Anda di halaman 1dari 62

ti

H
cH o
z
rh
F
_t
FC 2',F t
F: Sl d
,+{il E o
?f >,
#fi I 9 o=
-= 5 l(
m
\, ,o
d? rq f,
3E H 39
zjt:1, * 2 o
=
Zz 2
42: ZF
bl D th
ru
32p
*<H A
B
J'
o
F

fi5
l-{ E
z
o\
r*s1g n
Y

d,
Y
o
SRz oo
lu l-
ut
o
)l.r{
h
zIU
r{ t
t-.r
t
-l 'd u.
g;{e* *E Hs gg E
tl
-l '
I.Utr)
r-JN
LUI
al cl a

i*el
.al
3el E +

tr<,1 Fan 5I
=H A
$= l (D
F
f; iEE'EEEE;Ei$Ei
oEtl:f =
* teE; g,+sc; *;E
ull
eaal
-
trza)l
sFel
ul qol ffi=
=[E=*05 = s
A

JEzl
Sel
E2 *z =
*z
t llJ tr
<!r r
;tgFgEH;gggie
OI
Nl.
zli <f z :ri
:l'
rl
<l
FI
#
=
o- 33
i,g.
H (,)
c
o
-o
E
.E
(I)

t, ,z ;

{". *1,
* .'/
+

-EIFFE
. EC z.
GO :)
o)- I
-
E EE
-(O
6-0 -O)
ER !tE fitU F
IH fi
6, aJ I-
c \)t F
TE bE n d
Ao 3.o co tr Io.
.= _o
r_ t, --; o. m
!E :06 f= a
.
fL
o
u) EE
!9c ro) A -ry
(J 3 co
e) Ec rsuj Z
f= !
jv 'co :)
=
5 gE J
-fi pru tro- 6+i o5
-g; ?
ar
>t @ g oE
EE 5g c0 ' ze.
tU I.U
FA
33sE
F
Z o l3r
ioo
-o * oldl
*o
co1
H *t J<
(!
s=E t[EE !
:l
}zz
Y E'= o(0 l.U

:E E'= =
O x(! =
d rJJ
T HE€
E bT 3
B
E
uJ(/)
ot
O
E
o_-o
.g c,.9
o
L
C
zo
E g:
6.,,-=t o,
c t r')
:l o
E hE E
E
c (E
o gB
o
o_ c,)(l) (5 .:l (! ttJ o
<rLo o o- _lN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dengan rahmat Tuhan Yang Maha Esa, bangsa Indonesia telah mengisi
kemerdekaan selama 60 tahun sejak Proklamasi 17 Agustus 1945. Dalam era dua
puluh tahun pertama setelah kemerdekaan (1945-1965), bangsa Indonesia
mengalami berbagai ujian yang sangat berat. Indonesia telah berhasil
mempertahankan kemerdekaan dan menegakkan kedaulatan Negara. Persatuan dan
kesatuan bangsa berhasil pula dipertahankan dengan meredam berbagai benih
pertikaian, baik pertikaian bersenjata maupun pertikaian politik diantara sesama
komponen bangsa. Pada masa itu para pemimpin bangsa berhasil menyusun
rencana pembangunan nasional. Namun, suasana yang penuh ketegangan dan
pertikaian telah menyebabkan rencana-rencana tersebut tidak dapat terlaksana
dengan baik.
Pada tahun 1950 Negara Indonesia Timur berubah menjadi bagian dari
Republik Indonesia. Bekas federasi itu dipecah-pecah menjadi beberapa Provinsi.
Provinsi dimana Sumba menjadi salah satu bahagiannya adalah Provinsi Sunda
kecil, yang kemudian diubah namanya menjadi Nusa Tenggara pada tahun 1954.
Provinsi itu terdiri dari Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba, Flores, dan Timor. Pada
tahun 1958 Nusa Tenggara kembali dipecah kali ini menjadi tiga yaitu Bali, Nusa
Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Pada saat yang sama Sumba dipecah
menjadi dua daerah tingkat II, yaitu Sumba Timur dan Sumba Barat. Pada tahun
1962 pemerintah Indonesia memperkenalkan administrasi yang seragam di setiap
bahagian negeri ini. Sumba Barat disebut Daswati II Sumba Barat dan dipecah lebih
lanjut menjadi beberapa kecamatan yang menggantikan Kerajaan (yang juga dikenal
dengan nama Swapraja). Kemudian pada tahun 2006 Sumba Barat mekar yang
menghasilkan Kabupaten Sumba Tengah dan Kabupaten Sumba Barat Daya.
Sedangkan Sumba Barat merupakan induk dari dua kabupaten-kabupaten mekar
tersebut.
Selanjutnya, pada kurun waktu 1969-1997 bangsa Indonesia berhasil
menyusun rencana pembangunan nasional secara sistematis melalui tahapan lima
tahunan. Pembangunan tersebut merupakan penjabaran dari Garis-garis Besar
Haluan Negara (GBHN) yang memberikan arah dan pedoman bagi pembangunan
negara untuk mencapai cita-cita bangsa, sebagaimana yang diamanatkan dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun
1945. Tahapan pembangunan yang disusun dalam masa itu telah meletakkan dasar-
dasar bagi suatu proses pembangunan berkelanjutan dan berhasil meningkatkan
kesejahteraan rakyat, seperti tercermin dalam berbagai indikator ekonomi dan
sosial. Proses pembangunan pada kurun waktu tersebut sangat berorientasi pada
output dan hasil akhir. Sementara itu, proses dan terutama kualitas institusi yang
mendukung dan melaksanakan tidak dikembangkan dan bahkan ditekan secara
politis sehingga menjadi rentan terhadap penyalahgunaan dan tidak mampu
menjalankan fungsinya secara profesional. Ketertinggalan pembangunan dalam
sistem dan kelembagaan politik, hukum, dan sosial menyebabkan hasil

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 1


pembangunan menjadi timpang dari sisi keadilan dan dengan sendirinya
mengancam keberlanjutan proses pembangunan itu sendiri.
Pada tahun 1997 terjadi krisis moneter yang berkembang menjadi krisis
multidimensi, yang selanjutnya berdampak pada perubahan (reformasi) di seluruh
sendisendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Reformasi tersebut memberikan
semangat politik dan cara pandang baru sebagaimana tercermin pada perubahan
Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.
Perubahan substansial dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 yang terkait dengan perencanaan pembangunan adalah :
a. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tidak diamanatkan lagi untuk
menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN);
b. Presiden dan wakil presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh
rakyat;
c. Desentralisasi dan penguatan otonomi daerah.
Tidak adanya GBHN akan mengakibatkan tidak ada lagi rencana
pembangunan jangka panjang pada masa yang akan datang. Pemilihan secara
langsung memberikan keleluasaan bagi calon Presiden dan calon Wakil Presiden
untuk menyampaikan visi, misi, dan program pembangunan pada saat
berkampanye. Keleluasaan tersebut berpotensi menimbulkan ketidaksinambungan
pembangunan dari satu masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden ke masa jabatan
Presiden dan Wakil Presiden berikutnya. Desentralisasi dan penguatan otonomi
daerah berpotensi mengakibatkan perencanaan pembangunan daerah tidak sinergi
antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya serta antara pembangunan
daerah dan pembangunan secara nasional.
Untuk itu, seluruh komponen bangsa sepakat menetapkan sistem
perencanaan pembangunan melalui Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU SPPN) yang di dalamnya diatur
perencanaan jangka panjang (20 tahun), jangka menengah (5 tahun), dan
pembangunan tahunan.
Belajar dari pegalaman masa lalu, dengan mempertimbangkan perubahan-
perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
diperlukan perencanaan pembangunan jangka panjang untuk menjaga
pembangunan yang berkelanjutan dalam rangka mencapai tujuan dan cita-cita ber-
negara sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, diperlukan perencanaan pembangunan jangka
panjang untuk menjaga pembangunan yang berkelanjutan dalam rangka mencapai
tujuan dan cita-cita bernegara sebagaimana tertuang dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu :
(1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;
(2) memajukan kesejahteraan umum;
(3) mencerdaskan kehidupan bangsa;
(4) ikut menciptakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial.
Dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan nasional tersebut, perlu
ditetapkan visi, misi, dan arah pembangunan jangka panjang Indonesia.
Berbagai pengalaman yang didapatkan selama 60 tahun mengisi
kemerdekaan merupakan modal yang berharga dalam melangkah ke depan untuk

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 2


menyelenggarakan pembangunan nasional secara menyeluruh, bertahap, dan
berkelanjutan dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.

1.2. Maksud dan Tujuan


Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2005-2025, selanjutnya
disebut RPJP Daerah adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah periode
20 tahun terhitung sejak tahun 2005 sampai dengan tahun 2025, ditetapkan dengan
maksud memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen daerah
(pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha) di dalam mewujudkan cita-cita dan
tujuan daerah sesuai dengan visi, misi dan arah pembangunan yang disepakati
bersama sehingga seluruh upaya yang dilakukan oleh pelaku pembangunan bersifat
sinergis, koordinatif, dan saling melengkapi satu sama lainnya di dalam satu pola
sikap dan pola tindak.

1.3. Pengertian
Rencana Pembanguan Jangka Panjang (RPJP) Daerah adalah dokumen
perencanaan pembangunan daerah yang merupakan jabaran dari tujuan
dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam bentuk visi,
misi dan arah pembangunan nasional untuk masa 20 tahun ke depan yang
mencukupi kurun waktu mulai dari tahun 2005 hingga tahun 2025.

1.4. Landasan Hukum


Landasan idiil RPJP Daerah adalah Pancasila dan landasan konstitusional
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sedangkan
landasan operasionalnya meliputi seluruh ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berkaitan langsung dengan pembangunan daerah, yaitu:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 4 ayat (1).
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan
Negara.
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional.
4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 Tenting
Pemerintahan Daerah
5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 Tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025;
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2008 Tentang
Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan
Rencana Pembangunan.
8. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004-2009.

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 3


9. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 1 Tahun 2008 Tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur
Tahun 2005-2025.

1.5. Hubungan Antara Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dengan


Dokumen Perencanaan Lainnya

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah ini merupakan salah satu


dokumen perencanaan pembangunan daerah Kabupaten Sumba Barat dan
merupakan bagian integral dari dokumen Perencanaan Pembangunan Jangka
Menengah Nasional dan Program Pembangunan Daerah Provinsi Nusa Tenggara
Timur serta Rencana Strategis Pembangunan Daerah Provinsi Nusa Tenggara
Timur.
Penyusunan dokumen rencana pembangunan jangka panjang daerah ini
mengacu pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2008
tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan
Rencana Pembangunan Daerah. Untuk jelasnya hubungan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah dengan dokumen perencanaan lainnya dapat dilihat pada
bagan di bawah ini.
tabel

1.6. Sistematika Penulisan


Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kabupaten Sumba Barat tahun 2005–
2025 disusun dalam tata urut sebagai berikut :
Bab I Pendahuluan
Bab II Gambaran Umum Kondisi Daerah
Bab III Analisis Isu-Isu Strategis
Bab IV Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Daerah
Bab V Arah Kebijakan Pembangunan Daerah
Bab VI Kaidah Pelaksanaan

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 4


BAB II
GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH

2.1. Geomorfologi
2.1.1. Topografi
Kabupaten Sumba Barat terletak di Pulau Sumba pada 90 22’ - 90 47’
Lintang Selatan dan 1190 7’ - 1190 33’ Bujur Timur. Kabupaten ini batas-batas
wilayah sebagai berikut :
 sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sumba Tengah
 sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Sumba Barat Daya;
 sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia
 sebelah Utara berbatasan dengan Selat Sumba.
Luas wilayah Kabupaten Sumba Barat adalah 737,86 Km2 atau 73.786 Ha.
Sebagian besar wilayahnya memiliki kemiringan 140-1400. Topografi yang
berbukit-bukit mengakibatkan tanah rentan terhadap erosi.

2.1.2. Klimatologi
Seperti halnya tempat lain di Indonesia, Kabupaten Sumba Barat
hanya memiliki dua musim yakni musim kemarau dan musim hujan-beriklim
tropis (semi arid). Pada bulan Juni sampai dengan September arus angin berasal
dari Australia dan tidak banyak mengandung uap air, sehingga
mengakibatkan musim kemarau. Sebaliknya pada bulan Desember sampai
dengan bulan Maret arus angin banyak mengandung uap air yang berasal dari
Asia dan Samudera Pasifik, sehingga terjadi musim hujan. Keadaan seperti ini
berganti setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan pada bulan
April-Mei dan Oktober-Nopember. Walaupun demikian mengingat Sumba
Barat dan Nusa Tenggara Timur (NTT) pada umumnya dekat dengan
Australia, arus angin yang banyak mengandung uap airnya sudah berkurang
yang mengakibatkan hari hujan di Sumba Barat lebih sedikit dibandingkan
dengan wilayah yang lebih dekat dengan Asia. Hal ini menjadikan Sumba
Barat sebagai wilayah yang tergolong kering dimana hanya empat bulan
(Januari-Maret dan Desember) yang keadaannya relatif basah dan delapan
bulan sisanya relatif kering. Rata-rata banyaknya hujan adalah 84,8 hari
dengan total curah hujan 7.417 milimeter. Dari curah hujan tersebut yang
tertinggi di kecamatan Tana Righu (2.666 milimeter) diikuti kecamatan lainnya
hingga yang terendah di kecamatan Lamboya dengan curah hujan 315
milimeter. Hingga saat ini belum tersedia alat pengukur persentase penyinaran
matahari, temperatur, kelembaban dan tekanan udara.

2.1.3. Hidrologi
Selain curah hujan yang cukup, Kabupaten Sumba Barat memiliki
empat buah Sungai besar, sebagai berikut: (1) Sungai Kabukarudi (6 Km)
berada di Kecamatan Lamboya; (2) Sungai Tambaka Ndana (2,5 Km) berada di
Kecamatan Kota Waikabubak; (3) Sungai Loku Bakul (11 Km) berada di
Kecamatan Wanokaka; dan (4) Sungai Loko Kalada (5 Km) berada di

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 5


Kecamatan Loli. Meskipun memiliki empat sungai besar namun debit airnya
kecil atau rendah.

2.1.4. Kondisi dan Potensi Kawasan Hutan


Luas kawasan hutan Kabupaten Sumba Barat sebesar 11.764,34 Ha
atau 15,95 persen dari luas daratan wilayah Kabupaten Sumba Barat.
Berdasarkan fungsi hutan, maka dari jumlah tersebut terdiri atas: hutan
lindung 1.203,27 Ha (10,22 persen), hutan produksi tetap 6.466,30 Ha (54,97
persen) dan hutan produksi terbatas 4.094,77 Ha (34,81 persen). Ketiga fungsi
hutan tersebut, tersebar disebelas kawasan yakni hutan lindung berjumlah 2
kawasan, hutan produksi tetap berjumlah 3 kawasan dan hutan produksi
terbatas berjumlah 7 kawasan.
Berdasarkan data tersebut, luas fungsi hutan didominasi oleh hutan
produksi sebesar 89,77 persen. Hal ini menunjukan bahwa kawasan hutan di
Kabupaten Sumba Barat berpotensi memproduksi hasil hutan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat antara lain untuk bahan bangunan, industri
bahkan untuk ekspor yang pada gilirannya menambah pendapatan daerah.
Namun di sisi lain, persentase hutan lindung hanya sebesar 10,22 persen
sehingga perlu dilestarikan bahkan ditingkatkan sehingga dapat menjamin
kelestarian lingkungan hidup. Beberapa masalah yang mengancam kelestarian
hutan adalah kebakaran padang dan pencurian kayu (illegal logging).

2.1.5. Kondisi Wilayah Rawan Bencana


Potensi bencana yang diperkirakan dapat terjadi antara lain: bencana
kekeringan akibat musim kemarau yang panjang diikuti munculnya berbagai
penyakit antara lain: busung lapar, kekurangan gizi, diare, hama belalang
kumbara, dan penyakit tanaman yang dapat menurunkan produksi pertanian
serta berbagai jenis penyakit ternak yang dapat mempengaruhi produktivitas
ternak dan menimbulkan masalah kesehatan pada manusia.
Untuk mengatasi potensi bencana tersebut, ada berbagai kegiatan
fisik yang dilakukan Pemerintah Daerah, yakni sosialisasi kepada masyarakat
untuk mencegah dan menanggulangi kemungkinan bencana alam dengan
membentuk tim reaksi cepat penanggulangan bencana alam, yang juga telah
melaksanakan upaya sosialisasi di tingkat kecamatan.

2.2. Demografi
2.2.1. Tingkat Kepadatan Penduduk
Penduduk Kabupaten Sumba Barat Berjumlah 97.894 jiwa yang
tersebar pada 5 Kecamatan (BPS, 2004). Sejak terjadi pemekaran wilayah
kabupaten tahun 2007, Kabupaten Sumba Barat telah terbagi menjadi 3
wilayah kabupaten. Dimana Kabupaten Sumba Barat (kabupaten induk)
menjadi kabupaten dengan luas wilayah paling kecil yaitu 737,86 km2 dengan
tingkat kepadatan penduduk (population density) mencapai 133 jiwa/km2.

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 6


Tabel 2.1. Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk per
Kecamatan
Luas Kepadatan
Jumlah
Kecamatan Wilayah Penduduk
Penduduk (jiwa)
(km2) (jiwa/km2)
Lamboya 21.282 286,88 74
Wanokaka 13.195 134,12 98
Loli 24.064 132,3 182
Kota Waikabubak 24.164 44,77 540
Tana Righu 15.189 139,48 109
Total 97.894 737,55 133

Sumber: Sumba Barat Dalam Angka 2004


Dari tabel di atas memperlihatkan bahwa Kecamatan Kota
merupakan kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk tertinggi
mencapai 540 jiwa/km2, sementara itu Kecamatan Lamboya menjadi
kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk paling rendah yang hanya
mencapai 74 jiwa/km2. Berdasarkan data persebaran penduduk dari 5
kecamatan tersebut memperlihatkan bahwa ada 3 kecamatan dengan tingkat
kepadatan penduduk yang cukup tinggi yaitu di atas 100 jiwa/km2. Hal ini
menunjukkan terjadi persebaran penduduk yang tidak merata pada wilayah-
wilayah kecamatan di Kabupaten Sumba Barat.

2.2.2. Laju Pertumbuhan Penduduk


Sampai dengan tahun 2004, jumlah penduduk Kabupaten Sumba
Barat berjumlah lebih kurang 97.894 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk
sebesar 1,78 persen per tahun. Jika dibandingkan dengan data sensus
penduduk dalam kurun waktu 1990-2000, maka angka laju pertumbuhan
Kabupaten Sumba Barat mencapai 2,01 persen. Angka ini memperlihatkan
bahwa Kabupaten Sumba Barat masih merupakan satu di antara 4 kabupaten
di NTT yang memiliki laju pertumbuhan penduduk di atas 2 persen.

2.2.3. Tingkat Pengangguran


Adapun tingkat pengangguran di Kabupaten Sumba Barat terutama
yang termasuk dalam kategori setengah pengangguran (underemployed) yaitu
mereka yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu pada tahun 2004 adalah
sebesar 66,59 persen; sementara pada tingkat NTT angka setengah
pengangguran adalah sebesar 54,33 persen. Angka setengah pengangguran di
Kabupaten Sumba Barat dan NTT ini jauh di atas rata-rata nasional yang hanya
sebesar 37,13 persen.

2.2.4. Tingkat Kesehatan Penduduk


Secara umum dalam kurun waktu 2001-2004 terdapat 10 jenis
penyakit yang umumnya dialami oleh penduduk Kabupaten Sumba Barat.
Penyakit Malaria dan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan
penyakit yang paling banyak dialami masyarakat dibandingkan dengan
penyakit-penyakit lainnya seperti Skabies, Pneumonia, Diare dan Gastro
Enteritis. Angka kesakitan kedua penyakit ini sangat tinggi dan perubahannya

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 7


dari tahun ke tahun bersifat fluktuatif. Tahun 2004 , penderita penyakit malaria
mencapai 135.822 kasus dan penderita ISPA mencapai 113.787 kasus (BPS,
2004).
Sementara itu, laju pertumbuhan angka kelahiran di Kabupaten
Sumba Barat selama kurun waktu tahun 2000-2004 mencapai 14 persen atau
mencapai 3,5 persen rata-rata per tahunnya. Sementara itu laju angka kematian
dalam kurun waktu yang sama mencapai 9 persen atau 2,25 persen rata-rata
per tahunnya. Tingginya angka kelahiran penduduk merupakan ancaman
untuk jangka waktu yang panjang jika dihubungkan dengan berbagai faktor
seperti ketersediaan lahan yang terbatas. Demikian halnya angka kematian
penduduk yang cukup tinggi memperlihatkan bahwa derajat kesehatan yang
dimiliki Kabupaten Sumba Barat masih rendah.

2.2.5. Mobilitas Penduduk


Mobilitas penduduk (datang dan pindah) antar kecamatan maupun
di luar kecamatan sejak tahun 2000 - 2004 memiliki laju pertumbuhan sebesar 3
persen atau 0,75 persen rata-rata per tahunnya. Artinya bahwa setiap tahun
terjadi perpindahan penduduk antar kecamatan maupun di luar kecamatan
sebanyak lebih kurang 143 jiwa. Jumlah ini tentunya cukup berpengaruh
terhadap laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Sumba Barat yang masih
cukup tinggi dibandingkan dengan kabupaten lain di NTT. Mobilitas
penduduk paling tinggi terjadi pada Kecamatan Tana Righu dan Wanukaka,
sementara mobilitas paling rendah terjadi di Kecamatan Lamboya.

