Anda di halaman 1dari 75

Hukum Dan Perundangundangan Yang Berkaitan

dengan Praktik Profesi Bidan


Oleh:
Gustavianof, SH, MSC,HL

HUKUM KESEHATAN
adalah peraturan perundang-undangan
yang mencakup pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh tenaga kesehatan selaku
health proveider kepada masyarakat yang
membutuhkannya selaku health receiver
tanpa pelangaran HAM yang bersifat lex
specialis.

KARAKTER HUKUM KESEHATAN


1. BERSIFAT

LEX

SPECIALIS

(BUKAN

LEX

GENERALIS
2. MENGANDUNG
NORMA
EKSEPSIONAL
UNTUK
PERLINDUNGAN
HUKUM
PROVIDERS DAN RECEIVERS
3. TIDAK TERCAKUP DALAM LINGKUP HUKUM
FORENSIK DAN HUKUM KODIFIKASI
(PIDANA/PERDATA/ACARA)

LANDASAN HUKUM KESEHATAN


UNTUK PROFESI KEBIDANAN
UNDANG-UNDANG

1.Undang-Undang No 29 tentang Praktik kedokteran


2. Undang-Undang No 36 Tahun tentang Kesehatan
3. Undang-Undang No 44 Tahun 2009 tentang Rumah sakit
4. Undang-Undang No 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
5.Undang-Undang No 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan
PERATURAN PEMERINTAH
PP No 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan
KEPMENKES
KEPMENKES No 900 Tahun 2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan
KEPMENKES No 369 Tahun 2007 tentang Standar Profesi Bidan

Yurisfrudensi

Putusan Kasasi No.600k/PID 1983/MA


Prosedur tetap/standar profesi dan standar pelayaanan

kesehatan mempunyai kekuatan hukum


Tugas professi medis mendapat perlindungan hukum

kesehatan di tingkat internasional/nasional

NILAI NORMA DARI PRINSIP


HAK ASASI
o The right to information
o The right to health care
o The right to self determination
o The right to protect of privacy
o The right to second opinion

PENGERTIAN BIDAN

Seorang perempuan yang lulus dari

pendidikan bidan yang diakui pemerintahan


dan organisasi profesi diwilayah negara
Republik Indonesia serta memiliki
kompetensi dan kualifikasi untuk diregister,
sertifikasi dan atau secara sah mendapat
lisensi untuk menjalankan praktik
kebidanan

KEPMENKES NO 900 TAHUN 2002


TENTANG REGISTRASI DAN PRAKTIK
BIDAN
Pasal 15
1. Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 14 huruf a ditujukan kepada ibu dan anak.


2. Pelayanan kepada ibu diberikan pada masa
pranikah,
prahamil,
masa
kehamilan,
masa
persalinan, masa nifas, menyusui, dan masa antara
(periode interval).
3. Pelayanan kebidanan kepada anak diberikan pada
masa bayi baru lahir, masa bayi, masa anak balita
dan masa pra sekolah

Pasal 16
(1) Pelayanan kebidanan kepada ibu meliputi:
a. penyuluhan dan konseling;
b. pemeriksaan fisik;
c. pelayanan antenatal pada kehamilan normal;
d. pertolongan pada kehamilan abnormal yang mencakup ibu hamil
dengan abortus iminens, hiperemesis gravidarum tingkat I,
preeklamsi ringan dan anemi ringan;
e. pertolongan persalinan normal;
f. pertolongan persalinan abnormal, yang mencakup letak
sungsang, partus macet kepala di dasar panggul, ketuban pecah
dini (KPD) tanpa infeksi,perdarahan post partum, laserasi jalan
lahir, distosia karena inersia uteri primer, post term dan pre term;
g. pelayanan ibu nifas normal;
h. pelayanan ibu nifas abnormal yang mencakupratensio plasenta,
renjatan, dan infeksi ringan;
i. pelayanan dan pengobatan pada kelainan ginekologi yang
meliputi keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan
haid.

(2)Pelayanan kebidanan kepada anak meliputi:


a.pemeriksaan bayi baru lahir;
b.perawatan tali pusat;
c.perawatan bayi;
d.resusitasi pada bayi baru lahir;
e.pemantauan tumbuh kembang anak;
f.pemberian imunisasi;
g.pemberian penyuluhan

Pasal 17
Dalam keadaan tidak terdapat dokter
yang berwenang pada wilayah tersebut,
bidan dapat memberikan pelayanan
pengobatan pada penyakit ringan bagi
ibu dan anak sesuai dengan
kemampuannya.

