Anda di halaman 1dari 32

ANALISIS TINGKAT KEMISKINAN DI JAWA TIMUR

DENGAN GEOGRAPHICALLY
WEIGHTED REGRESSION
TUGAS MATA KULIAH PEMODELAN

oleh
Luckyta Citra Paramita (171810101015)

JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2020
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kemiskinan merupakan masalah struktural dan kultural dimana di dalamnya
mencakup permasalahan politik, ekonomi, sosial, psikologi, sumberdaya alam,
dan lainnya. Persoalan ini menjadi pusat perhatian pemerintah yang umumnya
terjadi pada negara berkembang, salah satunya yaitu Indonesia. Hingga memasuki
awal tahun 2020 ini, masalah kemiskinan di Indonesia belum ditanggulangi secara
menyeluruh. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase jumlah
penduduk miskin mengalami penurunan dari tahun 2017 ke 2018. Penurunan juga
terjadi pada provinsi Jawa Timur yang memiliki jumlah penduduk miskin
terbanyak, khususnya di kota Jember. Berdasarkan data yang bersumber dari BPS
Provinsi Jawa Timur, persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Timur pada
tahun pada tahun 2016 sebesar 11,85 persen, tahun 2017 sebesar 11,2 persen, dan
pada tahun 2018 mengalami penurunan sebesar 10,85 persen. Persentase ini jauh
lebih kecil dibandingkan dengan persentase penduduk miskin di Papua. Kendati
demikian, jumlah penduduk miskin di Provinsi Jawa Timur lebih tinggi jika
dibandingkan dengan jumlah penduduk miskin di provinsi lainnya. Masalah
kemiskinan terjadi pada seluruh kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur.
Mojokerto memiliki tingkat kemiskinan paling rendah pada tahun di Jawa Timur.
Terdapat beberapa dari 38 kabupaten/kota di Jawa Timur yang memiliki tingkat
kemiskinannya tinggi, diantaranya Jember, Probolinggo, Sidoarjo, Jombang,
Nganjuk Bangkalan, Sampamg, Sumenep, dan Kediri. Beberapa kota tersebut
memiliki kedekatan geografis, dimana hal ini mengindikasikan bahwa terdapat
faktor spasial terhadap tingkat kemiskinan.
Analisis regresi digunakan untuk mengetahui hubungan kemiskinan dengan
faktor penyebabnya. Analisis regresi menghasilkan koefisien regresi yang konstan
dan berlaku untuk setiap lokasi geografis. Menurut Rahmawati dan Djuraidah
(2010), kondisi kemisikinan suatu wilayah dipengaruhi oleh lokasi pengamatan
atau kondisi geografis wilayah tersebut. Di dalam suatu observasi yang
mengandung informasi ruang atau spasial, maka analisis data tidak akan akurat
jika hanya menggunakan analisis regresi sederhana (Ansein, 1988). Keragaman
karakteristik antar kabupaten/kota menyebabkan bervariasinya koefisien regresi
pada setiap lokasi. Oleh karena itu, analisis regresi kurang tepat apabila digunakan
untuk memodelkan data kemiskinan, sehingga lebih tepat jika menggunakan
analisis yang menyertakan unsur geografis yaitu analisis spasial. Komponen yang
mendasar dari model spasial adalah matriks pembobot spasial, Matriks ini
mencerminkan adanya hubungan antara satu wilayah dengan wilayah lainnya
(Arbia 2005).
Analisis spasial menggunakan Geograpgically Weighted Regression (GWR)
untuk membentuk model regresi. Pendugaan parameter model regresi
menggunakan pembobot lokasi yang berbeda-beda di setiap lokasinya, sehingga
model regresi yang dihasilkan hanya berlaku pada lokasi tersebut. Oleh karena itu,
makalah mengenai data kemiskinan di setiap kabupaten/kota di Jawa Timur ini
menggunakan analisis GWR untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
kondisi kemiskinan. Metode GWR adalah suatu yang membawa kerangka dari
model regresi sederhana menjadi model regresi terboboti (Fotheringham et al.
2002). Analisis GWR adalah pengembangan dari analisis regresi linier berganda
yang dapat mengatasi keragaman wilayah/heterogenitas spasial sehingga
menghasilkan model dan pendugaan parameter berbeda untuk setiap wilayah
pengamatan. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan titik. Setiap nilai
parameter dihitung pada setiap titik lokasi geografis sehingga setiap titik lokasi
geografis mempunyai nilai parameter regresi yang berbeda-beda.

