Anda di halaman 1dari 91

TUTORIAL

Dokter Pembimbing :
dr. H. Abdul Wahid Usman, Sp.PD

Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Dalam


RSUD Cianjur

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. AS
Usia
Alamat
Cianjur

: 59 tahun
: Cilaku,

Pekerjaan : Wiraswasta
mebel
Status : Menikah
Agama

: Islam

Keluhan Utama
Sesak sejak 1
minggu yang lalu

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak sejak
1 bulan yang lalu. sesak dirasakan bertambah berat sejak
1 minggu SMRS. Sesak bertambah saat beraktivitas. Saat
sesak tidak terdengar suara ngik-ngik. Pasien juga
mengaku kedua kaki nya sempat bengkak sekitar 1 bulan
yang lalu dan hilang beberapa hari kemudian. Keluhan
disertai demam sejak 1 minggu yang lalu, demam naik
turun tidak menentu. Pasien mengaku mual, tetapi tidak
muntah. Batuk berdahak sudah lebih dari 1 tahun, dahak
berwarna bening dan terkadang kehijauan, tidak ada

Riwayat
Penyakit
Dahulu
Riwayat Alergi
Riwayat
Penyakit
Keluarga

Riwayat
Psikososial

Riwayat asma (+)


Riwayat hipertensi dan DM disangkal.
Alergi dingin
Tidak ada keluarga yang mengalami hal
yang sama. Riwayat tekanan darah tinggi,
diabetes melitus, dan asma pada keluarga
Riwayat merokok bungkus/hari sejak
disangkal.
sekitar umur 20 tahun. Riwayat
mengonsumsi alkohol, tetapi sekarang
sudah berhenti. Tidak pernah
mengonsumsi obat dalam jangka panjang
sebelumnya.

PEMERIKSAAN FISIK
Pasien laki-laki berusia 59 tahun
tampak sakit sedang, kesadaran
compos mentis dan masih bisa
berkomunikasi dengan baik. TD
130/80 mmHg, nadi 80 kali/menit
reguler isi cukup, pernapasan 28
kali/menit, suhu 36.5 C.

STATUS GENERALIS
Kepala : normochepal
Rambut

: tidak rontok

Alis

: tidak rontok

Mata

: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)

Hidung
Bibir

: tidak ada sekret keluar


: lembap

Mulut : lidah tidak kotor, gusi tidak bengkak


Telinga

: tidak ada serumen yang keluar

Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-/-), JVP


52cm H2O

Thoraks:
Cor : I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus kordis teraba di ICS V line midclavicula
A : BJ I dan II reguler, gallop (-), murmur (-)
Pulmo : I : bentuk thoraks simetris
P : tidak ada nyeri tekan, vocal fremitus sama di paru dekstra
dan sinistra
P : sonor diseluruh lapang paru
A : vesikuler (+/+), rhonki (+/+), wheezing (+/+)
Abdomen

: I : datar

A : bising usus 9 kali/menit


P : hepar dan lien tidak teraba membesar. Nyeri tekan
epigastrium (+)
P : shifting dullness (-)
Ekstremitas : akral hangat, CRT <2, edema (-/-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tanggal

Pemeriksaan

Hasil

Nilai

Satuan

Rujukan
17 Feb
2016

Hematologi

13.4

13.5-18.0

g/dl

9.700

4.000-10.000 /uL

Glukosa darah

Glukosa darah

70

70-110

mg%

249

<200

mg/dL

190

<150

mg%

33

15-37

U/L

134

16-63

U/L

Ureum

45

10-50

mg%

Kreatinin

0.67

0.5-1.0

mg%

Asam urat

5.0

3.4-7.0

mg%

Hb
Leukosit
KIMIA KLINIK

sewaktu
Lemak
Cholestrol total

Trigliserida
Fungsi Hati
AST (SGOT)

ALT (SGPT)
Fungsi Ginjal

Serologi

Widal

Salmonela Typhi-O

Positif (+)1/80

Negatif

Salmonela Typhi-H

Positif (+)1/160 Negatif

Imunoserologi

Hepatitis Marker

HBsAg

Non reactive

Non reactive

Index

URINE

Berat Jenis

1.015

1.013-1.030

pH

6.0

4.6-8.0

Nitrit

Negatif

Negatif

Protein Urin

Negatif

Negatif

mg/dL

Glukosa (reduksi)

Normal

Normal

mg/dL

Keton

Negatif

Negatif

mg/dL

Urobilinogen

Normal

Normal

UE

Bilirubin

Positif

Negatif

mg/dL

Eritrosit

Negatif

Negatif

/uL

Leukosit

Negatif

Negatif

/uL

Mikroskopis

Leukosit

3-6

1-4

/LPB

Eritrosit

0-1

0-1

/LPB

Epitel

3-4

USG PERLEMAKAN HATI

DAFTAR MASALAH
1.

Sesak terutama saat


beraktifitas

2.

Riwayat asma

3.

Riwayat edema pada


kedua tungkai bawah

4.

Demam naik turun

5.

Batuk berdahak warna


putih kadang kehijauan

6.

Mual tidak disertai


muntah

7.

Riwayat merokok dan


mengkonsumsi alkohol

8.

Terdapat suara wheezing


dan ronkhi

9.