Pasal 18
Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaskud dalam Pasal 16
berwenang untuk:
a.memberikan imunisasi;
b.memberikan suntikan pada penyulit kehamilan, persalinan, dan nifas;
c.mengeluarkan placenta secara manual;
d.bimbingan senam hamil;
e.pengeluaran sisa jaringan konsepsi;
f. episiotomi;
g.penjahitan luka episiotomi dan luka jalan lahir sampai tingkat II;
h.amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4 cm;
i.pemberian infus;
j.pemberian suntikan intramuskuler uterotonika, antibiotika, dan sedativa;
k.kompresi bimanual

l. versi ekstraksi gemelli pada kelahiran bayi kedua dan


seterusnya;
m.vacum ekstraksi dengan kepala bayi di dasar panggul;
n. pengendalian anemi;
o. meningkatkan pemeliharaan dan penggunaan air susu ibu;
p. resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia;
q. penanganan hipotermi;
r. pemberian minum dengan sonde/pipet;
s. pemberian obat-obat terbatas, melalui lembaran
permintaan obat sesuai dengan Formulir VI terlampir;
t. pemberian surat keterangan kelahiran dan kematian.

PASAL 19
Bidan dalam memberikan pelayanan keluarga berencana
sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 huruf b, berwenang
untuk:
a. memberikan obat dan alat kontrasepsi oral, suntikan, dan
alat kontrasepsi dalam rahim, alat kontrasepsi bawah kulit
dan kondom;
b. memberikan penyuluhan/konseling pemakaian kontrasepsi;
c. melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim;
d. melakukan pencabutan alat kontrasepsi bawah kulit tanpa
penyulit;
e. memberikan konseling untuk pelayanan kebidanan,
keluarga berencana dan kesehatan masyarakat.

Pasal 20
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan, masyarakat
sebagaimana dimaskud dalam pasal 14 huruf c, berwenang
untuk:
a. pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan

ibu dan anak;


b. memantau tumbuh kembang anak;
c. melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas;
d. melaksanakan deteksi dini, melaksanakan petolongan
pertama,merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi
Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika
Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit
lainnya.

Pasal 21
1. Dalam keadaan darurat bidan berwenang
melakukan pelayanan kebidanan selain
kewenangan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 14.
2. Pelayanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditujukan untuk penyelamatan
jiwa.

UNDANG-UNDANG NO. 36 TAHUN


2009 TENTANG KESEHATAN
Pasal 23
(1) Tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan
pelayanan kesehatan
(2) Kewenangan untuk menyelenggarakan pelayanan
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki.
(3) Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan,
tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah.
(4) Selama memberikan pelayanan kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dilarang
mengutamakan kepentingan yang bernilai materi

UNDANG-UNDANG NO. 36 TAHUN


2009 TENTANG KESEHATAN
BAB IV
Pasal 24
(1)
Tenaga kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 23 harus memenuhi
kode etik, standar profesi, hak pengguna
pelayanan kesehatan, standar pelayanan,
dan standar prosedur operasional

UNDANG-UNDANG NO. 36 TAHUN


2009 TENTANG KESEHATAN
BAB IV
Pasal 27
1. Tenaga
kesehatan berhak mendapatkan
imbalan
dan perlindungan hukum dalam
melaksanakan
tugas
sesuai
dengan
profesinnya
2. Tenaga kesehatan dalam melaksanakan
tugasnya berkewajiban mengembangkan dan
meningkatkan pengetahuan yang dimiliki

UNDANG-UNDANG NO. 36 TAHUN


2009 TENTANG KESEHATAN
BAB V
Pasal 29
Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan
kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian
tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui
mediasi

UNDANG-UNDANG NO. 36 TAHUN


2009 TENTANG KESEHATAN
BAB VI
Pasal 56
(1) Setiap

orang berhak menerima atau menolak sebahagian atau seluruh


tidakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima
dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap
(2) Hak menerima atau menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak
berlaku pada :
a. Penderita penyakit yang penyakitnya dapat secara cepat menular
kedalam masyarakat yang lebih luas;
b. Keadaan seseorang yang tidak sadarkan diri ; atau
c. Gangguan mental berat

UU NO 36 TAHUN 2009
TENTANG KESEHATAN
Pasal 58
(1). Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap
seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau
penyelenggara kesehatan yang menimbulkan
kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam
pelayanan kesehatan yang diterimanya.