1.2 Rumusan Masalah


Berikut adalah rumusan masalah dari makalah analisis tingkat kemiskinan di
Provinsi Jawa Timur dengan GWR :
1. Apakah yang dimaksud dengan analisis spasial?
2. Bagaimana analisis data kemiskinan Provinsi Jawa Timur?
3. Bagaimana model GWR data kemiskinan Provinsi Jawa Timur?
4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan Provinsi Jawa
Timur
1.3 Tujuan
Berikut adalah tujuan dari makalah analisis tingkat kemiskinan di Provinsi
Jawa Timur dengan GWR :
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan analisis spasial.
2. Melakukan analisis terhadap data kemiskinan Provinsi Jawa Timur.
3. Menyusun model GWR berdasarkan data kemiskinan Provinsi Jawa Timur.
4. Menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan Provinsi
Jawa Timur.

1.4 Manfaat
Makalah ini menjelaskan mengenasi analisis spasial dan model GWR dengan
penerapannya pada masalah kemiskinan di Provinsi Jawa Timur. Manfaat
dibentuknya makalah ini yaitu untuk mengetahui faktor apa saja yang dapat
mempengaruhi tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Timur dengan menggunakan
model GWR dan data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik. Makalah analisis
spasial ini juga memberikan langkah-langkah penerapannya menggunakan
software R.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Kmeiskinan


Kemiskinan merupakan permasalahan kompleks yang dipengaruhi oleh
berbagai faktor antara lain pendapatan, kesehatan, pendidikan, akses terhadap
barang dan jasa, lokasi geografis, gender dan kondisi lingkungan. Kondisi
geografis sangat menentukan ketersediaan sumber daya yang merupakan salah
satu penyebab timbulnya kemiskinan. Kemiskinan naturan adalah kemiskinan
yang timbul akibat terbatasnya jumlah sumber daya sedangkan kemiskinan
struktural adalah kemiskinan yang terjadi karena struktur sosial yang ada
membuat anggota atau kelompok masyarakat tidak menguasai sarana ekonomi
dan fasilitas-fasilitas secara merata. Pada makalah ini, tingkat kemiskinan akan
dihubungkan dengan tingkat penganguuran terbuka, tingkat masyarakat dengan
keluhan penyakit, angka buta huruf, angka partisipasi sekolah, pengeluara per
kapita sebulan. Data didapatkan dari website resmi bps Jawa Timur dan aplikasi
yang digunakan untuk menganalisis tingkat kemiskinan pad amakalah ini yaitu
software R 4.0.0. Untuk mengetahui peubah mana saja yang berpengaruh terhadap
tingkat kemiskinan, salah satu analisis yang dapat digunakan adalah analisis
regresi.

2.2 Analisis Regresi


Analisis regresi adalah suatu hubungan antara variabel dependen dengan
sejumlah variabel independen ditentukan oleh parameter atau koefisien regresi.
Salah satu pendekatan regresi linear yang paling banyak digunakan adalah
Ordinary Least Square (OLS). Regresi OLS untuk k variabel independen
dirumuskan dengan :

dengan dan dimana merupakan banyaknya observasi


dan adalah banyaknya variabel independen dengan ; dan adalah
parameter yang akan diestimasi, dan adalah galat (error) atau nilai variabel acak
yang merepresentasikan faktor-faktor lain yang mempengaruhi nilai variabel
dependen yang disebut juga sebagai residual.
Adapun dalam bentuk matriks, persamaan 3.1 dapat dituliskan sebagai berikut :

Dimana merupakan vektor variabel dependen yang berukuran ,


merupakan matriks variabel independen yang berukuran )), adalah
vektor parameter dengan ukuran ) ) dan adalah vektor galat yang
berukuran ), dengan asumsi bahwa galat memiliki [ ] dan )
.
2.3 Pendugaan Parameter
Salah satu metode estimasi parameter dalam model regresi adalah dengan
cara meminimumkan jumlah kuadrat galat. Galat merupakan selisih antara nilai
observasi dengan nilai estimasi ̂ . Prinsip dasar Ordinary Least Square (OLS)
adalah meminimumkan jumlah kuadrat galat, seperti berikut :
∑ ∑ ̂ ̂ ̂ ̂ ̂ )2
Adapun matriks galat dapat dituliskan sebagai berikut :

Adapun untuk memperoleh penduga parameter dapat menggunakan persamaan


3.4 dalam bentuk matriks sebagai berikut :

Karena ∑ maka :
) )

Karena adalah matriks 1 x 1 maka :