2.2.6. Penduduk Berdasarkan Agama


Komposisi penduduk Kabupaten Sumba Barat berdasarkan agama
tahun 2004 memperlihatkan bahwa agama Kristen Protestan merupakan
agama mayoritas penduduk dengan jumlah pemeluk sebesar 50,12 persen.
Angka ini diikuti oleh agama Katolik dengan jumlah pemeluk sebesar 26,66
persen, agama kepercayaan lainnya dengan jumlah pemeluk sebesar 20,05
persen, agama Islam dengan jumlah pemeluk sebesar 3.09 persen dan agama
Hindu dengan jumlah pemeluk sebesar 0,2 persen. Sampai dengan tahun 2004,
nampaknya terjadi pergeseran laju pertumbuhan jumlah pemeluk dari masing-
masing agama. Pergeseran yang signifikan terjadi pada agama Katolik dengan
laju pertumbuhan sebesar 10,7 persen, diikuti Kristen Protestan sebesar 5,5
persen, dan Budha sebesar 0,4 persen.
Sementara itu, laju pertumbuhan untuk pemeluk agama kepercayaan
lainnya menunjukkan pertumbuhan yang negatif, yaitu sebesar 7,4 persen dan
agama Islam sebesar 4,8 persen. Dapat diduga bahwa penurunan laju
pertumbuhan pemeluk agama kepercayaan lainnya (Marapu) disebabkan
karena beralihnya pemeluk agama kepercayaan tersebut ke agama Katolik dan
Kristen Protestan, mengingat kedua agama tersebut mengalami laju
pertumbuhan yang positif.

2.2.7. Penduduk Berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin


Komposisi penduduk Kabupaten Sumba Barat berdasarkan usia
dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok usia yaitu; usia muda, usia

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 8


produktif dan usia lanjut. Data (BPS,2006) menunjukkan, bahwa 52,2 persen
penduduk adalah penduduk usia produktif; 43,6 persen merupakan penduduk
usia muda dan 4,2 persen adalah penduduk usia lanjut. Dibandingkan data
tahun 2003, nampaknya, terjadi pertumbuhan sebesar 0,2 persen pada
penduduk usia muda. Sedangkan pada penduduk usia produktif terjadi
perubahan signifikan dengan terjadinya pertumbuhan negatif sebesar 0,5
persen. Sementara itu, penduduk usia tua mengalami pertumbuhan sebesar 5,2
persen. Hal ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan antara penduduk
berusia produktif dan non produktif (usia muda dan usia lanjut) sehingga
berimplikasi pada rasio ketergantungan (dependency ratio) yang tinggi.
Sedangkan komposisi penduduk Kabupaten Sumba Barat
berdasarkan jenis kelamin menunjukkan bahwa penduduk laki-laki lebih
banyak daripada penduduk perempuan. Dari total jumlah penduduk, 50,7
persen adalah laki-laki dan 49,3 persen adalah perempuan. Sampai dengan
tahun 2004, laju pertumbuhan penduduk berdasarkan jenis kelamin
menunjukkan angka yang konstan, yaitu sebesar 1,5 persen.

2.3. Ekonomi dan Sumberdaya Alam


2.3.1. Struktur Perekonomian Daerah
Dilihat dari komposisi produk domestik regional bruto (PDRB),
ditemukan bahwa struktur perekonomian daerah Kabupaten Sumba Barat
sampai dengan saat ini masih sangat didominasi oleh sektor primer (terutama
pertanian). Sedangkan peranan sektor sekunder dan tersier dalam
pembentukan PDRB kabupaten masih sangat kecil. Sampai dengan tahun 2004,
sektor primer (pertanian dan pertambangan) menyumbang 58,53 persen
terhadap PDRB Kabupaten Sumba Barat, sementara sektor sekunder dan
sektor tersier hanya menyumbang masing-masing sebesar 5,68 persen dan 36,2
persen.
Dengan keadaan yang demikian, terlihat bahwa transformasi
perekonomian Kabupaten Sumba Barat dari sektor primer menuju sektor
sekunder dan sektor tersier berjalan sangat lamban, dibandingkan dengan
transformasi perekonomian pada aras provinsi. Pada saat yang sama, peranan
sektor primer pada produk domestik regional NTT adalah sebesar 53,97
persen. Bahkan pada aras nasional, peranan sektor primer dalam PDB pada
tahun 2004 hanya sebesar 23,2 persen.

Tabel 2.2. Struktur Perekonomian Daerah Kabupaten Sumba Barat (2001–2004)

No Sektor Ekonomi 2001 2002 2003 2004

1 Sektor Primer 62,5 60,81 59,48 58,53


2 Sektor Sekunder 5,86 5,72 5,61 5,68
3 Sektor Tersier 31,64 33,47 34,91 35,79

Total 100 100 100 100

Sumber : Sumba Barat Dalam Angka (berbagai Edisi)

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 9


Struktur yang timpang juga tampak dari aspek ketenagakerjaan
dimana lebih dari 80 persen angkatan kerja yang bekerja di Kabupaten Sumba
Barat hingga tahun 2004 terdapat di sektor primer. Dengan kondisi seperti ini,
maka sektor primer terutama sektor pertanian di Kabupaten Sumba Barat
menanggung beban yang sangat berat dan hal ini berimplikasi pada rendahnya
produktivitas tenaga kerja dalam arti output per tenaga kerja di sektor
tersebut. Apalagi sektor pertanian di Kabupaten Sumba Barat seperti halnya
juga di kabupaten-kabupaten lain di NTT masih bersifat subsisten, dalam arti
lebih banyak ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Kegiatan agribisnis yang diharapkan bisa mening-katkan nilai tambah sektor
pertanian di Kabupaten Sumba Barat selama ini belum pernah tersentuh.
Sektor primer di Kabupaten Sumba Barat didominasi oleh sektor
pertanian, lebih spesifik lagi subsektor tanaman pangan seperti padi, ubi kayu,
jagung, dan ubi jalar. Secara umum, produksi dari jenis-jenis komoditi tersebut
tidak memperlihatkan adanya kenaikan yang berarti dari tahun ke tahun.
Kegiatan pertanian tanaman pangan di Kabupaten Sumba Barat selama ini
masih dihadapkan dengan berbagai kelemahan/hambatan. Kelemahan utama
yang dihadapi dalam sektor ini adalah kegiatan usahatani yang dilakukan
masih bersifat subsisten dan dilakukan dengan cara-cara tradisional. Selain itu,
kegiatan usahatani di kabupaten ini sangat tergantung pada curah hujan yang
tidak menentu setiap tahunnya. Kesemuanya ini berdampak pada tidak
menentunya hasil panen dan rendahnya produktivitas usahatani. Masalah lain
yang dihadapi dalam sektor pertanian tanaman pangan adalah masih
banyaknya lahan pertanian (lahan kering) di wilayah Kabupaten Sumba Barat
yang sementara ini belum diusahakan untuk kegiatan pertanian. Pada tahun
2004, diperkirakan ada sekitar 11,92 persen (7918 hektar) lahan kering di
wilayah Kabupaten Sumba Barat yang sementara ini tidak
dimanfaatkan/diusahakan. Lahan kering yang belum dimanfaatkan ini
merupakan potensi yang dapat dikembangkan untuk mendukung kegiatan
usahatani di Kabupaten Sumba Barat di masa-masa mendatang. Hambatan
yang dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan pada subsektor tanaman pangan
adalah terbatasnya kemampuan masyarakat dalam membeli benih unggul,
rendahnya pengetahuan dan keterampilan dalam penggunaan sarana dan
prasarana produksi yang tersedia, penyakit tanaman (hama belalang) yang
belum dapat tertanggulangi, curah hujan yang tidak merata, serta terbatasnya
informasi pasar.
Dalam subsektor perkebunan, jenis komoditi yang potensial di
Kabupaten Sumba Barat juga sangat terbatas. Salah satunya adalah tanaman
kelapa (Kecamatan Lamboya dan Wanukaka). Selain itu, adalah tanaman
jambu mente (Kecamatan Tana Righu). Dari aspek ketersediaan lahan,
sebenarnya di Kabupaten Sumba Barat masih cukup banyak lahan yang dapat
diusahakan untuk tanaman perkebunan. Perlu ada kajian lebih jauh tentang
jenis tanaman perkebunan yang cocok dengan kondisi lahan yang ada untuk
dikembangkan di masa-masa yang akan datang. Atas dasar itu, di Kabupaten
Sumba Barat kelak bisa dibuat suatu perwilayahan komoditi, dimana setiap
wilayah kecamatan hanya akan mengusahakan jenis tanaman perkebunan
yang memang cocok untuk di wilayah tersebut. Dengan kata lain, setiap

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 10


wilayah kecamatan akan melakukan spesialisasi jenis tanaman perkebunan
yang akan dikembangkan di wilayah kecamatan yang bersangkutan.
Hambatan yang dihadapi dalam subsektor ini adalah terbatasnya kemampuan
dan keterampilan petani dalam pemanfaatan lahan, terbatasnya akses terhadap
sumber-sumber benih/anakan, terbatasnya modal dan teknologi yang
digunakan, serangan hama/penyakit, kondisi ketentraman dan ketertiban
yang belum kondusif.
Dalam subsektor peternakan, hingga tahun 2004 populasi jenis ternak
besar yang banyak dikembangkan di wilayah Kabupaten Sumba Barat
terutama wilayah selatan (Kecamatan Lamboya dan Wanukaka) adalah kerbau
dan kuda. Sedangkan ternak sedang yang banyak dipelihara penduduk di
wilayah Kabupaten Sumba Barat adalah babi. Khususnya usaha peternakan
dalam hal ini ternak besar ke depan perlu diatur sesuai ketersediaan areal
penggembalaan dan sumber air untuk kebutuhan ternak. Berkaitan dengan
populasi ternak besar yang semakin menurun dari tahun ke tahun merupakan
salah satu masalah yang dihadapi Kabupaten Sumba Barat. Hal ini mengingat
karena jenis ternak besar terutama kerbau dan kuda memiliki fungsi sosial
ekonomis yang sangat strategis bagi masyarakat Kabupaten Sumba Barat. Oleh
karena itu, diperlukan adanya langkah pemecahannya terutama oleh dinas
terkait, dalam hal ini Dinas Peternakan, untuk mencegah semakin
berkurangnya jumlah populasi ternak besar di masa-masa yang akan datang.
Dengan semakin terbatasnya populasi ternak besar seperti kuda, akan
menyebabkan suatu saat atraksi budaya Pasola yang sangat terkenal di
wilayah Sumba Barat hilang dan tinggal ceritera saja. Begitu juga halnya
kegiatan pacuan kuda akan hilang dari wilayah Kabupaten Sumba Barat.
Hambatan yang dihadapi dalam kegiatan peternakan di Kabupaten Sumba
Barat adalah masih rendahnya pemahaman masyarakat terhadap penyebaran
penyakit menular, belum optimalnya pemanfaatan Puskeswan, kurangnya
tenaga dokter hewan, masih kuatnya budaya hidup boros melalui pemotongan
hewan secara berlebihan, maraknya pencurian ternak besar, masih terbatasnya
kesadaran masyarakat untuk mendaftarkan ternaknya, dan lain sebagainya.
Dalam subsektor kelautan dan perikanan di Kabupaten Sumba Barat,
masih didominasi oleh perikanan laut terutama di wilayah selatan. Pada tahun
2001, produksi perikanan laut mencapai 1.562,03 ton dan meningkat menjadi
30.798,13 ton pada tahun 2004, mengalami kenaikan rata-rata sebesar 623,89
persen per tahun selama kurun waktu 2001 – 2004. Jenis ikan laut yang banyak
ditangkap antara lain adalah ikan teri, ikan julung-julung, ikan paparek, ikan
ekor kuning, ikan tenggiri, dan ikan tongkol. Jumlah rumah tangga nelayan
pada tahun 2001 sebanyak 1.025 telah meningkat menjadi 3.345 rumah tangga
pada tahun 2004, atau megalami kenaikan rata-rata sebesar 75,44 persen per
tahun selama kurun waktu 2001 – 2004. Namun demikian, potensi kelautan
yang dapat dimanfaatkan baru sekitar 30 persen, baik untuk penangkapan
maupun budidaya perikanan. Hal ini menunjukkan masih adanya potensi
kelautan yang sangat besar di Kabupaten Sumba Barat dan dapat
dikembangkan menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat di wilayah ini.
Hambatan yang dihadapi antara lain masih rendahnya kesadaran masyarakat
untuk memanfaatkan sumberdaya kelautan dan perikanan sebagai salah satu

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 11


sumber pendapatan, terbatasnya sumberdaya manusia dan teknologi
penangkapan, pengolahan dan pengawetan ikan, teknologi penangkapan yang
masih bersifat tradisional, rendahnya kemampuan ekonomi masyarakat untuk
membeli alat-alat penangkapan dan pengolahan ikan, serta masih terjadinya
pengeboman ikan karena belum efektifnya pengawasan pantai.
Dalam subsektor kehutanan, berbagai masalah yang dihadapi antara
lain adalah masih seringnya penjarahan hasil hutan, penebangan liar kayu, dan
juga pembakaran hutan dan ladang oleh masyarakat. Selain itu, hambatan
yang dihadapi adalah adanya sekelompok masyarakat yang melakukan
penebangan hutan secara illegal, penyerobotan lahan oleh masyarakat di
kawasan hutan lindung, dan belum proaktifnya masyarakat dalam
melaporkan adanya penebangan dan pengrusakan hutan serta kayu temuan
kepada pihak terkait.
Sektor koperasi dan UKM di Kabupaten Sumba Barat juga belum
berkembang seperti yang diharapkan. Jumlah unit usaha Koperasi di
Kabupaten Sumba Barat pada tahun 2004 adalah sebanyak 83 buah, yang
terdiri dari Koperasi Unit Desa (KUD) sebanyak 13 buah dan koperasi lain-
lainnya sebanyak 70 buah. Dari seluruh koperasi yang berjumlah 83 buah itu,
ternyata masih 18 koperasi yang belum berbadan hukum. Jumlah anggota
koperasi pada tahun 2004 adalah 6.821 orang, yang terdiri dari 2.933 orang
anggota KUD dan 3.898 orang anggota koprerasi lainnya. Kendati pun
demikian, kegiatan koperasi yang ada belum berjalan dengan baik, hal ini
tercermin antara lain dari tidak pernah adanya rapat anggota tahunan (RAT)
koperasi. Selain itu, data yang tersedia juga menunjukkan di kabupaten Sumba
Barat pada tahun 2004 terdapat 1.212 unit perusahaan yang terdiri atas usaha
kecil sebanyak 972 unit (80,19 persen), dan sisanya merupakan usaha sedang
dan besar. Hal ini menunjukkan bahwa usaha produktif yang ada di
Kabupaten Sumba Barat didominasi oleh usaha kecil/mikro, dimana sebagian
besar (71,79 persen) terkonsentrasi di kota Waikabubak yang merupakan
ibukota Kabupaten Sumba Barat. Selain itu, lembaga keuangan mikro juga
belum ada, padahal ini sangat penting bagi eksistensi kegiatan Koperasi dan
UKM yang ada.
Manajemen koperasi dan UKM masih kurang memadai, demikian juga
kewirausahaan di kalangan pengusaha UKM masih rendah. Sektor
perdagangan, hotel dan restoran di Kabupaten Sumba Barat merupakan
kegiatan sektor tersier yang memiliki peranan cukup penting bagi
perekonomian Kabupaten Sumba Barat.
Usaha perdagangan di Kabupaten Sumba Barat sangat didominasi oleh usaha
perdagangan skala kecil. Sampai dengan tahun 2004, usaha perdagangan yang
berskala kecil di Kabupaten Sumba Barat mencapai 588 unit usaha. Usaha
perdagangan skala menengah sebanyak 180 unit, dan usaha perdagangan skala
besar sebanyak 15 unit usaha. Sebagian besar dari unit usaha perdagangan di
wilayah Kabupaten Sumba Barat terkonsentrasi di kota Waikabubak yang
merupakan ibukota kabupaten. Jenis komoditi yang diperdagangkan meliputi
ternak dan hasil bumi seperti jambu mente, kacang hijau, kemiri, asam, dan
lain-lain.

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 12


Sedangkan usaha perhotelan dan restoran yang ada di wilayah
Kabupaten Sumba Barat terus menunjukkan perkembangan dari tahun ke
tahun. Hingga tahun 2004, di Kabupaten Sumba Barat terdapat 12 buah hotel
dan 26 buah rumah makan. Sebagian besar terdapat di kota Waikabubak.
Kehadiran usaha-usaha jasa perhotelan dan rumah makan ini sangat penting
bagi kemajuan dan perkembangan usaha-usaha di bidang pariwisata karena
merupakan jenis usaha yang sangat erat kaitannya dengan kegiatan pariwisata
seperti halnya dengan jasa transportasi.
Tanpa didukung dengan jasa perhotelan dan rumah makan, serta sarana dan
prasarana transportasi yang memadai, maka sangat sulit kegiatan pariwisata
itu untuk bisa berkembang.
Sektor industri di Kabupaten Sumba Barat didominasi oleh industri
kecil dan industri rumahtangga. Secara unit usaha memang mengalami
pertambahan dari waktu ke waktu. Berdasarkan data yang tersedia, pada
tahun 2004 di wilayah Kabupaten. Sumba Barat terdapat 212 unit industri kecil
dan 1902 unit industri kerajinan rumahtangga. Namun demikian, peranan atau
sumbangannya dalam PDRB dan penyerapan tenaga kerja masih sangat kecil.
Terbatas modal usaha dan rendahnya kemampuan manajemen merupakan
kendala yang banyak dihadapi oleh pengusaha di sektor ini. Selain itu,
keterkaitan usaha sektor ini dengan kegiatan disektor-sektor lain juga belum
terbentuk.
Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor ekonomi yang
diharapkan menjadi andalan bagi kehidupan ekonomi masyarakat dan
penerimaan daerah di Kabupaten Sumba Barat. Di wilayah Kabupaten Sumba
Barat terdapat banyak kawasan dan obyek wisata yang memiliki daya tarik
tinggi bagi wisatawan, seperti wisata bahari (pantai), wisata budaya (kampung
adat, atraksi pasola, adat perkawinan, pekuburan), dan lain sebagainya.
Kawasan dan obyek wisata tersebut sangat potensial untuk dikembangkan
menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat dan pemerintah daerah
Kabupaten Sumba Barat. Namun demikian sektor ini belum berkembang
seperti yang diharapkan. Ada banyak kendala yang dihadapi, antara lain
belum memadainya sarana dan prasarana penunjang kepariwisataan seperti
hotel, rumah makan, dan sarana transportasi terutama kedaerah-daerah obyek
wisata yang ada di Kabupaten Sumba Barat. Selain itu, promosi obyek-obyek
wisata yang ada juga masih sangat terbatas.

2.3.2. Pertumbuhan Ekonomi dan Pendapatan per Kapita


Dilihat dari sisi tingkat pertumbuhan ekonomi, angka laju
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sumba Barat hingga tahun 2004 bila
dibandingkan dengan rata-rata NTT masih termasuk dalam kategori rendah.
Pada tahun 2004, tingkat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Sumba Barat
hanya sebesar 4,35 persen, sementara rata-rata NTT pada tahun yang sama
adalah sebesar 4,77 persen dan nasional sebesar 5,05 persen. Untuk lebih
jelasnya, perhatikan Tabel 2.3. berikut ini:

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 13


Tabel 2.3. Tingkat Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Sumba Barat, NTT
dan Indonesia (2001 – 2004), (dalam persen)

Indonesia
Tahun Sumba Barat (Rp) NTT (Rp)
(Rp)

2001 1.472.690 2.218.406 7.232.838


2002 1.637.790 2.439.251 7.791.094
2003 1.842.150 2.642.244 8.322.295
2004 2.011.230 2.938.157 9.455.426

Sumber : 1. NTT Dalam Angka (Berbagai Tahun)


2. Sumba Barat Dalam Angka (Berbagai Tahun)
Adapun pendapatan per kapita atas dasar harga yang berlaku,
sampai dengan tahun 2004 adalah sebesar Rp 2.011.230,- terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun bila dibandingkan dengan tahun 2001
dimana pada saat itu baru sebesar Rp 1.472.690,- Walaupun angka pendapatan
per kapita Kabupaten Sumba Barat terus mengalami kenaikan dari tahun ke
tahun, namun bila dibandingkan dengan rata-rata NTT, angka pendapatan per
kapita Kabupaten Sumba Barat masih jauh di bawah rata-rata NTT yang pada
tahun yang sama sudah mencapai Rp 2.938.157,- dan rata-rata nasional sebesar
Rp 9.455.426,-

Tabel 2.4. Pendapatan per Kapita Kabupaten Sumba Barat, NTT dan
Indonesia (2001 – 2004)

Tahun Sumba Barat NTT Indonesia

2001 3,44 4,73 3,38


2002 4,12 4,88 4,50
2003 4,28 4,57 4,80
2004 4,35 4,77 5,05

Sumber : 1. NTT Dalam Angka (Berbagai Tahun)


2. Sumba Barat Dalam Angka (Berbagai Tahun)
Kondisi yang lebih parah lagi tampak dari pendapatan per kapita atas
dasar harga konstan tahun 2000, dimana pendapatan per kapita Kabupaten
Sumba Barat pada tahun 2004 hanya sebesar Rp 1.400.818,- sementara angka
pendapatan per kapita NTT pada tahun yang sama adalah sebesar Rp
2.140.051,-. Dengan angka pendapatan per kapita sebesar Rp 1.400.818,-
Kabupaten Sumba Barat menempati urutan kedua terendah dari 16
kabupaten/kota yang ada di wilayah NTT, setelah Kabupaten Lembata.

2.3.3. Kemiskinan Absolut


Secara konseptual yang dimaksud dengan kemiskinan absolut adalah
suatu kondisi dimana seseorang dengan pendapatan yang dimilikinya tidak
dapat untuk memenuhi kebutuhan dasar minimumnya seperti kebutuhan akan
makanan, pakaian, dan perumahan. Dengan kata lain, kebutuhan absolut

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 14


adalah kemiskinan yang dikaitkan dengan garis kemiskinan (poverty line),
artinya apabila seseorang atau suatu keluarga pendapatannya berada dibawah
garis kemiskinan, maka orang atau keluarga tersebut dikatakan berada dalam
kemiskinan.
Secara statistik, kendatipun jumlah dan persentase penduduk miskin
di Kabupaten Sumba Barat dari tahun 2002-2004 menunjukkan trend yang
menurun, yaitu dari 173,3 ribu jiwa (47,32 persen) pada tahun 2002, menjadi
167,8 ribu jiwa (43,78 persen) pada tahun 2003, dan turun lagi menjadi 164,3
ribu jiwa (42,04 persen) pada tahun 2004, namun angka penduduk miskin
tersebut masih terlalu besar. Kondisi ini menunjukkan bahwa masalah
kemiskinan di Kabupaten Sumba Barat masih merupakan persoalan yang
serius.
Dari jumlah penduduk miskin yang ada, sebanyak 74,27 persen
diantaranya berpendidikan tidak tamat SD; 95,42 persen bekerja di sektor
informal, dan 90,17 persen bekerja di sektor pertanian. Dari gambaran ini, jelas
sekali bahwa masalah kemiskinan di Kabupaten Sumba Barat erat kaitannya
dengan pendidikan, sektor informal dan sektor pertanian.