UNDANG-UNDANG NO. 36 TAHUN


2009 TENTANG KESEHATAN
BAB VI
Pasal 57
1. Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadi
yang telah dikemukakan kepada penyelenggara
pelayanan kesehatan.
2. Ketentuan mengenai hak atas rahasia kondisi kesehatan
pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
dalam hal :
a.
b.
c.
d.
e.

Perintah undang-undang;
Perintah pengadilan;
Izin yang bersangkutan;
Kepentingan masyarakat; atau
Kepentingan orang tersebut.

UNDANG-UNDANG NO. 36 TAHUN


2009 TENTANG KESEHATAN

Pasal 58
(1) Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap

seseorang,
tenaga
kesehatan,
dan/atau
penyelenggaraan
kesehatan
yang
menimbulkan
kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam
pelayanan kesehatan yang diterimanya
(2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku bagi tenaga kesehatan yang melakukan
tindakan penyelamatan nyawa atau pencegahan
kecacatan seseorang dalam keadaan darurat.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengajuan tuntutan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

UNDANG-UNDANG NO. 36
TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN
Pasal 75
(1) Setiap orang dilarang melakukan aborsi
(2) Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dikecualikan berdasarkan :
a. Indikasi kedaruratan medis yang dideteksi sejak usia dini
kehamilan , baik yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin,
yang menderita penyakit genetik berat
dan/atau cacat
bawaan, maupun yang tidak dapat diperbaiki sehingga
menyulitkan bayi tersebut hidup diluar kandungan; atau
b. Kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan
trauma psikologis bagi korban perkosaan.

UNDANG-UNDANG NO. 36 TAHUN


2009 TENTANG KESEHATAN
BAB VI
Pasal 83
1. Setiap
orang
yang
memberi
pelayanan
kesehatan pada bencana harus ditujukan untuk
penyelamatan nyawa, pencegahan kecacatan
lebih lanjut, dan kepentingan terbaik bagi
pasien.
2. Pemerintah menjamin perlindungan hukum bagi
setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)


hanya
dapat dilakukan setelah
melalui
konseling dan/ atau penasehatan pratindakan
dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan
yang
dilakukan oleh konselor yang kompeten
dan berwenang
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai indikasi
kedaruratan medis dan perkosaan,sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur
dengan peraturan pemerintah
3.

UNDANG-UNDANG NO. 36 TAHUN


2009 TENTANG KESEHATAN
BAB VI
Pasal 83
(1) Setiap
orang
yang
memberi
pelayanan
kesehatan pada bencana harus ditujukan untuk
penyelamatan nyawa, pencegahan kecacatan
lebih lanjut, dan kepentingan terbaik bagi pasien.
(2) Pemerintah menjamin perlindungan hukum bagi
setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.

UNDANG-UNDANG NO. 36 TAHUN


2009 TENTANG KESEHATAN

Pasal 102
(1) Penggunaan sediaan farmasi yang berupa
narkotika dan psikotropika
hanya dapat
dilakukan berdasarkan
resep dokter atau
dokter gigi dan dilarang untuk disalahgunakan.

UNDANG-UNDANG NO. 36 TAHUN


2009 TENTANG KESEHATAN
Pasal 128
(1) Setiap bayi berhak mendapatkan air susu ibu

eksklusif
sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, kecuali atas indikasi
medis
(2) Selama pembrian air susu ibu, pihak keluarga, pemerintah,
pemerintah daerah dan masyarakat harus mendukung ibu
bayi secara penuh dengan penyediaan waktu dan fasilitas
khusus.
(3) Penyediaan fasilitas khusus sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) diadakan ditempat kerja dan tempat sarana umum.

UU NO 36 TAHUN 2014
TENTANG TENAGA KESEHATAN
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui
pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan
upaya kesehatan.