Untuk memperoleh penduga parameter ̂ maka persamaan 3.5 didiferensialkan


terhadap seperti pada gambar berikut :
Gambar 2.1 perhitungan penduga parameter
dimana ̂ adalah vektor estimasi parameter, adalah matriks yang berisi nilai-
nilai variabel independen, adalah vektor nilai variabel dependen, sedangkan
) adalah invers matriks varian-kovarian.
Diketahui bahwa:
a. Vektor y berukuran ), dimana n merupakan banyaknya observasi
sebagai berikut :

b. merupakan matriks berukuran )), dituliskan seperti pada


gambar berikut :

Gambar 2.2 Matriks X


Oleh karena itu, untuk menghitung penduga parameter ̂ pada persamaan 3.6
didefiniskan pada gambar berikut :
Gambar2.3 perhitungan penduga parameter ̂
Sehingga model pendugaan regresi linear berganda dengan k variabel independen
dituliskan sebagai berikut :
̂ ̂ ̂ ̂ ̂

2.4 Pengujian Signifikansi Penduga Parameter


Adapun pengujian terhadap keberartian model dilakukan dengan dua metode
yaitu secara simultan dengan Uji F dan secara parsial dengan uji t. Pengujian
signifikansi pendugaan parameter secara simultan dapat dilakukan dengan Uji F
yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen secara simultan atau serentak. Berikut adalah tabel Anova :

Gambar 2.4 Gambar tabel uji anova


2.5 Pengujian asumsi Galat
Terdapat beberapa asumsi dalam regresi linier yang harus dipenuhi, yaitu
sebagai berikut :
a. Uji Normalitas, Dalam hal ini analisis regresi linear mengasumsikan bahwa
galat berdistribusi normal. Pengujian normalitas galat dilakukan dengan uji
Kolmogorov-Smirnov.
b. Uji Multikolinearitas, salah satu cara pendeteksian multikolinearitas yaitu
dengan menggunakan VIF (Variance Inflation Factor)
c. Uji Autokorelasi, asumsi yang menyatakan bahwa antara serangkaian
observasi yang diurutkan menurut waktu tidak terjadi autokorelasi atau
adanya kebebasan antar galat, dapat dideteksi dengan pengujian empiris yaitu
uji Durbin-Watson
d. Uji Heteroskedastisitas, Asumsi heteroskedastisitas menyetakan bahwa varian
setiap galat ) masih tetap sama baik untuk nilai-nilai pada variabel
independen yang kecil maupun besar.

2.6 Analisis Spasial


Data spasial adalah data yang memuat adanya informasi lokasi atau geografis
dari suatu wilayah. Secara umum analisis spasial membutuhkan suatu data, yang
berdasarkan lokasi dan memuat karakteristik dari lokasi tersebut. Lokasi pada data
spasial harus diukur untuk mengetahui adanya efek spasial yang terjadi. Analisis
spasial merupakan analisis yang lebih terfokus pada kegiatan investigasi pola-pola
dan berbagai keterkaitan dengan tujuan peningkatan pemahaman dan prediksi atau
peramalan. Lebih lanjut lagi Rustiadi (2009) mengkategorikan analisis spasial
menjadi dua kelompok utama, yaitu: (1) analisis statistik eksploratori dan (2)
permodelan spasial.

2.7 Geograpgically Weighted Regression (GWR)


Model Geographical Weighted Regression (GWR) merupakan salah satu
pengembang metode regresi dengan mempertimbangkan unsur spasial
didalamnya. Pendekatan ini relative baru, dimana estimasi parameter dilakukan
pada setiap lokasi unit observasi. Merujuk pada hukum Geografi Pertama Tobler,
dalam estimasi parameter pada GWR, unit observasi yang memiliki kedekatan
lokasi, akan memiliki bobot lebih besar daripada unit observasi yang lokasinya
lebih jauh. Model GWR untuk k variabel dapat ditulis dengan persamaan:
) ) ) )
Dimana adalah variabel dependen; adalah variabel independen; dan
adalah parameter regresi. Notasi ) menunjukkan koordinat titik
lokasi observasi dalam ruang. Dengan demikian, persamaan GWR mengakui
adanya variasi spasial dalam hubungan yang mungkin terjadi. Apabila ditulis
dalam notasi matriks, GWR dapat ditulis dengan persamaan:
)
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Data Tingkat Kemiskinan


Tahun 2018, tingkat kemiskinan rata-rata seluruh kabupaten/kota di Provinsi
Jawa Timur yaitu sebesar 10,98%. Kabupaten yang memiliki persentase tingkat
kemiskinan tertinggi dan terendah masing-masing yaitu Sampang 20,71% dan
Kota Batu 3,81%. Berikut adalah pesebaran tingkat kemiskinan setiap
kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur.

