Anda di halaman 1dari 50

Baca Buku

Fishman bab 16 dan 17

Oleh
Levana Kasumadewi, dr
NIM. S601602005
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS
PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI
FK UNS / RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA
2017
1
Difusi, Reaksi Kimia dan Kapasitas Difusi

Inspirasi oksigen dan ekskresi karbondioksida dalam


paru memerlukan pertukaran yang cepat dan efisien.

Kecepatan pertukaran gas dipengaruhi oleh :


1. Fraksi oksigen yang di inspirasi (Persentase jumlah
oksigen pada 1 liter Oksigen yang dihirup)
2. Tekanan gas alveolus
3. Curah jantung (cardiac output)
4. Aktivitas metabolik.

2
Difusi

Gas berdifusi dengan tekanan parsial tinggi menuju


tekanan parsial yang lebih rendah, dan tidak selalu
dari konsentrasi yang tinggi menuju konsentrasi yang
rendah.

C=.P
C = Konsentrasi
P = Tekanan parsial gas
= Solubilitas
3
Pengaruh sifat - sifat fisik

Kecepatan difusi dipengaruhi oleh 5 faktor :


Luas area permukaan membran,
Ketebalan membran,
Perbedaan tekanan parsial,
Koefisien difusi
Koefisien solubilitas.

Kecepatan difusi berbanding lurus dengan luas area


permukaan membran, dan berbanding terbalik dengan
ketebalan membran.
4
Lanjutan

Kecepatan difusi juga meningkat sebanding


dengan besarnya perbedaan tekanan,
perbedaan koefisien difusi dan koefisien
solubilitas gas di alveolus dan di kapiler darah.

5
Luas area permukaan
membran
Perbedaan tekanan
Perbedaan koefisien
Kecepatan difusi
difusi
Koefisien solubilitas gas
di alveolus dan di
kapiler darah

Ketebalan
Kecepatan difusi
membran

6
Lanjutan
Koefisien difusi Oksigen (BM 32) lebih besar
dibandingkan CO2 (BM 44) di alveolus

Namun
Solubilitas CO2 di air (dimana air merupakan
komponen utama jaringan yang menyusun membran)
lebih besar daripada solubilitas O2 di air

7
Lanjutan.
Kecepatan difusi dipengaruhi oleh viskositas medium
dimana difusi berlangsung.

Difusi gas di udara terjadi dengan kecepatan 104 kali


lebih besar dibandingkan di air. Sementara koefisien
difusi gas di jaringan lebih kecil dibandingkan di air.

Kecuali eritrosit
Konsentrasi haemoglobin yang besar didalam eritrosit
menyebabkan viskositas sel secara substansial lebih
besar daripada air.

8
Efek Perbedaan Kapasitas
KAPASITAS ADALAH HUBUNGAN ANTARA KONSENTRASI
GAS DENGAN TEKANAN PARSIALNYA.

KEMAMPUAN HEMOGLOBIN MENGIKAT O2


MENINGKATKAN KAPASITAS OKSIGEN DARAH 100 KALI
LEBIH BESAR DIBANDINGKAN YANG TERDAPAT DI
MEMBRAN KAPILER ALVEOLUS.

KAPASITAS OKSIGEN DALAM DARAH YANG BESAR


MEMERLUKAN TRANSFER OKSIGEN MELALUI MEMBRAN
UNTUK MENCAPAI EKUILIBRIUM DIFUSI ATAU
KESEIMBANGAN DIFUSI.

9
Lanjutan.

Berbeda dengan O2, solubilitas CO2 di


membran sudah cukup besar dibandingkan
kapasitansi CO2 di darah dan alveolus untuk
dapat melakukan ekulibrasi cepat CO2
melewati membrane alveolus kapiler.

10
REAKSI KIMIA GAS

Transportasi gas-gas respirasi memerlukan


berbagai reaksi kimia dengan komponen-
komponen darah.

Seperti halnya transportasi oksigen dengan


cara difusi memerlukan waktu beberapa saat.

11
1. Oksigen dan Karbon Monoksida

Ikatan oksigen terhadap gugus heme dari hemoglobin


digambarkan secara berurutan, masing-masing berikatan
dengan konstanta tingkat disosiasi yang terpisah.