2.3.4. Tingkat Inflasi


Berdasarkan data yang tersedia, tingkat inflasi di Kabupaten Sumba
Barat berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2002 misalnya, angka
inflasi di Kabupaten Sumba Barat adalah sebesar 9,54 persen, dan turun
menjadi 7,39 persen pada tahun 2003, namun naik lagi menjadi 12,91 persen
pada tahun 2004. Angka inflasi sebesar 12,91 persen yang terjadi pada tahun
2004 itu cukup tinggi bila dibandingkan dengan angka inflasi NTT yang pada
tahun 2004 hanya sebesar 8,28 persen.

2.3.5. Pendapatan dan Belanja Daerah


Kemampuan keuangan atau fiskal suatu daerah tercermin dari
struktur pendapatan daerah didalam APBD. Untuk Kabupaten Sumba Barat
sampai dengan tahun 2004, struktur pendapatan di dalam APBD masih sangat
didominasi oleh penerimaan yang berasal dari alokasi dana dari pemerintah
pusat yang terdiri dari dana bagi hasil (DBH), dana alokasi umum (DAU) dan
dana alokasi khusus (DAK). Secara keseluruhan penerimaan daerah
Kabupaten Sumba Barat mengalami kenaikan yang cukup signifikan dari
tahun ke tahun, yaitu dari Rp 154.667.773.993 pada tahun 2001 menjadi Rp
230.921.078.845 pada tahun 2004 atau mengalami kenaikan rata-rata sebesar
16,43 persen per tahun.
Dari total penerimaan daerah yang pada tahun 2001 berjumlah Rp.
154.667.773.993 dan terus meningkat menjadi Rp 230.921.078.845 pada tahun
2004 itu, peranan penerimaan yang berasal dari alokasi dana pusat (dana
perimbangan) adalah sebesar 90,93 persen (kondisi tahun 2004). Sebaliknya,
peranan penerimaan yang berasal dari sumber pendapatan asli daerah (PAD)
masih sangat kecil yaitu kurang dari 10 persen. Kondisi ini tentu saja sangat
mempihatinkan mengingat otonomi daerah berada di daerah Kabupaten/Kota
sesuai dengan semangat Undang-Undang Otonomi Daerah. Bagaimana
mungkin sebuah daerah Kabupaten/Kota bisa menjalankan tugasnya sebagai

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 15


daerah otonom kalau tidak didukung dengan sumbersumber keuangan daerah
yang memadai, terutama yang berasal dari pendapatan asli daerah seperti
pajak dan retribusi daerah.
Sebaliknya, dari sisi pengeluaran atau belanja daerah, data
menunjukkan bahwa pengeluaran daerah Kabupaten Sumba Barat selama
kurun waktu 2001–2004 juga mengalami kenaikan yang cukup signifikan, yaitu
rata-rata sebesar 18,26 persen per tahun.Dari total belanja daerah yang
berjumlah Rp 211,300 milyar pada tahun 2004, sebesar 40,34 persen
diperuntukkan untuk belanja aparatur dan 59,66 persen untuk belanja publik.
Namun kalau dicermati lebih jauh, akan tampak bahwa sebenarnya sebagian
besar (62,23 persen) dari belanja daerah tersebut dialokasikan untuk gaji,
belanja barang dan perjalanan dinas. Sedangkan untuk kepentingan belanja
modal hanya sebesar 14,24 persen. Hal ini tentu sangat memprihatinkan
karena dengan alokasi belanja yang sangat kecil untuk kepentingan belanja
modal, sangat sulit untuk diharapkan adanya dampak ekspansif yang
signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. mengalami kenaikan yang
cukup signifikan, yaitu rata-rata sebesar 18,26 persen per tahun.
Dari total belanja daerah yang berjumlah Rp 211,300 milyar pada
tahun 2004, sebesar 40,34 persen diperuntukkan untuk belanja aparatur dan
59,66 persen untuk belanja publik. Namun kalau dicermati lebih jauh, akan
tampak bahwa sebenarnya sebagian besar (62,23 persen) dari belanja daerah
tersebut dialokasikan untuk gaji, belanja barang dan perjalanan dinas.
Sedangkan untuk kepentingan belanja modal hanya sebesar 14,24 persen. Hal
ini tentu sangat memprihatinkan karena dengan alokasi belanja yang sangat
kecil untuk kepentingan belanja modal, sangat sulit untuk diharapkan adanya
dampak ekspansif yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah.

2.4. Sosial Budaya


2.4.1. Struktur Kehidupan Sosial Masyarakat
Struktur kehidupan sosial masyarakat mempunyai dua sisi yang
saling bertentangan. Pada satu sisi masyarakat sudah lama mempunyai
solidaritas sosial kuat yang dimanifestasikan pada energi sosial kreatif dalam
artian kemampuan masyarakat secara bersama-sama memanfaatkan berbagai
sumberdaya yang tersedia. Energi sosial bersumber pada tiga unsur yang
saling terkait yaitu gagasan, idaman, dan persaudaraan. Gagasan dalam artian
buah pikiran maju yang muncul dan diterima bersama. Gagasan tadi
membawa harapan atau idaman di kalangan masyarakat untuk diwujudkan
demi kepentingan bersama. Perwujudan harapan atau idaman tadi
dilaksanakan dalam wujud solidaritas persaudaraan. Energi sosial kreatif
melembaga dalam empat segi kehidupan yakni kekerabatan, lokalitas, sistem
ketahanan sosial dan kepemimpinan lokal. Kekerabatan menyangkut ikatan
solidaritas di kalangan anggota kerabat. Lokalitas menyangkut ikatan
solidaritas yang menembus batas kekerabatan dalam masyarakat. Sistem
ketahanan sosial menyangkut solidaritas di kalangan berbagai lapisan dalam
masyarakat.
Kepemimpinan lokal menyangkut fungsi mengayomi, mengatur, mendidik,
dan menegakkan keadilan dari para pemimpin lokal. Pada sisi lain,

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 16


masyarakat menghadapi berbagai kerentanan sosial yang melumpuhkan
solidaritas sosial dikalangan masyarakat. Ketahanan sosial yang turut
mempengaruhi masyarakat menjadi goncang ketika menghadapi gempuran
dari luar yang berupa kekeringan, wabah penyakit menular, proyek
pembangunan, ekspansi pasar, dinamika politik dan
lain sebagainya. Goncangan yang dihadapi berupa goncangan pada tingkat
mikro yang mempengaruhi individu atau rumahtangga tertentu, dan
goncangan pada tingkat meso yang menyerang seluruh kelompok atau
masyarakat. Dari uraian di atas kondisi sosial masyarakat berada dalam
suasana konflik antara solidaritas sosial yang sering diungkapkan dalam
bentuk jargon kebersamaan di satu pihak dan kerentanan sosial di pihak lain.

2.4.2. Budaya
Budaya dipandang sebagai sumber nilai, etos, moral, dan
pengetahuan yang tertanam dalam sistem simbol, bahasa, idiologi, tradisi dan
adat istiadat yang menjadi acuan masyarakat di dalam bersikap dan
berperilaku sosial, politik dan ekonomi. Budaya juga sebagai identitas kolektif
yang merupakan sumberdaya masyarakat yang dipakai sebagai kekuatan
bersama untuk mengembangkan modal sosial dalam artian jaringan sosial dari
berbagai organisasi sukarela sebagai arena masyarakat sipil untuk membangun
solidaritas, toleransi, kepercayaan dan kerjasama dalam rangka mencapai
kemandirian masyarakat di berbagai bidang kehidupan. Kini budaya
masyarakat didorong untuk memasuki proses perubahan dari budaya lokal ke
global, budaya agraris ke industri, dan budaya tradisional ke modern. Namun
gejala yang muncul adalah kemunduran yang disebut erosi, involusi dan
marginalisasi budaya. Akibatnya masyarakat mengalami keterpurukan di
bidang ekonomi, sosial, dan politik.

2.4.3. Kemiskinan Budaya dan Kemiskinan Struktural


Dari segi sosial psikologis dan budaya, kemiskinan mengacu pada
kekurangan jaringan dan struktur sosial yang mendukung untuk
mendapatkan kesempatan-kesempatan peningkatan produktivitas. Dari
dimensi ini, berarti kemiskinan juga disebabkan oleh faktor-faktor penghambat
yang mencegah atau merintangi seseorang dalam memanfaatkan kesempatan-
kesempatan yang ada dalam masyarakat. Faktor-faktor tersebut mencakup
faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal adalah faktor yang melekat dalam diri si miskin itu sendiri
seperti rendahnya tingkat pendidikan atau adanya hambatan budaya.
Kemiskinan dapat muncul sebagai akibat adanya nilai-nilai atau kebudayaan
yang dianut oleh orang-orang miskin, seperti malas, mudah menyerah pada
nasib, dan kurang memiliki etos kerja. Nilai-nilai atau kebudayaan tersebut
dinamakan sebagai budaya kemiskinan. Kemiskinan karena faktor internal
(nilai-nilai atau kebudayaan) ini disebut kemiskinan budaya. Faktor eksternal
datang dari luar kemampuan orang yang bersangkutan, seperti peraturan,
kebijakan, dan tatanan kelembagaan yang ada di dalam masyarakat, yang
menghambat seseorang untuk memanfaatkan sumberdaya yang tersedia

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 17


dalam masyarakat. Kemiskinan karena faktor eksternal ini disebut kemiskinan
struktural.

2.4.4. Kualitas Sumber Daya Manusia


Salah satu indikator yang sering digunakan untuk mengukur kualitas
sumber daya manusia adalah Indeks Pembangunan Manusia (Human
Development Index), yang merupakan komposit dari : (1) angka harapan hidup
sejak lahir; (2) angka melek huruf penduduk usia 15 tahun ke atas dan rata-rata
bersekolah (mean-year of schooling); dan (3) pengeluaran riil per kapita yang
disesuaikan.
Dari segi kualitas sumberdaya manusia, kendatipun menunjukkan
peningkatan, namun angka indeks pembangunan manusia (IPM) sebesar 0,587
ini, masih berada di bawah IPM NTT yang besarnya 0,627 dan IPM Indonesia
yang besarnya 0,687. Apabila mengikuti pemeringkatan yang dibuat Todaro
dan Smith (2006), maka dengan indeks pembangunan manusia sebesar 0,587
pada tahun 2004 itu, Kabupaten Sumba Barat termasuk dalam kategori atau
kelompok kabupaten dengan tingkat pembangunan manusia level menengah
(middle level of human development).

2.4.5. Pendidikan
Di bidang pendidikan nampak menunjukkan kemajuan pada aspek-
aspek pemerataan dan perluasan pendidikan, mutu dan relevansi pendidikan
dan manajemen pendidikan. Namun belum optimal. Pada aspek pemerataan
dan perluasan pendidikan, indikator-indikator yang perlu diperhatikan adalah
angka partisipasi kasar (APK), angka partisipasi murni (APM), angka
penyerapan kasar (ASK), Angka penyerapan murni (ASM), perbandingan
antara jenjang pendidikan, rasio siswa per sekolah, rasio siswa per kelas, rasio
siswa per guru, rasio kelas per ruang kelas, rasio kelas per guru, angka
melanjutkan dan melek huruf. Pada aspek mutu dan relevansi pendidikan
yang perlu diperhatikan adalah indikator-indikator presentasi siswa baru
tingkat SD menurut asal, rasio rata-rata NEM lulusan terhadap rata-rata NEM
siswa baru tingkat satu, angka mengulang, angka putus sekolah, angka
lulusan, presentasi kelayakan guru mengajar, presentasi guru menurut ijasah
tertinggi, presentasi guru menurut bidang studi yang diajarkan, presentasi
kelas menurut kondisi, presentasi fasilitas sekolah, presentasi siswa SMU
jurusan IPA, presentasi siswa SMK menurut kelompok, presentasi SMK yang
melaksanakan sistem ganda, angka lulusan SMK yang terserap di sembilan
sektor, angka lulusan SMK yang menganggur. Aspek manajemen pendidikan,
indikator yang diperhatikan adalah jumlah keluaran, jumlah tahun siswa,
jumlah putus sekolah, jumlah mengulang, rata-rata lama belajar, tahun siswa
terbuang, tahun masukan per lulusan, rasio keluaran per masukan, angka
bertahan, dan koefisien-efisiensi.

2.4.6. Kesehatan
Tingkat kematian bayi (Infant Mortality Rate/IMR) per 1000 kelahiran
penduduk Sumba Barat menunjukkan bahwa IMR laki-laki lebih tinggi
dibandingkan dengan perempuan. Hasil Susenas 2004 memperlihatkan IMR

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 18


laki-laki sebesar 63 sedangkan perempuan sebesar 47 per 1000 kelahiran hidup.
Angka ini memperlihatkan trend yang membaik jika dibandingkan dengan
tahun-tahun sebelumnya. Hasil Sensus Penduduk tahun 1990 memperlihatkan
angka yang cukup tinggi sebesar 80 dan pada Sensus Penduduk 1999 menurun
menjadi sebesar 64 per 1000 kelahiran. Adanya penurunan angka kematian
bayi per 1000 kelahiran ini memperlihatkan adanya suatu perbaikan
peningkatan kondisi kesehatan masyarakat secara umum. Hal ini dapat dilihat
dari angka harapan hidup yang memperlihatkan trend meningkat untuk laki-
laki 61 tahun dan perempuan 66 tahun, namun jika dibandingkan dengan
angka harapan hidup provinsi masih berada dibawahnya, yaitu 63 tahun
untuk laki-laki dan 67 tahun untuk perempuan. Hal ini menunjukkan angka
harapan hidup di Kabupaten Sumba Barat lebih baik satu tingkat
dibandingkan dengan angka harapan hidup di Kabupaten Sumba Timur.

2.4.7. Partisipasi Perempuan dan Perlindungan Anak


Dari segi partisipasi perempuan dan perlindungan anak, kendatipun
sudah ada kemajuan, namun masih nampak bahwa partisipasi perempuan dan
perlindungan anak masih belum optimal. Akses perempuan untuk
memperoleh peluang berpartisipasi yang setinggi-tingginya masih terbatas.
Nampaknya konstruksi sosial budaya membatasi peranan perempuan di
berbagai bidang kehidupan. Bila dilihat partisipasi perempuan dalam jabatan
struktural pemerintahan nampak belum ada keseimbangan antara perempuan
dan laki-laki.

2.4.8. Agama
Di bidang agama, telah nampak kemajuan-kemajuan baik dalam
artian mutu dan jumlah, namun belum optimal. Penghayatan terhadap ajaran-
ajaran agama masih belum optimal, bila dilihat penerapannya dalam perilaku
keseharian. Ada kecenderungan bahwa penghayatan terhadap ajaran agama
masih berada pada tataran formal dan belum dinampakkan dalam praktek
kehidupan. Kerukunan intern dan antar umat beragama secara formal
menunjukkan kemajuan, namun dalam praktek keseharian masih
menunjukkan kelemahan-kelemahan yang cukup berarti.

2.5. Politik
2.5.1. Primordialisme
Sebagai warisan masa lalu, primordialisme klan, golongan kelompok
dan keagamaan masih mewarnai kehidupan masyarakat. Primordialisme ini
merasuk kehidupan politik sehingga mewarnai kultur politik dalam
masyarakat Sumba Barat, khususnya kultur politik partai-partai politik yang
berjumlah 18 partai politik. Kondisi ini berpotensi mengganggu kehidupan
demokrasi substantif dalam masyarakat.

2.5.2. Kehidupan Demokrasi Formal


Kehidupan demokrasi formal yang berpusat pada partai politik,
lembaga eksekutif dan lembaga perwakilan yang dibentuk dengan pemilihan
umum (Pemilu) yang melibatkan partisipasi masyarakat telah berjalan.

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 19


Demokrasi ini dipandang sebagai demokrasi minimalis atau demokrasi
prosedural karena secara minimal menggelar pemilihan umum (Pemilu) yang
mewadahi kompetisi antar aktor-aktor politik untuk meraih kekuasaan,
partisipasi politik rakyat untuk menentukan pilihan, serta liberalisasi hak-hak
sipil dan politik warga negara. Partai politik merupakan aktor utama yang
berkompetisi dalam pemilu untuk memperoleh dukungan massa dan meraih
kekuasaan dalam posisi eksekutif dan legislatif. Demokrasi formal yang sudah
berjalan memperlihatkan beberapa kelemahan yaitu :
 Demokrasi formal sangat miskin arena dan proses komunikasi antara
institusiinstitusi demokrasi dengan konstituen. Akses komunikasi
konstituen hanya bersifat instrumental, misalnya dalam bentuk kampanye,
berbagai janji para politisi, serta keikutsertaan mereka dalam memberikan
suara di bilik suara.
 Partai-partai politik sebagai mesin demokrasi belum mampu menjalankan
fungsi pendidikan politik, artikulasi dan agregasi kepentingan rakyat.
Mereka hanya melakukan mobilisasi massa untuk meraih kekuasaan.
Sesudah partai memperoleh suara di eksekutif maupun di legislatif,
mereka berubah menjadi onggokan oligarki yang jauh dari konstituen.
 Lembaga perwakilan belum mencerminkan representasi dan kehendak
rakyat yang sebenarnya. Mereka belum sepenuhnya menjalankan mandat
rakyat secara akuntabel dan responsif.
 Bentuk pemilihan, baik pemilihan legislatif, pemilihan presiden dan wakil
presiden, dan pemilihan kepala daerah secara langsung merupakan arena
transaksi kekuasaan ketimbang sebagai arena untuk mewujudkan
kedaulatan rakyat.

2.5.3. Kebersamaan dan Demokrasi


Kebersamaan yang merupakan ciri asli masyarakat merupakan
indikator kehidupan demokrasi dalam artian bahwa demokrasi adalah cara
atau seni pergaulan hidup untuk mencapai kebaikan bersama demi
kesejahteraan bersama. Frase pergaulan hidup dan kesejahteraan bersama
merupakan esensi dasar dalam demokrasi substantif, yang bakal memberikan
fondasi dan makna bagi demokrasi formal-prosedural.

2.5.4. Politik Formal


Dalam konteks kebersamaan seperti tersebut di atas, demokrasi
adalah proses interaksi pembelajaran, komunikasi dan kelembagaan yang
menghubungkan antara lembaga-lembaga politik formal (suprastruktur
politik), dengan kehidupan politik keseharian dalam masyarakat (infrastruktur
politik). Politik formal mencakup lembaga eksekutif dan legislatif yang
dihasilkan dari proses elektoral, yang kemudian mempunyai kekuasaan penuh
untuk membuat kebijakan dan mengendalikan rakyat.
Sementara kehidupan politik sehari-hari berkaitan dengan aktivitas politik
masyarakat, baik dalam konteks organisasi maupun dalam proses artikulasi
politik. Dalam kehidupan sehari-hari, berkembang begitu banyak aspirasi
masyarakat yang seharusnya direspons oleh lembaga politik formal melalui
proses kebijakan publik.

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 20


2.5.5. Politik Formal dan Kehidupan Politik
Gejala untuk menghubungkan politik formal dengan kehidupan
politik keseharian telah mulai nampak. LSM-LSM tertentu dan beberapa
organisasi kemasyarakatan lainnya mulai menyuarakan aspirasi masyarakat
yang berarti ada upaya untuk memperkuat legitimasi demokrasi. Ini berarti
LSM-LSM dan organisasi masyarakat tertentu ingin menempuh jalan lain
untuk membangun demokrasi melalui partisipasi politik yang mengandung
tiga substansi yaitu suara, akses, dan kontrol. Suara dalam artian hak dan
tindakan warga masyarakat untuk menyampaikan aspirasi, gagasan,
kepentingan dan tuntutan terhadap komunitas terdekatnya maupun kebijakan
pemerintah. Akses dalam artian ruang dan kapasitas masyarakat untuk masuk
dalam arena kepemerintahan, yakni mempengaruhi dan menentukan
kebijakan serta terlibat aktif mengelola barang-barang publik. Kontrol dalam
artian warga masyarakat mengontrol lingkungan komunitasnya maupun
proses politik yang terkait dengan pemerintah. Hal ini merupakan sebuah
proses diskusi, dialog atau permusyawaratan baik melalui forum antara
segmen masyarakat dengan pemerintah maupun diskusi dalam ruang publik
yang lebih luas. Proses ini sangat penting untuk menggali ide-ide dari berbagai
segmen, penyebaran wacana ke publik, sekaligus sebagai arena pembelajaran
politik untuk membangun kompetensi warga.

2.5.6. Pemerintahan yang Demokratis


Pembaharuan pemerintahan yang bertujuan untuk mewujudkan tata
pemerintahan yang demokratis yang bercirikan pemerintahan yang legitimate,
akuntabel, transparan, responsif dan partisipatif sudah mulai nampak dalam
pembaharuan pemerintahan. Hal ini ditandai adanya pemilihan Kepala
Daerah secara langsung yang melibatkan partisipasi rakyat. Pemilihan Kepala
Daerah langsung membuahkan legitimasi awal yang baik untuk
ditindaklanjuti dengan kinerja demokrasi dalam mewujudkan mandat rakyat.
Kinerja demokrasi sangat tergantung pada kinerja birokrasi. Dalam hal ini
birokrasi telah mulai mengembangkan birokrasi yang teknokratis dalam artian
rasional, efisien dan profesional. Hal ini ditandai dengan upaya-upaya untuk
meningkatkan kemampuan birokrasi dengan cara memberikan peluang untuk
studi lanjut ke strata satu dan strata dua. Hal ini dilakukan karena birokrasi
daerah merupakan titik sentral dalam pembaharuan pemerintahan.
Pembaharuan pemerintahan tentu harus menyentuh pelayanan publik dan
pembangunan daerah yang merupakan dua indikator penting bagi kinerja
demokrasi lokal dan birokrasi publik.

