Kelompok 3
HATI
Hati merupakan kelenjar terbesar di
dalam tubuh, terletak dalam rongga
perut sebelah kanan, tepatnya di
bawah diafragma. Berdasarkan
fungsinya, hati juga termasuk sebagai
alat ekskresi. Hal ini dikarenakan hati
membantu fungsi ginjal dengan cara
memecah beberapa senyawa yang
bersifat racun dan menghasilkan
amonia, urea, dan asam urat dengan
memanfaatkan nitrogen dari asam
amino. Proses pemecahan senyawa
racun oleh hati disebut proses
detoksifikasi
STRUKTUR HATI
Struktur hati terdiri atas
beberapa bagian
diantaraya yaitu :
1. Pada bagian atas terdapat
kerongkongan
2. Pada bagian kiri terdapaat hati
sebelah kiri dan di bawahnya
terdapat lambung,dibawah
lambung terdapat usus kecil
3. Pada bagian kanan terdapat
hati kanan,kantong empedu ,
Duktus sinistus,Saluran
hepatukus utama,saluran
empedu utama dan terakhir
duodenum
Fungsi Hati
Hati mempunyai fungsi:
Menyimpan gula
dalam bentuk
glikogen.
Tempat
pembentukan dan
perombakan
protein tertentu.
Menetralkan racun
dalam makanan.
Menghasilkan
empedu.
Tempat
pembentukan dan
perombakan sel
darah merah.
Sebagai tempat
pembentukan urea
Mengatur distribusi
makanan
Menyaring bibit
penyakit yang masuk
ke dalam tubuh
Menghancurkan
eritsosit yang mati
Mengubah
provitamin A
menjadi vitamin A
Membuat
protrombin dengan
bantuan vitamin K
Hati merupakan organ yang menopang kelangsungan hidup hampir seluruh organ lain di dalam tubuh. Oleh karena lokasi yang
sangat strategis dan fungsi multi-dimensional, hati menjadi sangat rentan terhadap datangnya berbagai penyakit. Hati akan
merespon berbagai penyakit tersebut dengan meradang, yang disebut hepatitis
Seringkali hepatitis dimulai dengan reaksi radang patobiokimiawi yang disebut fibrosis hati,[38] dengan simtoma paraklinis berupa
peningkatan rasio plasma laminin, sebuah glikoprotein yang disekresi sel Ito, asam hialuronat dan sejenis aminopeptida yaitu
prokolagen tipe III,[39] dan CEA.[40] Fibrosis hati dapat disebabkan oleh rendahnya rasio plasma HGF,[41][42] atau karena infeksi viral,
seperti hepatitis B, patogen yang disebabkan oleh infeksi akut sejenis virus DNA yang memiliki fokus infeksi berupa templat
transkripsi yang disebut cccDNA yang termetilasi,[43] atau hepatitis C, patogen serupa hepatitis B yang disebabkan oleh infeksi
virus RNA dengan fokus infeksi berupa metilasi DNA, terutama melalui mekanisme ekspresi genetik berkas GADD45B, sehingga
mengakibatkan siklus sel hepatosit menjadi tersendat-sendat.[44][45]
Fibrosis hati memerlukan penangan sedini mungkin, seperti pada model tikus, stimulasi proliferasi hepatosit akan meluruhkan
fokus infeksi virus hepatitis B,[46] sebelum berkembang menjadi sirosis hati atau karsinoma hepatoselular. Setelah terjadi kanker
hati, senyawa siklosporina yang memiliki potensi untuk memicu proliferasi hepatosit, justru akan mempercepat perkembangan
sel kanker,[47] oleh karena sel kanker mengalami hiperplasia hepatik, yaitu proliferasi yang tidak disertai aktivasi faktor transkripsi
genetik. Hal ini dapat diinduksi dengan stimulasi timbal nitrat (LN, 100 mikromol/kg), siproteron asetat (CPA, 60 mg/kg), dan
nafenopin (NAF, 200 mg/kg).[48]
Hepatitis juga dapat dimulai dengan defisiensi mitokondria di dalam hepatosit, yang disebut steatohepatitis. Disfungsi
mitokondria akan berdampak pada homeostasis senyawa lipid dan peningkatan rasio spesi oksigen reaktif yang menginduksi
TNF-.[49] Hal ini akan berlanjut pada pengendapan lemak, stres oksidatif dan peroksidasi lipid,[50] serta membuat mitokondria
menjadi rentan terhadap kematian oleh nekrosis akibat rendahnya rasio ATP dalam matrik mitokondria, atau oleh apoptosis
melalui pembentukan apoptosom dan peningkatan permeabilitas membran mitokondria dengan mekanisme Fas/TNF-.