Jika cincin heme teraktivasi, konstanta ini sama untuk


setiap cincin heme dan menghasilkan kurva disosiasi
yang berbentuk hiperbolik.

12
Lanjutan.
Molekul hemoglobin besar dan dapat meningkatkan kekentalan
nya dalam sel darah merah

Kapiler pulmoner ---hemoglobin mengikat O2 yang tereduksi di


dalam membran eritrosit

O2 memasuki sel darah merah dan berdifusi kedalam hingga


mencapai bagian dalam sel untuk mencapai molekul yang
tereduksi

Kombinasi difusi dan reaksi kimia menyebabkan terjadinya


penyerapan O2 sebagai advancing front yang berlangsung pada
tingkat yang urutan besarnya lebih lambat dari serapan O2
yang tercampur 13
2. Karbondioksida
CO2 di transportasikan di dalam darah sebagai molekul
CO2 yang terlarut, ion bikarbonat, ion karbamat, dan
garam.

Hubungan antara tekanan parsial CO2 dan total


kandungan CO2 dalam semua bentuk didefinisikan oleh
kurva disosiasi CO2 darah.

CO2 lebih larut dari O2 pada membran kapiler paru


sehingga sering diasumsikan bahwa pertukaran CO2
lebih cepat dari pertukaran O2.
14
Lanjutan.

CO2 bisa melewati alveolar membran kapiler, dan


konversi dari bikarbonat dan karbamat untuk
melarutkan CO2 membatasi tingkat pertukaran CO2.

Saat aliran darah memasuki kapiler-kapiler pulmonal,


CO2 cair berdifusi ke alveolus dan PCO2 kapiler
menurun. Mayoritas kandungan CO2 (>85%) di dalam
darah memasuki kapiler sebagai ion bikarbonat.

15
Lanjutan.
Ion bikarbonat berkombinasi dengan ion hidrogen
membentuk asam karbonat (H2CO3).
Pemecahan alami asam karbonat menjadi CO2 dan air
merupakan proses yang lambat karena membutuhkan
waktu 60-90 detik. Bagaimanapun reaksi ini dikatalisasi
di dalam sel darah merah lebih cepat sekitar 15.000 kali
oleh enzin karbonat anhidrase (CA) di dalam sel darah
merah.

HCO3 + H+ --- H2CO3 --- CO2 + H2O

16
Lanjutan.
Di sel darah merah pembentukan CO2 terlarut yang dibantu
dengan katalisasi secara cepat (0,1 detik) menguras
konsentrasi bikarbonat intraseluler dan produksi CO2
melambat.

Ekskresi CO2 menghasilkan pelepasan ikatan CO2 dari


hemoglobin sebagai carbamate.

Reaksi carbamate sekitar 0,2 sampai 0,3 detik, tetapi tidak bisa
terjadi sampai hemoglobin dioksigenasi. Proses oksigenasi
lebih lanjut menunda konversi carbamate menjadi CO2
terlarut.

17
2. karbondioksida

Gambar 16-1. Laju eksrkresi asetilen (kurva biru) dan CO2 (kurva merah) setelah dua
pasang injeksi ke dalam areteri pulmonalis pada satu paru yang telah diberi penyangga.
Perubahan volume dinormalisasi agar dapat dibandingkan. Panel atas: Ekskresi asetilen dan
CO2 sama lajunya setelah injeksi CO2 atau asetilen yang mengandung penyangga.
Perbedaan rerata waktu transit CO2 dan aseitlen 0.027 detik pada injeksi pertama dan
+0.022 detik pada injeksi kedua 18
Lanjutan.

Jadi, pertukaran CO2 dalam paru


membutuhkan ~0,4 sampai 0,5 detik karena
rangkaian proses pengubahan CO2 menjadi
bikarbonat dan carbamate (CO2 terlarut)

19
Sumber CO2 yang Diekskresikan oleh paru

Jumlah bikarbonat dari total kandungan CO2


ditransportasikan di arteri dan vena. CO2
terlarut (~5-6%) dan carbamate (<10%)
berkontribusi sedikit terhadap total kandungan
CO2 darah.

