Anda di halaman 1dari 26

WRAP UP SKENARIO 3

BLOK RESPIRASI
SESAK NAFAS

KELOMPOK B -13
KETUA

RAFLI

(1102013240)

SEKRETARIS :

SELLY VIANI

(1102012267)

ANGGOTA

M. NAUFAL YUMANSYAH DK

NABILA NURUL SHABRINA

(1102011165)
(1102013193)

REYNALDI FATTAH ZAKARIA


(1102013246)
RINDAYU YUSTICIA INDIRA P
(1102013251)
RIZKI MARFIRA
PRIMA PARAMITHA M
YOGA PRASETYO

(1102013255)
(1102013229)

(1102013308)

SKENARIO 3
SESAK NAFAS
Anak perempuan berusia 7 tahun di bawa ibunya ke Klinik YARSI dengan keluhan sulit bernafas. Pasien 3
hari sebelum ke klinik demam, batuk, dan pilek. Sudah minum obata namun tidak ada perubahan. Menurut ibu,
pasien menderita alergi makanan terutama ikan laut. Ayah pasien juga memiliki riwayat alergi.
Pada inspeksi terlihat pernafasan cepat dan sukar, Frekwensi nafas 48x/menit, di sertai batuk-batuk proksismal,
terdengar suara mengi, ekspirasi memanjang, terlihat retraksi daerah supraklavikular, suprasternal, epigastrium
dan sela iga. Pada perkusi terdengar hipersonor seluruh toraks. Pada auskultasi bunyi napas keras/mengeras,
terdengar juga ronkhi kering dan ronkhi basah serta suara lender dan wheezing. Pasien di diagnosis sebagai Asma
akut episodic sering.
Penanganan yang di lakukan pemebrian -agonis secara nebulasi. Pasien di observasi selama 1-2 jam, respon baik
pasien di pulangkan dengan di bekali obat bronkodilator. Pasien kemudian di anjurkan control ke Klinik Rawat
Jalan untuk re-evaluasi tatalaksananya.

LI 1. Memahami dan Menjelaskan Asma Anak

LO 1.1 Definisi
Global Institute for Asthma (GINA) yang disusun oleh National Lung, Heart, and Blood Institute yang
bekerja sama dengan WHO dan NAEPP (National Asthma Education and Prevention Program (1997),
mendefinisikan asma secara lengkap sebagai berikut: gangguan inflamasi kronis saluran napas dengan
banyak sel yang berperan, antara lain sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan,
inflamasi ini menyebabkan episode mengi yang berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk,
khususnya pada waktu malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan
napas yang luas dan bervariasi, sebagian besar bersifat reversibel baik spontan maupun dengan
pengobatan.Inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan napas terhadap pelbagai
rangsangan.

Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi


LO 1.2 Etiologi

Faktor predisposisi
Genetik

Faktor presipitasi
Alergen
Perubahan cuaca
Stress
Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat

Faktor Resiko
1. Asap Rokok
2.Tungau Debu Rumah
3. Jenis Kelamin
4. Binatang Piaraan
5.Jenis Makanan
6. Perabot Rumah Tangga
7. Perubahan Cuaca
8. Riwayat Penyakit Keluarga

dan presipitasi timbulnya serangan asma bronkhial.

LO 1.3 Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya
Asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe,yaitu :

Ekstrinsik (alergik)

Intrinsik (non alergik)

Asma gabungan
Pembagian derajat penyakit asma menurut
GINA adalah sebagai berikut :
Intermitten
Persisten ringan
Persisten sedang
Persisten berat
Konsensus Pediatri Internasional III tahun 1998
Klasifikasi ini membagi derajat asma menjadi 3 (tiga), yaitu sebagai berikut:
Asma episodik jarang
Asma episodik sering
Asma persisten

Derajat Asma pada anak


LO 1.4 Epidemiologi
Hasil penelitian pada anak sekolah usia 13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner ISAAC
(International Study on Asthma and Allergy in Children) tahun 1995melaporkan prevalensi asma
sebesar 2,1%, sedangkan pada tahun 2003 meningkat menjadi 5,2%.
prevalensi asma pada anak SD (6 sampai 12 tahun) berkisar antara 3,7-6,4%, sedangkan pada
anak SMP di Jakarta Pusat sebesar 5,8%.