UU NO 36 TAHUN 2014
TENTANG TENAGA KESEHATAN
Asisten Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang

mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta


memiliki
pengetahuan
dan/atau
keterampilan
melalui pendidikan bidang kesehatan di bawah
jenjang Diploma Tiga

UU NO 36 TAHUN 2014
TENTANG TENAGA KESEHATAN

Pasal 9
(1)
Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 huruf a harus memiliki kualifikasi minimum
Diploma Tiga, kecuali tenaga medis.(2) Ketentuan
lebih lanjut mengenai kualifikasi minimum Tenaga
Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Menter

UU NO 36 TAHUN 2014
TENTANG TENAGA KESEHATAN
Pasal 11
(1)TenagaKesehatan dikelompokkan kedalam:
a.
tenaga medis;
b.
tenaga psikologi klinis;
c.
tenaga keperawatan;
d.
tenaga kebidanan;
e.
tenaga kefarmasian;
f. tenaga kesehatan
masyarakat;

g. tenaga kesehatan lingkungan;

UNDANG-UNDANG NO 36 TAHUN
2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN
Pasal 44
(1) Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan
praktik wajib memiliki STR.
(2) STR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan oleh konsil masing-masing Tenaga
Kesehatan setelah memenuhi persyaratan

UNDANG-UNDANG NO 36 TAHUN
2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN
1. Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan

praktik dibidang pelayanan kesehatan wajib


memiliki izin.
2. Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan dalam bentuk SIP.
3. SIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diberikan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota
atas rekomendasi pejabat kesehatan yang
berwenang di kabupaten/ kota tempat Tenaga
Kesehatan menjalankan praktiknya.

HAK TENAGA KESEHATAN DALAM


MENJALANKAN PRAKTIK
a. memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas

sesuai dengan Standar Profesi, Standar Pelayanan Profesi, dan


Standar Prosedur Operasional;
b.
memperoleh informasi yang lengkap dan benar dari Penerima
Pelayanan Kesehatan atau keluarganya;
c. menerima imbalan jasa;
d. memperoleh pelindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja,
perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia,
moral, kesusilaan, serta nilai-nilai agama;
e.
mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan profesinya;
f. menolak keinginan Penerima Pelayanan Kesehatan atau pihak lain
yang bertentangan dengan Standar Profesi, kode etik, standar
pelayanan, Standar Prosedur Operasional, atau ketentuan
Peraturan Perundang-undangan; dan
g.
memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan

KEWAJIBAN TENAGA KESEHATAN


DALAM MENJALANKAN PRAKTIK
(1) Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik wajib:
a. memberikan pelayanan kesehatan sesuai dengan Standar
Profesi, Standar
Pelayanan Profesi, Standar Prosedur
Operasional, dan etika profesi serta kebutuhan kesehatan Penerima
Pelayanan Kesehatan;
b. memperoleh persetujuan dari Penerima Pelayanan Kesehatan
atau
keluarganya atas tindakan yang akan diberikan;
c. menjaga kerahasiaan kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan;
d. membuat dan menyimpan catatan dan/atau dokumen tentang
pemeriksaan asuhan, dan tindakan yang dilakukan; dan
e. merujuk Penerima Pelayanan Kesehatan ke Tenaga Kesehatan
lain yang mempunyai Kompetensi dan kewenangan yang sesuai.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf
d hanya berlaku bagi Tenaga Kesehatan yang melakukan pelayanan
kesehatan perseorangan.

UNDANG-UNDANG NO 36 TAHUN 2014


TENTANG TENAGA KESEHATAN
(1) Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik
pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib
memberikan
pertolongan pertama kepada Penerima Pelayanan
Kesehatan dalam keadaan gawat darurat dan/atau
pada bencana untuk penyelamatan nyawa dan
pencegahan kecacatan.
(2) Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilarang menolak Penerima Pelayanan
Kesehatan dan/atau dilarang meminta uang muka
terlebih dahulu

UNDANG-UNDANG NO 36 TAHUN
2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN
Pasal 61
Dalam menjalankan praktik, Tenaga Kesehatan
yang memberikan pelayanan langsung kepada
Penerima
Pelayanan
Kesehatan
harus
melaksanakan upaya terbaik untuk kepentingan
Penerima Pelayanan Kesehatan dengan tidak
menjanjikan hasil

UNDANG-UNDANG NO 36 TAHUN
2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN
Pasal 63
(1) Dalam keadaan tertentu Tenaga Kesehatan
dapat
memberikan pelayanan di luar kewenangannya.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai menjalankan
keprofesian di luarkewenangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Menteri

PELIMPAHAN TINDAKAN
(1) Dalam melakukan pelayanan kesehatan, Tenaga Kesehatan dapat

menerima pelimpahan tindakan medis dari tenaga medis.


