H
cH o
z
rh
F
_t
FC 2',F t
F: Sl d
,+{il E o
?f >,
#fi I 9 o=
-= 5 l(
m
\, ,o
d? rq f,
3E H 39
zjt:1, * 2 o
=
Zz 2
42: ZF
bl D th
ru
32p
*<H A
B
J'
o
F
fi5
l-{ E
z
o\
r*s1g n
Y
d,
Y
o
SRz oo
lu l-
ut
o
)l.r{
h
zIU
r{ t
t-.r
t
-l 'd u.
g;{e* *E Hs gg E
tl
-l '
I.Utr)
r-JN
LUI
al cl a
i*el
.al
3el E +
tr<,1 Fan 5I
=H A
$= l (D
F
f; iEE'EEEE;Ei$Ei
oEtl:f =
* teE; g,+sc; *;E
ull
eaal
-
trza)l
sFel
ul qol ffi=
=[E=*05 = s
A
JEzl
Sel
E2 *z =
*z
t llJ tr
<!r r
;tgFgEH;gggie
OI
Nl.
zli <f z :ri
:l'
rl
<l
FI
#
=
o- 33
i,g.
H (,)
c
o
-o
E
.E
(I)
t, ,z ;
{". *1,
* .'/
+
-EIFFE
. EC z.
GO :)
o)- I
-
E EE
-(O
6-0 -O)
ER !tE fitU F
IH fi
6, aJ I-
c \)t F
TE bE n d
Ao 3.o co tr Io.
.= _o
r_ t, --; o. m
!E :06 f= a
.
fL
o
u) EE
!9c ro) A -ry
(J 3 co
e) Ec rsuj Z
f= !
jv 'co :)
=
5 gE J
-fi pru tro- 6+i o5
-g; ?
ar
>t @ g oE
EE 5g c0 ' ze.
tU I.U
FA
33sE
F
Z o l3r
ioo
-o * oldl
*o
co1
H *t J<
(!
s=E t[EE !
:l
}zz
Y E'= o(0 l.U
:E E'= =
O x(! =
d rJJ
T HE€
E bT 3
B
E
uJ(/)
ot
O
E
o_-o
.g c,.9
o
L
C
zo
E g:
6.,,-=t o,
c t r')
:l o
E hE E
E
c (E
o gB
o
o_ c,)(l) (5 .:l (! ttJ o
<rLo o o- _lN
BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Pengertian
Rencana Pembanguan Jangka Panjang (RPJP) Daerah adalah dokumen
perencanaan pembangunan daerah yang merupakan jabaran dari tujuan
dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam bentuk visi,
misi dan arah pembangunan nasional untuk masa 20 tahun ke depan yang
mencukupi kurun waktu mulai dari tahun 2005 hingga tahun 2025.
2.1. Geomorfologi
2.1.1. Topografi
Kabupaten Sumba Barat terletak di Pulau Sumba pada 90 22’ - 90 47’
Lintang Selatan dan 1190 7’ - 1190 33’ Bujur Timur. Kabupaten ini batas-batas
wilayah sebagai berikut :
sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sumba Tengah
sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sumba Barat Daya;
sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia
sebelah Utara berbatasan dengan Selat Sumba.
Luas wilayah Kabupaten Sumba Barat adalah 737,86 Km2 atau 73.786 Ha.
Sebagian besar wilayahnya memiliki kemiringan 140-1400. Topografi yang
berbukit-bukit mengakibatkan tanah rentan terhadap erosi.
2.1.2. Klimatologi
Seperti halnya tempat lain di Indonesia, Kabupaten Sumba Barat
hanya memiliki dua musim yakni musim kemarau dan musim hujan-beriklim
tropis (semi arid). Pada bulan Juni sampai dengan September arus angin berasal
dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air, sehingga
mengakibatkan musim kemarau. Sebaliknya pada bulan Desember sampai
dengan bulan Maret arus angin banyak mengandung uap air yang berasal dari
Asia dan Samudera Pasifik, sehingga terjadi musim hujan. Keadaan seperti ini
berganti setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan pada bulan
April-Mei dan Oktober-Nopember. Walaupun demikian mengingat Sumba
Barat dan Nusa Tenggara Timur (NTT) pada umumnya dekat dengan
Australia, arus angin yang banyak mengandung uap airnya sudah berkurang
yang mengakibatkan hari hujan di Sumba Barat lebih sedikit dibandingkan
dengan wilayah yang lebih dekat dengan Asia. Hal ini menjadikan Sumba
Barat sebagai wilayah yang tergolong kering dimana hanya empat bulan
(Januari-Maret dan Desember) yang keadaannya relatif basah dan delapan
bulan sisanya relatif kering. Rata-rata banyaknya hujan adalah 84,8 hari
dengan total curah hujan 7.417 milimeter. Dari curah hujan tersebut yang
tertinggi di kecamatan Tana Righu (2.666 milimeter) diikuti kecamatan lainnya
hingga yang terendah di kecamatan Lamboya dengan curah hujan 315
milimeter. Hingga saat ini belum tersedia alat pengukur persentase penyinaran
matahari, temperatur, kelembaban dan tekanan udara.