LO 1.5 Patofisiologis

LO 1.6 Manifestasi klinis


Manifestasi klinis asma klasik
serangan episodik batuk, mengi, dan sesak napas
Gejala asma berdasarkan dengan beratnya hipereaktivitas bronkus :
Bising mengi (Wheezing) yang terdengar dengan atau tanpa stetoskop
Batuk produktif pada malam hari
Nafas atau dada seperti ditekan

LO 1.7 Diagnosis dan diagnosis banding


Anamnesa
Keluhan sesak nafas, mengi, dada terasa berat atau tertekan, batuk berdahak yang tak kunjung
sembuh, atau batuk malam hari.Semua keluhan biasanya bersifat episodic dan reversible.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Penderita tampak sesak nafas dan gelisah, penderita lebih nyaman dalam posisi duduk
Jantung : Pekak jantung mengecil, takikardi
Paru
Inspeksi: Dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong kebawah
Auskultasi: Terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjang
Perkusi : Hipersonor
Palpasi : Fremitus vokal kanan sama dengan kiri
Berdasarkan konsep B6, pemeriksaan fisik untuk asma secara spesifik mencakup :
B1 (Breathing),B2 (Blood),B3 (Brain),B4 (Bladder),B5 (Bowel),B6 (Bone)

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan Penunjang Lain
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan Tes Kulit
Elektrokardiografi
Scanning Paru
Spirometri
Gambaran Klinis Status Asmatikus
Peran pemeriksaan lain untuk diagnosis
Uji Provokasi Bronkus
Pengukuran Status Alergi

Alur Diagnosis Asma

Diagnosis banding
Bronkitis Kronis
Emfisema Paru
Gagal Jantung Kiri
Emboli Paru

Diagnosis banding lainnya :

Rinosinusitis
Refluks gastroesofageal
Infeksi respiratorik bawah viral berulang
Displasia bronkopulmoner
Tuberkulosis
Malformasi kongenital yang menyebabkan
penyempitan saluran respiratorik intratorakal
Aspirasi benda asing
Sindrom diskinesia silier primer
Defisiensi imun
Penyakit jantung bawaa

LO 1.8 Tatalaksana
Asma tidak bisa disembuhkan, namun bisa dikendalikan, sehingga penderita asma dapat mencegah terjadinya sesak napas akibat serangan asma.
Tatalaksana Medikamentosa

Obat obat Pereda (Reliever)

Bronkodilator
a)Short-acting 2 agonist
Epinefrin/adrenalin
2 agonis selektif
b)Methyl xanthine
Anticholinergics
Kortikosteroid

Obat obat Pengontrol


Inhalasi glukokortikosteroid

Leukotriene Receptor Antagonist (LTRA)


o)
Ada 2 preparat LTRA :
Montelukast
Zafirlukast

Long acting 2 Agonist (LABA)

Teofilin lepas lambat


o)
Terapi Suportif
Terapi oksigen
Campuran Helium dan oksigen
Terapi cairan

Cara Pemberian Obat


UMUR

ALAT INHALASI

< 2 tahun

Nebuliser, Aerochamber, babyhaler

2-4 tahun

Nebuliser, Aerochamber, babyhaler


Alat Hirupan (MDI/ Metered Dose Inhaler) dengan alat perenggang (spacer)

5-8 tahun

Nebuliser
MDI dengan spacer
Alat hirupan bubuk (Spinhaler, Diskhaler, Rotahaler, Turbuhaler)

>8 tahun

Nebuliser
MDI (metered dose inhaler)
Alat Hirupan Bubuk
Autohaler

e
n
g
o
b
a
t
a
n
J
a
n
g
k
a
P
e
n
d
e
k

Obat untuk mengatasi penyempitan jalan napas


A.

Obat jenis ini untuk melemaskan otot polos pada saluran napas dan dikenal sebagai obat

bronkodilator. Ada 3 golongan besar obat ini, yaitu:


Golongan Xantin, misalnya Ephedrine HCl (zat aktif dalam Neo Napacin)

Golongan Simpatomimetika

Golongan Antikolinergik
Walaupun secara legal hanya jenis obat Ephedrine HCl saja yang dapat diperoleh penderita tanpa resep
dokter (takaran < 25 mg), namun tidak tertutup kemungkinannya penderita memperoleh obat anti
asma yang lain.
Obat untuk mengatasi sembab selaput lendir jalan napas

B.

Obat jenis ini termasuk kelompok kortikosteroid. Meskipun efek sampingnya cukup berbahaya (bila
pemakaiannya tak terkontrol), namun cukup potensial untuk mengatasi sembab pada bagian tubuh
manusia termasuk pada saluran napas. Atau dapat juga dipakai kelompok Kromolin.
Obat untuk mengatasi produksi dahak yang berlebihan.
Jenis ini tidak ada dan tidak diperlukan. Yang terbaik adalah usaha untuk mengencerkan dahak yang

C.

kental tersebut dan mengeluarkannya dari jalan napas dengan refleks batuk.
Oleh karenanya penderita asma yang mengalami ini dianjurkan untuk minum yang banyak. Namun tak
menutup kemungkinan diberikan obat jenis lain, seperti Ambroxol atau Carbo Cystein untuk
membantu.