20
SLanjutan
Bikarbonat yang ditransportasikan dalam plasma lebih besar
dibanding oleh sel darah merah, karena :
1. Volume plasma sebesar 55% sedangkan eritrosit hanya
45% dari total volume darah.
2. Bikarbonat hanya terdapat pada volume cair (kandungan
air plasma (95%) lebih besar dari pada kandungan
eritrosit (72%)
3. Distribusi anion Donnan menembus membran eritrosit,
konsentrasi bikarbonat didalam sel darah merah hanya 63%
dari konsentrasi plasma.

21
Sumber karbon dioksida dieksresikan selama darah mengalir dalam paru pada orang yang sedang
beristirahat. Diagram tersebut mengindikasikan kuantitas dari sumber CO2 dari sel darah merah
(merah) dan plasma (kuning). Bikarbonat berkontribusi pada mayoritas CO2 yang diekspirasikan.
Sesuai dengan gambar, mayoritas bikarbonat yang masuk ke dalam plasma dan bertukar dengan
klorida untuk mencapai kapasitas penyangga carbonic anhydrase dan hemoglobin dalam sel
darah merah
22
Lanjutan

Kontribusi relatif pada setiap bentuk CO2 terhadap kuantitas


CO2 yang diekskresikan selama proses pertukaran gas di paru
tidak selalu sesuai dengan nilai kandungan yang terdapat di
dalam darah.

Analisis terhadap perbedaan kandungan CO2 di arteri dan vena


dapat dipakai untuk menghitung jumlah kandungan
karbondioksida yang diekskresi pada fase ekspirasi.

Kontribusi bikarbonat plasma (49%) yang lebih besar dari


bikarbonat eritrosit (30%) yang diubah menjadi CO2 dan
diekskresikan dalam fase ekspirasi.
23
Lanjutan
Pengaruh CO2 terlarut dan carbamate terhadap jumlah CO2
pada saat ekspirasi sedikit lebih besar dari pada konsentrasi
relatif di dalam darah.

Besarnya jumlah air di dalam plasma menyebabkan lebih


sedikitnya CO2 terlarut dari pada di dalam sel darah merah.

Semua CO2 yang diekskresikan berasal dari carbamate


memasuki paru dan mengikat hemoglobin di dalam eritrosit

24
Kapasitas Difusi
Kapasitas difusi paru (DL) memberikan perkiraan laju transfer
gas dari alveoli ke pembuluh darah kapiler.

Transfer gas yang berikatan dengan hemoglobin dihambat oleh


difusi melewati membran alveoli dan sel darah merah.

Gas yang kapasitas difusinya dapat terukur adalah gas dengan


kelarutan rendah pada membran paru dan kapasitansi tinggi di
darah akibat berikatan dengan hemoglobin. Gas-gas ini terdiri
dari oksigen (O2), karbon monoksida (CO), dan nitrit oksida
(NO).

25
Kapasitas Difusi Oksigen (DLO2)

Keterangan :

V02 = volume gas yang diserap


pembuluh darah paru per satuan
waktu.

PA02 = Tekanan alveoli.

Pcap2 = Tekanan pembuluh


kapiler paru.

26
Kapasitas Difusi Karbon Monoksida (DLCO)

Karbon monoksida normal ada di dalam darah dalam


jumlah yang sangat sedikit dan berikatan dengan
hemoglobin seperti O2.

PCO kapiler sangat rendah pada keadaan normal,


diasumsikan bahwa PCO kapiler dapat diabaikan dan
DLCO diukur dengan membagi CO yang diserap
VCO dengan PCO alveoli

27
Lanjutan..

DMCO : Kapasitas difusi carbon monoksida membran kapiler

CO : Laju perpindahan O2 dari hemoglobin intraselluler


oleh CO

VCO : Volume darah dalam kapiler paru

28
Kapasitas Difusi Nitrit Oksida
(DLNO)

Nitrit oksida berikatan dengan hemoglobin pada sisi yang


sama dengan O2 dan CO, namun laju ikatan NO jauh lebih
cepat.

NO berikatan dengan hemoglobin dalam larutan dua kali


lipat lebih cepat dari laju ikatan CO, sudah ditetapkan
bahwa NO jauh lebih besar dari CO dan mencapai nilai
yang tidak terbatas.