Terdapat nyeri tekan


epigastrium

10. Hiperlipidemia
11. Peningkatan SGPT tanpa
peningkatan SGOT
12. Test widal positif
13. Bilirubin urine positif
14. Leukosit urine meningkat
15. HBsAg non-reactive
16. USG perlemakan hati

ANALISA MASALAH

1. ANALISA KASUS : DYSPNEU


Problem
LeftSided Heart Failure

Chronic Bronchitis
Chronic Obstructive Pulmonary Disease

Asthma

Diffuse Interstitial Lung Diseases

Pneumonia
Spontaneous Pneumothorax

Acute Pulmonary Embolism

Anxiety With Hyperventilation

Process
Elevated pressure in pulmonary capillary bed
with transudation of fluid into interstitial spaces
and alveoli, decreased compliance (increased
stiffness) of the lungs, increased work of
breathing
Excessive mucus production in bronchi,
followed by chronic obstruction of airways
Overdistention of air spaces distal to terminal
bronchioles, with destruction of alveolar septa
and chronic obstruction of the airways
Bronchial hyperresponsiveness involving
release of inflammatory mediators, increased
airway secretions, and bronchoconstriction
Abnormal and widespread infiltration of cells,
fluid, and collagen into interstitial spaces
between alveoli. Many causes
Inflammation of lung parenchyma from the
respiratory bronchioles to the alveoli
Leakage of air into pleural space through blebs
on visceral pleura, with resulting partial or
complete collapse of the lung
Sudden occlusion of all or part of pulmonary
arterial tree by a blood clot that usually
originates in deep veins of legs or pelvis
Overbreathing, with resultant respiratory
alkalosis and fall in the partial pressure of
carbon dioxide in the blood

ANALISA KASUS : DYSPNEU


Problem
LeftSided
Failure

Factors That Aggravate


Heart Exertion, lying down

Factors That Relieve


Rest, sitting up, though
dyspnea
may
become
persistent
Chronic Bronchitis
Exertion, inhaled irritants, Expectoration; rest, though
respiratory infections
dyspnea
may
become
persistent
Chronic
Obstructive Exertion
Rest, though dyspnea may
Pulmonary Disease
become persistent
Asthma
Variable,
including Separation
from
allergens,
irritants, aggravating factors
respiratory
infections,
exercise, and emotion
Diffuse Interstitial Lung Exertion
Rest, though dyspnea may
Diseases
become persistent
Pneumonia

Spontaneous

Pneumothorax
Acute
Pulmonary

Embolism
Anxiety
With More often occurs at rest Breathing in and out of a
Hyperventilation
than after exercise. An paper
or
plastic
bag
upsetting event may not sometimes
helps
the

ANALISA KASUS : DYSPNEU


Problem
LeftSided Heart Failure

Timing
Dyspnea may progress slowly,
or suddenly as in acute
pulmonary edema.
Chronic Bronchitis
Chronic productive cough
followed by slowly progressive
dyspnea
Chronic
Obstructive Slowly progressive dyspnea;
Pulmonary Disease
relatively mild cough later
Asthma

Acute episodes, separated by


symptom-free periods.
Nocturnal episodes common
Diffuse
Interstitial
Lung Progressive dyspnea, which
Diseases
varies in its rate of
development with the cause
Pneumonia
An acute illness, timing varies
with the causative agent
Spontaneous Pneumothorax Sudden onset of dyspnea
Acute Pulmonary Embolism

Anxiety

Sudden onset of dyspnea

With Episodic, often recurrent

Setting
History of heart disease or its
predisposing factors
History
of
smoking,
air
pollutants, recurrent respiratory
infections
History
of
smoking,
air
pollutants, sometimes a familial
deficiency in alpha1-antitrypsin
Environmental and emotional
conditions
Varied. Exposure to one of
many substances may be
causative.
Varied
Often a previously healthy
young adult
Postpartum or postoperative
periods; prolonged bed rest;
congestive heart failure, chronic
lung disease, and fractures of
hip or leg; deep venous
thrombosis (often not clinically
apparent)
Other manifestations of anxiety

SESAK TERUTAMA SA AT BERAKTIFITAS


TEORI
Problem
Associated Symptoms
LeftSided
Heart Often cough, orthopneu,
Failure
paroxysmal
nocturnal
dyspnea,
sometimes
wheezing
Chronic Bronchitis
Chronic productive cough,
recurrent
respiratory
infections, wheezing may
develop
Chronic
Obstructive Cough, with scant mucoid
Pulmonary Disease
sputum
Asthma
Wheezing, cough, tightness
in chest
Diffuse
Interstitial Often weakness, fatigue,
Lung Diseases
cough less common than in
other lung diseases
Pneumonia
Pleuritic
pain,
cough,
sputum, fever, though not
necessarily present
Spontaneous
Pleuritic pain, cough
Pneumothorax
Acute
Pulmonary Pleuritic
pain,
cough,
Embolism
hemoptysis
Anxiety
With Sighing,
lightheadedness,

KASUS
Often cough,
paroxysmal
dyspnea,
wheezing
-

orthopneu,
nocturnal
sometimes

Cough, with scant mucoid


sputum
Wheezing, cough, tightness
in chest
Often weakness, fatigue,
cough less common than in
other lung diseases
Pleuritic
pain,
cough,
sputum, fever, though not
necessarily present
Pleuritic pain, cough
Pleuritic
pain,
cough,
hemoptysis
Sighing,
lightheadedness,

2. RIWAYAT ASMA
DEFINISI
Asma adalah penyakit heterogen yang biasanya ditandai oleh peradangan
saluran napas yang kronis. Penyakit ini diketahui dari riwayat gejala-gejala
penyakit pernapasan seperti wheezing, sesak napas, sesak dada, dan batuk
yang kadang timbul bersama dengan keterbatasan saat eksiprasi.
(GINA Report 2015 hal 2)

ETIOLOGI
1.

Alergen dari debu, bulu binatang, kecoa, jamur, dan serbuk


sari dari pohon, rumput, dan bunga

2.