Pengobatan Asma Jangka Panjang


ALGORITMA
PENATALAKSANAAN SERANGAN ASMA DI RUMAH
Penilaian berat serangan
Klinis : Gejala (batuk, sesak, mengi, dada terasa berat)
yang bertambah
APE , 80% nilai terbaik / prediksi
Terapi awal
Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat
(setiap 20 menit, 3 kali dalam 1 jam), atau Bronkodilator oral

Algoritma Penatalaksanaan Asma Di Rumah Sakit


Penilaian Awal

Riwayat dan pemeriksaan fisik


(auskultasi, otot bantu napas, denyut jantung, frekuensi napas) dan bila mungkin faal paru (APE atau VEP1, saturasi O2), AGDA dan pemeriksaan lain
atas indikasi
Serangan Asma Ringan

Serangan Asma Mengancam Jiwa

Serangan Asma Sedang/Berat

Pengobatan Awal

Oksigenasi dengan kanul nasal


Inhalasi agonis beta-2 kerja singkat (nebulisasi), setiap 20 menit dalam satu jam) atau agonis beta-2 injeksi (Terbutalin 0,5 ml subkutan atau Adrenalin
1/1000 0,3 ml subkutan)
Kortikosteroid sistemik :
- serangan asma berat,tidak ada respons segera dengan pengobatan bronkodilator, dalam kortikosterois oral

Penilaian Ulang setelah 1 jam


Pem.fisis, saturasi O2, dan pemeriksaan lain atas indikasi
Respons baik

Respons Tidak Sempurna

Respons buruk dalam 1 jam

Respons baik dan stabil dalam 60 menit


Pem.fisi normal
APE >70% prediksi/nilai terbaik

Pulang

Resiko tinggi distress


Pem.fisis : gejala ringan sedang
APE > 50% terapi < 70%
Saturasi O2 tidak perbaikan

Dirawat di RS
Pengobatan dilanjutkan dengan inhalasi
agonis beta-2
Membutuhkan kortikosteroid oral
Edukasi pasien
Memakai obat yang benar

Ikuti rencana pengobatan selanjutnya

Inhalasi agonis beta-2 + antikolinergik


Kortikosteroid sistemik
Aminofilin drip
Terapi Oksigen pertimbangkan kanul nasal atau
masker venturi
Pantau APE, Sat O2, Nadi, kadar teofilin

Perbaikan
Pulang
Bila APE > 60% prediksi / terbaik. Tetap berikan pengobatan oral
atau inhalasi

Resiko tinggi distress


Pem.fisis : berat, gelisah dan kesadaran menurun
APE < 30%
PaCO2 < 45 mmHg

PaCO2 < 60 mmHg

Dirawat di ICU

Inhalasi agonis beta-2 + anti kolinergik


Kortikosteroid IV
Pertimbangkan agonis beta-2 injeksi SC/IM/IV
Aminofilin drip
Mungkin perlu intubasi dan ventilasi mekanik

Tidak Perbaikan

Dirawat di ICU
Bila tidak perbaikan dalam 6-12 jam

Alur Tatalaksana Serangan Asma pada Anak


Nilai derajat serangan
Klinik / IGD
(sesuai tabel 3)
(1)

Tatalaksana awal

nebulisasi -agonis 1-3x, selang 20 menit (2)


nebulisasi ketiga + antikolinergik
jika serangan berat, nebulisasi. 1x (+antikoinergik)

Serangan ringan

Serangan sedang
(nebulisasi 1-3x,

(nebulisasi 1-3x, respons baik, gejala hilang)

jika efek bertahan, boleh pulang


jika gejala timbul lagi, perlakukan sebagai serangan
sedang

bekali obat -agonis (hirupan / oral)


jika sudah ada obat pengendali, teruskan
jika infeksi virus sbg. pencetus, dapat diberi
steroid oral

dalam 24-48 jam kon-trol ke Klinik R. Jalan,


untuk reevaluasi

(nebulisasi 3x,
respons buruk)

respons parsial)

observasi 2 jam

Boleh pulang

Serangan berat

berikan oksigen (3)


nilai kembali derajat serangan, jika sesuai dgn
serangan sedang, observasi di Ruang Rawat
Sehari/observasi
pasang jalur parenteral

Ruang Rawat Sehari/observasi

oksigen teruskan
berikan steroid oral
nebulisasi tiap 2 jam
bila dalam 12 jam perbaikan klinis stabil, boleh pulang, tetapi
jika klinis tetap belum membaik atau meburuk, alih rawat ke
Ruang Rawat Inap

Ruang Rawat Inap

Catatan:
1.
2.
3.
4.