2.1.3. Hidrologi
Selain curah hujan yang cukup, Kabupaten Sumba Barat memiliki
empat buah Sungai besar, sebagai berikut: (1) Sungai Kabukarudi (6 Km)
berada di Kecamatan Lamboya; (2) Sungai Tambaka Ndana (2,5 Km) berada di
Kecamatan Kota Waikabubak; (3) Sungai Loku Bakul (11 Km) berada di
Kecamatan Wanokaka; dan (4) Sungai Loko Kalada (5 Km) berada di
2.2. Demografi
2.2.1. Tingkat Kepadatan Penduduk
Penduduk Kabupaten Sumba Barat Berjumlah 97.894 jiwa yang
tersebar pada 5 Kecamatan (BPS, 2004). Sejak terjadi pemekaran wilayah
kabupaten tahun 2007, Kabupaten Sumba Barat telah terbagi menjadi 3
wilayah kabupaten. Dimana Kabupaten Sumba Barat (kabupaten induk)
menjadi kabupaten dengan luas wilayah paling kecil yaitu 737,86 km2 dengan
tingkat kepadatan penduduk (population density) mencapai 133 jiwa/km2.
Indonesia
Tahun Sumba Barat (Rp) NTT (Rp)
(Rp)
Tabel 2.4. Pendapatan per Kapita Kabupaten Sumba Barat, NTT dan
Indonesia (2001 – 2004)
2.4.2. Budaya
Budaya dipandang sebagai sumber nilai, etos, moral, dan
pengetahuan yang tertanam dalam sistem simbol, bahasa, idiologi, tradisi dan
adat istiadat yang menjadi acuan masyarakat di dalam bersikap dan
berperilaku sosial, politik dan ekonomi. Budaya juga sebagai identitas kolektif
yang merupakan sumberdaya masyarakat yang dipakai sebagai kekuatan
bersama untuk mengembangkan modal sosial dalam artian jaringan sosial dari
berbagai organisasi sukarela sebagai arena masyarakat sipil untuk membangun
solidaritas, toleransi, kepercayaan dan kerjasama dalam rangka mencapai
kemandirian masyarakat di berbagai bidang kehidupan. Kini budaya
masyarakat didorong untuk memasuki proses perubahan dari budaya lokal ke
global, budaya agraris ke industri, dan budaya tradisional ke modern. Namun
gejala yang muncul adalah kemunduran yang disebut erosi, involusi dan
marginalisasi budaya. Akibatnya masyarakat mengalami keterpurukan di
bidang ekonomi, sosial, dan politik.
2.4.5. Pendidikan
Di bidang pendidikan nampak menunjukkan kemajuan pada aspek-
aspek pemerataan dan perluasan pendidikan, mutu dan relevansi pendidikan
dan manajemen pendidikan. Namun belum optimal. Pada aspek pemerataan
dan perluasan pendidikan, indikator-indikator yang perlu diperhatikan adalah
angka partisipasi kasar (APK), angka partisipasi murni (APM), angka
penyerapan kasar (ASK), Angka penyerapan murni (ASM), perbandingan
antara jenjang pendidikan, rasio siswa per sekolah, rasio siswa per kelas, rasio
siswa per guru, rasio kelas per ruang kelas, rasio kelas per guru, angka
melanjutkan dan melek huruf. Pada aspek mutu dan relevansi pendidikan
yang perlu diperhatikan adalah indikator-indikator presentasi siswa baru
tingkat SD menurut asal, rasio rata-rata NEM lulusan terhadap rata-rata NEM
siswa baru tingkat satu, angka mengulang, angka putus sekolah, angka
lulusan, presentasi kelayakan guru mengajar, presentasi guru menurut ijasah
tertinggi, presentasi guru menurut bidang studi yang diajarkan, presentasi
kelas menurut kondisi, presentasi fasilitas sekolah, presentasi siswa SMU
jurusan IPA, presentasi siswa SMK menurut kelompok, presentasi SMK yang
melaksanakan sistem ganda, angka lulusan SMK yang terserap di sembilan
sektor, angka lulusan SMK yang menganggur. Aspek manajemen pendidikan,
indikator yang diperhatikan adalah jumlah keluaran, jumlah tahun siswa,
jumlah putus sekolah, jumlah mengulang, rata-rata lama belajar, tahun siswa
terbuang, tahun masukan per lulusan, rasio keluaran per masukan, angka
bertahan, dan koefisien-efisiensi.