2.5.7. Demokrasi Lokal


Upaya-upaya untuk memperkuat demokrasi lokal yang merupakan
tujuan politik desentralisasi dan otonomi daerah telah dimulai, namun upaya-
upaya tersebut masih bersifat formalistik dan prosedural. Hubungan eksekutif
dan legislatif yang berdasarkan Undang-undang No. 22/1999 memberi bobot
yang lebih besar pada legislatif dan kemudian pada Undang-undang No.
32/2004 muncul pola yang memberi bobot lebih besar kepada eksekutif.
Model demokrasi lokal yang diperkenalkan dalam era otonomi daerah

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 21


menampakkan model demokrasi formal dari tingkat nasional yang
diturunkan ke tingkat lokal (trickle down democracy). Hal ini membawa
konsekuensi pemerintahan daerah dikuasai oleh Kepala Daerah dan DPRD
secara oligarkhis menjadi lokus utama demokrasi lokal. Hal ini
memperlihatkan bahwa lokus demokrasi hanya terletak pada politik formal
yang dibentuk melalui prosedur pemilu, sehingga proses politik keseharian
kurang diperhatikan.

2.5.8. Pemberdayaan Masyarakat


Pemberdayaan masyarakat yang merupakan roh otonomi daerah
telah diupayakan, dimana pemerintah mulai melakukan perubahan
paradigma dalam mengelola pemerintahan, yakni dari regulator menjadi
fasilitator. Upaya-upaya pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan
mengelola program-program yang dilancarkan secara akuntabel, transparan
dan melibatkan partisipasi masyarakat. Upaya-upaya ini masih belum
maksimal, namun sebagai upaya awal patut dihargai. Dari sisi masyarakat
pemberdayaan dipandang sebagai gerakan. Oleh karena itu telah mulai
dilakukan upaya memupuk modal sosial dalam bentuk organisasi, jaringan,
kerja sama, solidaritas sosial dan lain-lain.

2.6. Hukum dan HAM


Budaya hukum merupakan tujuan ideal suatu pemerintahan, kondisi
di mana pemerintah mengeluarkan energi yang relatif sedikit untuk mengelola
pemerintahan karena konstruksi masyarakat telah berada dalam tahap
kedewasaan untuk membedakan hak dan kewajiban.
Pemerintah daerah Kabupaten Sumba Barat telah menetapkan
program pembinaan dan penegakan Hukum dan HAM. Kegiatan-kegiatan
yang telah dilakukan antara lain: sosialisasi undang-undang politik dan
peraturan daerah, penyuluhan hukum terpadu, dan bantuan dana bagi
Lembaga Bantuan Hukum.
Namun upaya tersebut masih mengalami hambatan-hambatan antara
lain: keterbatasan tenaga penyuluh hukum dan kesadaran hukum masyarakat
yang masih rendah oleh karena kurangnya pemahaman terhadap berbagai
aturan termasuk didalamnya hak dan kewajiban masyarakat sebagai warga
negara dan juga dipengaruhi oleh mentalitas masyarakat. Sebagai contoh pada
tahun 2004 masih tingginya jumlah perkara, yakni 153 perkara dan 162
narapidana untuk berbagai jenis kejahatan/pelanggaran.

2.7. Prasarana dan Sarana


2.7.1. Prasarana dan Sarana Ekonomi
2.7.1.1. Prasarana dan Sarana Perhubungan Darat
Posisi geografis Kabupaten Sumba Barat yang berada di antara
Kabupaten Sumba Tengah dan Kabupaten Sumba Barat Daya dapat
dipandang sebagai sebagai suatu keunggulan, sehingga ketersediaan
prasarana dan sarana perhubungan darat yang berkualitas merupakan suatu
keharusan. Ketersediaan prasarana jalan di Kabupaten Sumba Barat dalam
tahun 2002 – 2004 dilihat dari panjang jalan berdasarkan status jalan

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 22


menunjukkan kecenderungan peningkatan status jalan. Hal yang
menggembirakan adalah panjang jalan kerikil dan jalan tanah cenderung
berkurang dari tahun ke tahun, yang berarti bahwa dengan berkurangnya
panjang jalan kerikil dan jalan tanah memungkinkan kemudahan mobilitas
masyarakat untuk mengakses peluang-peluang ekonomi. Namun demikian,
panjang jalan berdasarkan kondisi jalan untuk kondisi yang sedang, rusak, dan
rusak berat mengalami peningkatan. Peningkatan prasarana perhubungan
darat baik secara kualitas maupun kuantitas diikuti dengan peningkatan
kuantitas alat transportasi darat. Sampai dengan tahun 2004 rata-rata
peningkatan jumlah untuk jenis mobil penumpang (27 persen), mobil beban
(26 persen), mobil bus (25 persen), dan sepeda motor (52 persen).

2.7.1.2. Prasarana dan Sarana Perhubungan Laut


Prasarana dan sarana perhubungan laut yang ada di Kabupaten Sumba
Barat adalah pelabuhan laut Waikelo. Sarana transportasi yang tersedia untuk
aktivitas pelayaran berupa kapal Ferry dan kapal barang. Dapat dikatakan
bahwa terjadi penurunan arus kunjungan pelayaran nusantara, perintis,
maupun pelayaran rakyat, dimana pada tahun 2002, total arus kunjungan
pelayaran sebanyak 196 kali, menurun pada tahun 2003 menjadi 160 kali, dan
tahun 2004 menjadi 159 kali. Di sisi lain jumlah penumpang yang turun
maupun naik dari tahun 2001 sampai 2004 menunjukkan angka yang
berfluktuasi. Demikian pula dengan volume bongkar muat barang dan hewan
menunjukkan angka yang berfluktuasi.

2.7.1.3. Prasarana dan Sarana Perhubungan Udara


Sedangkan prasarana perhubungan udara yang ada di Kabupaten Sumba
Barat adalah pelabuhan udara Tambolaka, yang dilayani oleh dua jenis
maskapai penerbangan yaitu Pelita Air Service dan Merpati Nusantara
Airlines. Meskipun kualitas prasarana perhubungan udara kurang baik,
namun aktivitas penerbangan menunjukkan peningkatan dari tahun 2001
hingga tahun 2004.

2.7.1.4. Prasarana dan Sarana Irigasi


Prasarana irigasi yang ada di Kabupaten Sumba Barat adalah irigasi semi
teknis dan irigasi sederhana/perdesaan yang diairi oleh 18 buah bendung.
Sampai dengan tahun 2004, terdapat 55 daerah irigasi, yang terdiri dari 11
daerah irigasi semi teknis dan 44 daerah irigasi sederhana/perdesaan dengan
total luas areal potensial adalah 5.501 ha dan total luas areal fungsional adalah
4.263 ha. Ini menunjukkan bahwa masih sekitar 1.238 ha areal yang potensial
yang belum difungsikan secara maksimal.

2.7.1.5. Prasarana dan Sarana Kelautan dan Perikanan


Sarana utama kelautan dan perikanan adalah perahu dan kapal. Secara
umum sarana kelautan dan perikanan di Kabupaten Sumba Barat mengalami
peningkatan dari tahun 2002 sebesar 37 persen pada tahun 2004, dimana pada
tahun 2002 total sarana kelautan dan perikanan seperti jokung, perahu papan,
perahu motor, kapal motor < 5 GT, dan kapal motor > 6 GT sebanyak 161 unit

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 23


meningkat menjadi 221 unit pada tahun 2004. Namun demikian, tidak terjadi
perubahan yang signifikan dalam sarana penangkapan ikan. Pada tahun 2003
dan 2004, jumlah alat penangkapan ikan gillnet 193 unit, purseseine 8 unit,
pancing 743 unit, paying 18 unit, dan alat tangkap lain (jala, panah, pancing
ulur) 108 unit.

2.7.1.6. Prasarana dan Sarana Listrik


Ketersediaan pasokan listrik yang memadai untuk aktivitas ekonomi
maupun aktivitas pemerintahan menjadi hal yang sangat penting. Hingga
tahun 2004 kebutuhan energi listrik masyarakat disediakan oleh PT. PLN
Ranting Sumba Barat untuk kebutuhan masyarakat kota Waikabubak dan
sekitarnya, sedangkan kebutuhan listrik di kecamatan-kecamatan lainnya
dipasok oleh Sub Ranting Wanukaka, Sub Ranting Walakaka, dan Sub Ranting
Mamboro. Dapat dikatakan bahwa pasokan listrik dari tahun ke tahun
mengalami penurunan yang signifikan. Pada tahun 2001 tenaga listrik yang
dibangkitan 5.645.549 Kwh menurun menjadi 586.853 Kwh pada tahun 2004.
Penurunan ini terkait dengan fasilitas pembangkit listrik yang semakin tidak
produktif.

2.7.1.7. Sarana Air Minum


Sementara itu kebutuhan air minum disediakan oleh PDAM untuk
melayani masyarakat kota Waikabubak. Dalam pemenuhan kebutuhan air
minum diperoleh dari sumur gali, hidran umum, dan penampungan air hujan.
Sampai dengan tahun 2004 air yang diproduksi oleh PDAM sebanyak
24.393.852 m3, namun dari total yang diproduksi terdapat susut transmisi
distribusi sebanyak 16.068.800 m3. Hal ini menunjukkan bahwa jaringan pipa
transmisi yang sudah mulai tua dan tidak dapat berfungsi secara efisien. Di
samping itu, susut transmisi dapat diakibatkan oleh perilaku masyarakat
dalam penggunaan dan pemeliharaan jaringan pipa transmisi.

2.7.1.8. Sarana Informasi dan Telekomunikasi


Fasilitas informasi dan telekomunikasi masih terbatas. Sarana informasi
elektronik yang tersedia hanya radio milik pemerintah daerah, yang siarannya
menjangkau seluruh wilayah Kabupaten Sumba Barat, dan sarana informasi
cetak berupa koran terbitan harian maupun mingguan baik itu skala lokal,
regional, maupun nasional. Sedangkan sarana telekomunikasi dilayani oleh
PT. Telkom dan PT. Telkomsel. Sarana telekomunikasi yang tersedia berupa
telepon umum dan warung Telkom cenderung mengalami penurunan sejak
beroperasinya telepon seluler pada tahun 2003. Untuk pemenuhan kebutuhan
masyarakat berkaitan dengan pengiriman barang dan dokumentasi dilayani
oleh PT. Pos Indonesia dan beberapa perusahaan jasa pengiriman seperti PT.
TIKI dan PT. Kerta Gaya
Pusaka. Fasilitas yang terkait dengan pemenuhan ini khususnya kersediaan
kantor pos hingga tahun 2004 tidak mengalami peningkatan yang berarti,
dimana hanya terdapat 1 kantor pos untuk melayani pengiriman barang dan
dokumentasi di wilayah Kota Waikabubak dan 2 rumah pos di Kecamatan
Tana Righu dan Kecamatan Wanukaka.

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 24


2.7.1.9. Prasarana dan Sarana Ekonomi Lainnya
Secara kuantitas, jumlah hotel dan sarana yang terkait dengannya yang
ada di Kabupaten Sumba Barat mengalami peningkatan dimana pada tahun
2002 terdapat 6 hotel dengan 116 kamar tidur dan 218 tempat tidur meningkat
pada tahun 2004 menjadi 13 hotel dengan 200 kamar tidur dan 339 tempat
tidur. Hingga tahun 2004 fasilitas perdagangan yang ada yaitu 1 pasar
tradisional, 4 pasar mingguan, 8 pertokoan, 28 restoran/rumah makan, dan
486 kios. Secara kualitas, fasilitas gedung pasar dalam kondisi baik. Sementara
itu untuk melayani aktivitas ekonomi masyarakat, terdapat 3 bank yakni BRI
Cabang Waikabubak, Bank NTT Cabang Waikabubak, dan BNI ’46 Cabang
Pembantu Waikabubak.

2.7.2. Prasarana dan Sarana Sosial


2.7.2.1. Prasarana dan Sarana Pendidikan
Prasarana dan sarana pendidikan yang memadai secara kuantitas
maupun kualitas merupakan syarat mutlak dalam rangka peningkatan
kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah. Secara kuantitas, prasarana dan
sarana pendidikan perlu didekatkan dengan komunitas masyarakat sehingga
mudah diakses. Sedangkan secara kualitas, prasarana dan sarana pendidikan
yang digunakan mampu menjamin terlaksananya proses pembelajaran yang
berkualitas. Jumlah sekolah (TK, SD, SLTP, dan SLTA) selama kurun waktu
2002 – 2004 mengalami peningkatan yakni 101 sekolah pada tahun 2002
meningkat menjadi 106 sekolah pada tahun 2004. Namun peningkatan
tersebut tidak merata. Misalnya saja rasio ketersediaan Sekolah Dasar dan
Sekolah Menengah Pertama di masing-masing kecamatan tidak proporsional.
Sementara itu, semua SLTA terkonsentrasi di ibu kota kabupaten, sehingga
akses masyarakat terhadap pendidikan menjadi terhambat. Prasarana
pendidikan berupa gedung pendidikan yang tersedia pada tahun 2003 adalah
89 buah gedung dan tahun 2004 adalah 103 buah gedung dimana mengalami
peningkatan sebesar 13,5 persen. Di lain pihak, kualitas fasilitas gedung
pendidikan pun mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2003 kondisi
gedung pendidikan yang baik adalah 76 persen meningkat menjadi 81 persen
pada tahun 2004.

2.7.2.2. Prasarana dan Sarana Kesehatan


Sama seperti halnya prasarana pendidikan, ketersediaan prasarana dan
sarana kesehatan yang memadai dan berkualitas juga merupakan kunci untuk
meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat. Sampai dengan tahun 2004,
jumlah prasarana kesehatan yang ada di Kabupaten Sumba Barat adalah 2
buah rumah sakit, 5 buah pusat kesehatan masyarakat (puskesmas), 13 buah
puskesmas pembantu (pustu), 4 buah puskesmas keliling (pusling), 1 buah
balai kesehatan ibu dan anak (BKIA), 132 pos yandu, dan 13 polindes.
Penurunan jumlah prasarana kesehatan yang cukup signifikan adalah jumlah
pos yandu. Pada tahun 2002, terdapat 150 pos yandu, namun terjadi
penurunan jumlah pos yandu menjadi 132 pada tahun 2004. Disamping itu
ketersediaan kapasitas sarana (tempat tidur) di dua rumah sakit berfluktuasi,
dimana pada tahun 2002 terdapat 128 tempat tidur, menurun pada tahun 2003

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 25


menjadi 120 buah, kemudian meningkat menjadi 152 buah pada tahun 2004.
Hal yang sangat memprihatinkan pada prasarana kesehatan adalah tidak
adanya peningkatan baik itu kualitas maupun kuantitas fasilitas gedung
kesehatan, dimana jumlah fasilitas gedung kesehatan pada tahun 2003 adalah
78 unit, jumlah ini tidak berubah pada tahun 2004. Demikian pula dengan
kualitas fasilitas gedung kesehatan tidak mengalami perubahan, dimana
terdapat 32 persen dalam kondisi rusak ringan dan rusak berat.

2.7.2.3. Prasarana Pemerintahan


Ketersediaan prasarana pemerintahan seperti bangunan gedung pelayanan
publik dan bangunan gedung aparatur yang representatif merupakan bagian
yang terintegrasi dengan penyediaan pelayanan publik yang berkualitas.
Sampai dengan tahun 2004 terjadi peningkatan sebesar 10,6 persen
penyediaan bangunan gedung pelayanan publik dan gedung aparatur.
Namun demikian secara kualitas, dapat dikatakan bahwa masih jauh dari
yang diharapkan, dimana pada tahun tahun 2004 masih terdapat 33 persen
bangunan yang dalam kondisi rusak ringan dan rusak berat, atau hanya 67
persen dalam kondisi baik.

2.8. Pemerintahan
2.8.1. Kondisi Kelembagaan
2.8.1.1. Wilayah Administratif
Secara administratif Kabupaten Sumba Barat terdiri dari 15 kecamatan,
182 desa dan 10 kelurahan. Berdasarkan data tahun 2000 perkembangan
jumlah desa (secara kuantitas) tidak ada perubahan yang signifikan. Sejak
tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 hanya ada penambahan 1 buah desa.
Namun perkembangan jumlah satuan administrasi terkecil/komunitas
setingkat RT/RW mengalami kenaikan yang cukup signifikan dengan laju
pertumbuhan 1,9 persen. Hal ini mengindikasikan bahwa peranan dari unit
administrasi terkecil dalam memberikan layanan menjadi sangat penting dan
dibutuhkan mengingat kedudukan unit tersebut yang berdekatan dan
berhubungan langsung dengan kepentingan masyarakat.

2.8.1.2. Tingkat Perkembangan Desa


Berdasarkan klasifikasi tingkat perkembangan desa/kelurahan pada
tahun 2004, 21,6 persen merupakan desa/kelurahan dengan status swadaya,
66,7 persen desa/kelurahan dengan status swakarya dan 11,8 persen adalah
desa/kelurahan dengan status swasembada. Dukungan infrastruktur
perkantoran di dalam menjalankan fungsi-fungsi kepemerintahan dari 172
desa/kelurahan yang ada menunjukkan bahwa 64 persennya telah didukung
dengan infrastruktur bangunan perkantoran pemerintahan yang berkategori
permanen, sementara 36 persennya masih berkategori semi permanen dan
darurat. Kondisi tersebut tentunya akan sangat mempengaruhi kelancaran
layanan publik yang diberikan oleh pemerintahan desa/kelurahan kepada
masyarakat luas.

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 26


2.8.1.3. Struktur Organisasi
Dalam rangka penataan kelembagaan pemerintahan daerah yang efektif,
efisien, proporsional serta responsif terhadap aspirasi dan kebutuhan
masyarakat luas, struktur organisasi pemerintah Kabupaten Sumba Barat
merujuk pada PP 84/2000. Berdasarkan PP 84/2000, struktur kelembagaan
Sumba Barat terdiri dari 15 Dinas, 6 Badan, 6 Kantor dan 3 sekretariat.
Adapun jumlah jabatan struktural yang tersedia adalah sebanyak 754. Dari
jumlah tersebut hanya 553 posisi yang terisi, sedang 189 (25.1 persen) masih
belum terisi. Masih cukup besarnya jumlah jabatan struktural yang belum
terisi disebabkan karena terbatasnya jumlah sumberdaya aparatur yang
memiliki kualifikasi kepangkatan dan keahlian yang sesuai dengan kebutuhan.
2.8.1.4. Kelembagaan Legislatif
Pada kelembagaan legislatif (DPRD) ada sebanyak 35 orang anggota
berdasarkan hasil PEMILU 2004. Adapun komposisinya adalah : 10 kursi
berasal dari PDIP (28,57 persen), 9 kursi berasal dari Partai Golkar (25,71
persen), 4 kursi masing-masing dari PKPI dan PPDK (11,43), 3 kursi dari PKB
(8,57 persen), 2 kursi dari PDS (5,71 persen) dan Partai Pelopor, PPDI dan PNI
Marhaenis masingmasing 1 kursi (8.58 persen).

2.8.2. Kondisi Aparatur


2.8.2.1. Komposisi Berdasarkan Golongan.
Komposisi aparatur berdasarkan golongan menunjukkan bahwa aparatur
dengan golongan I sejumlah 2,5 persen, aparatur dengan golongan II sejumlah
38,5 persen, aparatur dengan golongan III sejumlah 45,2 persen, dan aparatur
dengan golongan IV sejumlah 13,9 persen. Data ini menunjukkan bahwa
berdasarkan golongan, aparatur dengan golongan II mendominasi komposisi
ini, sedangkan aparatur dengan golongan I adalah yang paling sedikit.

2.8.2.2. Komposisi Berdasarkan Jenjang Pendidikan


Pada tingkat kelembagaan pemerintah desa/kelurahan memperlihatkan
bahwa 46,2 persen kepala desa/kelurahan memiliki tingkat pendidikan
setingkat SMU, 26,9 persen berpendidikan SMP/sederajat, 15,4 persen
berpendidikan sarjana dan 11,5 persen berpendidikan D3. Data tersebut
menunjukkan bahwa 73,1 persen posisi kepala desa/kelurahan telah memiliki
tingkat pendidikan SMU ke atas. Hal ini merupakan modal sumberdaya
manusia yang sangat berharga bagi pemerintah daerah. Dengan modal
tersebut diharapkan para kepala desa/kelurahan tersebut mampu mengelola
berbagai sumberdaya desa/kelurahan yang tersedia serta membantu
pemerintah daerah dalam menjalankan program-program daerah yang
membutuhkan sumberdaya manusia dengan kualifikasi pendidikan yang
memadai. Pada tingkat kelembagaan pemerintah kabupaten, struktur aparatur
berdasarkan tingkat pendidikan menunjukkan ada 57,8 persen aparatur
berpendidikan SMA, 25,4 persen berpendidikan Sarjana dan Pasca Sarjana, 11,6
persen berpendidikan Diploma, dan sisanya (5,1 persen) berpendidikan SD
dan SMP. Data ini menunjukkan bahwa berdasarkan jenjang pendidikan,
aparatur pemerintah Kabupaten Sumba Barat masih didominasi oleh aparatur
yang jenjang pendidikannya adalah SMA.

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 27


2.8.3. Regulasi
Pemerintah Kabupaten Sumba Barat dalam menjalankan fungsinya
sebagai regulator telah menghasilkan sejumlah produk hukum dalam bentuk
peraturan daerah (Perda) dan juga berbagai keputusan bupati. Dalam kurun
waktu tahun 2000–2004, Pemerintah Kabupaten Sumba Barat telah
menghasilkan 67 Peraturan Daerah, 1834 keputusan bupati serta 2 buah
instruksi Bupati. Berdasarkan obyek yang diatur oleh ke 67 Perda tersebut
menunjukkan bahwa 50 persen berhubungan dengan pengelolaan keuangan
daerah, 20,5 persen berhubungan dengan pengelolaan organisasi daerah, 20,5
persen berhubungan dengan pengelolaan pemerintahan desa dan 9,1 persen
berhubungan dengan pengelolaan perekonomian daerah. Sementara itu dari
total 1834 keputusan bupati yang dikeluarkan dalam kurun 2000-2004
menunjukkan bahwa 60 persen berhubungan dengan surat ijin
gangguan/surat ijin tempat usaha dan selebihnya lebih berhubungan dengan
penugasan-penugasan dalam hal menjalankan TUPOKSI dalam lingkup
organisasi PEMDA.