Persentase tingkat kemiskinan Provinsi Jawa Timur tahun 2019


25

20

15

10

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2018


Gambar 4.1 Persebaran tingkat kemiskinan pada 23 kabupaten/kota di Provinsi
Jawa Timur

Berdasarkan gambar 4.1 terlihat bahwa terdapat empat kota yang memiliki
persentase kemiskinan dibawah 10%, diantaranya Kota Tulungagung, Blitar,
Lumajang, Jember, Banyuwangi, Pasuruan, Sidoarjo, Jombang, Kota Kediri, Kota
Blitar, Kota Malang, Kota Probolinggo, Kota Pasuruan, Kota Mojokerto, Kota
Madiun, Kota Surabaya, dan Kota Batu. Kabupaten/kota dengan persentase
tingkat kemiskinan 10%-15% adalah Pacitan, Ponorogo, Trenggalek, Kediri,
Malang, Bondowoso, Situbondo, Mojokerto, Nganjuk, Madiun, Ngawi,
Bojonegoro, Lamongan, Gresik, dan Pamekasan. Sedangkan Kab. probolinggo,
Tuban, dan Bangkalan memiliki tingkat kemiskinan antara 15%-20%. Tingkat
kemiskinan dengan persentase di atas 20% terjadi pada kab. Sampang dan
Sumenep.
Selain deskripsi dan tingkat kemiskinan, disajikan pula deskripsi faktor-faktor
yang mempengaruhi tingkat kemiskinan pada tabel 4.1.
Tabel 4.1 Statistika deskriptif factor yang Mempengaruhi tingkat kemiskinan
Peubah Mean Standar deviasi Minimum Maksimum
Persentase Tingkat
pengangguran terbuka 3,78 1,20 1,43 6,79
)
Persentase Penduduk
dengan keluhan 48,61 6.6 38,24 61,78
kesehatan )
Persentase Angka buta
huruf penduduk usia 8,19 5,43 1,26 21,88
15+ )
Persentase Angka
partisipasi sekolah 16- 74,76 10,53 49,44 95.03
18 tahun )
Persentase Pengeluaran
per Kapita Sebulan 48,64 5,95 34,57 63,13
)
Rata-rata tingkat pemgangguran terbuka ( ) di Provinsi Jawa Timur adalah
3,78 persen dengan persentase terendah dan tertinggi masing-masing 1,43 persen
dan 79,41 persen. Persentase penduduk dengan keluhan kesehatan ( ) tertinggi
sebesar 61,78 persen, persentase terendah sebesar 38,24 persen dan nilai rata-
ratanya sebesar 48,61 persen. Angka buta huruf ( ) di Provinsi Jawa Timur
termasuk rendah, yaitu 8,19% dengan persentase terkecil berasal dari kota
Surabaya, yaitu 1,26 persen. Persentase buta huruf di kota Sampang merupakan
yang paling tertinggi, yaitu 21,88 persen. Di Jawa Timur memiliki persentase
Angka Partisipasi Sekolah ( ) yang cukup tinggi, begitu pula dengan Persentase
pengeluaran ( ) yang juga cukup tinggi, yaitu 50 persen.
Identifikasi hubungan antara tingkat kemiskinan dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya dilakukan melalui pembentukan scatter plot. Pola hubungan
antara peubah penjelas dan peubah respon yang disajikan dalam bentuk scatter
plot ditunjukkan pada gambar berikut
Gambar 4.2 Pola hubungan antara peubah penjelas dan peubah respon
Pada gambar diatas, terlihat bahwa angka buta huruf memiliki pola hubungan
positif terhadap peubah responnya, sedangkan variabel lainnya memiliki pola
hubungan negatif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar persentase angka
buta huruf, maka akan semakin tinggi pula tingkat kemiskinannya. Variabel
penjelas yang memiliki pola hubungan negatif menunjukkan bahwa seiring
dengan bertambahnya variabel tersebut maka tidak selalu disertai dengan
penurutna tingkat kemiskinan.