2.4.6. Kesehatan
Tingkat kematian bayi (Infant Mortality Rate/IMR) per 1000 kelahiran
penduduk Sumba Barat menunjukkan bahwa IMR laki-laki lebih tinggi
dibandingkan dengan perempuan. Hasil Susenas 2004 memperlihatkan IMR
2.4.8. Agama
Di bidang agama, telah nampak kemajuan-kemajuan baik dalam
artian mutu dan jumlah, namun belum optimal. Penghayatan terhadap ajaran-
ajaran agama masih belum optimal, bila dilihat penerapannya dalam perilaku
keseharian. Ada kecenderungan bahwa penghayatan terhadap ajaran agama
masih berada pada tataran formal dan belum dinampakkan dalam praktek
kehidupan. Kerukunan intern dan antar umat beragama secara formal
menunjukkan kemajuan, namun dalam praktek keseharian masih
menunjukkan kelemahan-kelemahan yang cukup berarti.
2.5. Politik
2.5.1. Primordialisme
Sebagai warisan masa lalu, primordialisme klan, golongan kelompok
dan keagamaan masih mewarnai kehidupan masyarakat. Primordialisme ini
merasuk kehidupan politik sehingga mewarnai kultur politik dalam
masyarakat Sumba Barat, khususnya kultur politik partai-partai politik yang
berjumlah 18 partai politik. Kondisi ini berpotensi mengganggu kehidupan
demokrasi substantif dalam masyarakat.
2.8. Pemerintahan
2.8.1. Kondisi Kelembagaan
2.8.1.1. Wilayah Administratif
Secara administratif Kabupaten Sumba Barat terdiri dari 15 kecamatan,
182 desa dan 10 kelurahan. Berdasarkan data tahun 2000 perkembangan
jumlah desa (secara kuantitas) tidak ada perubahan yang signifikan. Sejak
tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 hanya ada penambahan 1 buah desa.
Namun perkembangan jumlah satuan administrasi terkecil/komunitas
setingkat RT/RW mengalami kenaikan yang cukup signifikan dengan laju
pertumbuhan 1,9 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa peranan dari unit
administrasi terkecil dalam memberikan layanan menjadi sangat penting dan
dibutuhkan mengingat kedudukan unit tersebut yang berdekatan dan
berhubungan langsung dengan kepentingan masyarakat.
3.1. Geomorfologi
1. Musim kemarau yang panjang dimana intensitas sinar matahari lebih
banyak, selain dapat memberikan peluang bagi pengembangan usaha-
usaha pertanian semi arid sekaligus dapat menjadi sumber energi
alternatif yang dapat digunakan untuk listrik perdesaan, pembangkit
listrik tenaga surya, serta kegiatan-kegiatan lainnya yang mendukung
kehidupan masyarakat, sehingga dapat meningkatkan mutu dan
kesejahteraan masyarakat.
2. Pemanfatan luasan padang rumput yang belum optimal. Sehingga
memberi peluang untuk pengembangan padang pengembalaan.
3. Luas kawasan hutan masih jauh di bawah standar persentase yang
dibutuhkan dalam satu wilayah kabupaten. Hal ini juga menunjukkan
berkurangnya kawasan hutan di Kabupaten Sumba Barat.
4. Sebagai konsekuensi dari luas hutan yang minim, maka Kabupaten Sumba
Barat mengalami keterbatasan ketersediaan air di permukaan dan air
tanah.