Iritasi seperti asap rokok, polusi udara, bahan kimia atau


debu di tempat kerja, senyawa dalam produk dekorasi rumah,
dan semprotan

3.

Obat-obatan

seperti

aspirin

atau

obat

anti-inflamasi

nonsteroid lain dan beta-blocker selektif


4.

Sulfit dalam makanan dan minuman

5.

Infeksi saluran pernapasan atas seperti common cold

6.

Aktivitas fisik

http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-

DIAGNOSIS ASMA
Increased probability that symptoms are due to asthma
if:
More than one type of symptom (wheeze, shortness
of breath, cough, chest tightness)
Symptoms often worse at night or in the early
morning
Symptoms vary over time and in intensity
Symptoms are triggered by viral infections, exercise,
allergen exposure, changes in weather, laughter,
irritants such as car exhaust fumes, smoke, or strong
smells
Decreased probability that symptoms are due to asthma
if:
Isolated cough with no other respiratory symptoms
Chronic production of sputum
Shortness of breath associated with dizziness, lightheadedness or peripheral tingling
Chest pain
Exercise-induced dyspnea with noisy inspiration
GINA 2015
(stridor)

3. ANALISA KASUS : EDEMA


Pitting Edema

Chronic
insufficiency

Lymphedema

TEORI
KASUS
Klasifikasi
a. Increase hydrostatic pressure in the veins Increase hydrostatic pressure in
and capillaries.
the veins and capillaries.
When legs are dependent from prolonged - When legs are dependent
standing or sitting
from
prolonged standing or
b. Decreased cardiac output.
sitting
Congestive heart failure
c. Low albumin and decreased intravascular
colloid oncotic pressure.
Nephrotic syndrome
Chirrhosis
Malnutrition
d. Drug use

venous Chronic obstruction and from incompetent valves in deep venous system
Ulceration
Tumor
Fibrosis
Inflammation

ANALISA KASUS : EDEMA PARU AKUT


KRITERIA

TEORI
EDEMA PARU KARDIAK

Riwayat
Penyakit

Penyakit jantung
Ortopneu

KASUS
EDEMA
PARU
KARDIAK

NON

Penyakit dasar di luar jantung Riwayat


jantung (?)
Ortopneu (+)

penyakit

Pemeriksaan Akral dingin


Klinis
S3 gallop
Distensi vena jugularis
Ronkhi basah

Akral hangat
Pulsasi nadi meningkat
Tidak terdengar gallop
Tidak ada distensi vena
jugularis
Ronkhi kering

Akral dingin (+)


Distensi vena jugularis
(+)
Ronkhi basah (+)

Pemeriksaan EKG : biasanya abnormal


Penunjang
Ro : distribusi edema
perihiler
PCWP > 20mmHg
Echo : umumnya abnormal

EKG : biasanya normal


Ro : distribusi edema perifer
PCWP <20mmHg
Echo : umumnya normal

EKG : normal
Ro : belum dilakukan
PCWP tidak dilakukan
Echo : belum dilakukan

ANALISA KASUS : DECOMPENSASI CORDIS


KRITERIA MAYOR
Paroksismal
Dyspneu

KRITERIA MINOR

Nocturnal Edema ekstremitas

Distensi vena leher

Batuk malam hari

Ronki paru

Dypneu deffort

Kardiomegali

Hepatomegali

Edema paru akut

Efusi pleura

Gallop s3

Penurunan kapasitas vital


1/3 dari normal

Peningkatan tekanan vena Takikardi (>120x/m)


jugularis
Refluks hepatojugular

TEORI

KASUS

Diagnosis
decompensasi cordis
bila
ditemukan
minimal 1 kriteria
mayor dan 2 kriteria
minor.

Pada
kasus,
ditemukan 5 kasus
mayor
dan
3
kriteria minor.
Maka
dapat
didiagnosis sebagai
decompensasi
cordis.

ANALISA KASUS : DECOMPENSASI CORDIS

Pada kasus masuk tipe FC III

Dekompensasi Cordis FC III Stage C


Dekompensasi kordis adalah kegagalan jantung dalam
upaya untuk mempertahankan peredaran darah sesuai
dengan kebutuhan tubuh. Dekompensasi cordis adalah
suatu keadaan dimana terjadi penurunan kemampuan
fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi
pompa jantung.

HF is a complex clinical syndrome that results


from any structural or functional impairment of
ventricular filling or ejection of blood.

KLASIFIKASI DAN
SEVERITY

Kapasitas Fungsional
Class I

Klasifikasi New York Heart Association Penilaian Objektif


Pasien dengan penyakit jantung tanpa keterbatasan pada
aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan
keletihan, sesak, atau nyeri angina

Class II

Pasien dengan penyakit jantung dengan keterbatasan ringan


aktivitas

fisik.

Aktivitas

fisik

biasa

mengakibatkan

kelemahan, sesak, atau nyeri angina; yang hilang dengan


Class III

istirahat
Pasien dengan penyakit jantung dengan keterbatasan pada
aktivitas fisik. Sedikit aktivitas menyebabkan kelemahan,
sesak, palpitasi atau nyeri angina; yang hilang dengan

Class IV

istirahat
Pasien dengan penyakit jantung dengan ketidakmampuan
untuk melakukan aktivitas fisik apapun. Keluhan gagal
jantung atau sindroma angina masih dirasakan meskipun
saat istirahat. Jika melakukan aktivitas fisik, maka rasa tidak
nyaman bertambah.

Pada pasien mencangkup fungsional class III menurut NYHA.