4.2 Analisis Regresi Linier


4.2.1 Model Regresi Linier dengan Metode OLS
Sebelum memasuki model GWR, digunakan model regresi OLS terlebih
dahulu untuk menganalisis data tingkat kemiskinan dan mengetahu variabel-
variabel yang memengaruhi tanpa mempertimbangkan faktor spasial. Sebelum
membentuk suatu model regresi, maka dilakukan pengujian terhadap pengaruh
multikolinearitas dalam data. Adapun pengujian multikolinearitas dapat dilakukan
dengan melihat nilai Variance Influence Factor (VIF) sebagai berikut
Tabel 4.3 Pengujian Multikolinearitas
Variabel VIF
Persentase TPT 1.224013
Persentase Masyarakat dengan 1.087677
keluhan penyakit
Persentase ABH 3.186198
Persentase APS 1.788033
Persentase Pengeluaran 2.597349
perkapita
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa untuk masing-masing variabel
independen yang terlibat dalam proses peningkatan persentase kemiskinan padi di
Provinsi Jawa Barat memiliki nilai VIF kurang dari 10, sehingga dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas antar variabel independen pada
kasus ini. Penelitian dilanjutkan pada pemodelan dengan menggunakan metode
regresi linear. Sebelum membentuk suatu model regresi linear, maka dilakukan
pengujian signifikansi parameter yang meliputi pengujian signifikansi parameter
secara simultan dan pengujian signifikansi parameter secara parsial.
4.2.2 Uji Simultan
Berdasarkan pengujian parameter secara simultan yang terdapat pada bagian
lampiran, dapat dirangkum pada Tabel 4.4 berikut ini :
Tabel 4.4 Nilai dan SSE pada Regresi Linier dengan OLS
Model Regresi Linier dengan OLS
80,27%
SSE 144,23
P-Value 2.084e-10
Pengujian parameter model regresi secara serentak dilakukan dengan hipotesis
sebagai berikut:
atau model dikatakan tidak signifikan.
: Minimal terdapat satu , j=1,2,…,5 atau model signifikan.
Berdasarkan hasil pengujian pada Tabel 4.4, didapatkan P-Value model regresi
linear dengan OLS adalah 2.084e-10. Dengan tingkat signifikansi 5% diputuskan
bahwa tolak H0. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa minimal terdapat
satu parameter model regresi linear dengan metode OLS yang berpengaruh secara
signifikan terhadap model atau dapat dikatakan bahwa model bersifat signifikan.
Nilai koefisien determinasi ( ) model adalah 80,27%. Hal ini berarti bahwa
sebesar 80,27% keragaman dalam kasus tingkat kemiskinan mampu dijelaskan
oleh model regresi, sedangkan sisanya yaitu 9.73% dijelaskan oleh faktor lain
diluar model.
4.2.3 Uji Parsial
Berikut ini merupakan variabel signifikan terhadap produksi padi di
Kabupaten/Kota di Jawa Barat:
Tabel 4.5 Uji Signifikansi Parameter Model Secara Parsial
Estimate Std.Error t value Pr(>|t|) Signifikansi
(Intercept) 18.51481 6.97830 2.653 0.012309 *
Persentase TPT 0.20797 0.32143 0.647 0.522249 -
Persentase 0.02311 0.05519 0.419 0.678216 -
Masyarakat
dengan keluhan
penyakit
Persentase 0.48476 0.11472 4.226 0.000185 ***
ABH
Persentase APS 0.02467 0.04431 0.557 0.581461
Persentase PS -0.31609 0.09450 -3.345 0.002112 **
Pengujian parameter regresi selanjutnya dilakukan secara parsial dengan
hipotesis sebagai berikut:

,
Berdasarkan hasil pada Tabel 4.5 diperoleh bahwa pada pengujian parameter
secara parsial dengan menggunakan tingkat signifikansi 5%, maka variabel angka
buta huruf berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi
Jawa Timur. Hal ini dapat berarti bahwa seiring bertambahnya persentase angka
buta huruf maka dapat meningkatkan persentase kemiskinan. Berikut merupakan
nilai penduga/estimasi parameter model regresi dengan metode OLS :
Tabel 4.6 Estimasi Parameter Model Regresi
Variabel Estimasi t-Hitung
Intercept 18.51481 2.653
Persentase Tingkat 0.20797 0.647
Pengangguran Terbuka
Persentase Masyarakat 0.02311 0.419
dengan keluhan penyakit
Persentase Angka Buta 0.48476 4.226
Huruf
Persentase Angka 0.02467 0.557
Partisipasi Sekolah
Persentase Pengeluaran -0.31609 -3.345
per Kapita
Berdasarkan Tabel 4.6, diketahui bahwa variabel angka buta huruf
berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat kemiskinan di Provinsi Jawa Tarat.
Dengan R2 sebesar 80,27% sesuai dengan hasil output yang ditampilkan pada
Lampiran. Dengan demikian model pendugaan regresi linear yang dihasilkan
adalah :
̂
Berdasarkan model tersebut dapat dijelaskan bahwa jika terjadi penambahan
persentase angka buta huruf sebesar 1% maka akan meningkatkan persentase
tingkat kemiskinan sebesar 0,48476%.