3.2. Demografi
Kabupaten Sumba Barat sebagai Kabupaten dengan luas wilayah paling
kecil di antara empat kabupaten yang ada di Pulau Sumba diperhadapkan
pada beberapa tantangan demografi kedepannya, yaitu; Pertama,tingginya
laju pertumbuhan penduduk yang mencapai 1,78 persen tetapi tidak disertai
dengan persebaran penduduk yang merata pada 5 wilayah kecamatan
diwilayah tersebut. Kedua, rasio ketergantungan penduduk yang tidak sehat,
yaitu tingginya tingkat ketergantungan penduduk usia muda dan usia lanjut
terhadap penduduk usia produktif. Laju angka pertumbuhan penduduk yang
tinggi dan tidak disertai dengan persebaran penduduk yang merata dapat
berdampak terjadinya konsentrasi penduduk hanya pada wilayah-wilayah
tertentu saja, misalnya hanya pada daerah-daerah yang tersedia akses
terhadap berbagai fasilitas publiknya. Pada sisi lain juga bahwa hal ini
berpengaruh pada terbatasnya lahan yang dapat dijadikan sebagai areal
pembangunan dan pengembangan wilayah. Laju pertumbuhan penduduk
yang tinggi tanpa disertai dengan adanya kesempatan dan lapangan kerja
yang luas akan menimbulkan dampak negatif bagi wilayah tersebut seperti
meningkatnya angka pengangguran. Angka pengangguran yang tinggi
berpotensi menimbulkan penyakitpenyakit sosial masyarakat seperti masalah
kriminalitas. Rasio ketergantungan penduduk usia muda dan usia lanjut yang
3.5. Politik
1. Primordialisme kuat yang masih mewarnai kultur politik di daerah ini perlu
diupayakan sungguh-sungguh untuk dirubah menjadi budaya politik
berwawasan nasional yang berakar dalam budaya lokal. Hal ini
membutuhkan kapabilitas kultural yang mampu menyesuaikan diri dengan
proses nasionalisme yang terus berkembang. Hal ini mengundang tantangan
tentang bagaimana menyusun strategi agar semua potensi dan kreativitas
lokal berorientasi ke budaya politik baru.
2. Tantangan yang dihadapi demokrasi formal yang sudah berjalan adalah :
Membangun komunikasi yang lebih bermakna antara institusi-institusi
demokrasi dengan konstituen.
Mendorong partai-partai politik sebagai mesin demokrasi untuk
menjalankan fungsi pendidikan politik, artikulasi dan agregasi
kepentingan rakyat.
Mendorong lembaga perwakilan untuk berupaya menjalankan mandat
secara akuntabel dan responsif.
Menjadikan pemilihan legislatif dan pemilihan kepala daerah secara
langsung sebagai arena untuk mewujudkan kedaulatan rakyat.
3. Dalam rangka memberikan fondasi dan makna terhadap demokrasi formal
prosedural, tantangan yang dihadapi adalah bagaimana memberi makna
yang lebih dalam terhadap kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat
agar demokrasi dipahami sebagai proses interaksi pembelajaran, komunikasi
dan kelembagaan yang menghubungkan lembaga-lembaga politik formal
dengan kehidupan politik keseharian dalam masyarakat.
4. Dalam desentralisasi dan otonomi daerah, tantangan yang dihadapi adalah :
Meningkatkan pengembangan tata pemerintahan yang demokratis yang
bercirikan pemerintahan yang legimate, akuntabel, transparan, responsif
dan partisipatif.
Mengupayakan langkah-langkah untuk memperkuat demokrasi lokal
yang memperhatikan proses politik keseharian.
Menindaklanjuti secara konsisten pengelolaan pemerintahan agar
pemerintah berperan sebagai fasilitator dalam rangka pemberdayaan
masyarakat yang merupakan roh otonomi daerah.
3.8. Pemerintahan
1. Dalam konteks penerapan otonomi daerah yang bertujuan mendekatkan
pelayanan pemerintah kepada masyarakat, posisi desa menjadi strategis
sebagai unit pelayanan publik yang berhubungan langsung dengan
masyarakat. Dukungan infrastruktur desa (kantor desa) dan perangkat
desa yang berkualitas merupakan prasyarat guna tercapainya tujuan
otonomi daerah. Walaupun kondisi umum menggambarkan kondisi yang
cukup menggembirakan, namun perhatian pemerintah Kabupaten Sumba
Barat di masa mendatang hendaknya meningkatkan kualitas infrastruktur
desa yang belum permanen serta mendukung penguatan kapasitas
pemerintahan desa melalui pelatihan-pelatihan yang relevan dengan
kebutuhan masyarakat desa.