Klasifikasi Berdasarkan American Collage of Cardilogy and


The American Heart Association
Stadium A : Berisiko tinggi menderita gagal jantung tetapi tanpa kelainan
struktur jantung atau tanpa adanya keluhan gagal jantung

Stadium B : Adanya penyakit struktur jantung dengan keluhan atau tanda


gagal jantung
Stadium C : Adanya penyakit struktur jantung dengan keluhan atau tanda
gagal jantung, hipoperfusi
Stadium D : Gagal jantung refrakter, kongesti paru dan hipoperfusi

ETIOLOGI
Sindrom koroner akut : infark miokard /
angina pectoris tidak stabil dengan iskemia
yg bertambah luas

Tamponade jantung
Diseksi aorta

Komplikasi kronik infark miokard akut


Infark ventrikel kanan

Kardiomiopati pasca melahirkan

Krisis hipertensi

Infeksi

Aritimia akut : takikardia ventrikular, fibrilasi


ventricular,
fibrilasi
atrial/fluter
atrial,
takikardia supraventikular

Penurunan fungsi ginjal

Endokarditis / ruptur korda tendinae,


perburukan regurgitasi katup yang sudah
ada
Stenosis katup aorta berat
Miokarditis berat akut

Asma
Penyalahgunaan obat
Penggunaan alkohol

4. DEMAM
MEKANISME DEMAM

Pirogen eksogen

Bakteri melepaskan peptidoglikan

Pirogen

Pirogen endogen Merangsang makrofag, monosit, limfosit, da


Endotel melepaskan IL1, IL6, TNF-, dan IFN
Terjadi vasodilatasi

Menuju Hipotalamus

Jantung memompa lebih cepat


Denyut Nadi
Panas keluar melalui keringat
Suhu Tubuh

Terbentuknya prostaglandin E2 (PGE-2)


melalui COX-2

Mengubah setting termostat di hipotalamu


Suhu Tubuh

TIPE DEMAM

Demam Septik
Demam Remiten
Demam Intermiten
Demam Kontinyu
Demam Siklik

5. BATUK BERDAHAK WARNA PUTIH KADANG


KEHIJAUAN DAN RIWAYAT MEROKOK
PPOK

DEFINISI

PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara
di saluran nafas yang bersifat progresif nonreversible atau reversible parsial.
(Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan PPOK di Indonesia 2006)
PPOK ditandai adanya obstruksi saluran nafas, biasanya progresif dan tidak
sepenuhnya reversible, keadaan tersebut ada hubungan antara respon
inflamasi di paru-paru oleh partikel berbahaya atau gas toksis. (GOLD 2010)

FAKTOR RISIKO

Paparan partikel/gas toksik


Infeksi paru berulang
Genetik
Nutrisi
Kondisi Sosial Ekonomi
Stress oksidatif

GAMBARAN KLINIK

Penderita tampak lemah


Batuk produktif
Sesak nafas (terutama saat aktivitas)
Sianosis

PATOFISIOLOGI

Patogenesis PPOK melibatkan beberapa jenis sel inflamasi antara lain:


netrofil, makrofag, limfosit T (CD4+ & CD8+), limfosit B, eosinofil dan
epitel bronkus dan sel-sel tersebut mengeluarkan mediator inflamasi &
growth factors: menimbulkan inflamasi paru dan saluran nafas.

STADIUM PPOK

Stadium I (mild)

Stadium II (moderate)

Hambatan aliran udara ringan

Memburuknya hambatan aliran udara

Prediksi FEV1/FVC <70%, FEV

Prediksi FEV1/FVC <70%, 50% <

>80%
Batuk kronis & berdahak
Individu tidak sadar fungsi parunya
tidak normal

FEV1 <80%
Sesak nafas yang berkembang
menjadi batuk kronis
Individu sudah mencari perhatian
medis

Stadium III (severe)

Makin memburuk hambatan aliran


udara
Prediksi FEV1/FVC <70%,
30%<FEV1<50%

Stadium IV (very severe)

Semakin buruk hambatan aliran


udara
Prediksi FEV1/FVC <70%; FEV1
<30% atau prediksi FEV1<50%

Sesak nafas semakin parah

ditambah kegagalan pernafasan

Mengurangi kegiatan individu

kronis

Eksaserbasi berulang

Kualitas hidup terganggu


Eksaserbasi bisa mengancam jiwa

LANGKAH DIAGNOSTIK

Anamnesis

Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala


pernafasan
Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, misalnya berat badan
lahir rendah (BBLR), infeksi saluran nafas berulang, lingkungan asap
rokok dan polusi udara
Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi

PEMERIKSAAN FISIK

Inspeksi

Barrel chest (berbentuk tong)


Penggunaan otot bantu nafas
Hipertrofi otot bantu nafas
Penampilan pink puffer type (mengarah pada emfisema paru) atau blue
bloater type (mengarah pada bronkitis kronis)

Palpasi
Sela iga melebar

Perkusi
Hipersonor

Auskultasi
Suara nafas vesikuler atau melemah
Terdapat ronkhi dan atau mengi pada waktu bernafas biasa atau pada
ekspirasi
Ekspresi memanjang

PEMERIKSAAN
PENUNJANG

Spirometri (untuk mengetahui obstruksi bronkus)


Darah rutin
Radiologi
Elektrokardiografi
Bakteriologi
Kadar alfa-1 antitripsin

PENATALAKSANAAN
Dalam penatalaksanaan PPOK menurut Global Initiative for
Chronic Obstructive Lung Disease 2006, terdapat 4 komponen
yaitu :
Menilai dan evaluasi penyakit (dengan spirometri/anamnesis)
Mengurangi faktor risiko (paparan asap rokok, polusi, bahan
kimia tertentu)
Penanganan PPOK saat stabil (pendidikan, non-farmakologik &
farmakologik)
Penanganan eksaserbasi akut

NON FARMAKOLOGI

Rehabilitasi
Pemberian nutrisi yang sesuai (tinggi kalori rendah
karbohidrat & tinggi protein)
Terapi oksigen (hipoksemia kronis)
Bantuan alat ventilasi mekanik (jika memerlukan)
Intervensi bedah
Transplantasi paru-paru mungkin dipertimbangkan.