(2) Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian, tenaga teknis
kefarmasian dapat menerima pelimpahan pekerjaan kefarmasian
dari tenaga apoteker.
(3) Pelimpahan tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:
a. tindakan yang dilimpahkan termasuk dalam kemampuan dan
keterampilan yang telah dimiliki oleh penerima pelimpahan;
b. pelaksanaan tindakan yang dilimpahkan tetap di bawah
pengawasan pemberi pelimpahan;
c. pemberi pelimpahan tetap bertanggung jawab atas tindakan
yang
dilimpahkan sepanjang pelaksanaan tindakan sesuai
dengan pelimpahan
yang diberikan;
d. tindakan yang dilimpahkan tidak termasuk pengambilan
keputusan sebagai dasar pelaksanaan tindakan

UNDANG-UNDANG NO 36 TAHUN
2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN
1.

2.

3.
4.

Pasal 66
Setiap Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik
berkewajiban untuk mematuhi Standar Profesi, Standar
Pelayanan Profesi, dan Standar Prosedur Operasional.
Standar Profesi dan Standar Pelayanan Profesi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) untuk masing-masing jenis Tenaga
Kesehatan ditetapkan oleh organisasi profesi bidang kesehatan
dan disahkan oleh Menteri.
Standar Pelayanan Profesi yang berlaku universal ditetapkan
dengan Peraturan Menteri.
Standar Prosedur Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) ditetapkan oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

PERSETUJUAN TINDAKAN TENAGA


KESEHATAN
Pasal 68
(1) Setiap tindakan pelayanan kesehatan perseorangan yang dilakukan oleh Tenaga
Kesehatan harus mendapat persetujuan.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah mendapat
penjelasan secara cukup dan patut.
(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup:
a. tata cara tindakan pelayanan;
b. tujuan tindakan pelayanan yang dilakukan;
c. alternatif tindakan lain;
d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan, baik
secaratertulis maupun lisan.
(5) Setiap tindakan Tenaga Kesehatan yang mengandung risiko tinggi harus diberikan
dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan
persetujuan

REKAM MEDIS
1.

2.

3.

4.

Pasal 70
Setiap Tenaga Kesehatan yang melaksanakan pelayanan
kesehatan perseorangan wajib membuat rekam medis Penerima
Pelayanan Kesehatan.
Rekam medis Penerima Pelayanan Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus segera dilengkapi setelah
Penerima Pelayanan Kesehatan selesai menerima pelayanan
kesehatan.
Setiap rekam medis Penerima Pelayanan Kesehatan harus
dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan atau paraf Tenaga
Kesehatan yang memberikan pelayanan atau tindakan.
Rekam medis Penerima Pelayanan Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) harus disimpan dan dijaga
kerahasiaannya oleh Tenaga Kesehatan dan pimpinan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan

UNDANG-UNDANG NO 36 TAHUN
2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN
Pasal 73
1. Setiap Tenaga Kesehatan dalam melaksanakan pelayanan
kesehatan wajib menyimpan rahasia kesehatan Penerima
Pelayanan Kesehatan.
2. Rahasia kesehatan Penerima Pelayanan Kesehatan dapat
dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan Penerima
Pelayanan Kesehatan, pemenuhan permintaan aparatur
penegak hukum bagi kepentingan penegakan hukum,
permintaan Penerima Pelayanan Kesehatan sendiri, atau
pemenuhan ketentuan Peraturan Perundang-undangan

UNDANG-UNDANG NO 44 TAHUN
2009 TENTANG RUMAH SAKIT
Pasal 13
2. Tenaga kesehatan tertentu yang bekerja di Rumah Sakit wajib
memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
3. Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus
bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan Rumah
Sakit, standar prosedur operasional yang berlaku, etika profesi,
menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien.