2. Pada jenjang pemerintah kabupaten, nampak masih ada kesenjangan
antara jabatan struktural yang tersedia dengan jumlah aparatur yang
berkualifikasi sesuai dengan keahlian (kompetensi) yang dibutuhkan.
Kondisi ini akan sangat mempengaruhi kinerja pemerintah Kabupaten
Sumba Barat dalam berbagai aspek, khususnya dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Oleh sebab itu, perlu adanya penguatan
kapasitas aparatur pemerintah daerah sehingga dapat segera mengisi
kekosongan tersebut demi menjamin terlaksananya tata kepemerintahan
lokal yang baik (good local governance).
3. Sebagian besar regulasi (keputusan bupati) yang dikeluarkan pemerintah
berhubungan dengan dunia usaha. Tingginya permintaan masyarakat
terhadap ijin usaha pada satu sisi memperlihatkan adanya keinginan kuat
dari masyarakat untuk berusaha, pada sisi lain fakta ini menunjukkan
iklim usaha yang ada dikabupaten ini cukup prospektif. Belum tersedianya
regulasi yang dapat memberikan kepastian hukum dan iklim usaha yang
kondusif bagi pelaku-pelaku usaha merupakan sebuah tantangan untuk
jangka panjang bagi Kabupaten ini. Oleh karena itu, sebagai bagian dari
tanggung jawab pemerintah daerah untuk menciptakan iklim usaha yang
kondusif dalam rangka meningkatkan pendapatan bagi daerah serta
perbaikan ekonomi masyarakat, maka perlu adanya bentuk-bentuk
regulasi dan implementasi yang lebih menjamin kenyamanan dunia usaha
dan bagi setiappelaku usaha yang ingin berusaha di Kabupaten Sumba
Barat.
Berdasarkan kondisi rakyat Sumba Barat saat ini, tantangan yang dihadapi
dalam 20 tahun mendatang dengan memperhitungkan isu-isu strategis yang
dihadapi Sumba Barat dan amanat pembangunan yang tercantum dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, visi
pembangunan daerah tahun 2005- 2025 adalah Masyarakat Sumba Barat Yang Aman,
Mandiri, Maju, Demokratis dan Berdaya Saing.
Aman mengandung arti bebas dari bahaya, ancaman dari luar dan gangguan dari
dalam. Aman juga mencerminkan keadaan tentram, tidak ada rasa takut dan
khawatir. Rasa aman merupakan dambaan dari setiap orang atau masyarakat.
Dengan adanya rasa aman, maka potensi-potensi masyarakat dapat berkembang,
demokrasi dapat berjalan, dan pembangunan dapat terlaksana dengan baik.
Demikian juga masyarakat dapat dengan bebas mengelola sumberdaya alam dan
melakukan berbagai kegiatan ekonomi tanpa merasa terganggu dan terancam oleh
pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Dalam suasana aman masyarakat akan mandiri dalam artian mampu untuk
mengambil keputusan sendiri dalam mendayagunakan seluruh sumberdaya lokal
yang tersedia untuk mencapai kesejahteraan masyarakat baik spiritual maupun
material. Mandiri mensyaratkan percaya diri dalam mengambil keputusan sendiri
dan melaksanakannya secara bertanggung jawab. Mandiri sekaligus mencakup
saling ketergantungan (interdependensi) dengan berbagai pihak pada tataran lokal,
regional, nasional, bahkan internasional.
Masyarakat yang mandiri mampu menciptakan kemajuan di berbagai bidang
kehidupan dan penghidupan seperti di bidang-bidang sosial budaya dan agama,
ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi, pertahanan dan keamanan,
hukum dan aparatur, pembangunan wilayah dan tata ruang, penyediaan sarana dan
prasarana, serta pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Kemajuan
yang dicapai dalam berbagai bidang tersebut di atas diperlihatkan oleh indikator-
indikator dan ukuran-ukuran tertentu. Masyarakat yang mandiri dan maju mampu
menciptakan kehidupan demokratis dalam masyarakat. Kehidupan demokratis
dalam artian adanya proses interaksi pembelajaran, komunikasi, dan kelembagaan
yang menghubungkan lembaga-lembaga politik formal (suprastruktur politik)
dengan kehidupan politik sehari-hari dalam masyarakat (Infrastruktur politik).