Jika menurut penilaian serangannya berat, nebulisasi cukup 1x langsung dengan -agonis + antikolinergik
Bila terdapat tanda ancaman henti napas segera ke Ruang Rawat Intensif
Jika tidak ada alatnya, nebulisasi dapat diganti dengan adrenalin subkutan 0,01ml/kgBB/kali maksimal 0,3ml/kali
Untuk serangan sedang dan terutama berat, oksigen 2-4 L/menit diberikan sejak awal, termasuk saat nebulisasi

sejak awal berikan O2 saat / di luar nebulisasi


pasang jalur parenteral
nilai ulang klinisnya, jika sesuai dengan serangan
berat, rawat di Ruang Rawat Inap
foto Rontgen toraks

oksigen teruskan
atasi dehidrasi dan asidosis jika ada
steroid IV tiap 6-8 jam
nebulisasi tiap 1-2 jam
aminofilin IV awal, lanjutkan rumatanjika

membaik dalam 4-6x nebulisasi,


interval jadi 4-6 jam
jika dalam 24 jam perbaikan klinis stabil, boleh
pulang
jika dengan steroid dan aminofilin parenteral tidak
membaik, bahkan timbul Ancaman henti napas, alih
rawat ke Ruang Rawat Intensif

LO 1.9 Komplikasi
Pneumothorax
Pneumodiastinum
Emfisema
Atelektasis
Bronchitis
Gagal nafas
Perubahan bentuk thorax

LO 1.10Pencegahan
Pencegahan Primer
Ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan resiko asma (orangtua asma), dengan cara:
Penghindaran Asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan masa perkembangan bayi/ anak
Diet Hipoalergenik ibu hamil, asalkan/ dengan syarat diet tersebut tidak mengganggu asupan janin
Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan
Diet Hipoalergenik ibu menyusui

Pencegahan Sekunder
Ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang telah tersentisisasi dengan cara menghindari pajanan
asap rokok, serta allergen dalam ruangan terutama tungau debu rumah
Pencegahan Tersier
Ditujukan untuk mencegah manifestasi asma

pada anak yang telah menunjukkan manifestasi penyakit alergi.

LO 1.11 Prognosis
Pada umumnya prognosis pada kasus asma cukup baik. Hal
tersebut dikarenakan asma merupakan penyakit yang dapat sembuh
dengan sendirinya. Namun, apabila tidak dilakukan penanganan dapat
menyebabkan kematian. Hal tersebut berdasarkan data yang diperoleh
dari WHO. WHO memperkirakan pada tahun 2005, terdapat 255.000
didunia meninggal karena asma. Sebagian besar ( 80%) terjadi
dinegara berkembang.

LI 2. Memahami dan Menjelaskan Terapi Inhalasi


Prinsip terapi inhalasi
Prinsip farmakologis terapi inhalasi yang ideal untuk penyakit saluran napas adalah obat
dapat sampai pada organ target dengan menghasilkan partikel aerosol berukuran optimal
agar terdeposisi di paru, onset kerjanya cepat, dosis obat kecil, efek samping minimal karena
konsentrasi obat di dalam darah sedikit atau rendah, mudah digunakan, serta efek terapeutik
tercapai yang ditandai dengan tampaknya perbaikan klinis
Jenis terapi inhalasi
1. Nebuliser
2. Metered dosed inhaler aerosol
3. Dry powder inhaler

( dengan atau tanpa spacer / alat penyambung)

DAFTAR PUSTAKA
Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia. Asma Dalam: Temu Ilmiah Respirologi Anak
IV. Bagian FK USU / RS. HAM Medan. 2003; 1 12.
Hasan R., Alatas H. Asma. Dalam: Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 3. Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 1985; 1203 28.
Nelson WE. Asma. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15 Vol. 1. Alih Bahasa: Wahab
S.A. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1997; 775 90.
Matondang CS., Wahidiyat I., Sastroasmoro S. Paru. Dalam: Diagnosis Fisik Pada Anak. Edisi 2
Penerbit CV. Sagung Seto. Jakarta. 2003; 70 4.
Gunawan S.G. (2009). Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Departemen Farmakologi dan
Terapeutik, FKUI. Jakarta.
Price S.A, Wilson L.M. (2006). Patofisiologi Konsp Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.
EGC. Jakarta Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 1985. Buku Kuliah jilid 3 Ilmu Kesehatan
Anak. FKUI; Jakarta http://medicastore.com/asma/pengobatan_asma.php

Wassalamualikum wr. wb.

Anda mungkin juga menyukai