2.9. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi


Kemajuan dari suatu bangsa pada prinsipnya tidak dapat dipisahkan
dari kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Sementara
kemajuan di bidang iptek itu sendiri sangat ditentukan atau bergantung dari
kemajuan di bidang pendidikan, pelatihan dan pengembangan (research and
development). Kemampuan pemanfaatan, pengembangan dan penguasaan iptek
walaupun menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu, namun secara
keseluruhan masih kurang memadai, terutama bila dikaitkan dengan
peningkatan daya saing. Sumbangan iptek di dalam produksi masih rendah,
budaya iptek di masyarakat belum berkembang, dan sumberdaya iptek masih
terbatas. Misalnya, dalam bidang pertanian, hingga tahun 2004 Kabupaten
Sumba Barat belum memiliki breeding center yang dapat dimanfaatkan untuk
pengembangan sektor pertanian dalam arti luas. Berbagai penelitian dan kajian
ilmiah sudah cukup banyak dilakukan oleh badan, dinas baik secara mandiri
maupun bekerjasama dengan LSM dan Perguruan Tinggi. Namun, hasil
penelitian dan kajian ilmiah tersebut belum dimanfaatkan oleh pemerintah
daerah dalam perumusan kebijakan pembangunan daerah selama ini.
Pengembangan ilmu pengetahuan melalui lembaga pendidikan telah
dilakukan oleh pemerintah daerah mulai dari tingkat dasar hingga menengah.

2.10. Keamanan dan Ketertiban


Kabupaten Sumba Barat sangat rawan terhadap gangguan keamanan dan
ketertiban. Gangguan keamanan dan ketertiban dapat dilihat dengan semakin
meningkatnya angka kriminalitas, rendahnya kesadaran berlalulintas, dan
kekerasan dalam rumahtangga. Selain itu, Sumba Barat juga rawan terhadap
konflik antar suku terutama terjadi pada masyarakat yang bermukim di
daerah perbatasan.
Tentara Nasional Indonesia (TNI) memiliki tugas yang berat, terutama
dalam hal menjaga keutuhan wilayah dalam wilayah Negara Kesatuan
Indonesia (NKRI) pada umumnya dan wilayah Sumba Barat pada khususnya.

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 28


Untuk itu dibutuhkan faktorfaktor yang dapat mendukung terlaksananya hal
tersebut, misalnya jumlah personil dan alat-alat utama sistem persenjataan
(alutsista) yang memadai. Dari kondisi yang ada dari segi jumlah personil dan
sistem persenjataan masih minim. Kepolisian Republik Indonesia (Polri)
bertugas sebagai penegak hukum, pelindung dan pengayom masyarakat,
namun masih ada anggota Polri yang tidak dapat menjalankan tugasnya
dengan baik. Hal ini terlihat dari adanya tindak pelanggaran oknum yang
justru dilakukan oleh anggota Polri, misalnya penganiayaan dan konsumsi
minuman keras yang berlebihan. Hal-hal tersebut justru menyebabkan
keresahan dan rasa tidak aman dalam masyarakat. Dalam hal ini, beberapa
anggota Polri justru telah melanggar apa yang menjadi kewajibannya. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa profesional Polri masih rendah. Namun,
tugas menjaga keamanan dan ketertiban di dalam masyarakat tidak mutlak
menjadi tugas Polri, tetapi juga menjadi tugas masyarakat. Partisipasi
masyarakat dalam menjaga keamanan dan ketertiban merupakan kewajiban
sosial yang patut dipelihara dan ditumbuhkembangkan di Sumba Barat.
Partisipasi masyarakat dalam menjaga keamanan wilayah masih belum
terlihat. Hal ini tercermin dari masih tingginya gangguan keamanan dan
kenyamanan masyarakat.

2.11. Penataan Ruang dan Wilayah


Kondisi topografi Kabupaten Sumba Barat yang berbukit-bukit dan curam
mempengaruhi pola pemukiman penduduk menjadi terpencar dan terisolir
dari wilayah sekitar. Kondisi ini diperparah dengan belum tersedianya tata
ruang wilayah yang mengatur tata guna dan fungsi lahan di setiap wilayah.

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 29


BAB III
ANALISIS ISU–ISU STRATEGIS

Berdasarkan uraian pada Bab II tentang gambaran umum kondisi daerah


Kabupaten Sumba Barat yang mencakup aspek-aspek : Geomorfologi, Demografi,
Ekonomi dan SDA, Sosial Budaya, Politik, Hukum dan HAM, Prasarana dan Sarana,
Pemerintahan, IPTEK, Keamanan dan Ketertiban, serta Penataan Ruang dan
Wilayah, maka isu-isu strategis untuk masing-masing aspek tersebut adalah :

3.1. Geomorfologi
1. Musim kemarau yang panjang dimana intensitas sinar matahari lebih
banyak, selain dapat memberikan peluang bagi pengembangan usaha-
usaha pertanian semi arid sekaligus dapat menjadi sumber energi
alternatif yang dapat digunakan untuk listrik perdesaan, pembangkit
listrik tenaga surya, serta kegiatan-kegiatan lainnya yang mendukung
kehidupan masyarakat, sehingga dapat meningkatkan mutu dan
kesejahteraan masyarakat.
2. Pemanfatan luasan padang rumput yang belum optimal. Sehingga
memberi peluang untuk pengembangan padang pengembalaan.
3. Luas kawasan hutan masih jauh di bawah standar persentase yang
dibutuhkan dalam satu wilayah kabupaten. Hal ini juga menunjukkan
berkurangnya kawasan hutan di Kabupaten Sumba Barat.
4. Sebagai konsekuensi dari luas hutan yang minim, maka Kabupaten Sumba
Barat mengalami keterbatasan ketersediaan air di permukaan dan air
tanah.

3.2. Demografi
Kabupaten Sumba Barat sebagai Kabupaten dengan luas wilayah paling
kecil di antara empat kabupaten yang ada di Pulau Sumba diperhadapkan
pada beberapa tantangan demografi kedepannya, yaitu; Pertama,tingginya
laju pertumbuhan penduduk yang mencapai 1,78 persen tetapi tidak disertai
dengan persebaran penduduk yang merata pada 5 wilayah kecamatan
diwilayah tersebut. Kedua, rasio ketergantungan penduduk yang tidak sehat,
yaitu tingginya tingkat ketergantungan penduduk usia muda dan usia lanjut
terhadap penduduk usia produktif. Laju angka pertumbuhan penduduk yang
tinggi dan tidak disertai dengan persebaran penduduk yang merata dapat
berdampak terjadinya konsentrasi penduduk hanya pada wilayah-wilayah
tertentu saja, misalnya hanya pada daerah-daerah yang tersedia akses
terhadap berbagai fasilitas publiknya. Pada sisi lain juga bahwa hal ini
berpengaruh pada terbatasnya lahan yang dapat dijadikan sebagai areal
pembangunan dan pengembangan wilayah. Laju pertumbuhan penduduk
yang tinggi tanpa disertai dengan adanya kesempatan dan lapangan kerja
yang luas akan menimbulkan dampak negatif bagi wilayah tersebut seperti
meningkatnya angka pengangguran. Angka pengangguran yang tinggi
berpotensi menimbulkan penyakitpenyakit sosial masyarakat seperti masalah
kriminalitas. Rasio ketergantungan penduduk usia muda dan usia lanjut yang

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 30


tinggi terhadap penduduk usia produktif akan menjadi ancaman bagi
pembangunan daerah ini untuk jangka panjang. Beberapa ancaman yang akan
muncul; Pertama,tingginya beban tanggungan hidup penduduk usia produktif
karena harus menanggung penduduk usia muda dan usia lanjut. Kedua, tidak
adanya kesempatan menabung bagi penduduk usia produktif disebabkan
karena semua sumberdaya yang mereka miliki habis terkuras untuk kegiatan-
kegiatan yang bersifat konsumtif dalam menopang hidup penduduk usia
muda dan usia produktif.
Berdasarkan kondisi di atas, isu-isu strategis di bidang demografi
adalah :
1. Dari segi kependudukan, laju pertumbuhan penduduk yang kurang lebih
1,78 persen per tahun patut dikendalikan agar tidak menjadi ancaman di
masa depan. Dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,78 persen
dapat diperkirakan bahwa pada tahun 2025 jumlah penduduk Kabupaten
Sumba Barat akan mencapai 134.487 jiwa. Perlu disadari pula bahwa
pertambahan penduduk tidak hanya berasal dari faktor kelahiran, tetapi
juga dari mobilitas penduduk (perpindahan penduduk dari daerah lain) ke
Sumba Barat. Selain itu, daerah ini menghadapi masalah persebaran
penduduk yang tidak merata di seluruh wilayah Sumba Barat.
2. Laju pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali juga dapat berpotensi
menjadi masalah seperti; ketersediaan lahan, ketersediaan lapangan kerja,
jumlah dan kualitas layanan publik dalam jangka panjang. Di sisi lain,
pemerintah daerah juga diperhadapkan pada ketersediaan dana yang
terbatas guna menyediakan layanan publik dalam jumlah dan kualitas yag
memadai dari waktu ke waktu.
3. Mengacu pada komposisi penduduk berdasarkan usia, maka rasio
ketergantungan (dependency ratio) yang tinggi akan menyebabkan angkatan
kerja produktif harus menanggung beban ketergantungan yang lebih berat
untuk menghidupi penduduk berusia muda dan berusia lanjut.
4. Tingginya tingkat pengangguran terutama yang termasuk dalam kategori
setengah pengangguran. Oleh karena itu, menjadi tantangan bagaimana
peme-rintah daerah Kabupaten Sumba Barat menciptakan lapangan kerja
agar tingkat setengah pengangguran tersebut dapat ditekan serendah
mungkin.

3.3. Ekonomi dan Sumberdaya Alam


1. Struktur perekonomian daerah yang belum seimbang dimana peranan
sektor primer, terutama pertanian masih sangat dominan baik dalam
pembentukan PDRB maupun penyerapan tenaga kerja.
2. Kegiatan pertanian yang mencakup tanaman pangan, kelautan dan
perikanan, perkebunan, kehutanan, dan peternakan di Kabupaten Sumba
Barat masih bersifat subsisten dan dikelola dengan cara-cara yang masih
tradisional.
3. Rendahnya tingkat produktivitas tenaga kerja terutama di sektor pertanian,
yang berdampak pada tingginya tingkat kemiskinan terutama di daerah
perdesaan.

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 31


4. Sistem usahatani yang lebih berorientasi konsumsi keluarga (subsisten) dan
sosial budaya, dalam arti lebih mementingkan kebutuhan adat istiadat.
5. Lahan kering yang selama ini tidak dimanfaatkan masih cukup luas. Hal
ini merupakan tantangan yang harus dijawab di masa-masa mendatang
yaitu bagaimana lahan kering yang ada dapat dimanfaatkan sehingga
bermanfaat bagi masyarakat Sumba Barat.
6. Kurangnya diversifikasi kegiatan usaha tani yang dilakukan masyarakat.
Selain itu, jenis-jenis komoditi yang diusahakan terutama di subsektor
perkebunan masih terbatas pada komoditi yang secara tradisional sudah
ada selama ini misalnya kelapa, dan kurang diikuti dengan pengembangan
jenis-jenis tanaman perkebunan yang memiliki prospek pasar yang bagus
seperti vanili, jambu mente, kakao, dan lain sebagainya.
7. Masih rendahnya pemanfaatan potensi sektor kelautan dan perikanan.
Selain itu, budaya bahari yang sangat rendah di kalangan masyarakat
Sumba Barat juga merupakan masalah tersendiri.
8. Kurangnya perhatian terhadap upaya-upaya pengembangan ternak kecil
dan sedang.
9. Semakin menipisnya kawasan hutan di Kabupaten Sumba Barat.
10. Rendahnya kemampuan manajemen dan jiwa kewirausahaan
(enterpreneursip) dari pelaku koperasi dan UMKM yang ada.
11. Persebaran usaha-usaha koperasi dan UMKM yang hanya terpusat di
ibukota kabupaten juga menjadi masalah tersendiri. Hal yang sama juga
terjadi pada uahausaha perdagangan, hotel dan restoran yang hanya
terkonsentrasi di kota Waikabubak sebagai ibukota kabupaten.
12. Rendahnya kemampuan manajemen dan jiwa kewirausahaan pengusaha
industri. Selain itu, persebaran unit usaha yang tidak merata di berbagai
wilayah kecamatan yang ada juga menjadi masalah tersendiri.
13. Tidak adanya keterkaitan antara sektor industri/UMKM dengan sektor-
sektor ekonomi lainnya.
14. Terbatasnya sarana dan prasarana penunjang seperti hotel, rumah makan,
dan transportasi, termasuk di dalamnya SDM, baik kuantitas maupun
kualitas.
15. Rendahnya pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita yang diduga
terkait dengan struktur perekonomian daerah Kabupaten Sumba Barat
yang masih sangat didominasi oleh sektor primer, terutama sektor
pertanian yang umumnya masih dikelola secara tradisional.
16. Tingginya tingkat inflasi dan harga dari barang-barang kebutuhan
masyarakat terutama harga dari sembilan bahan pokok.
17. Tingginya ketergantungan pada dana-dana bantuan dari pemerintah pusat.
Ironisnya, penggunaan dana-dana bantuan tersebut lebih banyak untuk
kebutuhan belanja rutin daripada untuk belanja modal. Selain itu,
kemampuan PAD juga masih sangat rendah, dan itupun lebih banyak
berasal dari sumber-sumber PAD lainnya, dalam hal ini jasa giro daripada
pajak daerah dan retribusi daerah yang memang itu mencerminkan
kemampuan ekonomi masyarakat yang sesungguhnya.

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 32


3.4. Sosial Budaya
1. Dari segi struktur sosial, aktualisasi energi sosial kreatif mulai luntur akibat
kerentanan sosial yang dihadapi masyarakat. Solidaritas sosial dalam
lingkungan kekerabatan mulai luntur. Solidaritas yang menembus batas-
batas kekerabatan dalam masyarakat mulai terancam. Ketahanan sosial
dalam artian solidaritas sosial di kalangan berbagai lapisan masyarakat
mulai luntur karena gejala kerentanan sosial.
2. Dari segi budaya, proses erosi, involusi dan marginalisasi budaya
merupakan ancaman serius di masa depan. Erosi budaya adalah lunturnya
budaya lokal karena munculnya budaya baru, tetapi budaya baru ini belum
bisa diterima sepenuhnya bahkan bisa mendistorsi bekerjanya budaya lama
untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Involusi berarti macetnya
proses evolusi budaya secara linear yang membawa perubahan secara
transformatif ke arah yang lebih baik dan mampu menjawab masalah-
masalah baru yang makin kompleks. Marginalisasi berarti keberadaan
budaya lokal tidak lagi menjadi sebuah kekuatan untuk memberdayakan,
melainkan justru menjadi beban bagi masyarakat untuk melestarikannya.
3. Dari segi sosial psikologis dan budaya, nampak bahwa kemiskinan budaya
dan kemiskinan struktural masih terdapat dalam masyarakat Sumba Barat.
Hal ini menyebabkan adanya budaya ketidakberdayaan yang tercermin
dalam dominannya perilaku emosional, bermental meminta, fatalistik dan
berbagai atribut yang menyebabkan mereka tidak mempunyai kemandirian
untuk meningkatkan kehidupan sosial ekonomi mereka. Selain itu pengaruh
dan tekanan-tekanan dari luar mereka menyebabkan mereka tidak berdaya
untuk memanfaatkan berbagai sumberdaya dalam masyarakat secara bebas.
4. Dari segi kualitas sumberdaya manusia, nampak IPM daerah ini belum
optimal, bahkan lebih rendah dari IPM tingkat Provinsi dan Nasional. Hal ini
akan sangat berpengaruh kepada produktivitas tenaga kerja dalam berbagai
bidang kehidupan.
5. Di bidang pendidikan nampak berdasarkan indikator-indikator pemerataan
dan perluasan pendidikan, mutu dan relevansi pendidikan, manajemen
pendidikan belum optimal. Perlu disadari bahwa indikator-indikator
pemerataan dan perluasan pendidikan merupakan salah satu aspek dalam
perhitungan indeks pembangunan manusia (IPM). Bila indikator-indikator
dalam pemerataan dan perluasan pendidikan khususnya angka rata-rata
lama bersekolah dan angka melek huruf belum optimal akan membawa
konsekuensi turunnya angka IPM.
6. Dari segi kesehatan nampak bahwa indikator IMR (angka kematian bayi)
memperlihatkan peningkatan dan berimplikasi pada makin rendahnya
angka harapan hidup. Oleh karena itu yang perlu mendapat perhatian
adalah bagaimana meningkatkan kondisi kesehatan masyarakat dengan
memperhatikan status gizi balita, perbaikan dan peningkatan fasilitas
kesehatan yang dapat memacu kondisi kesehatan masyarakat yang lebih
baik.
7. Dari segi partisipasi perempuan dan perlindungan anak nampak bahwa
belum terdapat kesetaraan gender dan perhatian yang serius terhadap

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 33


perlindungan anak. Belum nampak kesetaraan gender dalam berbagai posisi
dalam masyarakat terutama posisi di bidang pemerintahan dan politik. Juga
perhatian terhadap anak di bidang pendidikan dan kesehatan.
8. Dari segi agama nampak masih adanya kesenjangan antara ajaran-ajaran
agama dan perilaku keseharian para umat beragama. Hal ini, disebabkan
kurangnya pemahaman yang mendalam terhadap ajaran agama yang
dianutnya. Dengan perkataan lain dapat dikatakan bahwa belum nampak
konsistensi antara ajaran agama, perilaku penyembahan terhadap Tuhan dan
perilaku keseharian dalam masyarakat. Kerukunan umat beragama masih
bersifat formal belum sepenuhnya nampak dalam praktek kehidupan
bersama dalam masyarakat.

3.5. Politik
1. Primordialisme kuat yang masih mewarnai kultur politik di daerah ini perlu
diupayakan sungguh-sungguh untuk dirubah menjadi budaya politik
berwawasan nasional yang berakar dalam budaya lokal. Hal ini
membutuhkan kapabilitas kultural yang mampu menyesuaikan diri dengan
proses nasionalisme yang terus berkembang. Hal ini mengundang tantangan
tentang bagaimana menyusun strategi agar semua potensi dan kreativitas
lokal berorientasi ke budaya politik baru.
2. Tantangan yang dihadapi demokrasi formal yang sudah berjalan adalah :
 Membangun komunikasi yang lebih bermakna antara institusi-institusi
demokrasi dengan konstituen.
 Mendorong partai-partai politik sebagai mesin demokrasi untuk
menjalankan fungsi pendidikan politik, artikulasi dan agregasi
kepentingan rakyat.
 Mendorong lembaga perwakilan untuk berupaya menjalankan mandat
secara akuntabel dan responsif.
 Menjadikan pemilihan legislatif dan pemilihan kepala daerah secara
langsung sebagai arena untuk mewujudkan kedaulatan rakyat.
3. Dalam rangka memberikan fondasi dan makna terhadap demokrasi formal
prosedural, tantangan yang dihadapi adalah bagaimana memberi makna
yang lebih dalam terhadap kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat
agar demokrasi dipahami sebagai proses interaksi pembelajaran, komunikasi
dan kelembagaan yang menghubungkan lembaga-lembaga politik formal
dengan kehidupan politik keseharian dalam masyarakat.
4. Dalam desentralisasi dan otonomi daerah, tantangan yang dihadapi adalah :
 Meningkatkan pengembangan tata pemerintahan yang demokratis yang
bercirikan pemerintahan yang legimate, akuntabel, transparan, responsif
dan partisipatif.
 Mengupayakan langkah-langkah untuk memperkuat demokrasi lokal
yang memperhatikan proses politik keseharian.
 Menindaklanjuti secara konsisten pengelolaan pemerintahan agar
pemerintah berperan sebagai fasilitator dalam rangka pemberdayaan
masyarakat yang merupakan roh otonomi daerah.

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 34


3.6. Hukum dan HAM
1. Kesadaran hukum masyarakat yang masih rendah karena kurangnya
sosialisasi hukum yang dapat mengakibatkan rendahnya pemahaman
terhadap berbagai aturan termasuk di dalamnya hak dan kewajiban
masyarakat sebagai warga negara. Kondisi ini semakin diperparah oleh
mentalitas masyarakat yang tidak peduli dengan persoalan-persoalan
hukum.
2. Keterbatasan tenaga penyuluh hukum dan lembaga-lembaga bantuan
hukum baik dalam jumlah maupun kapasitas.

