needed for poverty alleviation using a geographical approach because the poverty of a region
can be influenced by the surrounding area or commonly referred to as spatial dependence. This study will examine whether
spatial regression analysis that takes location factors into account is more appropriate to use compared to the classical OLS
regression analysis in modeling the proportion of poverty in West Java and Banten in 2020. The results of this study found
that the SAR regression model is better than the OLS and SEM models. in modeling the proportion of poor people in West
Java and Banten Provinces in 2020. The pattern of spatial dependence on the proportion of poor people in West Java and
Banten Provinces in 2020 is the SAR model with an rho value of 0.415 with the independent variables that have a significant
effect are UMK and HDI.

Keywords: Poverty, spatial, regression, SAR

PENDAHULUAN

Kemiskinan merupakan masalah di semua negara di dunia hingga abad ke-21. Pada tahun 2018, Badan
Pusat Statistik menerbitkan bahwa 9,66% atau 25,67 juta penduduk Indonesia hidup di bawah garis kemiskinan.
Situasi ini diperparah dengan merebaknya Covid-19 di Indonesia sejak Maret 2020. Menurut Arsyat (2015), ada
empat faktor yang mempengaruhi kemiskinan, yaitu aspek politik, sosial, ekonomi, budaya dan nilai. Dari
perspektif ekonomi, kemiskinan diakibatkan oleh rendahnya kualitas sumber daya manusia, termasuk perawatan
kesehatan, pendidikan, keterampilan yang berkontribusi terhadap pendapatan rendah, dan rendahnya kepemilikan
barang lingkungan seperti air bersih dan penerangan (Arsyad 2015). Kemiskinan merupakan salah satu masalah
ekonomi makro. Kemiskinan berdampak negatif pada semua sektor dengan meningkatkan pengangguran dan
kriminalitas, memicu bencana sosial dan menghambat pembangunan daerah. Penanggulangan kemiskinan

1
merupakan bagian dari upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat, sehingga diperlukan analisis yang
mendalam untuk mengurangi kemiskinan.

Pemodelan kemiskinan merupakan kajian yang menarik bagi para peneliti. Kadek Budinirmala,
(Budinirmala dkk. 2018) mengusulkan model regresi data panel untuk memodelkan kemiskinan di Provinsi Bali.
Studi ini menyimpulkan bahwa PDRB dan IPM berdampak negatif terhadap kemiskinan di Bali. Kemudian (Asrol
dan Ahmad 2018) mengusulkan model regresi linier menggunakan data panel untuk memodelkan tingkat
kemiskinan Indonesia selama periode 2000–2014. Terdapat tujuh variabel independen dalam pemodelan, namun
produk nasional bruto dan harapan hidup hanya berpengaruh secara parsial terhadap model secara signifikan.

Dalam menganalisis penanggulangan kemiskinan, peneliti mengira akan lebih efektif dengan pendekatan
geografis. Hal ini karena kemiskinan di suatu daerah dapat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Kemiskinan
di suatu wilayah tidak lepas dari dampak kemiskinan di wilayah sekitarnya. Hal ini juga disebut ketergantungan
spasial atau efek spasial. Kondisi ini membutuhkan model yang memperhitungkan efek ketergantungan spasial.
Salah satu model ketergantungan spasial adalah Spatial Autoregressive Model (SAR), yang memperhitungkan
ketergantungan pengamatan antar lokasi. Status Indonesia sebagai negara kepulauan dapat menghambat
penerapan efek spasial dalam analisis wilayah, sehingga penentuan W menjadi sangat penting. Ini mengacu pada
hukum geografi Tobler (1979), yang menurutnya segala sesuatu terhubung, tetapi sesuatu yang lebih dekat
memiliki pengaruh yang lebih besar daripada sesuatu yang lebih jauh. Berdasarkan hukum tersebut, penelitian ini
mengkaji apakah untuk memodelkan angka kemiskinan di Jawa Barat dan Banten tahun 2020 lebih tepat
menggunakan analisis regresi spasial yang memperhitungkan faktor lokasi dibandingkan dengan analisis regresi
OLS klasik.