UNDANG-UNDANG N0 44 TAHUN
2009 TENTANG RUMAH SAKIT
Pasal 32

a)memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit;
b)memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien;
c)memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi;
d)memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar

prosedur operasional;
e)memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik
dan materi;
f)mengajukan pengaduan atas kualitas pelayanan yang didapatkan;
g)memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang
berlaku di Rumah Sakit
h)meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain (second opinion)
yang mempunyai Surat ijin Praktik (SIP) baik di dalam maupun di luar rumah sakit;
i)mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya;

HAK PASIEN (2)

mendapat informasi yang meliputi diagnosis dan


tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis,
alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin
terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
serta perkiraan biaya pengobatan;
memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan
yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap
penyakit yang dideritanya;
didampingi keluarganya dalam keadaan kritis;
menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan
yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien
lainnya
memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama
dalam perawatan di Rumah Sakit;

HAK PASIEN (3)

mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan


Rumah Sakit terhadap dirinya;
menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai
dengan agama dan kepercayaan yang dianutnya;
menggugat dan/atau menuntut rumah sakit apabila
rumah sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak
sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun
pidana; dan
mengeluhkan pelayanan rumah sakit yang tidak sesuai
dengan standar pelayanan melalui media cetak dan
elektronik
sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan

UNDANG-UNDANG NO 36 TAHUN
2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN
Pasal 75
Tenaga Kesehatan dalam menjalankan praktik
berhak mendapatkan pelindungan hukum
sesuai
dengan
ketentuan
Peraturan
Perundang-undangan.

UNDANG-UNDANG NO 36 TAHUN
2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN

Pasal 77
Setiap Penerima Pelayanan Kesehatan yang dirugikan
akibat kesalahan atau kelalaian Tenaga Kesehatan
dapat meminta ganti rugi sesuai dengan ketentuan
Peraturan Perundang-undangan

UNDANG-UNDANG NO 36 TAHUN
2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN
Pasal 78
Dalam hal Tenaga Kesehatan diduga melakukan
kelalaian dalam menjalankan profesinya yang
menyebabkan kerugian kepada penerima pelayanan
kesehatan, perselisihan yang timbul akibat kelalaian
tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui
penyelesaian sengketa di luar pengadilan sesuai
dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan

UNDANG-UNDANG NO 36 TAHUN
2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN
Pasal 88
(1) Tenaga Kesehatan lulusan pendidikan di
bawah Diploma Tiga yang telah melakukan
praktik sebelum ditetapkan Undang-Undang
ini, tetap diberikan kewenangan untuk
menjalankan praktik sebagai Tenaga Kesehatan
untuk jangka waktu 6 (enam) tahun setelah
Undang-Undang ini diundangkan

UNDANG-UNDANG NO 44 TAHUN
2009 TENTANG RUMAH SAKIT

Pasal 46
Rumah Sakit bertanggung jawab secara
hukum
terhadap
semua
kerugian
yang
ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh
tenaga kesehatan di Rumah Sakit.

KEPMENKES NO 900 TAHUN 2002 TENTANG


REGISTRASI DAN PRAKTIK BIDAN
Pasal 42
Bidan yang dengan sengaja :
a. melakukan praktik kebidanan tanpa mendapat pengakuan/adaptasi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 dan /atau;
b. melakukan praktik kebidanan tanpa izin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9;
c. melakukan praktik kebidanan tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (1) ayat (2); dipidana
sesuai ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun
1996 tentang Tenaga Kesehatan.

KEPMENKES NO 900 TAHUN 2002 TENTANG


REGISTRASI DAN PRAKTIK BIDAN
Pasal 44
Dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana
dimaksud dalam pasal 42, Bidan yang melakukan
pelanggran terhadap ketentuan yang diatur dalam
Keputusan ini dapat dikenakan tindakan disiplin berupa
teguran lisan, teguran tertulis sampai dengan pencabutan
izin.
1. Pengambilan tindakan disiplin sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 33 TAHUN 2012


TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF

Pasal 17
(1) Setiap tenaga kesehatan dilarang memberikan
susu formula bayi dan/ atau produk bayi
lainnya yang dapat menghambat program
pemberian ASI eksklusif kecuali dalam hal
diperuntukan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 15
(2) Setiap tenaga kesehatan dilarang menerima
dan/atau mempromosikan susu formula bayi
dan/atau produk bayi lainnya yang dapat
menghambat program pemberian ASI Ekslusif.