3.7. Prasarana dan Sarana


1. Mengingat posisi geografis yang strategis karena berada di antara
Kabupaten Sumba Barat Daya dan Kabupaten Sumba Tengah, maka
ketersediaan prasarana
dan sarana ekonomi yang memadai baik dari segi kualitas maupun
kuantitas menjadi sangat penting. Khususnya peningkatan status jalan
maupun panjang jalan sampai ke daerah perdesaan (pusat-pusat
sumberdaya) menjadi prasyarat utama untuk mempermudah lalulintas
kegiatan perekonomian daerah, seperti bidang pertanian, perdagangan,
kelautan, dan pariwisata.
2. Pemanfaatan luas areal potensial di daerah irigasi belum dilakukan secara
maksimal. Hal ini terkait dengan penyediaan prasarana irigasi yang belum
memadai baik kuantitas maupun kualitas.
3. Potensi kelautan dan perikanan cukup besar untuk dimanfaatkan secara
maksimal dan berkelanjutan dengan memperhatikan keseimbangan
lingkungan. Tantangan yang dihadapi adalah belum tersedianya prasarana
dan sarana kelautan dan perikanan seperti prasarana dermaga perikanan,
pengawetan, pengalengan, dan sebagainya yang memadai baik dari segi
kualitas maupun kuantitas.
4. Masalah yang dihadapi masyarakat Kabupaten Sumba Barat berkaitan
dengan kebutuhan energi adalah masih terbatasnya akses rumahtangga
pada energi terutama di daerah perdesaan. Keterbatasan akses ini dapat
berpotensi menghambat dinamika ekonomi perdesaan.
5. Tantangan utama yang dihadapi berkaitan dengan penyediaan air bersih
dan sanitasi di Kabupaten Sumba Barat adalah terbatasnya akses
masyarakat terhadap sarana air bersih dan sanitasi, baik di daerah
perkotaan maupun daerah perdesaan. Keterbatasan akses terhadap sarana
air bersih dan sanitasi secara tidak langsung dapat menghambat
keberlangsungan kegiatan ekonomi masyarakat.
6. Akses terhadap permodalan merupakan masalah serius yang dihadapi oleh
setiap usaha terutama usaha mikro dan kecil dalam pengembangan
usahanya. Tantangan yang dihadapi adalah belum tersedianya Lembaga
Keuangan Mikro yang mendanai usaha-usaha mikro dan kecil yang ada.
7. Persebaran dan pemanfaatan arus informasi dan telekomunikasi yang
belum merata dimana hanya dapat diakses oleh sebagian kecil masyarakat.
8. Pendidikan dan kesehatan merupakan fondasi penting dalam peningkatan
kapabilitas sumberdaya manusia, sehingga ketersediaan prasarana dan

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 35


sarana pendidikan dan kesehatan yang memadai menjadi syarat mutlak
dalam pembangunan pada umumnya, namum nampak bahwa
ketersediaan prasarana dan sarana pendidikan dan kesehatan yang
berkualitas kurang merata di antara berbagai wilayah kecamatan, sehingga
menyebabkan akses masyarakat menjadi terbatas.

3.8. Pemerintahan
1. Dalam konteks penerapan otonomi daerah yang bertujuan mendekatkan
pelayanan pemerintah kepada masyarakat, posisi desa menjadi strategis
sebagai unit pelayanan publik yang berhubungan langsung dengan
masyarakat. Dukungan infrastruktur desa (kantor desa) dan perangkat
desa yang berkualitas merupakan prasyarat guna tercapainya tujuan
otonomi daerah. Walaupun kondisi umum menggambarkan kondisi yang
cukup menggembirakan, namun perhatian pemerintah Kabupaten Sumba
Barat di masa mendatang hendaknya meningkatkan kualitas infrastruktur
desa yang belum permanen serta mendukung penguatan kapasitas
pemerintahan desa melalui pelatihan-pelatihan yang relevan dengan
kebutuhan masyarakat desa.
2. Pada jenjang pemerintah kabupaten, nampak masih ada kesenjangan
antara jabatan struktural yang tersedia dengan jumlah aparatur yang
berkualifikasi sesuai dengan keahlian (kompetensi) yang dibutuhkan.
Kondisi ini akan sangat mempengaruhi kinerja pemerintah Kabupaten
Sumba Barat dalam berbagai aspek, khususnya dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Oleh sebab itu, perlu adanya penguatan
kapasitas aparatur pemerintah daerah sehingga dapat segera mengisi
kekosongan tersebut demi menjamin terlaksananya tata kepemerintahan
lokal yang baik (good local governance).
3. Sebagian besar regulasi (keputusan bupati) yang dikeluarkan pemerintah
berhubungan dengan dunia usaha. Tingginya permintaan masyarakat
terhadap ijin usaha pada satu sisi memperlihatkan adanya keinginan kuat
dari masyarakat untuk berusaha, pada sisi lain fakta ini menunjukkan
iklim usaha yang ada dikabupaten ini cukup prospektif. Belum tersedianya
regulasi yang dapat memberikan kepastian hukum dan iklim usaha yang
kondusif bagi pelaku-pelaku usaha merupakan sebuah tantangan untuk
jangka panjang bagi Kabupaten ini. Oleh karena itu, sebagai bagian dari
tanggung jawab pemerintah daerah untuk menciptakan iklim usaha yang
kondusif dalam rangka meningkatkan pendapatan bagi daerah serta
perbaikan ekonomi masyarakat, maka perlu adanya bentuk-bentuk
regulasi dan implementasi yang lebih menjamin kenyamanan dunia usaha
dan bagi setiappelaku usaha yang ingin berusaha di Kabupaten Sumba
Barat.

3.9. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi


Keterbatasan sumbangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK)
terhadap pembangunan daerah di Kabupaten Sumba Barat menyebabkan laju
pembangunan di berbagai sektor berjalan lamban. Di sisi lain, hasil-hasil riset

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 36


yang disumbangkan oleh berbagai institusi belum dimanfaatkan secara
optimal dalam proses penyusunan berbagai kebijakan pembangunan daerah.

3.10. Keamanan dan Ketertiban


1. Kabupaten Sumba Barat sangat rawan terhadap gangguan keamanan dan
ketertiban seperti; pencurian, perampokan, dan pembunuhan. Hal ini
dapat dilihat dengan semakin banyaknya pencurian ternak dan kayu-kayu
gelondongan yang dijual ke luar pulau maupun pencurian ikan di wilayah
Sumba Barat yang semakin tinggi akhir-akhir ini.
2. Wilayah Kabupaten Sumba Barat juga rawan terhadap konflik antar suku
terutama pada masyarakat yang bermukim di daerah perbatasan.
3. Kinerja aparat dan infrastruktur keamanan TNI dan Polri masih belum
maksimal.
4. Partisipasi masyarakat di dalam menjaga dan menciptakan ketertiban
wilayah masih rendah.

3.11. Penataan Ruang dan Wilayah


1. Penataan ruang dan wilayah di Kabupaten Sumba Barat yang belum
memperhatikan karakteristik dan potensi setiap wilayah.
2. Penataan ruang dan wilayah di Kabupaten Sumba Barat yang belum sesuai
dengan tata guna dan fungsi lahan di setiap wilayah.

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 37


BAB IV
VISI, MISI DAN TUJUAN PEMBANGUNAN DAERAH
TAHUN 2005-2025

Berdasarkan kondisi rakyat Sumba Barat saat ini, tantangan yang dihadapi
dalam 20 tahun mendatang dengan memperhitungkan isu-isu strategis yang
dihadapi Sumba Barat dan amanat pembangunan yang tercantum dalam
pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, visi
pembangunan daerah tahun 2005- 2025 adalah Masyarakat Sumba Barat Yang Aman,
Mandiri, Maju, Demokratis dan Berdaya Saing.
Aman mengandung arti bebas dari bahaya, ancaman dari luar dan gangguan dari
dalam. Aman juga mencerminkan keadaan tentram, tidak ada rasa takut dan
khawatir. Rasa aman merupakan dambaan dari setiap orang atau masyarakat.
Dengan adanya rasa aman, maka potensi-potensi masyarakat dapat berkembang,
demokrasi dapat berjalan, dan pembangunan dapat terlaksana dengan baik.
Demikian juga masyarakat dapat dengan bebas mengelola sumberdaya alam dan
melakukan berbagai kegiatan ekonomi tanpa merasa terganggu dan terancam oleh
pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Dalam suasana aman masyarakat akan mandiri dalam artian mampu untuk
mengambil keputusan sendiri dalam mendayagunakan seluruh sumberdaya lokal
yang tersedia untuk mencapai kesejahteraan masyarakat baik spiritual maupun
material. Mandiri mensyaratkan percaya diri dalam mengambil keputusan sendiri
dan melaksanakannya secara bertanggung jawab. Mandiri sekaligus mencakup
saling ketergantungan (interdependensi) dengan berbagai pihak pada tataran lokal,
regional, nasional, bahkan internasional.
Masyarakat yang mandiri mampu menciptakan kemajuan di berbagai bidang
kehidupan dan penghidupan seperti di bidang-bidang sosial budaya dan agama,
ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi, pertahanan dan keamanan,
hukum dan aparatur, pembangunan wilayah dan tata ruang, penyediaan sarana dan
prasarana, serta pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Kemajuan
yang dicapai dalam berbagai bidang tersebut di atas diperlihatkan oleh indikator-
indikator dan ukuran-ukuran tertentu. Masyarakat yang mandiri dan maju mampu
menciptakan kehidupan demokratis dalam masyarakat. Kehidupan demokratis
dalam artian adanya proses interaksi pembelajaran, komunikasi, dan kelembagaan
yang menghubungkan lembaga-lembaga politik formal (suprastruktur politik)
dengan kehidupan politik sehari-hari dalam masyarakat (Infrastruktur politik).
Politik formal mencakup lembaga eksekutif dan legislatif yang dihasilkan dari
proses elektoral, yang kemudian mempunyai kekuasaan untuk membuat kebijakan
dan mengendalikan rakyat. Sedangkan kehidupan politik sehari-hari menyangkut
aktivitas politik masyarakat, baik dalam konteks organisasi maupun dalam proses
artikulasi politik. Dalam kehidupan sehari-hari, berkembang begitu banyak aspirasi
masyarakat yang perlu direspons oleh lembaga politik formal melalui proses
kebijakan publik. Oleh karena itu, interaksi dinamis, kreatif, dan konstruktif antara
suprastruktur politik dengan infrastruktur politik merupakan keharusan dalam

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 38


kehidupan demokrasi. Berdaya saing merupakan konsekuensi logis dari masyarakat
yang mandiri, maju dan demokratis.
Berdaya saing dalam berbagai bidang kehidupan dan penghidupan pada
tataran lokal, regional, nasional maupun internasional. Berdaya saing dalam artian
memperlihatkan mutu sumberdaya manusia yang mampu mengimbangi bahkan
melampaui kemampuan sumberdaya manusia masyarakat lain pada tataran lokal,
regional, nasional maupun internasional. Mutu sumberdaya manusia merupakan
pencerminan dari penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penerapan ilmu
pengetahuan dan teknologi di berbagai bidang kehidupan dan penghidupan
memperlihatkan mutu daya saing masyarakat.
Masyarakat yang aman, mandiri, maju, demokratis dan berdaya saing
tersebut bertumpu pada kemampuan masyarakat untuk secara bersama-sama
memanfaatkan berbagai sumberdaya dan peluang yang tersedia. Pemanfaatan ini
merupakan cerminan kreativitas yang konstruktif dari masyarakat untuk
membangun diri menuju kesejahteraan bersama. Hal ini memperlihatkan bahwa
kebersamaan kreatif dan konstruktif merupakan kunci menuju kesejahteraan
masyarakat. Untuk merealisasikan visi tersebut di atas, terdapat 8 (delapan) misi
pembangunan daerah yang perlu dilakukan. Kedelapan misi yang dimaksudkan
adalah sebagai berikut :

1. Membangun ekonomi rakyat yang berbasis sumberdaya lokal dalam artian


mengembangkan agribisnis yang mencakup subsistem agribisnis hulu,
subsistem usahatani, subsistem agribisnis hilir dan subsistem jasa penunjang
agribisnis sebagai sektor utama ekonomi rakyat serta menumbuhkembangkan
usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan sekaligus mengembangkan
lembaga keuangan mikro (LKM) untuk mendukung pengembangan ekonomi
rakyat.

2. Meningkatkan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup dalam


artian melakukan upaya-upaya untuk memanfaatkan musim kemarau yang
panjang sebagai sumber energi alternatif, mengefisienkan dan mengefektifkan
manajemen penggunaan tanah, manajemen pembakaran padang rumput,
manajemen pemanfaatan hutan, manajemen pemanfaatan potensi air permukaan
dan air tanah, manajemen pemanfaatan sumberdaya laut, dan manajemen
limbah dan genangan air yang bersumber dari rumahtangga-rumahtangga.

3. Membangun sumberdaya manusia bermutu dan beretos kerja dalam artian


mengefisienkan dan mengefektifkan kegiatan pendidikan dan pelatihan yang
bermutu dan berkelanjutan serta berwawasan gender, mengupayakan
peningkatan kesehatan sumberdaya manusia agar selalu prima, serta
mengupayakan cara-cara untuk meningkatkan semangat kerja, daya juang dan
disiplin kerja di kalangan sumberdaya manusia.

3. Membangun infrastruktur sosial dan ekonomi yang bermutu dan merata dalam
artian meningkatkan sarana dan prasarana transportasi, pendidikan, kesehatan,
penyediaan air bersih, jaringan irigasi dan pengendali sedimen, akses informasi,
energi, yang bermutu dan merata di seluruh Kabupaten Sumba Barat.

4. Meningkatkan penegakan supremasi hukum dalam artian menyusun


peraturanperaturan daerah (PERDA) yang jelas dan tidak bertentangan satu

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 39


sama lain, melakukan perlindungan terhadap hak asasi manusia dan penegakan
hukum yang adil dan tidak diskriminatif.

5. Menumbuhkembangkan tata kelola pemerintahan yang baik dalam artian


merevitalisasi kinerja birokrasi dengan cara mewirausahakan birokrasi,
melakukan reformasi birokrasi yang mencakup pembangunan birokrasi yang
fleksibel rasionalisasi dan efisiensi birokrasi, bekerja atas dasar prestasi-
kemampuankeahlian dan transparansi, bekerja dalam kerangka meritokrasi,
bekerja dengan mengutamakan misi dan komitmen, dan bekerja atas dasar
aturan hukum yang jelas serta penegakan hukum yang tegas.

6. Menumbuhkembangkan kehidupan demokrasi partisipatif dalam artian


memberi peluang kepada warga masyarakat untuk mendiskusikan isu-isu
publik dan membentuk opini, memberikan wawasan kepada para pemimpin
demokratis tentang isu-isu publik yang realistik dan bermakna, dan memberi
peluang kepada warga masyarakat untuk memberikan justifikasi pandangan
mereka sehingga dapat diidentifikasi pilihan-pilihan yang baik dan buruk, dan
memungkinkan warga masyarakat untuk memperkuat legitimasi demokrasi
formal.

7. Menumbuhkembangkan kemampuan daya saing di kalangan masyarakat dan


pemerintah daerah dalam artian meningkatkan mutu warga masyarakat dan
pemerintah daerah melalui pendidikan dan pelatihan, memperbaiki serta
meningkatkan kesehatan masyarakat dan pemerintah daerah, memperluas
wawasan warga masyarakat dan pemerintah daerah, meningkatkan penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi melalui berbagai penelitian murni maupun
terapan di kalangan warga masyarakat dan pemerintah daerah, dan mendorong
warga masyarakat dan pemerintah daerah untuk berpikir global dan bertindak
lokal.

Dalam kerangka visi dan misi tersebut di atas, tujuan yang hendak dicapai adalah
sebagai berikut :

A. Berkembangnya kegiatan ekonomi rakyat yang berbasis sumberdaya lokal,


yang ditandai dengan hal-hal sebagai berikut :
1. Semakin beragamnya jenis kegiatan ekonomi yang dilakukan masyarakat
dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia, baik sumberdaya alam,
sumberdaya manusia, maupun sumberdaya lokal lainnya sesuai dengan
kekhasan wilayah.
2. Terciptanya struktur perekonomian daerah yang seimbang dan kokoh
dimana telah terbangun keterkaitan yang kuat dan saling mendukung antara
berbagai sektor ekonomi yang ada dan antara kegiatan ekonomi perdesaan
dan kegiatan ekonomi perkotaan.
3. Semakin bertumbuh-kembangnya usaha agribisnis dimana agroindustri
tampil sebagai sektor yang memimpin pengembangan sektor-sektor lain
(agroindustry led development strategy), dan telah terbangun keterkaitan yang
kuat antara kegiatan pertanian (on farm activities) dan kegiatan di luar
pertanian (off farm activities), termasuk didalamnya kegiatan pemasaran dan
jasa-jasa penunjang.

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 40


4. Semakin bertumbuhkembangnya usaha-usaha mikro, kecil dan menengah
(UMKM) di berbagai sektor ekonomi yang berbasis semangat wirausaha
(entrepreneurship) dan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk
didalamnya lembaga keuangan mikro (LKM) yang memiliki peranan yang
sangat strategis dalam mendukung perkembangan UMKM terserbut.
5. Semakin bertumbuhkembangnya kegiatan perdagangan dan pasar
tradisional diberbagai wilayah kecamatan yang ada sehingga memudahkan
masyarakat dalam memperoleh barang-barang dan jasa yang dibutuhkan
dan mengurangi biaya transaksi (transaction cost) yang harus ditanggung oleh
masyarakat.
6. Semakin bertumbuhkembangnya kegiatan pariwisata sehingga mampu
menjadi salah satu kekuatan ekonomi rakyat yang dapat diandalkan baik
sebagai sumber pendapatan masyarakat maupun penerimaan daerah dalam
rangka peningkatan pendapatan asli daerah.
7. Terciptanya struktur penerimaan daerah yang banyak berasal dari sumber-
sumber penerimaan asli daerah seperti pajak dan retribusi daerah.
8. Terciptanya pertumbuhan ekonomi yang pesat dan berkelanjutan yang
bersumber dari sektor-sektor ekonomi yang melibatkan masyarakat luas
seperti sektor pertanian, UMKM, dan sektor informal yang tersebar di
berbagai wilayah kecamatan yang ada.

B. Meningkatnya pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan yang


sasaransasarannya adalah sebagai berikut :
1. Membaiknya pengelolaan dan pendayagunaan sumberdaya alam dan
lingkungan hidup di Sumba Barat yang dicerminkan oleh tetap terjaganya
fungsi lingkungan hidup, dan sekaligus mendukung kehidupan masyarakat
Sumba Barat secara serasi, seimbang dan berkelanjutan.
2. Terpeliharanya kekayaan alam baik ditinjau dari jumlah maupun jenis
sumberdaya alam untuk mewujudkan nilai tambah, daya saing serta
penerimaan wilayah.
3. Meningkatnya kesadaran, sikap mental, dan perilaku masyarakat dalam
pengelolaan sumberdaya alam dan ikut melestarikan lingkungan hidup
untuk menjaga kenyamanan dan kualitas kehidupan masyarakat.

C. Meningkatnya kualitas dan etos kerja sumberdaya manusia yang ditandai


oleh :
1. Meningkatnya kualitas sumberdaya manusia pada berbagai bidang yang
sesuai dengan tuntutan era globalisasi.
2. Meningkatnya indeks pembangunan manusia (IPM).
3. Meningkatnya kesadaran kolektif tentang kesetaraan dan keadilan gender
yang ditandai dengan peningkatan pada indeks pembangunan gender (IPG).
4. Meningkatnya partisipasi anak, remaja dan pemuda di berbagai bidang yang
mampu mendukung lajunya proses pembangunan.
5. Meningkatnya produktivitas tenaga kerja di berbagai sektor dan bidang.

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 41


D. Meningkatnya kuantitas dan kualitas infrastruktur sosial dan ekonomi yang
tersebar secara merata ditunjukkan oleh :
1. Tersedianya jaringan infrastruktur transportasi yang handal dan terintegrasi.
2. Tersedianya jaringan irigasi untuk berbagai kebutuhan pertanian.
3. Tersedianya jaringan telekomunikasi yang memadai.
4. Terpenuhinya kebutuhan prasarana dan sarana air bersih bagi rumahtangga
diperkotaan dan perdesaan.
5. Tersedianya prasarana dan sarana pelistrikan yang memadai bagi
rumahtangga diperdesaan dan perkotaan.

E. Meningkatnya penegakan supremasi hukum, yang ditandai dengan hal-hal


sebagai berkut :
1. Tersusunnya berbagai peraturan daerah (Perda) yang jelas dan tidak
bertentangan satu sama lain dan juga dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi.
2. Terlaksananya penegakan dan penerapan hukum yang adil dan tegas.
3. Meningkatnya kesadaran hukum di kalangan masyarakat.
4. Meningkatnya perlindungan hukum dan hak asasi manusia.

F. Bertumbuhkembangnya tata kelola pemerintahan yang baik ditandai oleh hal-


hal berikut :
1. Berkembangnya semangat wirausaha pada semua unit dan semua tingkatan
dalam birokrasi pemerintahan.
2. Terlaksananya revitalisasi kinerja pada semua unit dan tingkatan dalam
birokrasi pemerintahan.
3. Terwujudnya reformasi birokrasi yang rasional, efektif, meritokratik dan
mengutamakan misi dan komitmen.
4. Terwujudnya birokrasi yang partisipatif, transparan, fleksibel, akuntabel,
responsif, efektif, efisien dan taat hukum.

G. Bertumbuhkembangnya kehidupan demokrasi partisipatif yang ditandai


oleh :
1. Berkembangnya demokrasi inklusif.
2. Meluasnya ruang-ruang demokrasi.
3. Mendekatnya lembaga perwakilan dengan masyarakat.
4. Meningkatnya kinerja suprastruktur politik dan infrastruktur politik.

H. Meningkatnya kemampuan daya saing di kalangan masyarakat dan


pemerintah daerah yang ditandai dengan hal-hal sebagai berikut :
1. Meningkatnya mutu sumberdaya manusia (SDM) masyarakat dan aparat
pemerintah daerah pada berbagai tingkat mulai dari tingkat desa sampai
dengan tingkat kabupaten. Hal ini secara umum ditandai dengan
meningkatnya indeks pembangunan manusia (IPM).

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 42


2. Meningkatnya profesionalisme, efisien dan produktivitas kerja di kalangan
masyarakat dan aparat pemerintah daerah pada berbagai tingkat mulai dari
tingkat desa sampai pada tingkat kabupaten.
3. Meningkatnya kualitas kemandirian dan saling ketergantungan atau
interdependensi di kalangan masyarakat dan aparat pemerintah daerah
mulai dari tingkat desa sampai pada tingkat kabupaten.

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 43


BAB V
ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH

Sejalan dengan kondisi, permasalahan dan tantangan yang dihadapi


Kabupaten Sumba Barat, maka arah kebijakan pembangunan daerah Kabupaten
Sumba Barat :

5.1. Arah Kebijakan Pembangunan Daerah


5.1.1. Geomorfologi
Kebijakan di bidang geomorfologi diarahkan untuk :
1. Pemanfaatan musim kemarau yang panjang sebagai sumber energi
alternatif seperti untuk listrik perdesaan, pembangkit listrik tenaga surya,
serta kegiatan-kegiatan lainnya yang mendukung kehidupan masyarakat,
sehingga dapat meningkatkan mutu dan kesejahteraan masyarakat.
2. Pengembangan tanaman-tanaman lokal dan non lokal yang cocok untuk
pertanian semi arid, yang berimplikasi pada peningkatan ketahanan
pangan, dalam rangka mengembangkan pertanian semi arid.
3. Pemanfaatan luasan padang rumput yang belum maksimal untuk
kegiatankegiatan pertanian semi arid, pengembangan pakan ternak dan
pemeliharaan ternak yang bermuara pada peningkatan ekonomi rakyat.
4. Pengembangan perluasan hutan, sehingga dapat meningkatkan
ketersediaan air permukaan dan air tanah.