Permintaan energi yang tinggi pada kondisi ini menyebabkan mitokondria tidak dapat memulihkan cadangan ATP hingga dapat
memicu sirosis hati,[50] sedangkan peroksidasi lipid akan menyebabkan kerusakan pada DNA mitokondria dan membran
mitokondria sisi dalam yang disebut sardiolipin, dengan peningkatan laju oksidasi-beta asam lemak, akan terjadi akumulasi
elektron pada respiratory chain kompleks I dan III yang menurunkan kadar antioksidan.[49]
Sel hepatosit apoptotik akan dicerna oleh sel Ito menjadi fibrinogen dengan reaksi fibrogenesis setelah diaktivasi oleh produk
dari peroksidasi lipid dan rasio leptin yang tinggi. Apoptosis kronis kemudian dikompensasi dengan peningkatan laju proliferasi
hepatosit, disertai DNA yang rusak oleh disfungsi mitokondria, dan menyebabkan mutasi genetik dan kanker.
Pada model tikus, melatonin merupakan senyawa yang menurunkan fibrosis hati,[51] sedang pada model kelinci, kurkumin
merupakan senyawa organik yang menurunkan paraklinis steatohepatitis,[52] sedang hormon serotonin[53] dan kurangnya asupan
metionina dan kolina[54] memberikan efek sebaliknya dengan resistansi adiponektin.[55]
Disfungsi mitokondria juga ditemukan pada seluruh patogenesis hati, dari kasus radang hingga kanker dan transplantasi. [56] Pada
kolestasis kronik, asam ursodeoksikolat bersama dengan GSH bersinergis sebagai antioksidan yang melindungi sardiolipin dan
fosfatidil serina hingga mencegah terjadinya sirosis hati.[57]
Pengaruh alkohol
Alkohol dikenal memiliki fungsi immunosupresif terhadap sistem kekebalan tubuh, termasuk meredam ekspresi
kluster diferensiasi CD4+ dan CD8+ yang diperlukan dalam pertahanan hati terhadap infeksi viral, terutama HCV. [58] Alkohol juga
meredam rasio kemokina IFN pada lintasan transduksi sinyal selular, selain meningkatkan resiko terjadinya fibrosis. [59]
Banyak lintasan metabolisme memberikan kontribusi terhadap alkohol untuk menginduksi stres oksidatif.[60] Salah satu lintasan
metabolisme yang sering diaktivasi oleh etanol adalah induksi enzim sitokrom P450 2E1. Enzim ini menimbulkan
spesi oksigen reaktif seperti radikal anion superoksida dan hidrogen peroksida, serta mengaktivasi subtrat toksik termasuk
etanol menjadi produk yang lebih reaktif dan toksik. Sel dendritik tampaknya merupakan sel yang paling terpengaruh oleh
Proses Pembentukan
Urine di Dalam Ginjal
Di dalam ginjal terjadi serangkaian proses
pembentukan urine. Proses
pembentukan urine meliputi 3 tahap
yaitu :
Tahap penyaringan (filtrasi)
Tahap penyerapan kembali (reabsorpsi)
Tahap pengeluaran zat (augmenta
3. Tahap Pengeluaran
(Augmentasi).
Urine sekunder dari
tubulus kontortus
distal akan turun
menuju saluran
pengumpul (tubulus
kolektivas). Dari
tubulus kolektivas, urine
dibawa ke pelvis
renalis, lalu ke ureter
menuju kantung kemih
(vesika urinaria)