29
Kapasitas Difusi Nitrit Oksida
(DLNO)

Gambar 16-13: Hubungan


pengkuruan simultan DLNO dan
DLCO (Panel Atas), DLNO dan
DmCO (Panel Bawah) pada pasien
dengan sarkoidosis (lingkaran
merah) dan orang normal
(lingkaran biru). Satuan yang
digunakan adalah
mL/min/mmHg/m2. 30
Metode Untuk Mengukur Kapasitas Difusi

Single breath = umum digunakan.

Steady-state = pada subjek yang sedang latihan, sehingga


membatasi aplikasi klinis metode tersebut pada pasien dengan
kemampuan terbatas untuk mengikuti latihan.

Rebreathing = membutuhkan analisis gas yang merespon


secara cepat dan membutuhkan teknisi yang tidak tersedia di
banyak laboratorium klinis.

31
Single Breath

Subjek menghembuskan nafas hingga volume residu dan


menghirup nafas, nafas ditahan selama 10 detik dan diikuti
dengan menghembuskan secara maksimal.

Setelah ekspirasi yang cukup untuk membersihkan the dead


space, sampel gas diambil untuk mengestimasi CO alveoli
akhir dan fraksi helium.

Laju penyerapan CO selama nafas ditahan berfungsi sebagai


PACO alveoli, yang turun secara eksponensial selama nafas
ditahan.

32
Kapasitas difusi single breath dihitung dengan rumus:
Single Breath

60 : jumlah detik dalam satu menit.

VA : volume udara aleviolus (mL) pada


awal fase menahan napas

tbh : durasi tahan napas (seconds)

PB : tekanan barometer (mm Hg)

FACO : fraksi karbon monoksida


alveiolus pada awal dan akhir fase
menahan napas

33
VA dihitung dari dilusi helium dan volume yang diinspirasi :
Single Breath

FIHe dan FAHe = konsentrasi helium saat dihirup dan berada


di alveolus.

34
Lanjutan.
Fraksi alveoli He dan fraksi alveoli CO akhir didapatkan
dengan mengukur konsentrasi CO dan HE pada sampel gas
yang diekspirasi.

Fraksi alveoli CO awal dihitung dari pengenceran CO yang


diinspirasi dalam volume gas yang ada dalam paru selama
nafas ditahan.

Metode single breath DLCO adalah metode yang paling


praktis dan paling banyak digunakan untuk mengukur
DLCO.
35
Pengukuran Dm dan Vc

kapasitas difusi membran (DmCO)

Volume darah kapiler (Vc)

Laju penyerapan gas oleh eritrosit kemungkinan


dipengaruhi oleh kemampuan sel darah merah untuk
berubah bentuk selama mengalir di pembuluh darah
kapiler.

36
Pengukuran Dm dan Vc

Kebanyakan pengukuran secara in vitro


menggunakan teknik rapid reaction yang
kemungkinan memiliki kekurangan dikarenakan
lapisan cairan yang tidak bergerak dan mengelilingi
sel darah merah pada peralatan eksperimen.

37
Lanjutan..

Laju penyerapan gas oleh eritrosit kemungkinan


dipengaruhi oleh kemampuan sel darah merah untuk
berubah bentuk selama mengalir di pembuluh darah
kapiler, salah satu faktor yang tidak ada selama
pengukuran secara in vitro.

Model matematis menyarankan bahwa laju


penyerapan gas juga bergantung terhadap orientasi
eritrosit dan ruang yang ada di dalam kapiler.

38
Lanjutan..
Perhitungan volume darah kapiler paru (Vc) dari
pengukuran DLCO bergantung pada nilai CO yang
dipilih untuk penghitungan.

Menggunakan data in vitro untuk CO menghasilkan


nilai Vc saat istirahat sebesar 75 100 mL untuk pria
dan sedikit lebih rendah untuk wanita.

39
Lanjutan.

Pengukuran Vc dengan metode CO bergantung pada


kuantitas hemoglobin yang ada pada anyaman kapiler
disamping volume kapiler yang sesungguhnya.

Penghitungan Vc mengasumsikan konsentrasi


hemoglobin normal pada darah kapiler dan variasi
dalam parameter ini dapat mempengaruhi komponen
COVc pada D1CO

40
Lanjutan

Perhitungan DLCO menggunakan nilai morfometrik


postmortem dan nilai CO in vitro menghasilkan
estimasi DLCO yang lebih besar daripada
pengukuran DLCO dalam kondisi istirahat pada
hewan yang sama dalam kondisi hidup.