4.3 Uji Asumsi Klasik


4.3.1 Uji Normalitas
Pengujian normalitas pada penelitian ini dilakukan dengan metode
Kolmogorov-Smirnov Test. Adapun hipotesis yang digunakan adalah:
: residual berdistribusi normal
: residual tidak berdistribusi normal
Berdasarkan hasil pengujian normalitas residual, didapatkan bahwa P-Value
bernilai 0,7796, sehingga dengan tingkat signifikansi sebesar didapatkan
keputusan untuk gagal menolak yang berarti bahwa residual berdistribusi
normal. Adapun secara grafik, normalitas residual adalah sebagai berikut :

Gambar 4.3 Grafik Normalitas Residual


4.3.2 Uji Multikolinearitas
Pengujian asumsi multikolinearitas dapat dilakukan dengan melihat nilai
Variance Influence Factor (VIF). Berikut adalah hipotesis dalam pengujian
multikolinearitas:
H0: tidak terjadi multikolinearitas
H1: terjadi multikolinearitas.
Berdasarkan hasil pengujian didapatkan bahwa nilai VIF untuk masing-masing
variabel independen yang terlibat dalam penelitian ini ditampilkan pada sebagai
berikut:
Tabel 4.7 Nilai VIF
Variabel VIF
Persentase TPT 1.224013
Persentase Masyarakat 1.087677
dengan keluhan
penyakit
Persentase ABH 3.186198
Persentase APS 1.788033
Persentase Pengeluaran 2.597349
perkapita
Diketahui berdasarkan Tabel 4.7 bahwa nilai VIF untuk semua variabel dependen
bernilai kurang dari 10 (VIF<10), sehingga dapat disimpulkan bahwa model
regresi linear terbebas dari multikolinearitas.
4.3.3 Uji Heteroskedastisitas
Pengujian terhadap pengaruh keragaman residual dilakukan dengan Uji
Breusch-Pagan. Adapun hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut :
: atau terjadi homoskedastisitas.
: Minimal terdapat satu atau terjadi heteroskedastisitas.
Berdasarkan hasil yang merujuk pada Lampiran, diketahui bahwa hasil uji
Breusch-Pagan diperoleh nilai P-Value = 0.05074, dengan menggunakan tingkat
signifikansi 5%, maka keputusan untuk menolak didapatkan. Sehingga
kesimpulan yang diambil adalah terdapat pengaruh Heteroskedastisitas spasial
dalam residual.
4.3.4 Uji Autokorelasi Spasial
Pengujian autokorelasi dapat dilakukan dengan melihat nilai Durbin Watson.
Adapun hipotesis yang digunakan adalah:
: atau tidak ada autokorelasi.
: atau terdapat autokorelasi.
Berdasarkan hasil yang diperoleh nilai dw=1.4079. Karena dw > dU dan (4-dw) >
dU, dimana diketahui bahwa nilai dL=1.2042 dan dU=1.7916 untuk n=38
kabupaten/kota dan k=5 variabel berdasarkan Tabel Durbin-Watson, maka gagal
tolak yang artinya tidak terdapat autokorelasi.

4.4 Pemodelan Geographically Weighted Regression (GWR)


Analisis yang menangani masalah spasial data salah satunya adalah
Geographically Weighted Regression. Sebelum melakukan analisis dengan
menggunakan GWR, terlebih dahulu data harus memenuhi asumsi
heteroskedastisitas spasial. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan
menggunakan Breusch-Pagan Test, diperoleh bahwa data mengandung pengaruh
heteroskedastisitas spasial. Diketahui dengan nilai P-Value statistik pada Breusch-
Pagan Test adalah 0.05074, maka dengan menggunakan tingkat signifikansi
sebesar 5% dapat disimpulkan bahwa terdapat heteroskedastisitas spasial
pada data.
Langkah pertama yang dilakukan sebelum memulai analisis GWR adalah
menentukan bandwidth optimum menggunakan nilai CV minimum yang
selanjutnya akan digunakan dalam menentukan fungsi pembobot Adaptive kernel
Gaussian. Hal ini dikarenakan pada penelitian ini diharapkan mampu memperoleh
bandwidth yang dapat menyesuaikan seiring bertambahnya jarak antar
wilayahnya. Melalui tahapan penentuan bandwidth dalam software R versi 4.0.0
didapatkan bahwa nilai AIC 157.0973 dan nilai bandwidth adalah 0.4473549
dengan CV score adalah 180.552. Untuk memperoleh nilai dalam fungsi
pembobot kernel Gaussian, maka nilai bandwidth disubstitusikan sebagai berikut
(Fotheringham, Brunsdon, & Charlton, 2002) :

) ( (( )) )