METODE

Spatial Autoregressive Model (SAR) adalah metode statistik untuk menganalisis data spasial. Dalam
analisisnya, model ini memperhitungkan hubungan spasial antar tempat yang bertetangga. Dalam konteks SAR,
variabel dependen lokasi dipengaruhi oleh variabel dependen lokasi tetangga yang berdekatan. Dengan kata lain,
nilai variabel dependen di satu lokasi dipengaruhi oleh nilai variabel dependen di lokasi tetangga. Selain itu,
Spatial Autoregressive Model (SAR) merupakan salah satu model spasial dengan pendekatan spasial dimana
model regresi linier respon memiliki korelasi spasial (Anselin, 1988).

Model Spatial Autoregressive Data Panel adalah sebagai berikut (Purba and Setiawan 2016), ;
𝑛
𝑦𝑖𝑡 = 𝜆 ∑ 𝑊𝑖𝑗 𝑦𝑗𝑡 + 𝜇𝑖 + 𝛽𝑋𝑖𝑡 + 𝜀𝑖𝑡
𝑗=1

Dimana 𝒚𝒊𝒕 merupakan variabel dependen pada unit observasi ke-i dan waktu ke-t, 𝜆 adalah koefisien
spasial autoregresif atau spasial lag, 𝑾𝒊𝒋 adalah elemen matriks pembobot spasial pada baris ke-i dan kolom ke-j,
𝝁𝒊 adalah intersep model regresi, 𝑿𝒊𝒕 adalah variabel independen pada unit observasi ke-i dan waktu ke-t, 𝜷 adalah
koefisien regresi, dan 𝜺𝒊𝒕 adalah komponen eror pada unit observasi ke-i dan waktu ke-t.

Dalam estimasi menggunakan metode SAR, dibutuhkan dengan adanya penimbang. Ada banyak pilihan
dalam membangun matriks W. Namun pemilihan metode mambangun matriks W dapat memberikan efek statistik
yang berbeda. (DJuaridah and Wigena 2012) menggunakan metode queen continguity untuk membangun matriks
W. Hasilnya diperoleh bahwa model SAR lebih cocok dalam memodelkan kemiskinan dibandingkan dengan
model SEM. Berikutnya, (Caraka 2017), juga mengimplementasikan matriks pembobot continguity.

Model SAR perlu diuji apakah terdapat autokorelasi. Uji autokorelasi menggunakan statistik Moran
(Wuryandari, et al. 2014). Secara spefisik dapat dilakukan visualisasi untuk menggambarkan hubungan antara
nilai-nilai amatan pada suatu lokasi dengan rata-rata nilai amatan dari lokasi yang berteganggaan dengan lokasi
yang bersangkutan (Caraka 2017). Ada tidaknya pengaruh spasial pada model SAR diuji dengan uji Langrange
Multiplier. Kemudian kualitas model dapat dilihat dari besarnya nilai koefisien determinasi (R2), AIC, dan BIC.

2
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian adalah sebagai berikut (Dea dan Muhammad 2020) :

1) Melakukan eksplorasi terhadap data variabel respon dengan menggunakan peta tematik.
2) Melakukan pemodelan analisis regresi dengan Ordinary Least.
3) Membuat matriks pembobot spatial dengan metode Queen Contiguity (Persinggunagn sisi-sudut).
4) Melakukan uji Moran’s I untuk mengukur autokorelasi antar wilayah.
5) Melakukan Uji Langrange Multiplier (LM) untuk mengetahui model yang cocok dengan data.
6) Melakukan estimasi parameter analisis regresi spatial yang signifikan pada tahap (5)
7) Melakukan pemeriksaan asumsi pada model spasial (kehomogenan, kenormalan, dan saling bebas) yang
terpilih.
8) Membandingkan hasil analisis regresi spatial dengan analisis regresi ordinary least square dan memilih model
terbaik

Data dan Sumber Data

Data yang dipakai pada penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari website Badan Pusat
Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat dan Banten tahun 2020 untuk semua variabel. Adapun variabel yang
digunakan adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Daftar variabel