5.1.2. Demografi
Isu demografi menjadi isu krusial yang senantiasa membawa
berbagai dampak positif maupun negatif bagi perkembangan sebuah daerah.
Bertambahnya jumlah penduduk pada satu sisi membawa sejumlah
keuntungan seperti ketersediaan tenaga kerja tetapi manakala pertambahan
jumlah penduduk tersebut tidak dapat dikendalikan akan membawa dampak
negatif bagi sebuah wilayah seperti keterbatasan lapangan kerja, dan
meningkatnya tekanan terhadap sumberdaya (population pressure). Dalam
upaya menciptakan kondisi demografi yang sehat, maka kebijakan di bidang
demografi diarahkan pada:
1. Pengendalian tingkat kelahiran untuk memperbaiki komposisi umur
penduduk yang lebih sehat sehingga dapat berdampak pada penurunan
rasio ketergantungan (dependency ratio) penduduk usia muda dan
penduduk usia tua terhadap penduduk usia produktif. Menurunnya rasio
ketergantungan terhadap penduduk usia produktif akan mendorong
terjadinya akumulasi modal masyarakat yang bisa ditabung dan
dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan yang bersifat produktif demi
kelangsungan kehidupan masa depan yang lebih sehat dan sejahtera.
2. Melakukan relokasi penduduk melalui model transmigrasi lokal dari
wilayah yang padat penduduk ke wilayah-wilayah yang jarang
penduduknya. Namun hal ini bukan sebuah pilihan yang bijaksana karena
berpotensi menimbulkan konflik sosial dan permasalahan tanah. Sebagai
upaya yang cukup bijaksana dalam mengatasi kepadatan penduduk yang

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 44


tidak merata melalui pemerataan pembangunan di seluruh kecamatan.
Kebijakan ini akan mendorong tumbuhnya pusat-pusat pertumbuhan baru
yang dapat memberikan pilihan-pilihan alternatif lapangan pekerjaan
kepada penduduk untuk melakukan migrasi atas dasar pilihannya sendiri.
3. Menyediakan lapangan kerja bagi angkatan kerja yang terus meningkat
seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk. Penyediaan lapangan
kerja dimaksud harus berbasiskan pada keunggulan potensi wilayah
sehingga menjamin keberlanjutannya dalam menyerap angkatan kerja
yang terus meningkat.

5.1.3. Ekonomi dan Sumberdaya Alam


Berkembangnya kegiatan ekonomi rakyat yang didalamnya
mencakup kegiatan agribisnis, UMKM dan LKM merupakan hal yang sangat
strategis terutama dalam upaya untuk memperkuat fondasi ekonomi daerah
dalam rangka percepatan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja untuk
memecahkan masalah kemiskinan dan pengangguran yang sedang menjadi
perhatian serius dari pemerintah. Hal ini terjadi karena kegiatan ekonomi
rakyat memiliki ciri dimana lebih banyak menggunakan atau memanfaatkan
sumberdaya lokal (local resource base) sehingga memiliki basis dan daya tahan
yang kuat terhadap setiap goncangan (shocks) yang terjadi di dalam
perekonomian seperti krisis nilai tukar mata uang yang menimpa Indonesia
pada pertengahan tahun 1997 lalu.
Pembangunan dalam bidang ekonomi dan sumberdaya alam
diarahkan pada pengembangan sektor-sektor sebagai berikut :
1. Pembangunan pertanian diarahkan untuk meningkatkan pendapatan, daya
beli, taraf hidup, kapasitas dan kemandirian, serta akses masyarakat
pertanian dalam proses pembangunan melalui peningkatan kuantitas dan
kualitas produksi dan distribusi serta keanekaragaman hasil pertanian.
Pembangunan pertanian ditujukan untuk menghasilkan produk-produk
unggulan berdaya saing tinggi, menyediakan bahan baku bagi keperluan
industri, memperluas lapangan kerja, serta kesempatan berusaha, dan
melalui upaya peningkatan usaha pertanian secara terpadu, dinamis dan
berbasis agroekosistem menuju terwujudnya agroindustri dan agribisnis
yang tangguh. Upaya pembangunan pertanian didukung oleh percepatan
proses inovasi teknologi, intensifikasi, ekstensifikasi, dan diversifikasi,
peningkatan kualitas dan profesionalisme sumberdaya manusia pertanian,
penguatan kelembagaan ekonomi petani dan pengembangan kelembagaan
pelayanan agribisnis, pengembangan sarana dan prasarana pendukung
usaha pertanian, dan penciptaan iklim usaha yang sehat dan kondusif,
serta peningkatan akses masyarakat terhadap sumberdaya, teknologi,
dana, pasar dan informasi. Peningkatan keterkaitan ke depan yang
mengolah hasil pertanian dan keterkaitan ke belakang yang menyediakan
input dan mendukung kegiatan pertanian termasuk jasa-jasa
pendukungnya terus didorong perkembangannya.
2. Pembangunan agroindustri dan agribisnis dilaksanakan secara terpadu
dengan pembangunan perdesaan dalam rangka mempercepat dan
memantapkan proses industrialisasi perdesaan melalui penumbuhan

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 45


sentra-sentra pengembangan agribisnis komoditas unggulan yang mampu
menghasilkan produk-produk unggulan berdaya saing tinggi dan
sekaligus mendukung pemberdayaan pengusaha mikro, kecil, menengah
dan koperasi.
3. Pembangunan pertanian tanaman pangan dan hortikultura diarahkan untuk
lebih memantapkan swasembada pangan, meningkatkan pendapatan,
kesejahteraan, taraf hidup petani, memperbaiki derajat mutu konsumsi
masyarakat yang berimbang melalui penganekaragaman jenis dan
peningkatan kualitas bahan pangan, serta meningkatkan kapasitas petani
melalui usaha hortikultura dalam sistem agribisnis dengan memanfaatkan
keunggulan komparatif yang dimiliki berupa iklim, keanekaragaman
hayati, kesesuaian dan kualitas lahan, dan ketersediaan tenaga kerja.
4. Pembangunan perkebunan diarahkan pada perbaikan mutu tanaman,
penganekaragaman jenis dan pola perkebunan, serta memanfaatkan lahan-
lahan marjinal seperti lahan kering yang tersedia. Peningkatan produksi
perkebunan dilaksanakan secara terpadu melalui agroindustri dan
agribisnis yang didukung oleh pemanfaatan ilmu pengetahuan dan
teknologi (iptek), pemberdayaan masyarakat perkebunan, serta
pembangunan sarana dan prasarana pendukung usaha perkebunan.
5. Pembangunan perikanan diarahkan untuk meningkatkan pendapatan,
kesejahteraan, taraf hidup, dan kapasitas petani ikan dan nelayan, serta
memenuhi kebutuhan mutu dan gizi pangan masyarakat. Pembangunan
perikanan dilakukan melalui peningkatan dan penganekaragaman
produksi, pengembangan dan penerapan teknologi budidaya ikan di
daerah pantai, tambak, dan air tawar, serta usaha penangkapan ikan di
daerah lepas pantai.
6. Pembangunan peternakan diarahkan untuk meningkatkan pendapatan,
kesejahteraan, taraf hidup, kapasitas, dan kemandirian petani peternak
serta mendukung swasembada pangan melalui usaha intensifikasi,
ekstensifikasi, dan penganekaragaman peternakan. Pembangunan
peternakan dilakukan secara terpadu dengan pengembangan industri
pakan ternak dengan harga yang terjangkau dan mudah diperoleh oleh
masyarakat.
7. Pembangunan kehutanan diarahkan untuk memberikan manfaat sebesar-
besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan tetap menjaga kelestarian
sumberdaya alam dan kelangsungan fungsi serta mutu lingkungan hidup
dan peningkatan fungsi sosial ekonomi hutan. Pembangunan kehutanan
ditujukan untuk mempertahankan keanekaragaman hayati, memelihara
dan memperluas kesempatan kerja serta kesempatan berusaha,
meningkatkan pendapatan negara dan devisa, memacu pembangunan
wilayah terpadu dengan pembangunan daerah dan mendukung
pemberdayaan masyarakat setempat diselaraskan dengan kepentingan
rakyat yang tinggal dan hidup di wilayah hutan. Pembangunan kehutanan
diupayakan melalui penataan dan pengelolaan hutan secara lestari;
pengusahaan hutan dan pemanfaatan hasil hutan serta pengolahannya
untuk menjamin penerimaan negara secara berkelanjutan; peningkatan

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 46


rehabilitasi hutan dan lahan kritis serta perlindungan hutan dan konservasi
alam didukung oleh peningkatan kualitas dan profesionalisme sumberdaya
manusia kehutanan; penguatan kelembagaan sosial ekonomi masyarakat
serta lembaga pengaturan dan pelayanan kehutanan; penciptaan iklim
usaha yang sehat serta peningkatan peran serta aktif masyarakat, baik
dalam konservasi dan rehabilitasi hutan maupun dalam pengusahaan hasil
hutan.
8. Pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) diarahkan
pada peningkatan pendapatan, daya beli, kesejahteraan, taraf hidup,
kapasitas dan kemandirian masyarakat pengusaha, khususnya pengusaha
di sektor UMKM melalui penguatan kelembagaan; peningkatan akses baik
terhadap sumber permodalan, informasi, dan pasar; peningkatan kualitas
sumberdaya manusia UMKM, dan kemitraan usaha yang saling
menguntungkan diantara UMKM itu sendiri maupun antara UMKM
dengan pelaku-pelaku ekonomi lainnya. Pengembangan UMKM ditujukan
untuk meningkatkan kesempatan kesempatan kerja dan kesempatan
berusaha dalam rangka untuk mengurangi pengangguran dan kemiskinan
dan dilakukan secara terpadu dengan pembangunan pertanian dan
perdesaan. Pengembangan UMKM juga dilakukan melalui peningkatan
kewirausahaan dan inovasi teknologi yang memungkinkan UMKM
memiliki daya saing baik di tingkat regional maupun nasional, bahkan
internasional.
9. Pembangunan koperasi diarahkan pada upaya memantapkan posisi dan
peranan koperasi sehingga mampu menjadi sokoguru perekonomian
daerah secara keseluruhan. Pembangunan koperasi ditujukan pada
penumbuhan budaya dan citra positif serta penguatan kelembagaan
koperasi agar mampu berperan sebagai wadah kegiatan ekonomi
masyarakat yang tangguh dan berakar dalam masyarakat melalui
peningkatan kapasitas dan peran serta aktif anggota koperasi.
Pembangunan koperasi sebagai badan usaha ditujukan pada penguatan
dan perluasan basis usaha, peningkatan mutu sumberdaya manusia,
terutama pengurus, pengelola, dan anggotanya, termasuk kewirausahaan
dan profesionalisme koperasi sehingga mampu menjadi bangun usaha
utama dalam perekonomian daerah guna memajukan kesejahteraan
ekonomi anggotanya sekaligus memacu kehidupan perekonomian
terutama di perdesaan melalui peningkatan akses, penciptaan iklim yang
kondusif, peningkatan kemampuan usaha dan kelembagaan, peningkatan
kemitraan usaha, serta perlindungan dari praktek bisnis yang tidak sehat.
10. Pengembangan industri kecil dan menengah, termasuk didalamnya
industri kerajinan dan industri rumahtangga diarahkan untuk
meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas lapangan kerja dan
kesempatan berusaha, dan meningkatkan peranannya dalam menyediakan
barang, jasa dan berbagai komponen untuk memenuhi keperluan
masyarakat dalam rangka memperkokoh perekonomian daerah.
Pembangunan industri juga harus terus didorong dalam rangka
mempercepat berkembangnya agroindustri dan industrialisasi perdesaan

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 47


dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
ada. Pemberdayaan usaha kecil dan koperasi di bidang industri dilakukan
dengan memberikan berbagai kemudahan, seperti akses dalam
permodalan, informasi, teknologi, pelatihan, perizinan, pemasaran, dan
perlindungan dari persaingan yang tidak sehat, serta meningkatkan
keterkaitannya dengan usaha dan sektor ekonomi lainnya secara efisien
dan saling menguntungkan sehingga kelak mampu berperan dalam
pembangunan ekonomi daerah secara keseluruhan.
11. Pengembangan lembaga keuangan mikro, baik bank maupun bukan bank
diarahkan untuk mendukung pengembangan UMKM khususnya dalam
hal penyediakan fasilitas permodalan dengan persyaratan yang mudah dan
terjangkau oleh para pengusaha UMKM tersebut. Untuk lebih
meningkatkan akses UMKM dalam memperoleh fasilitas permodalan yang
dibutuhkan, pengembangan lembaga keuangan mikro perlu dilakukan
terutama di daerah-daerah perdesaan dimana belum terdapat lembaga
keuangan yang dapat menyediakan bantuan permodalan kepada UMKM
tersebut. Lembaga keuangan mikro yang andal dan dipercaya masyarakat
dengan jaringan pelayanan dan jasa perantara ditumbuhkan dan
dikembangkan serta diperluas penyebarannya agar dapat menjangkau
seluruh pelosok wilayah serta segenap lapisan masyarakat sehingga
mampu mendorong, merangsang, dan menumbuhkan motivasi
masyarakat berperan serta dalam pembangunan daerah secara
keseluruhan.
12. Pembangunan perdagangan diarahkan untuk memperlancar arus barang
dan jasa guna menjamin ketersediaan kebutuhan masyarakat antarwilayah,
melindungi masyarakat dari gejolak harga, meningkatkan pendapatan
masyarakat terutama petani produsen, serta memperluas kesempatan
berusaha dan menciptakan lapangan kerja produktif. Pembangunan
perdagangan harus ditunjang oleh sumberdaya manusia yang profesional
dan memiliki jiwa entrepreneurship, sistem kelembagaan, sistem distribusi,
sistem komunikasi, sistem transportasi, dan penyebaran informasi pasar
yang makin efektif dan efisien, serta peraturan perundang-undangan yang
melindungi praktek-praktek per-saingan yang tidak sehat. Kebijakan dan
kegiatan perdagangan juga diperlukan untuk mendorong dan membantu
pengusaha UMKM dan koperasi secara terpadu melalui penciptaan iklim
yang mendukung, penyediaan tempat usaha, kemudahan memperoleh
permodalan, peningkatan penyuluhan dan informasi pasar, serta
pembinaan kemampuan, perlindungan dan pemberian kepastian usaha.
13. Pembangunan kepariwisataan diarahkan pada pengembangan pariwisata
sebagai sektor andalan dan unggulan dalam arti luas yang mampu
menjadi salah satu penghasil devisa, mendorong pertumbuhan ekonomi,
meningkatkan pendapatan daerah, memberdayakan perekonomian
masyarakat, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, serta
meningkatkan pengenalan dan pemasaran produk daerah dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Pembangunan kepariwisataan
ditujukan untuk mengembangkan dan mendayagunakan berbagai potensi

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 48


kepariwisataan yang dimiliki melalui pembangunan prasarana dan sarana
kepariwisataan, pengembangan obyek dan daya tarik wisata, peningkatan
pemasaran dan promosi serta keterjangkauan, pemantapan pendidikan
dan pelatihan sumberdaya manusia, peningkatan peranserta aktif
masyarakat dan dunia usaha, khususnya UMKM dan koperasi yang
dilakukan secara terpadu dan menyeluruh didukung oleh sistem
transportasi, komunikasi, dan informasi yang andal dengan memanfaatkan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta suasana aman dan nyaman.
Pengembangan obyek dan daya tarik wisata, kemudahan pencapaian serta
kegiatan promosi dan pemasarannya, baik di dalam maupun di luar negeri
terus ditingkatkan secara terencana, terarah, terpadu, dan efektif antara
lain dengan memanfaatkan secara optimal kerjasama kepariwisataan
dengan daerah-daerah lain di Indonesia.

5.1.4. Sosial Budaya


Energi sosial budaya kreatif merupakan unsur yang sangat penting di
dalam mendorong dan menggerakkan pembangunan daerah untuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, pembangunan di bidang
sosial budaya akan diarahkan untuk :
1. Membangun energi kebersamaan masyarakat untuk bergerak bersama
memperbaiki kualitas kehidupan secara berkelanjutan.
2. Melakukan revitalisasi budaya dalam artian reproduksi dari budaya lama
agar mampu menjawab kehidupan masa kini dalam mengatasi kemiskinan.
3. Memberi ruang kepada masing-masing individu dalam masyarakat untuk
menggunakan potensinya dalam mengelola dan memanfaatkan sda yang
tersedia demi kesejahteraannya baik sebagai individu maupun untuk
kesejahteraan bersama.
4. Mengefisienkan dan mengefektifkan kegiatan pendidikan dan pelatihan
yang bermutu dan berkelanjutan serta berwawasan gender, sehingga
mampu menjamin bahwa setiap anak baik lak-laki maupun perempuan
mendapatkan dan menyelesaikan pendidikan yang sama. Kegiatan
pendidikan dan pelatihan tersebut juga harus mampu, meningkatkan
kualitas hidup dan peran perempuan, kesejahteraan dan perlindungan
anak dan perempuan di berbagai bidang, penurunan jumlah tindak
kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi terhadap anak dan perempuan
serta penguatan kelembagaan dan jaringan pengarus utamaan gender.
Komitmen pemerintah daerah terhadap pendidikan harus tercermin pada
pelayanan pendidikan yang mencakup semua jalur, jenis dan jenjang
pendidikan yang bermutu dan terjangkau disertai dengan pembebasan
biaya pendidikan serta penggunaan teknologi yang tepat guna demi
mendukung lajunya pembangunan di bidang pendidikan. Penyediaan
pelayanan pendidikan yang berkelanjutan perlu terus didorong untuk
meningkatkan kualitas hidup dan produktivitas penduduk Sumba Barat,
sehingga mampu menciptakan sumberdaya manusia yang handal,
kompetitif, dan profesional

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 49


5. Mengupayakan peningkatan kesehatan sumberdaya manusia agar selalu
prima yang diselenggarakan berdasarkan pada perikemanusiaan,
pemberdayaan, kemandirian, adil dan merata. Komitmen pemerintah
daerah terhadap kesehatan harus tercermin pada pelayanan kesehatan
yang bermutu, terjangkau disertai dengan pembebasan biaya kesehatan
terutama bagi penduduk rentan seperti : ibu, bayi, anak, manusia usia
lanjut dan keluarga miskin. Pelayanan kesehatan juga harus
memprioritaskan pemberantasan penyakit malaria, HIV/AIDS dan
penyakit berat lainnya. Pembangunan kesehatan dilakukan melalui
peningkatan upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumberdaya
manusia kesehatan, obat, dan perbekalan kesehatan yang disertai oleh
peningkatan pengawasan dan manajemen kesehatan. Selain itu, upaya
tersebut juga harus mempertimbangkan dinamika kependudukan,
epidemiologi penyakit, perubahan ekologi dan lingkungan, kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, globalisasi dan demokratisasi dengan
penekanan pada peningkatan perilaku dan kemandirian masyarakat serta
upaya promotif dan preventif yang dilaksanakan secara lintas sektor
berdasarkan pada semangat kemitraan.
6. Mengupayakan cara-cara untuk meningkatkan semangat kerja, daya juang
dan disiplin kerja di kalangan penduduk, sehingga mampu menjadi motor
penggerak pembangunan di Sumba Barat. Upaya peningkatan semangat
kerja, daya juang dan disiplin di kalangan penduduk dilakukan dengan
cara meningkatkan pemberian dan penghargaan dan sanksi yang sesuai
dengan bidang pekerjaan, mengarahkan masyarakat dan budaya konsumtif
menjadi budaya produktif, menciptakan iklim kompetisi yang sehat,
mewujudkan keseimbangan aspek material, spiritual dan emosional, serta
memberikan ruang bagi bentuk-bentuk kreativitasi yang konstruktif.

5.1.5. Politik
Adanya kehidupan demokrasi yang partisipatif merupakan hal
penting dan sekaligus menjadi idaman dari setiap orang, termasuk masyarakat
luas. Hal ini mengingat karena suatu kehidupan demokrasi yang partisipatif
akan memberi peluang yang sama kepada setiap orang untuk menyampaikan
opininya menyangkut berbagai isu publik yang berkembang di dalam
masyarakat, dengan begitu akan lebih mudah untuk menggalang dukungan
dan partisipasi masyarakat di dalam mencarikan pemecahan terhadap
berbagai isu publik yang muncul dan berkembang di dalam masyarakat
tersebut. Penumbuhkembangan kehidupan demokrasi partisipatif diarahkan
untuk :
1. Mengembangkan demokrasi inklusif yang membuka akses partisipasi
masyarakat
2. Memperluas ruang-ruang demokrasi yang bergerak dari institusi formal
3. Mengembangkan lembaga-lembaga perwakilan maupun prosedur
elektoral menuju ruang-ruang yang lebih dekat dengan masyarakat.

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 50


5.1.6. Hukum dan HAM
Peningkatan kesadaran hukum masyarakat merupakan hal yang
sangat penting dalam upaya penegakan hukum dan HAM sehingga mereka
dapat menghargai hak-hak dan kewajibannya . Oleh karena itu, kebijakan
pembangunan di bidang hukum dan HAM ke depan diarahkan :
1. Peningkatan penyuluhan dan sosialisasi hukum diarahkan untuk
meningkatkan kesadaran hukum masyarakat.
2. Peningkatan kuantitas dan kapasitas tenaga penyuluh hukum dan
lembagalembaga bantuan hukum.