Fungsi pembobot Adaptive Kernel Gaussian merupakan fungsi yang


menggambarkan batas jarak suatu wilayah yang masih memberikan pengaruh
yang cukup besar terhadap wilayah lain di sekitarnya. Jika jarak antara lokasi ke-i
dengan lokasi ke-p lebih besar atau sama dengan 0.4473549 km, maka lokasi
tersebut akan diberi bobot nol. Sedangkan jika jarak antar lokasi ke-i dengan
lokasi ke-p kurang dari 0.4473549 km, maka akan diberi bobot mendekati satu
seiring semakin dekatnya jarak antara ke-i dengan lokasi ke-p. Fungsi pembobot
ini akan digunakan sebagai iterasi pada pendugaan parameter model GWR untuk
suatu lokasi (ui, vi). Dimana untuk mengetahui penduga parameter pada
Kabupaten Bogor sebagai lokasi ke-1 (u1, v1), maka digunakan :

) ( (( )) )

merupakan jarak Euclidean dari lokasi ke-1 dan ke-2.


4.4.1 Pendugaan Parameter Model GWR
Berikut ini merupakan nilai minimum, maksimum dan median dari penduga/
estimasi parameter model yang terbentuk dengan metode GWR:
Tabel 4.8 Nilai Minimum dan Maksimum Estimasi Parameter Model
Variabel Koefisien Parameter ( ))
Global
(estimator) Min Median Max
Intercept 14.1895875 18.5386080 22.6141017 18.5148
Persentase Tingkat 0.1136975 0.2490227 0.3319209 0.2080
Pengangguran
Terbuka
Persentase -0.0031397 0.0234388 0.0492715 0.0231
Masyarakat dengan
keluhan penyakit
Persentase Angka 0.4483328 0.5006571 0.5410294 0.4848
Buta Huruf
Persentase Angka 0.0023623 0.0242812 0.0601128 0.0247
Partisipasi Sekolah
Persentase -0.3428496 -0.3181900 -0.3089150 -0.3161
Pengeluaran per
Kapita
SSE 109.2181
85.06%
Berdasarkan Tabel 4.8 diketahui bahwa penduga parameter tersebut tidak
berlaku secara global karena adanya pembobot yang digunakan dalam model
menyebabkan penduga parameter berbeda tiap Kabupaten/Kota. Didapatkan nilai
penduga parameter angka buta huruf adalah berkisar 0.4483328 hingga
maksimum 0.5410294 berarti bahwa angka buta huruf dapat mempengaruhi
persentase kemiskinan di Jawa Timur. Nilai minimum dan maksimum penduga
parameter hanya menunjukkan kisaran nilai estimasi/penduga (minimum hingga
maksimum) parameter model GWR, adapun nilai penduga parameter model GWR
ditampilkan pada bahasan berikutnya. Model penduga parameter dengan metode
GWR menghasilkan R2=85.06%dan SSE=109,2181.
Estimasi parameter model global, diketahui bahwa variabel angka buta huruf
memiliki parameter global tertinggi yaitu sebesar 0.4848. hal ini dapat diartikan
bahwa dengan bertambahnya angka buta huruf akan menambah persentase tingkat
kemiskinan. Begitu pula pada variabel lainnya yang bernilai positif, sedangkan
untuk variabel bernilai negatif, setiap penurunannya akan menurunkan persentase
tingkat kemiskinan di Jawa Timur.
4.4.2 Pengujian Kesesuaian Model GWR
Pengujian kesesuaian model pada penelitian ini menggunakan uji F atau
Goodness of Fit untuk mengetahui pengaruh pembobotan pada estimasi
parameter. Adapun hipotesis yang digunakan adalah dalam pengujian kesesuaian
model GWR adalah sebagai berikut:
) atau tidak ada perbedaan yang signifikan antara model regresi
global dengan model GWR.
: Minimal terdapat satu ) atau terdapat perbedaan yang signifikan
antara model regresi global dengan model GWR. Berikut ini merupakan output
yang diperoleh dari analisis GWR:
Tabel 4.9 Pengujian Serentak Model GWR
Df Sum Sq Mean Sq
OLS Residuals 6.000 144.233
GWR Improvement 5.082 35.015 6.8900
GWR Residuals 26.918 109.218 4.0574 1.6981

Berdasarkan hasil yang ditampilkan pada Tabel 4.9 diketahui bahwa F-Hitung
model GWR yang diperoleh adalah 1,6981 dan diketahui kriteria penolakan
terjadi jika . Dengan demikian dapat diambil
keputusan untuk menerima yang berarti bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan antara model regresi global (OLS) dan model GWR.
4.4.3 Pengujian Signifikansi Parameter Parsial Model GWR
Uji parameter dilakukan dengan menguji masing-masing variabel independen
terhadap variabel dependen secara parsial. Dengan demikian setiap
Kabupaten/Kota memiliki model dengan karakteristik parameter yang berbeda
dengan wilayah lainnya. Berikut ini merupakan hipotesis dari uji parsial:
)
) , k=1,2,…,6, i=1,2,…27
Adapun statistik uji yang digunakan adalah t-hitung, dimana hasil telah
terlampir pada bagian lampiran. Daerah penolakan pada pengujian parameter
model GWR menyatakan bahwa keputusan tolak dapat dibuat jika nilai
) dengan tingkat signifikansi sebesar 5%.