No. Variabel Simbol Keterangan


1 Presentase Penduduk Miskin Y Dependen
2 Tingkat Pengangguran Terbuka X1 Independen
3 UMK X2 Independen
4 IPM X3 Independen
5 PDRB X4 Independen

Penelitian ini menggunakan perangkat lunak Geoda, R Studio dan Microsoft Excel. Dalam proses input
data serta tahapan persiapan menggunakan Microsoft Excel sedangkan dalam tahap pengolahan data
menggunakan R Studio dan Geoda. R Studio merupakan software olah data statistik yang dapat diakses secara
gratis dan tersedia package yang dapat membantu untuk menyelesaikan masalah statistik. Sedangkan itu, Geoda
merupakan sodtware olah data spasial untuk memecahkan masalah dalam penelitian ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persentase Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan
dibawah garis kemiskinan. Dalam hal ini, peneliti ingin meneliti terkait dengan penerapan model SAR pada data
kemiskinan Provinsi Jawa Barat dan Banten yang terdiri dari total 35 kabupaten/kota. Kemiskinan merupakan
masalah yang tidak dapat dihindari bahkan tiap daerah di Indonesia pun mengalaminya tak terkecuali dengan
Provinsi Banten dan Jawa Barat. Provinsi Banten merupakan wilayah pemekaran dari provinsi induknya yakni
Jawa Barat. Posisinya yang berdekatan menyebabkan adanya beberapa kesamaan terutama dengan kesejahteraan
masyarakatnya. Penyebaran persentase penduduk miskin di Jawa Barat dan Banten tahun 2020 pada setiap
Kabupaten/Kota disajikan pada peta tematik pada Gambar 1. Berdasarkan gambar tersebut terlihat adanya
kecenderungan spasial dependensi atau ketergantungan spasial yang dilihat dari plot berwarna yang mengumpul.
Hal ini mengindikasikan adanya ketergantungan spasial. Gradasi warna menunjukkan bahwa warna semakin

3
erang warna daerah memiliki persentase penduduk miskin rendah dan jika semakin gelap memiliki persentase
penduduk miskin semakin tinggi dengan daerah waduk sebagai daerah undefined.

Gambar 1. Peta Persebaran Persentase Penduduk Miskin Jawa Barat dan Banten Tahun 2020

Tahap selanjutnya melakukan pemodelan tanpa mempertimbangkan efek spatial dependensi dengan
menggunakan analisis regresi linear berganda. Berdasarkan metode kuadrat terkecil diperoleh hasil pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Regresi Linear Berganda

Variabel Koefisien t-Statistic p-Value VIF


Konstanta 27.9831 5.46077 0.00001
TPT (X1) 0.238106 1.36043 0.18418 1.494526
UMK (X2) -1.68612 -3.56943 0.00127 2.020729
IPM (X3) -0.234121 -3.16644 0.00361 1.377862
PDRB (X4) -0.00880447 -0.98889 0.3309 1.499153
Adj. R-squared 0.632871
AIC 140.702

Terlihat pada Tabel 2 diatas, semua variabel, yakni TPT (X1), UMK (X2), IPM (X3), dan PDRB (X4)
memiliki nilai VIF kurang dari 10. Hal ini menandakan bahwa variabel independen sudah bebas dari
multikolinearitas. Pada uji parsial, nilai p-value kurang dari taraf signifikansi 5% yang artinya variabel bebas
signifikan terhadap peubah respon. Pada tabel 2 juga menunjukan bahwa variabel UMK dan IPM merupakan
variabel yang signifikan dengan hasil p-value < 0.05. Setelah melakukan pemodelan menggunakan analisis regresi
linear berganda, selanjutnya melakukan pengujian efek spatial dependensi menggunakan Moran’s I dan uji
Lagrange Multiplier.