Politik formal mencakup lembaga eksekutif dan legislatif yang dihasilkan dari
proses elektoral, yang kemudian mempunyai kekuasaan untuk membuat kebijakan
dan mengendalikan rakyat. Sedangkan kehidupan politik sehari-hari menyangkut
aktivitas politik masyarakat, baik dalam konteks organisasi maupun dalam proses
artikulasi politik. Dalam kehidupan sehari-hari, berkembang begitu banyak aspirasi
masyarakat yang perlu direspons oleh lembaga politik formal melalui proses
kebijakan publik. Oleh karena itu, interaksi dinamis, kreatif, dan konstruktif antara
suprastruktur politik dengan infrastruktur politik merupakan keharusan dalam
3. Membangun infrastruktur sosial dan ekonomi yang bermutu dan merata dalam
artian meningkatkan sarana dan prasarana transportasi, pendidikan, kesehatan,
penyediaan air bersih, jaringan irigasi dan pengendali sedimen, akses informasi,
energi, yang bermutu dan merata di seluruh Kabupaten Sumba Barat.
Dalam kerangka visi dan misi tersebut di atas, tujuan yang hendak dicapai adalah
sebagai berikut :
5.1.2. Demografi
Isu demografi menjadi isu krusial yang senantiasa membawa
berbagai dampak positif maupun negatif bagi perkembangan sebuah daerah.
Bertambahnya jumlah penduduk pada satu sisi membawa sejumlah
keuntungan seperti ketersediaan tenaga kerja tetapi manakala pertambahan
jumlah penduduk tersebut tidak dapat dikendalikan akan membawa dampak
negatif bagi sebuah wilayah seperti keterbatasan lapangan kerja, dan
meningkatnya tekanan terhadap sumberdaya (population pressure). Dalam
upaya menciptakan kondisi demografi yang sehat, maka kebijakan di bidang
demografi diarahkan pada:
1. Pengendalian tingkat kelahiran untuk memperbaiki komposisi umur
penduduk yang lebih sehat sehingga dapat berdampak pada penurunan
rasio ketergantungan (dependency ratio) penduduk usia muda dan
penduduk usia tua terhadap penduduk usia produktif. Menurunnya rasio
ketergantungan terhadap penduduk usia produktif akan mendorong
terjadinya akumulasi modal masyarakat yang bisa ditabung dan
dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif demi
kelangsungan kehidupan masa depan yang lebih sehat dan sejahtera.
2. Melakukan relokasi penduduk melalui model transmigrasi lokal dari
wilayah yang padat penduduk ke wilayah-wilayah yang jarang
penduduknya. Namun hal ini bukan sebuah pilihan yang bijaksana karena
berpotensi menimbulkan konflik sosial dan permasalahan tanah. Sebagai
upaya yang cukup bijaksana dalam mengatasi kepadatan penduduk yang
5.1.5. Politik
Adanya kehidupan demokrasi yang partisipatif merupakan hal
penting dan sekaligus menjadi idaman dari setiap orang, termasuk masyarakat
luas. Hal ini mengingat karena suatu kehidupan demokrasi yang partisipatif
akan memberi peluang yang sama kepada setiap orang untuk menyampaikan
opininya menyangkut berbagai isu publik yang berkembang di dalam
masyarakat, dengan begitu akan lebih mudah untuk menggalang dukungan
dan partisipasi masyarakat di dalam mencarikan pemecahan terhadap
berbagai isu publik yang muncul dan berkembang di dalam masyarakat
tersebut. Penumbuhkembangan kehidupan demokrasi partisipatif diarahkan
untuk :
1. Mengembangkan demokrasi inklusif yang membuka akses partisipasi
masyarakat
2. Memperluas ruang-ruang demokrasi yang bergerak dari institusi formal
3. Mengembangkan lembaga-lembaga perwakilan maupun prosedur
elektoral menuju ruang-ruang yang lebih dekat dengan masyarakat.
5.1.8. Pemerintahan
Tata kelola pemerintahan lokal yang baik (good local governance)
merupakan unsur yang sangat penting dalam meningkatkan kinerja birokrasi
pemerintahan dan akuntabilitas publik berkaitan dengan penyelenggaraan
pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan. Hal ini menjadi semakin
penting lagi pada era otonomi daerah dimana kewenangan dan tanggung
jawab menyangkut penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan
pembangunan lebih banyak diberikan kepada pemerintah daerah.
Ttd