Berdasarkan lampiran, nilai ) . berarti suatu keputusan tolak


dapat dibuat jika nilai . Dapat diputuskan bahwa
ditolak pada variabel persentase angka buta huruf. Hal ini dikarenakan pada
variabel tersebut mengandung setidaknya satu Kabupaten/Kota yang bernilai
melebihi .
Berdasarkan hasil uji signifikansi yang tersedia pada lampiran, terlihat bahwa
seluruh kabupaten/kota memiliki variabel signifikan yang sama, yaitu angka buta
huruf. Artnya, persentase buta huruf berpengaruh secara signifikan terhadap
persentase tingkat kemiskinan. Sedangkan, variabel lain tidak mempengaruhi
secara signifikan terhadap persentase tingkat kemiskinan di kota/kabupaten
tersebut.
4.4.4 Pembentukan Model GWR dan Pemilihan Model Terbaik
Seperti yang telah dibahas sebelumnya mengenai variabel signifikan, bahwa
produksi padi di tiap Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat dipengaruhi secara
signifikan dengan 5% yaitu angka buta huruf. Model lengkap GWR yang
dibentuk untuk masing-masing Kabupaten/Kota berdasarkan variabel yang
signifikan mempengaruhinya ditampilkan pada lampiran. Sebagai contoh dalam
menginterpretasikan model GWR yang dihasilkan, digunakan model GWR untuk
Kabupaten Pacitan, yang dituliskan sebagai berikut :
̂
Pada penelitian ini pemilihan model dilakukan dalam rangka menentukan
ketepatan kinerja antara model OLS dengan model GWR yang telah dihasilkan.
Berikut merupakan perbandingan kedua model berdasarkan nilai R2, AIC dan
Sum Square Error (SSE) :
Tabel 4.10 Kriteria Pemilihan Model Terbaik
Kriteria Regresi Linier GWR
80,27% 85.06%
SSE 144,23 109.2181
AIC 172.5255 157.0973

Berdasarkan Tabel 5.15 dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan kriteria


nilai R2 dan SSE yang dihasilkan dari kedua model, maka model GWR
merupakan model yang lebih baik dibandingkan dengan model regresi linear
dengan metode OLS. Model GWR terbukti mampu meningkatkan nilai R2 dan
menurunkan nilai SSE dan AIC. Berikut adalah visualisasi grafik perbadingan
model pendugaan.

Gambar 4.4 Grafik perbandingan model pendugaan OLS dan GWR


BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil perhitungan pada bagian hasil dan pembahasan, dapat
disimpulkan bahwa tingkat kemiskinan tertinggi di Provinsi Jawa Timur tahun
2017 terjadi di Sampang dan tingkat kemiskinan terendah terjadi di kota Batu.
Rata rata tingkat kemiskinan sebesar 10,87% di tiap kabupaten/kota di Jawa
Timur. Model GWR data tingkat kemiskinan menghasilkan yang relatif besar
yaitu 85,06 persen dan jumlah kuadrat residual yang relatif kecil yaitu 109.218.
Faktor geografis tidak berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Jawa Timur,
karena seluruh kabupaten/kota dipengaruhi oleh fakto-faktor yang sama, yaitu
angka buta huruf. Apabila dibandingkan dengan model penduga OLS, GWR lebih
mendekati nilai observasi, tetapi antara kedua model tersebut tidak memiliki
perbedaan yang sigifikan.

5.2 Saran
Penelitian dengan menggunakan analisis spasial yang dilakukan di Provinsi
Jawa Timur masih terbatas. Makalah ini diharapkan dapat mendorong mahasiswa
lain untuk menerapkan analisis spasial pada kasus lainnya. Untuk melihat
kekonsistenan hasil penelitian, pada penelitian selanjutnya disarankan untuk
menggunakan metode lain pada data yang mengandung heterogenitas spasial.
LAMPIRAN

Data dan variabel yang digunakan


Tabel Durbin-Watson (DW), α = 5%

Anda mungkin juga menyukai