Tabel 3. Uji Autokorelasi dengan Moran’s I

Variabel Indeks Moran


PPM (Y) 0.531
TPT (X1) 0.462
UMK (X2) 0.773
IPM (X3) 0.395
PDRB (X4) 0.102

4
Tabel 4. Hasil Uji LM dengan Queen Contiguity

Pengujian Nilai p-Value


SAR 5.272 0.02167
Robust SAR 2.6315 0.10476
SEM 2.9609 0.0853
Robust SEM 0.3204 0.57138

Pengujian efek dependensi dengan uji Lagrange multiplier (LM) bertujuan untuk mendeteksi
ketergantungan spasial secara spesifik, yaitu ketergantungan dalam lag, sisaan atau keduanya (lag dan sisaan).
Dalam uji ini, peneliti menggunakan penimbang queen contiguity. Ringkasan Hasil uji Lagrange multiplier (LM)
dapat dilihat pada tabel 4. Berdasarkan p-value yang terdapat pada tabel diatas, diperoleh hasil dari uji pengganda
Lagrange multiplier (LM) yang menunjukkan bahwa terdapat ketergantungan dalam lag (SAR) karena
mempunyai nilai p-value < 0.05.

Berdasarkan pengujian Moran’s I dan uji LM menunjukan bahwa terdapat efek spatial dependensi pada
data persentase penduduk miskin di Jawa Barat dan Banten. Hal ini mengidentifikasikan bahwa pemodelan
dengan metode kuadrat terkecil belum cukup akurat karena mengabaikan unsur spatial dalam data. Oleh karena
itu, pemodelan akan diselesaikan menggunakan regresi spatial. Tabel 5 dan 6 menunjukan hasil estimasi model
SAR dan SEM

Tabel 5. Hasil Estimasi SAR

Parameter Koefisien p-Value


Rho 0.415 0.03216
Konstanta 20.9665 0.00004
TPT (X1) 0.213302 0.14343
UMK (X2) -1.03668 0.02585
IPM (X3) -0.207426 0.00095
PDRB (X4) -0.00904934 0.23138
AIC 137.099
Pseudo R-Square 0.738948

Tabel 6. Hasil Estimasi SEM

Parameter Koefisien p-Value


Lambda 0.367 0.06541
Konstanta 26.8464 0.0000
TPT (X1) 0.259707 0.0991
UMK (X2) -1.59265 0.00145
IPM (X3) -0.225478 0.00205
PDRB (X4) -0.00627034 0.41592
AIC 137.613
Pseudo R-Square 0.715810

Berdasarkan Tabel 5 dan 6 pada model SAR dan SEM dapat disimpukan bahwa hanya parameter rho
(efek spatial lag), variabel UMK dan IPM yang siginifikan dengan p-value < 0.05. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa model regresi spatial yang cocok adalah model spatial autoregressive. Setelah melakukan

5
pemodelan, langkah selanjutnya adalah melakukan analisis uji asumsi normalitas, autokorelasi, dan
heteroskedastisitas pada data error pada model SAR. 53046

Berdasarkan pengujian Breusch-Pagan test diperoleh nilai sebesar 0.53046 yang menunjukkan bahwa
residual bersifat homoskedastisitas dan pengujian moran test memperoleh nilai p-value sebesar 0.2176 yang
menunjukan tidak terdapat autokorelasi pada data error model SAR. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
model SAR telah memenuhi semua asumsi klasik. Jika dibandingkan dengan hasil analisis regresi linear pada
Tabel 2, dapat disimpulkan bahwa model SAR memperoleh model yang lebih baik. Hal ini dapat ditunjukan
dengan nilai AIC SAR (137.099) yang lebih kecil dari AIC OLS (140.702) dan nilai R2 adj yang lebih besar
(73.89% > 63.28%).