FARMAKOLOGI

Bronkodilator: beta 2 agonis, antikolinergik,


metilsantin (tunggal/kombinasi)
Ditambahkan glukokortikosteroid (pada
eksaserbasi akut)
Antibiotik (bila terdapat infeksi: misalnya
pneumonia)

PENANGANAN EKSASERBASI AKUT

Inhalasi bronkodilator
Glukokortikosteroid oral
Antibiotik (jika ada infeksi)
Alat bantu nafas

KOMPLIKASI

Gagal napas
Infeksi berulang
Kor Pulmonal

PENCEGAHAN

Mencegah terjadinya PPOK


Hindari asap rokok, hindari polusi udara, hindari infeksi
saluran napas berulang.

Mencegah perburukan PPOK


Berhenti merokok, gunakan
mencegah eksaserbasi berulang

obat-obatan

adekuat,

GEJALA OS YANG SESUAI DENGAN PPOK


Sesak napas
Batuk
Mudah lelah
Riwayat merokok +
Pada pemeriksaan Paru
- auskultasi : wheezing (+/+), rhonki (+/+)

GEJALA OS YANG TIDAK SESUAI DENGAN PPOK


Batuk yang disertai darah (-)
Tidak ada riwayat batuk lama sekurang-kurangnya 3
bulan dalam satu tahun selama 2 tahun berturut-turut
Tidak adanya sputum yang purulent
Pada pemeriksaan fisik
inspeksi : tidak ada retraksi dinding dada
Palpasi : tidak pelebaran sela iga
Perkusi : tidak ada hipersonor, letak diafragma tidak
rendah, hepar tidak terdorong ke bawah
Gambaran Radiologi tidak menunjukkan PPOK

KESIMPULAN

Pada kasus ini, pasien belum mengalami Penyakit Paru


Obstruktif Kronik
Namun tidak menutup kemungkinan pasien mengalami
PPOK nantinya

6. MUAL TIDAK DISERTAI MUNTAH

Mual adalah rasa ingin muntah yang dapat di sebabkan


oleh

impuls

iritasi

yang

datang

dari

traktus

gastrointestinal, impuls yang berasal dari otak bawah


yang berhubungan dengan motion sickness, maupun
impuls yang berasal dari korteks serebri untuk memulai
muntah.

Peningkatan
asam
lambung
Merangsang
reseptor
tegangan
dan
hypotalamu
s

Mual

Peradangan
lambung

Pengeluaran
zat vas aktif

Lambung
edema

Permeabilita
s kapiler
pembuluh
darah

7. RIWAYAT MINUM ALKOHOL

GEJALA KLINIS
Bentuk ringan dari hepatitis alkoholik mungkin tidak memperlihatkan
gejala yang nyata, tanda-tanda dan gejala yang termasuk :
1. Kehilangan nafsu makan
2. Mual dan muntah
3. Nyeri abdomen dan nyeri tekan
4. Menguning dari kulit dan mata (jaundice)
5. Demam
6. Pembengkakan abdomen akibat penumpukan cairan (asites)
7. Fatigue

PATOFISIOLOGI
Hepatitis alkoholik terjadi ketika hati dirusak oleh alkohol yang diminum.
Zat etanol turunan dari alkohol dalam bir, anggur dan minuman keras
lainnya menghasilkan bahan kimia yang sangat beracun, seperti
asetaldehida. Zat ini memicu peradangan kimia yang menghancurkan sel-sel
hati. Kemudian, jaringan-jaringan seperti bekas luka, dan knot kecil
jaringan menggantikan jaringan hati yang sehat, mengganggu kemampuan
hati untuk berfungsi. Jaringan parut ini bersifat ireversibel, yang disebut
sirosis, merupakan tahap akhir dari penyakit hati alkoholik.

Risiko meningkat seiring dengan waktu, jumlah yang dikonsumsi


Penggunaan alkohol yang berat dapat menyebabkan penyakit hati, dan risiko
meningkat dengan lamanya waktu dan jumlah alkohol yang di minum.

DIAGNOSIS KLINIS

Karena ada banyak penyakit-penyakit hati dan berbagai macam


faktor yang dapat menyebabkan hepatitis, termasuk infeksi virus,
obat dan racun lingkungan, mendiagnosis hepatitis alkoholik dapat
menantang. Dalam upaya untuk mencapai suatu diagnosa, dokter
dapat mencakup satu atau lebih dari langkah-langkah berikut:
1. Gejala klinis, riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
2.Pemeriksaan tes fungsi hati, SGOT dan atau SGPT dapat
meningkat
3. USG. Tes ini dilakukan untuk menyingkirkan masalah hati lainnya
4. Biopsi hati

KESIMPULAN

Pada kasus ini, pasien mengalami hepatitis ditunjang dari


gejala penyakit, riwayat konsumsi alkohol dan hasil lab

8. TERDAPAT RONKI DAN WHEEZING


Ronkhi adalah suara yang terjadi akibat penyumbatan
pada bronkhus. Baik ronkhi kering maupun ronkhi basah
dapat terdengar jelas pada saat inspirasi, namun bisa
juga didengar pada saat ekspirasi.
Ronkhi basah : bila massa yang menyumbatnya mudah
dipindahkan pada saat batuk
Ronkhi kering : bila sumbatan tersebut sulit untuk
dipindahkan.
Berdasarkan lumen bronkhus yang tersumbat, maka
ronkhi dapat juga dibedakan atas gelembung kecil,
sedang dan besar.