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 33 TAHUN 2012


TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF

Pasal 18
(1) Penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan
dilarang memberikan susu formula bayi
dan/atau produk bayi lainnya yang dapat
menghambat program pemberian asi
eksklusif kepada bayi dan/atau keluarganya,
kecuali dalam hal diperuntukkan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 15.
(2) Pemyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan
dilarang menerima dan/atau mempromosikan
susu formula bayi dan/atau produk bayi
lainnya yang dapat menghambat program
pemberian ASI ekslusif

(3) Dalam hal terjadi bencana atau darurat,

penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan


dapat menerima bantuan susu formula bayi
dan/atau produk bayi lainnya untuk tujuan
kemanusiaan setelah mendapat persetujuan dari
kepala dinas kesehatan kabupaten/kota setempat.
(4) Penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan
dilarang menyediakan pelayanan dibidang
kesehatan atas biaya yang disediakan oleh
produsen atau distributor susu formula bayi
dan/atau produk bayi lainnya.

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 33 TAHUN 2012


TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF
Pasal 19
Produsen atau distributor susu formula bayi dan/atau
produk lainnya dilarang melakukan kegiatan yang dapat
menghambat program pemberian ASI Eksklusif berupa :
a. Pemberian contoh produk susu formula bayi dan/
atau produk bayi lainnya secara cuma-cuma atau
bentuk apapun kepada penyelenggara fasilitas
pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan atau ibu yang
baru lahir
d. Penggunaan tenaga kesehatan untuk memberikan
informasi tentang susu formula bayi kepada masyarakat

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 33 TAHUN 2012


TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF
Pasal 21
(1) Setiap tenaga kesehatan , penyelenggara fasilitas
pelayanan kesehatan, penyelenggara satuan pendidikan,
kesehatan, organisasi profesi di bidang kesehatan dan
termasuk
keluarganya
dilarang
menerima
hadiah
dan/ataubantuan dari produsen atau distributor susu
formula bayi dan/ atau produk bayi lainnya yang dapat
menghambat
keberhasilan
program
pemberian
ASI
Eksklusif.
(2) Bantuan dari produsen atau distributor susu formula bayi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterima hanya
untuk tujuan membiayai kegiatan pelatihan, penelitian dan
pengembangan, pertemuan ilmiah, dan/ atau kegiatan
lainnya yang sejenis

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 33 TAHUN 2012


TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF
Pasal 22
Pemberian bantuan untuk biaya pelatihan,penelitian dan
pengembangan, pertemuan ilmiah, dan/ atau kegiatan lainnya
yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (2)
dapat dilakukan dengan ketentuan:
a. Secara terbuka;
b. Tidak bersifat mengikat;
c. Hanya melalui fasilitas pelayanan kesehatan, penyelenggara
satuan pendidikan kesehatan dan/atau organisasi profesi
dibidang kesehatan; dan
d. Tidak menampilkan logo dan nama produk susu formula bayi
dan/atau produk bayi lainnya pada saat dan selama kegiatan
berlangsung yang dapat menghambat program pemberian ASI
ekslusif

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 33 TAHUN 2012


TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF
Pasal 23
(1) Tenaga kesehatan yang menerima bantuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (2) wajib
memberikan pernyataan tertulis kepada atasannya
bahwa bantuan tersebut tidak mengikat dan tidak
menghambat keberhasilan program pemberian ASI
ekslusif.
(2) Penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan yang
menerima bantuan sebagaimana dimaksud dalam pasal
21 ayat (2) wajib memberikan pernyataan tertulis
kepada menteri bahwa bantuan tersebut tidak mengikat
dan tidak menghambat keberhasilan program
pemberian ASI ekslusif.

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 33 TAHUN 2012


TENTANG PEMBERIAN AIR SUSU IBU EKSKLUSIF
(3) Penyelenggara satuan pendidikan kesehatan yang

menerima bantuan sebagaimana dimaksud dalam pasal


21 ayat (2) wajib memberikan pernyataan tertulis
kepada menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan dibidang pendidikan bahwa bantuan
tersebut tidak mengikat dan tidak menghambat
keberhasilan program pemberian ASI eklusif.
(4) Pengurus organisasi profesi dibidang kesehatan yang
menerima bantuan sebagaimana dimaksud dalam pasal
21 ayat (2) wajib memberikan pernyataan tertulis
kepada menteri bahwa bantuan tersebut tidak mengikat
dan tidak menghambat keberhasilan program
pemberian ASI ekslusif.

UNDANG-UNDANG NO 36 TAHUN 2014


TENTANG TENAGA KESEHATAN
Pasal 82
(4) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dapat berupa:
a. teguran lisan;
b. peringatan tertulis;
c. denda administratif; dan/atau
d. pencabutan izin.