5.1.7. Prasarana dan Sarana


Tersedianya prasarana dan sarana ekonomi dan sosial yang
berkualitas dan tersebar merata adalah prasyarat yang utama bagi kelancaran
pelaksanaan pembangunan dalam rangka untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Sumba Barat. Pengembangan prasarana dan sarana diarahkan
untuk :
1. Pengembangan prasarana dan sarana transportasi diarahkan untuk
mendukung kegiatan perekonomian daerah di berbagai bidang, antara lain
pertanian dalam arti yang luas, yang merupakan mata pencaharian utama
di Kabupaten Sumba Barat.
2. Peningkatan prasarana dan sarana kelistrikan (energi) diarahkan untuk
mendukung pengembangan kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat
terutama kegiatan ekonomi non pertanian.
3. Peningkatan penyediaan prasarana dan sarana air bersih dan sanitasi
diarahkan untuk menjamin kebutuhan dasar masyarakat dan kelacaran
kegiatan ekonomi dengan pendekatan tanggap kebutuhan (demand
responsive approach) dan pendekatan terpadu dengan sektor sumberdaya
alam dan lingkungan hidup, sumberdaya air dan kesehatan.
4. Peningkatan jaringan telekomunikasi yang memadai diarahkan untuk
meningkatkan akses masyarakat akan informasi dan sarana
telekomunikasi.
5. Kebijakan pengembangan lembaga keuangan diarahkan untuk
meningkatkan akses masyarakat akan modal usaha bagi pengembangan
usaha-usaha ekonomi produktif (UMKM).
6. Peningkatan ketersediaan prasarana dan sarana pendidikan dan kesehatan
diarahkan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap masyarakat
terhadap pendidikan dan kesehatan yang bermutu.

5.1.8. Pemerintahan
Tata kelola pemerintahan lokal yang baik (good local governance)
merupakan unsur yang sangat penting dalam meningkatkan kinerja birokrasi
pemerintahan dan akuntabilitas publik berkaitan dengan penyelenggaraan
pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan. Hal ini menjadi semakin
penting lagi pada era otonomi daerah dimana kewenangan dan tanggung
jawab menyangkut penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan
pembangunan lebih banyak diberikan kepada pemerintah daerah.

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 51


Pengembangan tata kelola pemerintahan lokal yang baik diarahkan untuk :
1. Menyusun peraturan-peraturan daerah yang dapat mengakomodir nilai-
nilai sosial, kepentingan dan atau kebutuhan masyarakat Sumba Barat,
mengantisipasi perkembangan jaman serta mampu mendorong
tumbuhnya keterlibatan masyarakat untuk mendukung penyelenggaraan
pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan daerah. Penyusunan
peraturan-peraturan daerah juga harus memperhatikan berbagai aspek
yang relevan baik dalam masyarakat maupun di luar masyarakat serta
tidak bertentangan dengan peraturan dan perundang-undangan yang lebih
tinggi.
2. Mengembangkan semangat wirausaha birokrasi untuk mengaktualisasikan
prinsip-prinsip pemerintah wirausaha yaitu : memisahkan fungsi
pemerintah sebagai pengarah dan penyampai jasa; mengalihkan
wewenang kontrol kepada masyarakat; menciptakan suasana kompetitif
diantara para penyampai jasa; berorientasi pada misi dan
menyederhanakan sistem administratif; berorientasi pada hasil;
berorientasi kepada pelanggan; memfokuskan kegiatannya pada
penggunaan anggaran dan upaya menghasilkan uang; berpikir ke depan;
desentralisasi dan otonomi; dan berorientasi pasar.
3. Merevitalisasi kinerja birokrasi pada berbagai unit dan tingkatan
pemerintahan agar birokrasi dapat berfungsi sesuai dengan aturan hukum
yang berlaku, atas dasar iman, moral, etika serta berkeadilan, menghormati
legitimasi konvensi konstitusional yang mencerminkan kedaulatan rakyat,
mempunyai daya tanggap terhadap berbagai hal yang berkembang dalam
masyarakat, dan bersikap serta berpikir positif terhadap saran dan kritik
masyarakat.
4. Mereformasi birokrasi yang rasional, efektif, meritokratik dan
mengutamakan misi dan komitmen sehingga mampu menyesuaikan diri
dengan perubahan politik; struktur organisasi yang efisien dan efektif;
mekanisme meritokrasi (merit system); aturan hukum dan penerapannya
yang jelas dan tegas; dan merumuskan visi dan misi yang realistik serta
meningkatkan komitmen.
5. Mengembangkan birokrasi yang partisipatif, transparan, fleksibel,
akuntabel, responsif, efektif, efisien dan taat hukum sehingga dapat
mewujudkan pemerintahan yang bersih (clean governance) yang terkait erat
dengan akuntabilitas administrasi publik dalam menjalankan tugas, fungsi
dan wewenang yang diberikan kepada para aparat pemerintahan. Dalam
kaitan ini perlu ditingkatkan kualitas sumberdaya aparatur dan kapasitas
kelembagaan yang dapat mengaktualisasikan kinerja aparatur,
kepemimpinan dalam birokrasi yang beriman, bermoral, beretika,
berwawasan luas, demokratis, dan responsif.

5.1.9. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi


Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) merupakan
hal yang penting dalam rangka mengembangkan perekonomian daerah
menuju terwujudnya perekonomian yang berbasis pengetahuan (knowledge base

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 52


economy). Oleh kerana itu, maka kebijakan pembangunan di bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi ke depan akan diarahkan untuk mendorong
inovasi-inovasi baru di segala bidang, dalam rangka mempercepat proses
transformasi pembangunan daerah.

5.1.10. Keamanan dan Ketertiban


Dalam rangka menjamin kelancaran pembangunan di segala bidang,
diperlukan kondisi yang aman dan tertib. Oleh karena itu kebijakan
pembangunan di bidang keamanan dan ketertiban diarahkan untuk:
1. Menumbuhkembangkan kesadaran bersama dan memfungsikan lembaga
adat dan agama dalam membina masyarakat sehingga dapat meredam
konflik horizontal.
2. Mendorong peningkatan mutu pelayanan aparat keamanan dan ketertiban
serta memperlengkapi ketersediaan fasilitas yang dibutuhkan untuk
mendukung pelaksanaan tugas aparat.
3. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam menjaga dan menciptakan
ketertiban wilayah.
4. Pengaturan sertifikasi tanah (pemilikan tanah).

5.1.12. Penataan Ruang dan Wilayah


Mengingat pola pemukiman penduduk Kabupaten Sumba Barat yang
terpencar, maka diperlukan tata ruang dan wilayah yang sesuai dengan
karakteristik wilayah. Oleh karena itu kebijakan di bidang penataan ruang dan
wilayah diarahkan untuk:
1. Penyusunan suatu Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang dapat
menjadi acuan dalam mengidentifikasi potensi pengembangan kawasan
yang didukung dengan pendekatan ruang (spatial approach)
2. Penyusunan suatu Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang melibatkan
masyarakat dan terkait dengan aspek-aspek sosial-budaya dan hukum
pertanahan, pengelolaan kawasan lindung yang diikuti dengan langkah
operasionalisasi dalam rencana yang lebih spesifik.
3. Mendekatkan fasilitas pelayanan publik ke pusat-pusat pemukiman
penduduk yang memungkinkan peningkatan mobilitas penduduk yang
lebih baik.

5.2. Tahapan Dan Skala Prioritas


Untuk dapat mewujudkan berbagai sasaran pokok sebagaimana telah
dikemukakan di atas, maka pembangunan jangka panjang daerah Kabupaten
Sumba Barat membutuhkan tahapan dan skala prioritas yang akan menjadi
agenda dalam rencana pembangunan jangka menengah daerah Kabupaten
Sumba Barat. Tahapan dan skala prioritas yang ditetapkan mencerminkan
urgensi permasalahan yang hendak diselesaikan tanpa mengabaikan
permasalahan lainnya. Oleh karena itu, tekanan skala prioritas dalam setiap
tahapan akan berbeda-beda, tetapi harus berkesinambungan dari tahapan
yang satu ke tahapan berikutnya.

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 53


Setiap sasaran pokok dalam delapan misi pembangunan jangka panjang dapat
ditetapkan prioritasnya untuk setiap tahapan. Atas dasar itu, tahapan dan
skala prioritas dapat disusun sebagai berikut :

5.2.1. RPJMD I (2005-2010)


Sesuai dengan kondisi dan urgensi permasalahan yang akan
diselesaikan, RPJMD I Kabupaten Sumba Barat diarahkan pada peningkatan
kualitas dan etos kerja sumber daya manusia yang ditujukan untuk
mewujudkan masyarakat Sumba Barat yang aman, mandiri, maju, demokratis
dan berdaya saing berbasis kebersamaan yang kreatif dan konstruktif.
Dengan adanya rasa aman, maka potensi-potensi masyarakat dapat
berkembang, demokrasi dapat berjalan, dan pembangunan dapat terlaksana
dengan baik. Demikian juga masyarakat dapat dengan bebas mengelola
sumberdaya alam dan melakukan berbagai kegiatan ekonomi tanpa merasa
terganggu dan terancam oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.
Sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki etos kerja yang
tinggi merupakan hal yang amat penting dalam mewujudkan masyarakat yang
mandiri yaitu masyarakat yang memiliki kemampuan untuk mengambil
keputusan sendiri dalam mendayagunakan seluruh sumber daya lokal untuk
mencapai kesejahteraan masyarakat baik spiritual maupun material.
Masyarakat yang mandiri mampu menciptakan kemajuan di berbagai bidang
kehidupan dan penghidupan seperti ekonomi, sosial budaya, politik, hukum
dan lain sebagainya. Kemajuan yang dihasilkan melalui kegiatan
pembangunan di berbagai bidang akan semakin memperkuat tingkat
kemandirian suatu masyarakat. Dalam kaitan dengan upaya meningkatkan
kualitas dan etos kerja kerja sumber daya manusia untuk mewujudkan
masyarakat yang aman, mandiri dan maju itu, maka peningkatan mutu dan
relevansi pendidikan pada berbagai tingkat dan kesehatan secara merata
merupakan hal yang sangat mendesak dan perlu mendapatkan perhatian yang
serius dalam RPJMD I (2005- 2010).
Masyarakat yang aman, mandiri dan maju diharapkan mampu
menciptakan kehidupan yang demokratis dalam masyarakat, dalam artian
adanya proses interaksi pembelajaran, komunikasi, dan kelembagaan yang
menghubungkan lembaga-lembaga politik formal (suprastruktur politik)
dengan kehidupan politik sehari-hari dalam masyarakat (infrastruktur politik).
Oleh karena itu, interaksi dinamis, kreatif, dan konstruktif antara
suprastruktur politik dengan infrastruktur politik merupakan keharusan
dalam kehidupan demokrasi.
Kemajuan yang dihasilkan melalui kegiatan pembangunan di
berbagai bidang itu akan semakin memperkuat tingkat kemandirian suatu
masyarakat dan proses demokratisasi di dalam masyarakat. Oleh karena itu,
upaya-upaya untuk menciptakan
kemajuan di berbagai bidang dapat dikatakan merupakan prasyarat yang
penting untuk meningkatkan kemandirian dan sekaligus untuk mendorong
proses demokratisasi di dalam masyarakat.
Kemandirian yang didukung dengan kemajuan di berbagai bidang
dan proses demokratisasi yang semakin berkembang pada gilirannya akan

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 54


meningkatkan kemampuan daya saing dari suatu masyarakat baik pada
tataran lokal, regional, nasional maupun internasional. Masyarakat yang aman,
mandiri, maju, demokratis dan berdaya saing berbasis kebersamaan yang
kreatif dan konstruktif merupakan kunci untuk mewujudkan kesejahteraan,
baik spiritual maupun material.
Adapun sasaran yang ingin dicapai pada akhir RPJMD I yaitu pada
tahun 2010 adalah sebagai berikut:
1. Tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 6,30%
2. PDRB Riil per kapita sebesar Rp 2.670.977
3. Tingkat kemiskinan sebesar 39,31%
4. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 0,630

5.2.2. RPJMD II (2010-2015)


Kegiatan pembangunan yang dilakukan dalam RPJMD II (2010 –
2015) pada dasarnya merupakan kelanjutan dari kegiatan pembangunan yang
dilakukan dalam RPJMD I (2005 – 2010). Sebagai kelanjutan dari RPJMD I,
maka berbagai kegiatan pembangunan yang dilakukan dalam RPJMD II lebih
bersifat menyempurnakan dan meningkatkan apa yang telah dilakukan dan
dikerjakan pada masa sebelumnya. Namun demikian, dalam RPJMD II
pembangunan lebih ditekankan pada upaya peningkatan kuantitas dan
kualitas infrastruktur sosial dan ekonomi, serta pelestarian sumber daya alam
dan lingkungan hidup. Hal ini penting untuk mendukung terwujudnya
masyarakat yang mandiri dan maju secara merata baik spiritual maupun
material.
Tersedianya infrastruktur sosial terutama di bidang pendidikan dan
kesehatan sangat dibutuhkan untuk mendukung peningkatan kualitas dan etos
kerja sumber daya manusia. Sedangkan tersedianya infrastruktur ekonomi
seperti transportasi, telekomunikasi, perlistrikan, dan irigasi sangat diperlukan
untuk mendukung kemajuan di berbagai bidang terutama ekonomi termasuk
sektor pariwisata yang merupakan sektor strategis, dalam rangka
meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah untuk mengurangi jumlah
penduduk miskin dan pengangguran yang ada.
Dengan kualitas sumber daya manusia yang semakin baik akan
meningkatkan kemandirian dan kemajuan suatu masyarakat. Masyarakat yang
semakin mandiri dan maju diharapkan akan semakin memudahkan proses
demokratisasi dan meningkatkan daya saing. Kemajuan juga memerlukan
dukungan disamping sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki
etos kerja yang tinggi, juga infrastruktur sosial dan ekonomi yang memadai.
Tersedianya infrastruktur sosial dan ekonomi (social and economic overhead
capital) yang memadai bahkan dapat dipandang sebagai prasyarat yang mutlak
dan tidak bisa ditawar-tawar dalam mewujudkan kemajuan di segala bidang,
terutama di bidang ekonomi. Selain itu, untuk mewujudkan kemajuan secara
berkelanjutan di berbagai bidang terutama di bidang ekonomi juga diperlukan
peningkatan dalam pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Masyarakat yang mandiri dan maju, selain dicapai melalui peningkatan
kualitas dan etos kerja sumber daya manusia dan peningkatan infrastruktur

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 55


sosial dan ekonomi, juga harus didukung dengan sumber daya alam dan
lingkungan hidup yang lestari.
Singkatnya, berbagai upaya pembangunan yang dilakukan dalam
masa RPJMD II (2010-2015) menuju terwujudnya masyarakat Sumba Barat
yang aman, mandiri, maju, demokratis dan berdaya saing harus bertumpu
pada sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki etos kerja yang
tinggi, infrastruktur sosial dan ekonomi yang memadai, dan didukung dengan
sumber daya alam dan lingkungan hidup yang lestari.
Adapun sasaran yang ingin dicapai pada akhir RPJMD II yaitu pada
tahun 2015 adalah sebagai berikut:
1. Tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 6,52%
2. PDRB Riil per kapita sebesar Rp 3.166.157
3. Tingkat kemiskinan sebesar 33,58%
4. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 0,665

5.2.3. RPJMD III (2015-2020)


Dalam RPJMD III (2015 – 2020) berbagai kegiatan pembangunan yang
dilakukan selama periode RPJMD II akan dilanjutkan dan lebih ditingkatkan
lagi. Namun dalam RPJMD III ini tekanan akan diberikan pada upaya
peningkatan demokrasi dan penegakan supremasi hukum. Demokrasi dan
penegakan supremasi hukum merupakan pilar yang penting dalam
mewujudkan masyarakat yang mandiri dan maju, baik spiritual maupun
meterial. Keadilan merupakan inti dari demokrasi dan penegakan supremasi
hukum. Kemajuan yang dicapai di berbagai bidang hanya bermakna kalau hal
itu bisa dinikmati oleh masyarakat secara adil dan merata. Keadilan harus bisa
dirasakan oleh setiap orang dalam berbagai bidang baik ekonomi, sosial
budaya, politik maupun bidang-bidang lainnya. Dengan begitu masyarakat
akan lebih mudah untuk diajak berpartisipasi di dalam berbagai kegiatan
pembangunan yang dilakukan. Hal ini pada gilirannya akan semakin
memperkuat terwujudnya masyarakat yang mandiri dan maju.
Untuk mendukung terwujudnya masyarakat yang demokratis dan
menjunjung tinggi supremasi hukum, maka peningkatan kualitas dan etos
kerja sumber daya manusia masih perlu terus ditingkatkan. Peningkatan
kuantitas dan kualitas infrastruktur sosial dan ekonomi serta pelestarian
sumber daya alam dan lingkungan hidup dalam rangka untuk mewujudkan
kemajuan yang semakin merata dan berkelanjutan, juga perlu terus
ditingkatkan selama masa RPJMD III ini. Dengan adanya kemajuan yang
semakin merata dan berkelanjutan pada gilirannya akan lebih memudahkan
bagi proses demokratisasi dan penegakan supremasi hukum itu sendiri.
Dalam kaitan ini, peningkatan tata kelola pemerintahan yang baik (good
governance) dengan mewirausahakan birokrasi untuk mewujudkan birokrasi
yang partisipatif, transparan, fleksibel, akuntabel, responsif, efektif, efisien dan
taat hukum, perlu dilakukan. Demikian pula, upaya-upaya peningkatan
kesadaran hukum dikalangan masyarakat dan penegakan hak-hak asasi
manusia perlu lebih diting-katkan lagi selama masa RPJMD III.

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 56


Dengan kehidupan masyarakat yang lebih demokratis dan
menjunjung tinggi supremasi hukum, maka upaya mewujudkan masyarakat
yang mandiri dan maju di berbagai bidang kehidupan akan lebih mudah
untuk dilakukan. Demokrasi dan penegakan supremasi hukum dengan
demikian dapat dikatakan merupakan hal sangat penting dan menentukan
dalam mewujudkan kehidupan masyarakat Sumba Barat yang mandiri, maju
dan berdaya saing menuju terwujudnya Pada Eweta Manda Elu. Ibaratnya,
demokrasi dan penegakan supremasi hukum adalah “panglima” dalam
mewujudkan kemajuan di berbagai bidang kehidupan masyarakat di
Kabupaten Sumba Barat.
Adapun sasaran yang ingin dicapai pada akhir RPJMD III yaitu pada
tahun 2020 adalah sebagai berikut:
1. Tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 6,76%
2. PDRB Riil per kapita sebesar Rp 3.753.157
3. Tingkat kemiskinan sebesar 27, 86%
4. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 0,701

5.2.4. RPJMD IV (2020-2025)


Berdasarkan pengalaman selama RPJMD III (2010-2015) yang
merupakan kelanjutan dan peningkatan dari RPJMD II, maka dalam RPJMD IV
ini tekanan akan diberikan pada upaya peningkatan pengembangan ekonomi
rakyat yang berbasis sumber daya lokal. Tujuan akhir dari setiap upaya
pembangunan adalah untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang makin
merata, baik spiritual maupun material. Pengembangan ekonomi rakyat
ditujukan untuk meningkatkan pendapatan, daya beli, taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakat. Pengembangan ekonomi rakyat yang mencakup
pembangunan pertanian melalui sistem agribisnis dan agroindustri,
pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), dan didukung
oleh sumber daya manusia yang semakin berkualitas dan memiliki etos kerja
yang tinggi, infrastruktur sosial ekonomi yang memadai, dan sumber daya
alam dan lingkungan yang lestari, merupakan hal yang mendesak dan perlu
mendapatkan perhatian dalam periode RPJMD IV.
Dalam rangka untuk meningkatkan pengembangan ekonomi rakyat,
maka pengembangan lembaga keuangan mikro (LKM) merupakan hal yang
perlu mendapatkan perhatian yang besar selama RPJMD IV. Hal ini penting
untuk meningkatkan akses para pengusaha UMKM dalam memperoleh
fasilitas permodalan yang diperlukan dalam rangka pengembangan usaha
mereka. Selain itu, berbagai kemudahan harus diciptakan oleh pemerintah
daerah agar pengusaha UMKM dapat mengembangkan usahanya secara lebih
optimal menuju terwujudnya kegiatan ekonomi rakyat yang kuat dan beragam
di Kabupaten Sumba Barat .
Dengan kegiatan ekonomi rakyat yang semakin maju dan
berkembang diharapkan pada RPJMD IV akan tercipta struktur ekonomi
daerah yang lebih seimbang dan kokoh sehingga perekonomian daerah lebih
tahan terhadap berbagai goncangan yang akan terjadi. Dengan
berkembangnya kegiatan ekonomi rakyat diharapkan akan semakin

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 57


memantapkan terwujudnya masyarakat Sumba Barat yang aman, mandiri,
maju, demokratis dan berdaya saing berbasis kebersamaan yang kreatif dan
konstruktif menuju terwujudnya Pada Eweta Manda Elu.
Adapun sasaran yang ingin dicapai pada akhir RPJMD IV yaitu pada
tahun 2025 adalah sebagai berikut:
1. Tingkat pertumbuhan ekonomi sebesar 7,10%
2. PDRB Riil per kapita sebesar Rp 4.448.945
3. Tingkat kemiskinan sebesar 22,13%
4. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 0,736

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 58


BAB V
KAIDAH PELAKSANAAN

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Sumba


Barat (2005 – 2025) yang berisi visi, misi, dan arah pembangunan daerah merupakan
pedoman bagi pemerintah daerah dan masyarakat didalam penyelenggaraan
pembangunan daerah 20 tahun ke depan.
RPJPD ini juga menjadi acuan dan pedoman bagi Bupati dan Wakil Bupati
dalam menyusun visi, misi, dan program prioritas yang akan menjadi dasar dalam
penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) lima
tahunan dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD).
Keberhasilan pembangunan daerah dalam mewujudkan visi “masyarakat
Sumba Barat yang aman, mandiri, maju, demokratis dan berdaya saing” perlu
didukung dengan (1) komitmen dari kepemimpinan pemerintah daerah yang kuat,
akuntabel, responsif dan demokratis; (2) kebijakan pemerintah daerah yang
konsisten dan berpihak kepada kaum miskin; dan (3) peran serta masyarakat dan
dunia usaha secara aktif menuju terwujudnya pembangunan yang berpusat pada
rakyat (people centered development).

Bupati Sumba Barat,

Ttd

Drs. Julianus Pote Leba, M.Si

RPJPD Kabupaten Sumba Barat 59

Anda mungkin juga menyukai