Ronki kering
Bunyi yang terputus, terjadi oleh getaran dalam lumen saluran
nafas akibat penyempitan.
Terjadi pada mukosa atau adanya sekret yang kental dan lengket.
Terdengar lebih jelas pada ekspirasi walaupun pada inspirasi sering
terdengar juga. Suara ini dapat terdengar di semua bagian bronkus,
makin kecil diameter lumen, makin tinggi dan makin keras
nadanya. Wheezing merupakan ronki kering yang tinggi nadanya
dan panjang yang biasa terdengar pada serangan asma.

Ronki basah (crackles) atau rales


Suara berisik dan terputus akibat aliran udara yang melewati
cairan.
Ronki basah halus, sedang atau kasar tergantung pada besarnya
bronkus yang terkena dan umumnya terdengar pada inspirasi.
Ronki basah halus biasanya terdapat pada bronkiale, sedangkan
yang lebih halus lagi berasal dari alveolus yang sering disebut
krepitasi, akibat terbukanya alveoli pada akhir inspirasi.
Sifat ronki basah ini dapat nyaring (infiltrat) atau tidak nyaring
(pada edema paru).
Krekels mencerminkan inflamasi atau kongesti yang mendasarinya
dan sering timbul pada kondisi seperti pneumonia, bronkitis, gagal
jantung kongesti, bronkiektasis, dan fibrosis pulmonal serta khas
pada pneumonia dan interstitial atau fibrosis.
Ronki inspirasi awal menunjukan kemungkinan penyakit pada jalan

WHEEZING
Wheezing merupakan suara nafas seperti musik yang terjadi
karena adanya penyempitan jalan udara atau tersumbat sebagian.
Obstruksi seringkali terjadi sebagai akibat adanya sekresi atau
edema. Dapat didengar baik pada saat inspirasi maupun ekspirasi.
Biasanya

disebabkan

oleh

bronkospasme,

edema

mukosa,

hilangnya penyokong elastik, dan berlikunya saluran nafas. Asma


maupun obstruksi oleh bahan intralumen, seperti benda asing atau
sekresi yang diaspirasi, merupakan penyebabnya pula. Wheezing
yang tidak berubah dengan batuk, mungkin menunjukan bronkus
yang tersumbat sebagian oleh benda asing atau tumor.

9. NYERI TEKAN EPIGASTRIUM


Cholecyscitis
(inflamasi kandung
empedu)

Inflamasi
intestinum

Bakteri yang dibawa makrofag akan masuk


ke organ retikuloendotelial seperti hati dan
limpa. Didalam hati kuman akan masuk ke
gallbladder dan mengakibatkan infeksi dan
inflamasi
di
gallbladder.
Hal
ini
mengakibatkan rasa sakit di regio kanan atas
abdomen dan nyeri saat ditekan

dinding Salmonella typhii akan menginjeksi toksin


berupa efektor protein ke dinding intestinum
dan mengganggu protein selular serta lipid
dan memanipulasi fungsinya. Akibatnya
terjadi fagositosis membran sel epitel sampai
bakteri mencapai lamina propria dimana
terdapat peyers patch yang memiliki fungsi
sama dengan nodus limfe. Bakteri yang
difagosit oleh makrofag akan mengeluarkan
mediator inflamasi ( misalnya berupa
interleukin 8 ). Adanya relaps yang
mengakibatkan
kerusakan
epitel
dan
perforasi dinding usus membuat inflamasi di
dinding intestinum terjadi terus menerus.

Tingginya level gastric Pada


acid

saat

bakteri

masuk

ke

lambung,

mucosal mast cell akan diaktivasi oleh T


helper cell sehingga memproduksi histamin.
Histamin

yang

ditangkap

oleh

reseptor

Histamin H2 akan berefek meningkatkan


asam

lambung.

Tingginya

level

asam

lambung lama kelamaan dapat mengikis


mukosa lambung jika orang tersebut tidak
makan secara normal dan menyebabkan rasa
nyeri.
Hepatosplenomegaly

Bakteri

yang

retikuloendotelial

masuk
dapat

ke

organ

mengakibatkan

hiperplasia pada organ tersebut sehingga


membesar

dan

menekan

mengakibatkan rasa nyeri

nerfus,

10. HIPERLIPIDEMIA

Hiperlipidemia (hld) atau disebut juga sebagai hiperlipoproteinemia


adalah suatu

keadaan

yang

ditandai

oleh

peningkatan kadar

lipid/lemak (kolesterol, trigliserida maupun keduanya) dalam darah


yaitu gejala dimana jika kelebihan kolesterol di dalam darah melebihi
5,72 mmol/L, lipoprotein berkapasitas rendah (LDL) melebihi 3,64
mmol/L, kelebihan trgliserida melebihi 1,7 mmol/L atau suatu
keadaan yang kadar lipoprotein darahnya meningkat, merupakan
faktor resiko penyebab atherosclerosis, yang pada akhirnya angina
pectoris dan infark myocard.