UNDANG-UNDANG NO 36 TAHUN 2014


TENTANG TENAGA KESEHATAN
1. Setiap Tenaga Kesehatan yang dengan sengaja

menjalankan praktik tanpa memiliki STR


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1)
dipidana dengan pidana denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Tenaga Kesehatan warga negara asing
yang dengan sengaja memberikan pelayanan
kesehatan tanpa memiliki STR Sementara
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1)
dipidana dengan pidana
denda paling
banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)

UNDANG-UNDANG NO 36 TAHUN 2014


TENTANG TENAGA KESEHATAN
1. Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan

praktik tanpa memiliki izin sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) dipidana
dengan
pidana
denda
paling
banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Tenaga Kesehatan warga negara asing
yang dengan sengaja memberikan pelayanan
kesehatan tanpa memiliki SIP sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dipidana
dengan pidana denda paling
banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)

UNDANG-UNDANG NO. 36 TAHUN 2009


TENTANG KESEHATAN
Pasal 194
Setiap orang dengan sengaja melakukan
aborsi tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 75 ayat
(2) dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah)

UNDANG-UNDANG NO. 36 TAHUN 2009


TENTANG KESEHATAN
Pasal 200
Setiap orang yang dengan sengaja
menghalangi program pemberian air susu ibu
eksklusif sebagaimana dimaksud dalam pasal
128 ayat (2) dipidana penjara paling lama 1
(satu ) tahun dan denda paling banyak Rp.
100.000.000,00 (seratus juta rupiah )

KETENTUAN PIDANA UU NO 36 TAHUN


2014 TENTANG TENAGA KESEHATAN

1. Setiap Tenaga Kesehatan yang melakukan

kelalaian
berat
yang
mengakibatkan
Penerima Pelayanan Kesehatan luka berat
dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun.
2. Jika kelalaian berat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mengakibatkan kematian,
setiap Tenaga Kesehatan dipidana dengan
pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.

PENYELESAIAN KASUS DUGAAN KELALAIAN MEDIK MELALUI


JALUR NONLIGITASI (JALUR DILUAR PERADILAN)
MEDIASI
DASAR HUKUM :
PASAL 29 UU NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN
PASAL 78 UU NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG TENAGA
KESEHATAN
DALAM HAL TENAGA KESEHATAN DIDUGA MELAKUKAN KELALAIAN
DALAM MENJALANKAN PROFESINYA KELALAIAN TERSEBUT HARUS
DISELESAIKAN TERLEBIH DAHULU MELALUI MEDIASI
CATATAN :
BERBEDA DENGAN MEDIASI BERDASARKAN PERMA. NOMOR 01 TAHUN
2008 TENTANG PROSEDUR MEDIASI DI PENGADILAN
DASARNYA :
GUGATAN YANG SUDAH DIPROSES

PERBUATAN-PERBUATAN BIDAN
YANG DAPAT DIANCAM PIDANA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

PENAHANAN PASIEN
BUKA RAHASIA KEDOKTERAN TANPA HAK
ABORSI ILEGAL
EUTHANASIA
PELECEHAN SEKSUAL
KETERANGAN PALSU
MEMELSUKAN ISI MEDICAL RECORD
MENJUAL SUSU FORMULA

TERIMA
KASIH

CURICULUM VITAE
NAMA
Pendidikan

Pekerjaan

: Gustafianof, SH, MSc HL


: - SPK
- SMA
- Fakultas Hukum Univ. Bung Hatta
- Prodi Hukum Kesehatan
Pasca Sarjana UGM
: - Kasubag. TU di RSUP DR. M. Djamil Padang
- PPID RSUP DR. M. Djamil Padang
- Anggota Komite Etik dan Hukum RSUP DR.
M. Djamil Padang
- Anggota Komite Etik Penelitian RSUP DR. M.
Djamil Padang
- Pengurus PPNI Sumatera Barat
- Pengurus PERSI Sumatera Barat
- Dosen Pasca Sarjana Univ. Andalas
- Dosen Fak. Kedokteran Gigi Univ. Andalas
- Dosen Fak. Keperawatan Univ. Andalas
- Dosen POLTEKES Padang
- Dosen beberapa STIKES di Kota Padang
- Mediator

Anda mungkin juga menyukai