Perbedaan ini timbul karena pengukuran morfometrik


didapatkan pada kondisi paru mengembang secara
maksimal.

41
Lanjutan

Estimasi morfometrik menggambarkan area permukaan


alveoli yang terisi penuh dan Vc, kondisi yang dapat
dilihat saat penyerapan oksigen maksimal selama latihan.

Saat DLCO yang dihitung dengan morfometrik data


dibandingkan dengan DLCO yang dihitung pada hewan
hidup dalam kondisi latihan maksimum, terdapat
kesesuaian yang baik diantara kedua estimasi tersebut.

42
Faktor-faktor yang Memengaruhi Kapasitas
Difusi

Kapasitas difusi CO menggambarkan resistensi


alveolus-membran kapiler untuk menyalurkan CO
dari alveolus ke kapiler darah.

Prinsip Roughton dan Forster menjelaskan pengaruh


dari reaksi kimia pada proses transfer CO.

DLCO mungkin dapat digunakan untuk mengukur


penurunan transfer gas yang disebabkan oleh difusi
yang abnormal, namun dapat juga merefleksikan
penurunan konsentrasi hemoglobin, distribusi objek
fisiologis yang tidak merata di paru, hilangnya
jaringan paru ataupun artifak. 43
Lanjutan.

Banyaknya faktor difusi yang dapat memengaruhi


DLCO, di Eropa uji coba ini lebih sering mencermikan
faktor transfer CO daripada kapasitas difusi CO.

Faktor yang mempengaruhi :


- Konsentrasi Hemoglobin
- Tekanan Parsial pada Oksigen Alveolus
- Posisi tubuh
- Olah raga
- Volume alveolus
- Distribusi Objek Fisiologis yang Tidak Merata
44
1. Konsentrasi Hemoglobin

Volume darah kapiler (VC) merupakan variable utama


pada kapasitas difusi.
Volume darah dianggap penting karena jumlah
hemoglobin yang tersedia akan berikatan dengan CO.
Hasil ukur VC dapat berkurang karena penyakit, namun
juga dapat dipengaruhi oleh konsentrasi hemoglobin
dalam darah. Karena alasan ini, DLCO dapat menjadi
target perbaikan untuk konsentrasi hemoglobin.

45
Lanjutan.

- Sebagian besar laboratorium tidak mengkoreksi nilai


prediksi DLCO pada kondisi kadar hemoglobin abnormal.

46
2. Tekanan Parsial pada Oksigen Alveolus

Seperti yang telah diindikasikan sebelumnya, CO


bergantung pada PO2. Peningkatan PO2 alveolus akan
mengurangi pengukuran DLCO.

D1CO akan menurun jika pasien menerima suplementasi


oksigen pada saat pengukuran, penurunan PO2 akan
menyebabkan peningkatan hasil ukur DLCO.

47
Lanjutan.
Kondisi PO2 alveolus disesuaikan pada ketinggian
permukaan laut, penduduk yang tinggal diketinggian
10000 kaki diatas permukaan laut menunjukan perubahan
yang besar pada kapasitas difusi jika dibandingkan
penduduk yang tinggal di dataran rendah.

Penduduk yang tinggal sementara (6 minggu) di


ketinggian tidak akan mengalami peningkatan DLCO.

48
3. Posisi Tubuh
DLCO meningkat sekitar 5-15% pada posisi supinasi.

Darah berpindah dari tubuh bagian bawah dan kaki


menuju paru ketika seseorang berada dalam posisi
supinasi.

Sebagian besar peningkatan DLCO disebabkan oleh


peningkatan volume darah kapiler sebesar 13%-27%
disertai dengan perubahan jumlah cairan.

49
Lanjutan.

Terdapat pula peningkatan DmCO pada posisi


supinasi yang muncul karena peningkatan volume
intravaskular.

Efek perubahan postur tubuh pada D1CO dapat


menurun karena perubahan umur, namun alasannya
hingga saat ini belum diketahui.

50

Anda mungkin juga menyukai