Peningkatan

kadar

lipoprotein

dalam

darah

dapat

berupa :
Kadar LDL dan kolesterol total (hiperkolesterolemia)
Kadar trigiserida atau minyak (hipertrigliseridemi)

JENIS-JENIS HIPERLIPIDEMIA
Hiperlipidemia primer
Disebabkan oleh karena kelainan genetik
Pada umumnya tidak ada keluhan, kecuali pada keadaan
yang agak berat tampak adanya xantoma (penumpukan
lemak di bawah jaringan kulit).
Hiperlipidemia sekunder
Peningkatan kadar lipid darah disebabkan oleh suatu
penyakit tertentu dan bersifat reversibel
Diabetes melitus, gangguan tiroid, penyakit hepar,
penyakit ginjal, penggunaan obat tertentu
Hiperlipidemia herediter
Kadar kolesterol dan trigliserida yang sangat tinggi, yang
sifatnya diturunkan

PENYEBAB HIPERLIPIDEMIA
Primer
Faktor keturunan (genetik)
Sekunder

Usia
Jenis kelamin
Riw. Keluarga dengan hiperlipidemia
Obesitas
Gaya hidup
Penggunaan alkohol
Merokok
DM tidak terkontrol
Penggunaan obat yang dapat mengganggu
metabolisme lemak: estrogen, pil kb, kortikosteroid,
diuretik tiazid (pada keadaan tertentu

GEJALA HIPERLIPIDEMIA

Sebagian besar hiperlipidemia atau dislipidemia tidak


memberikan gejala dan tanda klinis, namun terdapat gejala
yang nyata yang disebut xanthelasma atau xantaoma yaitu
penumpukan jaringan lemak dibawah kulit yang sering
dijumpai antara lain dilipatan kelopak mata, arcus corneae.
Bila tidak terkontrol lama kelamaan akan menumpuk,
menjadi

aterosklerosis

dan

penyakit

jantung

koroner.

Trigliserid tinggi dapat menyebabkan pankreatitis akut.

Hiperlipidemia atau dislipidemia dapat di diagnosis dengan


memeriksa kadar serum lemak dalam darah. Pemeriksaan
rutin yang dilakukan adalah kadar profil lipid yaitu koslesterol
total, trigliserid, kolesterol LDL, kolesterol HDL. Sebelum
pemeriksaan diharapkan pasien sudah melakukan puasa
kurang lebih 10 jam sebelum pemeriksaan agar hasilnya tepat
dan konsisten. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada semua
pasien berusia 20 tahun, setiap 5 tahun sekali.

11. SGOT DAN SGPT

Enzim

Transaminase

atau

disebut

juga

enzim

aminotransferase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi


transaminasi.

Terdapat

transaminase

yaitu

transaminase

dan

dua

serum
serum

jenis

enzim

glutamat

serum

oksaloasetat

glutamat

piruvat

transaminase (SGPT).
Pemeriksaan SGPT adalah indikator yang lebih sensitif
terhadap

kerusakan

hati

dibanding

SGOT.

Hal

ini

dikarenakan enzim GPT sumber utamanya di hati,


sedangkan enzim GOT banyak terdapat pada jaringan

Kerusakan

membran

sel

menyebabkan

enzim

Glutamat

Oksaloasetat Transaminase (GOT) keluar dari sitoplasma sel


yang rusak, dan jumlahnya meningkat di dalam darah.
Sehingga dapat dijadikan indikator kerusakan hati (Ronaldet
al.2004). Kadar enzim AST (GOT) akan meningkat apabila
terjadi kerusakan sel yang akut seperti nekrosis hepatoseluler
seperti gangguan fungsi hati dan saluran empedu, penyakit
jantung dan pembuluh darah, serta gangguan fungsi ginjal
dan pankreas (Price & Wilson,1995).
Nilai normal
SGOT
Perempuan : < 31 U/L
Laki-laki : < 35 U/L
SGPT
Perempuan : < 31 U/L

Tinjauan Klinis
Enzim SGOT dan SGPT dapat meningkat karena adanya
gangguan fungsi hati, dan penanda kerusakan sel lainnya,
yang salah satu penyebabnya adalah proses infeksi yang
disebabkan oleh virus.
Peningkatan SGOT/SGPT > 20 kali normal : hepatitis viral
akut, nekrosis hati (toksisitas obat atau kimia)
Peningkatan 3-10 kali normal : infeksi mononuklear,
hepatitis kronis aktif, sumbatan empedu ekstra hepatik,
sindrom Reye, dan infark miokard (SGOT>SGPT)
Peningkatan 1-3 kali normal : pankreatitis, perlemakan hati,
sirosis Laennec, sirosis biliaris
Pemeriksaan SGPT adalah indikator yang lebih
sensitif terhadap kerusakan hati dibanding SGOT. Hal ini
dikarenakan enzim GPT sumber utamanya di hati,
sedangkan enzim GOT banyak terdapat pada jaringan
terutama jantung, otot rangka, ginjal dan otak.

12. TEST WIDAL POSITIF

Deteksi antibodi terhadap kuman S.typhi


Tujuan : untuk menentukan adanya aglutinin dalam
serum penderita tersangka demam typhoid, yaitu :
Aglutinin O (dari tubuh kuman)
Aglutinin H (flagela kuman)
Aglutinin Vi (simpai kuman)

UJI WIDAL
Pembentukan

aglutinin

akhir

minggu

demam
Mencapai puncak minggu ke4
Aglutinin O menetap setelah 4-6 bulan
Aglutinin H menetap 9-12 bulan

pertama

13. BILIRUBIN URINE POSITIF


Hepatitis

Sirosis Hepatis

Anamnesis :
nausea,
muntah,
fatigue,
malaise, atralgia, myalgia, sakit
kepala (1-5 hari sebelum ikterus
timbul), urin pekat, feses pucat,
demam tidak terlalu tinggi

Anamnesis :
Edema tungkai / asites
Perut membesar, nyeri abdomen
Anoreksia, dispepsia
Jaundice, gatal, warna urin lebih gelap dan feses
lebih pucat
Perasaan mudah lelah, lemas & bb
Riw : jaundice, hepatitis, obat obatan hepatotoksik,
transfusi darah
Psikososial : riw. Kebiasaan minum alkohol
Riw. Keluarga : peny. Hati, peny. autoimun