KESIMPULAN (TIMES NEW ROMAN 12, BOLD, GUNAKAN STYLE JUDUL BAB)

Model regresi SAR lebih baik dibandingkan model OLS dan SEM dalam pemodelan persentase jumlah
penduduk miskin di Provinsi Jawa Barat dan Banten tahun 2020. Hal ini dilihat dari nilai Psedo R2 yang lebih
besar dan nilai AIC yang lebih kecil. Pola ketergantungan spatial pada persentase jumlah penduduk miskin di
Provinsi Jawa Barat dan Banten tahun 2020 adalah model SAR dengan nilai rho sebesar 0.415 dengan variabel
independen yang berpengaruh secara siginifikan adalah UMK (X2) dan IPM (X3) sehingga model yang terbentuk
adalah sebagai berikut:
𝑛
𝑦𝑖 = 20.9665 + 0.415 ∑ 𝑊𝑖𝑗 𝑦𝑗𝑡 − 1.036𝑋2𝑖 − 0.207426𝑋3𝑖 𝜇𝑖 + 𝜀𝑖
𝑗=1

DAFTAR PUSTAKA

Juniar, D. H., & Ulinnuha, M. (2021). Pemodelan Spatial Autoregressive (SAR) Untuk Presentase Penduduk
Miskin Di Jawa Barat Tahun 2018. … Riset, Inovasi, Resonansi-Teori, Dan Aplikasi …, 67–76.
https://ojs.unm.ac.id/variansistatistika/article/view/19504%0Ahttps://ojs.unm.ac.id/variansistatistika/articl
e/download/19504/pdf

Muradi, H., & Atmadja, K. (2021). Spatial Autoregressive Data Panel Untuk Memodelkan Kemiskinan Di Pulau
Jawa. Jurnal Saintika Unpam: Jurnal …, 4(1), 71–79.
http://openjournal.unpam.ac.id/index.php/jsmu/article/view/8427%0Ahttp://openjournal.unpam.ac.id/inde
x.php/jsmu/article/download/8427/9449

Larasati, I. F., & Hajarisman, N. (2020). Penerapan Spatial Autoregressive (SAR) Model pada Data Kemiskinan
di Provinsi Jawa Barat Tahun 2019. Prosiding Statistika, 6(2), 58–63. http://dx.doi.org/10.29313/.v6i2

Permai, S. D., Jauri, R., & Chowanda, A. (2019). Spatial autoregressive (SAR) model for average expenditure of
Papua Province. Procedia Computer Science, 157, 537–542. https://doi.org/10.1016/j.procs.2019.09.011

Islamy, U., Novianti, A., Hidayat, F. P., Hasan, M., & Kurniawan, S. (2021). Application of the Spatial
Autoregressive (SAR) Method in Analyzing Poverty in Indonesia and the Self Organizing Map (SOM)
Method in Grouping Provinces Based on Factors Affecting Poverty. ENTHUSIASTIC INTERNATIONAL
JOURNAL OF STATISTICS AND DATA SCIENCE, 1(2), 76–83.
https://journal.uii.ac.id/ENTHUSIASTIC

Mukhtar, S., Saptono, A., & Arifin, A. S. (2019). Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia Dan Tingkat
Pengangguran Terbuka Terhadap Kemiskinan Di Indonesia. Ecoplan : Journal of Economics and
Development Studies, 2(2), 77–89. https://doi.org/10.20527/ecoplan.v2i2.20`

Zebua, H. I., & Jaya, I. G. N. M. (2022). Spatial Autoregressive Model of Tuberculosis Cases in Central Java
Province 2019. CAUCHY: Jurnal Matematika Murni Dan Aplikasi, 7(2), 240–248.
https://doi.org/10.18860/ca.v7i2.13451

6
Annur, R. A. (2013). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemiskinan Di Kecamatan Jekulo Dan Mejobo
Kabupaten Kudus Tahun 2013. Economics Development Analysis Journal, 2(4), 409–426.

Nabilah, P. P., Zidni, R. M., Humairoh, N. L., & Widodo, E. (2021). Penerapan Spatial Error Model (SEM) untuk
Mengetahui FaktorFaktor yang Memengaruhi Kriminalitas. Seminar Nasional Official Statistics, 2021(1),
333–342. https://doi.org/10.34123/semnasoffstat.v2021i1.870

Rahmawati, D., & Bimanto, H. (2021). Perbandingan Spatial Autoregressive Model dan Spatial Error Model
dalam Pemodelan Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi Jawa Timur. Jurnal Statistika Dan
Aplikasinya, 5(1), 41–50. https://doi.org/10.21009/jsa.05104

Anda mungkin juga menyukai