Pemeriksaan Fisik :
Ikterus,
hepatomegali, splenomegali

Pemeriksaan Fisik :
Ikterus, clubbing finger, white nails, pigmentasi,
purpura, spider naevi, eritema palmaris, asites, hati
bisa membesar/normal/mengecil, splenomegali

Laboratorium :
SGOT, SGPT, Bilirubin
IgM anti HAV (+)

Laboratorium :
SGOT / SGPT tapi tidak begitu tinggi
Alkali fosfatase 2-3x dari batas N
Bilirubin dapat / Normal, Albumin
Waktu protrombin : memanjang
Anemia, trombositopeni, leukopeni, netropenia
Usg hati : Massa? Sudut hati? Permukaan? Ukuran?
Sirosis lanjut -> hati mengecil, nodular, perm.

14. LEUKOSIT URINE POSITIF


Infeksi Saluran Kemih
Anamnesis

frekuensi,

Pielonefritis

disuria Anamnesis :

terminal, polakisuria, urgensi, nyeri Nyeri perut/pinggang, panas, urgensi,


suprapubik, nyeri pinggang, demam, polakisuria, disuria, enuresis, air kemih
menggigil, mual, muntah, hematuria

berbau dan berubah warna, demam,


menggigil,

malaise,

mual,

muntah,

sakit panggul
Pemeriksaan Fisik :

Pemeriksaan Fisik :

Febris, nyeri tekan suprapubik, nyeri Nyeri tekan di daerah kostovertebral


ketok sudut kostovertebra
Pemeriksaan Penunjang :

Pemeriksaan Penunjang :

Kultur urin (+) : bakteriuria >10/ml Leukositosis


urin

Piuria
Bakteriuria

15. HBSAG NON-REACTIVE


- Antigen permukaan virus hepatitis B (hepatitis B surface antigen,
HBsAg) merupakan material permukaan dari virus hepatitis B.
- HBsAg merupakan petanda serologik infeksi virus hepatitis B
pertama yang muncul di dalam serum dan mulai terdeteksi antara 1
sampai 12 minggu pasca infeksi, mendahului munculnya gejala
klinik serta meningkatnya SGPT.
- Selanjutnya HBsAg merupakan satu-satunya petanda serologik
selama 3 5 minggu. Pada kasus yang sembuh, HBsAg akan
hilang antara 3 sampai 6 bulan pasca infeksi sedangkan pada
kasus kronis, HBsAg akan tetap terdeteksi sampai lebih dari 6
bulan.
- HBsAg positif yang persisten lebih dari 6 bulan didefinisikan
sebagai pembawa (carrier). Sekitar 10% penderita yang memiliki
HBsAg positif adalah carrier
- Pada pasien ini tidak ditemukan HBsAg sehingga tidak
menderita hepatitis B maupun sebagai carrier.

16. USG PERLEMAKAN HATI ( FATTY LIVER)


Dikatakan sebagai perlemakan hati apabila
kandungan lemak di hati lebih dari 5% dari
seluruh berat hati. Karena pengukuran berat
hati sangat sulit dan tidak praktis, diagnosis
dibuat berdasarkan analisis spesimen biopsi
jaringan hati, yaitu ditemukannya minimal 510% sel lemak dari keseluruhan hepatosit.
Terdapat dua kelompok pola histologis dari
NAFLD
yaitu:
1)
steatosis
hati
atau
perlemakan hati dan 2) steatohepatitis.
Steatohepatitis didefinisikan sebagai adanya
steatosis hati dengan bukti adanya kerusakan
sel, yaitu balooning atau hialin Mallory dengan
berbagai derajat inflamasi dan fibrosis

PATOGENESIS
hit pertana akibat
penumpukan lemak
hepatosit yang dapat
terjadi karena berbagai
keadaan (dislipidemia,
diabetes melitus, dan
obesitas)

aktivasi sel stelata dan


sitokin proinflamasi
akan berlanjut dengan
inflamasi progresif,
pembengkakan
hepatosit dan kematian
sel, pembentukan
badan Mallory, serta
fibrosis.

Adanya peningkatan
massa jaringan lemak
tubuh, khususnya pada
obesitas sentral
meningkatkan
penglepasan asam
lemak bebas
menumpuk di dalam
hepatosit.

Terjadi peningkatkan
oksidasi dan esterifikasi
lemak

Stres oksidatif yang


terjadi di hati melebihi
kemampuan
perlawanan antioksidan

Proses ini terfokus di


mitokondria sel hati
pada akhirnya akan
mengakibatkan
kerusakan mitokondria
itu sendiri hit kedua

MANIFESTASI KLINIS
Sebagian besar pasien dengan perlemakan hati
nonalkoholik tidak menunjukkan gejala maupun tandatanda adanya penyakit hati.
Beberapa pasien melaporkan adanya rasa lemah,
malaise, keluhan tidak enak dan seperti mengganjal di
perut kanan atas.
Pada kebanyakan pasien, hepatomegali merupakan satusatunya kelainan fisik yang didapatkan. Umumnya
pasien dengan perlemakan hati nonalkoholik ditemukan
secara kebetulan pada saat dilakukan pemeriksaan lain,
misalnya dalam medical check-up. Sebagian lagi datang
dengan komplikasi sirosis seperti asites, perdarahan
varises, atau bahkan sudah berkembang menjadi
hepatoma.

KESIMPULAN
Berdasarkan analisis masalah, didapatkan diagnosis
pada kasus ini adalah :
1. demam typhoid
2. decomp cordis FC III
3. hepatitis
4. asma bronkhial
5. gastropati
6. hiperkolesterolemia

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai