Anda di halaman 1dari 18

1

PENDAHULUAN

Edema paru adalah akumulasi cairan ekstravaskular di paru yang terjadi
karena peningkatan tekanan hidrostatik atau kerusakan fungsi barier yang
seharusnya menjaga pergerakan cairan dan protein di paru.
1
Transfusion
associated circulatory overload (TACO) merupakan salah satu bentuk edema
paru kardiogenik disebabkan peningkatan tekanan hidrostatik setelah 1 sampai 6
jam pemberian transfusi.
1,2

Transfusi darah salah satu terapi utama pada banyak kasus mempunyai
komplikasi. Angka kesakitan dan kematian akibat komplikasi transfusi darah
transfusion associated circulatory overload (TACO) sebanyak 1-8% dan
menempati tingkat kedua kematian pada tahun 2007 akibat transfusi darah
ataupun transfusi plasma menurut Food and Drug Administration (FDA) .
2,3

Keluhan sesak, hipertensi, dan hipoksia timbul 1-6 jam setelah
transfusi.
2-5
Kecepatan dan jumlah darah transfusi mempengaruhi timbulnya
komplikasi, tetapi faktor resiko TACO sampai sekarang belum dapat ditentukan
secara pasti. Wanita, umur kurang 3 tahun atau lebih 60 tahun, riwayat sakit
ginjal dan sakit jantung mempunyai angka kejadian TACO lebih tinggi.
5
Diagnosis banding efek samping transfusi pada paru selain TACO
adalah Transfusion Related Acute Lung Injury (TRALI), syok anafilaksis,
kontaminasi bakteri dalam darah transfusi dan reaksi hemolitik transfusi.
Kesulitan utama membedakan TACO dan TRALI disebabkan gejala dan onset
yang timbul hampir sama tetapi memiliki terapi yang berbeda yang harus
diketahui para dokter dan ahli transfusi.
4

DEFINISI

Transfusion associated circulatory overload merupakan salah satu
bentuk edema paru kardiogenik. Centers for Disease Control and Prevention
(CDC) memberikan kriteria diagnostik karena sampai saat ini belum ada
kesepakatan definisi TACO. Diagnosis TACO berdasarkan adanya keluhan dan
gejala edema paru akut yang timbul selama 1 sampai dengan 6 jam setelah
2

transfusi.
5
Transfusion Associated Lung Injury (TRALI) merupakan komplikasi
transfusi lain harus dibedakan dengan TACO.
3-5

Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler pada TACO dan edema paru
akibat sindrom kebocoran pada TRALI adalah perbedaan utama. Diagnosis
TACO dan TRALI harus segera ditentukan saat terjadi edema paru dan
hipoksemia setelah 6 jam transfusi darah.
5,6
Komplikasi transfusi akibat TACO
sering terjadi dan tidak dikenali.
6


PATOFISIOLOGI

Sel epitel alveoli sebagian besar adalah pneumosit tipe 1 bersifat
impermeabel, dilapisi surfaktan, menempel pada membran basal alveoli dan
antar sel dihubungkan lapisan tebal. Kapiler paru terdiri dari sel-sel endotel
pipih dimana cairan dan zat-zat terlarut dapat melewati membran antar selnya.
8,9
Morfologi sel alveoli dapat dilihat pada gambar 1.
1,8,9

Gambar 1. Mikrograf elektron kapiler pulmonal. Horizontal bar = 1 m. SDM :
sel darah merah, MB : membran basal, EP : sel epitel alveolar tipe I,
EN : sel endotel kapiler.

Dikutip dari (1)
3

Mekanisme TACO adalah peningkatan volume darah paru, peningkatan
tekanan hidrostatik kapiler dan penurunan komplians paru. Faktor resiko TACO
adalah usia tua, gangguan fungsi ventrikel kiri, penyakit ginjal, riwayat gagal
jantung kongestif, pemakaian vasopresor dan keseimbangan cairan positif.
Kecepatan pemberian transfusi lebih dari 2 unit / jam dapat mengakibatkan
TACO (1 unit = 250ml).
3
Penyebab edema paru dibagi menjadi kardiogenik dan non
kardiogenik.
7-10
Edema paru non kardiogenik terjadi karena kerusakan sel
kapiler endotelial mengakibatkan hipoksia dan gagal napas.

Edema paru
kardiogenik terjadi akibat penurunan fungsi jantung mengakibatkan peningkatan
tekanan vena pulmonaris dan tekanan hidrostatik kapiler paru.
1,7-9
Cairan rendah
protein terakumulasi di intersisial dan alveoli paru. Gagal jantung kiri, penyakit
katub jantung, kelebihan terapi cairan, tamponade jantung dan gagal ginjal
menyebabkan edema paru kardiogenik.
7
Faktor yang mengatur pertukaran cairan di paru dinyatakan dalam
persamaan Starling :
1,8-10

Jv = Lp.S[(Pc Pi) d(c i)]
Jv = kecepatan filtrasi cairan (melewati sawar mikrovaskuler)
Lp= hambatan permeabilitas mikrovaskuler untuk filtrasi cairan (seberapa
mudah air melewati sawar mikrovaskuler)
S = area permukaan sawar mikrovaskuler
Pc = tekanan hidrostatik kapiler pulmoner
Pi = tekanan hidrostatik interstisial
c = tekanan onkotik kapiler
i = tekanan onkotik interstisial
d = koefisiensi permeabilitas protein endotel

Tekanan Starling dibentuk oleh tekanan hidrostatik kapiler dan jaringan,
juga tekanan onkotik plasma dan intersisial.
9-11
Filtrasi cairan endotelium
kapiler paru dipengaruhi keseimbangan tekanan hidrostatik transkapiler (Pc
Pi) dan tekanan onkotik transkapiler (c i). Tekanan hidrostatik transkapiler
membuat cairan mengalir dari kapiler ke interstisial sedangkan tekanan onkotik
transkapiler mempertahankan cairan tetap dalam kapiler. Cairan yang terbentuk
4

ditentukan oleh permeabilitas air (Lp.S) dan protein (d) endotelium.
1,8,9

Gambar skema hukum Starling pada paru manusia tampak seperti dibawah ini.

Gambar 2. Skema hukum Starling pada paru manusia normal. Part : tekanan
arteri pulmonalis, Pven : tekanan vena pulmonalis, Pis : tekanan
hidrostatik interstisial, Pcap : tekanan hidrostatik kapiler paru, is :
tekanan onkotik interstisial, cap : tekanan onkotik kapiler.
Dikutip dari (1)

Onkometer dapat mengukur nilai tekanan onkotik kapiler.
1
Tekanan
hidrostatik kapiler bervariasi setiap orang tergantung panjang kapiler arteri
pulmonalis sampai vena pulmonalis. Tekanan cairan interstitial relatif sedikit
negatif terhadap tekanan atmosfer cenderung menarik cairan karena gaya recoil
surfaktan.
1,10,11
Tekanan onkotik interstitial diukur pada spesimen getah bening
paru.
1,8-11
Albumin faktor penentu tekanan osmotik koloid plasma karena
mempunyai ukuran lebih kecil dan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding
protein plasma lain.
11

Beberapa mekanisme mempertahankan paru dari keadaan edema dengan
pengontrolan volume cairan ekstravaskuler agar difusi gas tetap
berlangsung.
11,12
Proteoglikan memegang peran penting menahan kenaikan
tekanan hidrostatik interstisial melalui 2 cara, pertama rantai glikosaminoglikan
proteoglikan dapat mengikat kelebihan air dalam ruang interstisial untuk
membentuk struktur gel meningkatkan barier dan mengurangi permeabilitas
membran basal. Kedua, peran penting proteoglikan menunjukkan ikatan
5

makromolekul mereka yang menjamin kekuatan jaringan paru.
12
Respons
terhadap meningkatnya filtrasi vaskuler menyebabkan peningkatan tekanan
hidrostatik intersisial dan peningkatan pengaliran menuju kelnjar limfatik.
1,7,12

Pengumpulan cairan sering terjadi pada bagian tebal interstisial dimana hanya
sedikit ikatan proteoglikan.
1,7-12
Faktor potensial lain yang mengontrol tekanan hidrostatik paru adalah
tahanan kapiler arteriol yang mempertahankan tekanan kapiler paru sekitar 10
cmH
2
O. Tekanan hidrostatik interstisial yang meningkat membuat matriks
interstisial paru berubah.
11,12
Integritas struktur matriks interstisial akan
menurun karena fragmentasi proteoglikan menyebabkan meningkatnya
komplians jaringan dan menurunnya permeabilitas vaskular meskipun tidak
dapat kembali seperti normal, tetapi dapat mempertahankan proses difusi gas
tetap berlangsung.
12
Kontrol pengendalian tekanan hidrostatik interstitial ini
ditunjukkan pada gambar 2 dibawah ini.

Gambar 2. Respon peningkatan tekanan hidrostatik interstisial jaringan paru.
Dikutip dari (12)

Edema interstitial yang berkelanjutan akan merusak integritas arsitektur
matriks proteoglikan interstitial dan membran basal menyebabkan elastisitas
jaringan menurun dan permeabilitas endotelium kapiler meningkat yang
memperburuk edema paru. Kontrol proteoglikan pada matriks interstisial lebih
kecil dibanding kondisi fisiologis menyebabkan perlawanan tekanan filtrasi
6

mikrovaskuler paru mengakibatkan peningkatan permeabilitas mikrovaskuler
dan banyak kerusakan matriks proteoglikan (edema hidrolik) disebabkan oleh
kelebihan cairan tubuh
1,12
Beberapa faktor berperan terhadap kerusakan matriks
proteoglikan meliputi :
12

1. Faktor mekanik seperti peningkatan tekanan hidrostatik vaskular paru
2. Melemahnya ikatan nonkovalen antara proteoglikan dengan komponen
matriks lainnya karena peningkatan hidrasi atau jarak
3. aktivasi matriks metaloproteinase (MMP) 2 dan MMP 9 seperti pada kasus
hipoksia kronis
Nilai normal tekanan hidrostatik kapiler rata-rata 10 mmHg, tekanan
hidrostatik intestisial adalah -2 mmHg, tekanan onkotik kapiler adalah 25
mmHg dan tekanan onkotik interstisial adalah 19 mmHg, sehingga nilai total
tekanan filtrasi gaya Starling adalah [10-(-2)] - [25-19] = 6 mmHg.
1,8-11
Jumlah
tekanan filtrasi dari gaya Starling selalu sedikit positif dan diimbangi oleh
keluarnya cairan melalui kelenjar getah bening yang mempunyai struktur vesel
lebih besar dibanding pori-pori kapiler seperti yang ditunjukkan pada gambar 3.

10,11


Gambar 3. Sistem perpindahan cairan dan protein melalui kapiler, interstisial,
dan kelenjar getah bening.
Dikutip dari (11)
7

Cairan filtrasi mengalir dari ruang interstisial septum interalveolar
menuju ke interstisial peribronkovaskular dimana terdapat kelenjar getah bening
terminal yang mengalirkan cairan menuju hilus dan keluar dari paru.
1,8-10

Perbedaan tekanan alveoli dan pleura mendorong cairan keluar dari ruang
interstitial interalveolar, membran epitel alveolar bersifat impermeabel relatif,
mencegah cairan masuk dalam alveolar: epitel alveolar yang kuat berfungsi
sebagai penghalang cairan dan melindungi proses pertukaran gas.
1
Mekanisme TACO adalah peningkatan volume darah paru dan tekanan
hidrostatik kapiler tanpa diikuti kenaikan komplians paru menimbulkan edema
paru akut.
3
Pengaliran aliran limfe paru dapat meningkat sampai 10 kali dari
normal saat olah raga. Akumulasi cairan ekstravaskular terjadi jika cairan dalam
interstisial melebihi jumlah kemampuan kelenjar limfatik untuk mengeluarkan
cairan menyebabkan masuk dalam ruang alveolar.
4,13,14
Proses terjadinya
akumulasi cairan dari awal sampai dengan masuknya cairan ke dalam ruang
alveoli dapat dibagi menjadi 3 tahap :
15
1. Peningkatan tekanan atrium kanan membuat pelebaran pembuluh darah
paru. Pada tahap ini belum tampak gangguan difusi gas.
2. Cairan dan koloid masuk ke ruang interstisial paru melalui kapiler tetapi
dapat diimbangi pengaliran keluar kelenjar limfe, jika kelenjar limfe tidak
dapat mengimbangi lagi maka cairan akan ditahan dalam matriks ruang
interstisial. Pada tahap ini mulai terjadi gangguan difusi tetapi masih belum
menimbulkan takipnea. Takipnea yang timbul disebabkan rangsangan
reseptor kapiler juxtapulmonaris (tipe-J), syaraf tidak bermyelin di alveoli
yang berhubungan dengan modulasi pernafasan dan denyut jantung.
3. Filtrasi cairan terus meningkat dan mengisi ruang interstitial. Ruang
interstitial dapat berisi sampai 500ml cairan. Cairan melintasi epitel alveolar
masuk alveoli, menyebabkan alveoli penuh cairan. Pada tahap ini tampak
kelainan difus, kapasitas vital dan volume pernapasan lainnya berkurang,
dan perburukan hipoksemia.
Kelebihan cairan akan mengisi ruang interstitial peribronchovascular
yang dapat menampung 300-400 ml cairan dapat terlihat pada rontgen toraks
berbentuk penebalan hilus dan garis Kerley B merupakan gambaran penunjang
8

diagnostik radiografi edema paru kardiogenik, setelah itu cairan mulai masuk
ruang alveolar.

GEJALA KLINIS

Gejala tersering adalah sesak napas (77%), hipertensi (43%) dan
hipoksia (36%). Gejala lainnya antara lain sesak napas akut, ortopnea, sianosis,
takikardia, hipertensi sistolik, edema perifer, distensi vena jugularis, dan
peningkatan tekanan pulmonal.
3-5,14

Gambaran rontgen toraks menunjukkan infiltrat baru bilateral dan
kardiomegali setelah transfusi.
3,7
Pemeriksaan auskultasi jantung didapatkan
suara S3, disertai suara napas tambahan ronki halus.
2,3
Pemeriksaan
laboratorium didapatkan nilai B-type natriuretic peptide (BNP) meningkat lebih
dari 2000 pg/ml.
2,4-6,14

FAKTOR RESIKO

Pasien dengan riwayat gagal jantung kongestif dan penyakit ginjal
kronis mempunyai resiko tinggi menjadi TACO.
3,5
Faktor resiko lain seperti
usia lanjut, disfungsi ventrikel kiri, hipoalbumin, pemakaian vasopresor
sebelumnya dan keseimbangan cairan positif.
5,6,14-17
Transfusi darah dan pemberian cairan intravena berlebihan
meningkatkan volume intravaskular dan tekanan pengisian jantung menjadikan
edema paru. Tindakan operasi jantung dan liver mempunyai resiko lebih tinggi
terjadinya TACO.
5
Keseimbangan cairan, jenis transfusi, volume transfusi, dan
kecepatan transfusi mempengaruhi terjadinya TACO.
16


DIAGNOSIS BANDING

Transfusi merupakan terapi utama pada beberapa kasus yang
mempunyai banyak resiko.
2
Resiko transmisi penyakit infeksi dari transfusi
menurun dalam dua dekade ini tetapi resiko transfusi lain muncul seperti
TACO, TRALI, komplikasi infeksi, reaksi hemolitik, reaksi febris, reaksi alergi
9

atau anafilaksis, Transfusion Related Immunomodulation (TRIM) yang harus
diketahui tenaga kesehatan.
Pengenalan gejala awal reaksi transfusi penting.
2,13
Gejala klinis dan
onset yang sama antara TACO dan TRALI harus dapat segera membedakannya
mengingat perbedaan terapi dan manajemen kedua reaksi transfusi tersebut.
2-
4,6,13
Beberapa reaksi transfusi antara lain :
1. Transfusion Related Immunomodulation (TRIM)
Penurunan sistem kekebalan tubuh pasien setelah menerima transfusi darah
akibat antigen donor disebut TRIM. Resiko berkembang dan kambuhnya
kanker, infeksi bakteri pasca operasi, infeksi nosokomial lainnya akibat
immunomodulasi dan penurunan sistem kekebalan tubuh akibat transfusi
dapat meningkatkan angka kesakitan dan kematian.
2,18
Lekosit, plasma
darah, dan bahan lainnya yang menumpuk selama penyimpanan produk
darah meningkatkan resiko TRIM. Sel darah putih berperan dalam TRIM
meskipun setelah 1,5 tahun transfusi.
2
2. Reaksi Hemolitik
Reaksi hemolitik transusi akut dan lambat merupakan keadaan mengancam
jiwa karena ketidakcocokan jenis golongan darah yang ditransfusikan. Efek
samping transfusi ini dimediasi oleh IgM yang menginduksi sistem
komplemen menyebabkan kerusakan sel darah merah intravaskular luas.
Gejala awal reaksi hemolitik akut terjadi setelah darah ditransfusikan 5
sampai 20 ml timbul panas, hipotensi, myalgia, nausea, takikardi, sakit
kepala, kulit memerah dan penurunan kesadaran. Reaksi hemolitik tipe
lambat timbul setelah 1 sampai 4 minggu setelah transfusi dengan hasil
pemeriksaan hemoglobn rendah disertai kenaikan angka enzim laktat
dehidrogenase dan bilirubin.
2,8,9,13

3. Reaksi Febris
Febrile nonhemolytic transfusion reactions (FNHTRs) timbul setelah 1 jam
trasfusi dengan kenaikan temperatur badan pasien 1
0
C tanpa kelainan lain.
Reaksi ini sering terjadi 1 dari 200 - 400 pasien transfusi yang disebabkan
reaksi antigen - antibodi resipien diikuti sitokin - sitokin inflamasi yang
mengakibatkan panas tubuh meningkat.
2,8
Reaksi ini sering terjadi pada
10

transfusi platelet. Pemberian antipiretik, antihistamin dan kortikosteroid
dapat mengurangi gejala.
2
4. Alergi dan reaksi anafilaksis
Reaksi ini dimediasi oleh IgE dan IgA sebagai akibat reaksi antibodi
terhadap protein donor, seperti albumin, IgG, dan IgA. Transfusi platelet
sering menimbulkan reaksi ini. Gejala yang timbul sesak napas, sakit kepala,
hipotensi, bronkospasme, syok, henti napas dan gejala alergi (pruritus,
urtikaria)
2,8,9

5. TRALI
Gejala klinis TRALI dan TACO hamppir sama dan merupakan keharusan
bagi seorang dokter untuk dapat membedakan keduanya mengingat terapi
keduanya jauh berbeda.
2-6,14
Perbedaan TACO dan TRALI akan dibahas
dibawah ini.

PERBEDAAN TACO DAN TRALI

Transfusion Associated Circulatory Overload dan Transfusion
Associated Lung Injury mempunyai gejala dan data diagnosis yang mirip.
2-6

Edema paru pada TACO adalah jenis kardiogenik dimana terjadi peningkatan
tekanan hidrostatik karena kenaikan tekanan vena sentral yang mengakibatkan
akumulasi cairan alveolar, sedangkan TRALI merupakan edema paru non
kardiogenik yang disebabkan peningkatan permeabilitas vaskular paru karena
kerusakan jaringan parenkim paru.
2,4-6,13
Aktifasi netrofil diprovokasi oleh
komponen darah transfusi merupakan pemicu utama TRALI diikuti pelepasan
enzim granular dan sintesis spesies oksigen reaktif (reactive oxygen species /
ROS) menyebabkan terjadinya edema paru..
4,8,10-14
Gejala patologis yang timbul setelah transfusi dengan adanya riwayat
gagal jantung, keseimbangan cairan positif dan tidak adanya acute lung injury
(ALI) dapat mengarah pada diagnosis TACO. Tehnik invasif pengukuran
Pulmonary Artery Occlusion Pressure (PAOP) kurang dari 18 mmHg
menunjukkan edema paru non kardiogenik, selain itu pemeriksaan analisa
konsentrasi protein cairan alveoli dan plasma, pemeriksaan radiologi toraks dan
11

pemeriksaan BNP dapat membantu diagnosis TACO dan TRALI.
4,6
Tabel 1
menunjukkan beberapa TACO dan TRALI.
4,13,14


Tabel 1. Perbedaan TACO dan TRALI.
Dikutip dari (14)

Beberapa pemeriksaan penunjang seperti yang telah disebutkan beberapa
diatas dapat membedakan TACO dan TRALI, seperti:
4,6,14
a. Analisa protein cairan plasma dan alveoli
Semakin rendah rasio perbandingan konsentrasi protein cairan pleura dan
plasma semakin tinggi kemungkinan TACO (nilai < 0,65).
4,14
Pemeriksaan
ini dapat dilakukan pada pasien terintubasi.
4

b. Pemeriksaan radiografi
Ukuran lebar mediastinum diatas 70mm dan Cardio Thoracic Ratio (CTR)
lebih 55% secara bersamaan menunjukkan nilai PAOP diatas 18 mmHg.
c. Pemeriksaan BNP
B-type natriuretic peptide adalah neurohormon yang dikeluarkan otot
ventrikel saat terjadi volume dan tekanan yang berlebihan. Nilai BNP diatas
1200 pg/ml berhubungan erat dengan TACO (spesifitas >90%) dan dibawah
200 pg/ml berhubungan dengan edema paru non kardiogenik (spesifitas
>90%). Pemeriksaan BNP pada pasien transfusi dengan faktor resiko TACO
dapat dilakukan sebelum dan sesudah transfusi sebagai perbandingan.
12

Pemeriksaan N-terminal prohormone brain natriuretic peptide (NT-
proBNP) mempunyai akurasi lebih tinggi dibanding BNP dengan spesifitas
>83% dan sensitifitas >93% untuk pasien TACO (> 1000 pg/ml).
d. Pemeriksaan keseimbangan cairan
Keseimbangan cairan merupakan pemeriksaan standart pada perawatan
pasien, keseimbangan cairan positif berlebih dapat menunjukkan terjadinya
TACO.

DIAGNOSIS

Saat ini masih belum ada kriteria diagnostik khusus untuk TACO, tetapi
tiga atau lebih dari tanda / gejala dibawah ini dalam waktu 6 jam setelah
transfusi sesuai kriteria CDC adalah TACO, antara lain :
3
a. Gejala gagal napas akut ( batuk, sesak, ortopnea)
b. Adanya bukti keseimbangan cairan positif
c. Peningkatan BNP
d. Gambaran radiologis menunjukkan edema paru
e. Adanya gagal jantung kiri
f. Peningkatan tekanan vena sentral
Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan BNP dan NT pro-
BNP merupakan penunjang kuat diagnosis TACO.
2-4,13,18
B-type natriuretic
peptide adalah hormon natriuretik yang disekresikan sebagai respon terhadap
perubahan volume dan tekanan di ventrikel. Tingkat BNP meningkat pada
edema paru kardiogenik dan normal pada edema paru nonkardiogenik. Nilai
BNP tinggi mendukung diagnosis TACO pada pasien transfusi.
2
Rontgen toraks
dapat membantu menegakkan diagnosis TACO menunjukkan gambaran edema
paru tetapi sulit dibedakan dengan TRALI. Riwayat pemberian cairan intravena
sebelumnya dapat membantu untuk diagnosis TACO.
18
Konsensus konverensi Kanada dan Institut Nasional Jantung Paru dan
Darah bekerja sama membuat algoritma diagnosa membedakan TACO, TRALI
dan penyakit lain setelah 6 jam penatalaksanaan transfusi seperti yang tampak
pada gambar 4 dibawah ini.
4,6,14

13

Gambar 4. Algoritma edema paru akut setelah tranfusi.
Dikutip dari (6)

TERAPI
Penilaian penyakit terdahulu pasien diperlukan untuk terapi spesifik
sebelum transfusi.
18,19
Gejala respiratorik mungkin memerlukan oksigen nasal,
dan / atau intubasi. Warna kulit berubah manjadi merah atau merah muda
menunjukkan hemolisis memerlukan pemantauan warna dan jumlah urin.
Langkah-langkah penatalaksanaan reaksi transfusi adalah sebagai berikut:
9

1. Hentikan transfusi segera
2. Masukan intravena cairan salin
3. Periksa tanda-tanda vital (suhu, jumlah napas, nadi dan tekanan darah)
4. Berikan oksigen jika sesak
5. Lakukan pemeriksaan fisik (suara paru dan jantung, akral dingin,
pemeriksaan perdarahan abnormal)
6. Ulang pemeriksaan sampel darah untuk tes kompatibilitas dan hemolisis
7. Periksa sampel urin
8. Periksa rontgen toraks jika keluhan respirasi bertambah
9. Buat keputusan diagnosa awal
10. Mulai terapi awal sesuai diagnosa
14


Langkah awal terapi TACO adalah penghentian infus atau transfusi,
menempatkan pasien dalam posisi tegak jika timbul gejala gangguan
pernafasan, pemberian oksigen, vasodilator dan pemberian diuretik akan
memperbaiki kondisi pasien.
2,3 3,18,19
Perawatan intensif atau intubasi dilakukan
jika klinis memburuk untuk mempertahankan pertukaran udara. Kegagalan
terapi diuretik dalam mengoreksi kelebihan volume harus dipikirkan adanya
TRALI.
6,14,18
Penanganan penyakit komorbid harus dipikirkan sebelumnya
untuk mengatasi efek reaksi transfusi yang dapat memperberat kondisi penyakit
dan mengancam jiwa pasien.
5,17,18


PENCEGAHAN

Anamnesa faktor risiko pasien dan monitoring keseimbangan cairan
sebelum dan selama transfusi merupakan hal utama untuk mencegah TACO.
2-4

Pemeriksaan tanda vital dan gejala klinis harus dilakukan jika pasien
memerlukan transfusi lebih dari satu unit.
3
Reaksi yang timbul selama transfusi
harus dibedakan antara TACO dan penyakit lain terutama TRALI mengingat
kemiripan gejala dan onset gejala.
3-6,14,16
Transfusi pada pasien dengan faktor resiko terjadi TACO harus
diberikan perlahan (kecepatan 2-4 ml/menit) dengan dosis 10 sampai 15
ml/kgBB.
3,16,18
Pemberian terapi diuretik disarankan sebelum transfusi dapat
menghindari TACO.
3,17,18


PROGNOSIS
Kematian akibat TACO di beberapa negara menempati tingkat pertama
dan kedua.
3,17,18
Prognosis TACO berhubungan dengan berat penyakit yang
diderita pasien sebelumnya dan penyakit saat pasien transfusi. Angka kematian
dan lama rawat inap meningkat saat pasien timbul reaksi TACO.
5
Perbaikan kondisi pasien tergantung dari umur dan penyakit komorbid
sebelumnya. Pasien tua, penderita penyakit jantung dan ginjal sebelumnya yang
memerlukan transfusi cepat mempunyai prognosis buruk jika timbul TACO.
5,16-
18
Gambar 5 menunjukkan rontgen toraks pada pasien laki-laki berumur 46
15

tahun dengan nefropati diabetikum, benign prostate hiperplasia, hematom
subdural dan abses perianal yang mengalami TACO.
17


Gambar 5. Rontgen toraks pasien dengan TACO tampak infiltrat bilateral
dengan gejala pernafasan setelah 6 jam transfusi.
Dikutip dari (17)

16

SIMPULAN
1. Reaksi transfusi TACO menempati urutan kedua penyakit transfusi di
beberapa negara.
2. Transfusion associated circulatory overload (TACO) merupakan salah satu
bentuk edema paru kardiogenik disebabkan peningkatan tekanan hidrostatik
setelah 1 sampai 6 jam pemberian transfusi.
3. Usia tua, penyakit jantung dan / atau ginjal sebelumnya merupakan faktor
resiko terjadinya TACO.
4. Diagnosis banding TACO antara lain TRALI dan reaksi transfusi lain harus
dibedakan mengingat penatalaksanaan yang berbeda.
5. Tatalaksana TACO antara lain penghentian transfusi, posisi duduk, diuretik
dan terapi pendukung lain.
6. Pencegahan TACO dengan pencatatan riwayat penyakit dan monitoring
kondisi pasien selama transfusi.
7. Prognosis TACO sesuai dengan penyakit komorbid pasien mempengaruhi
komorbid dan lama dirawat rumah sakit.

17

DAFTAR PUSTAKA
1. Murray JF. Pulmonary edema: pathophysiology and diagnosis. Int J Tuberc
Lung Dis. 2012;15:155160.
2. Elizabeth AK. Blood transfusion: friend or foe. AACN Critical Care.
2009;2:55-163.
3. Popovsky MA. Tranfusion associated circulatory overload. Bloodnews.
2013;1-2.
4. Andreu G. Transfusion-associated circulatory overload and transfusion
related acute lung injury: diagnosis, pathophysiology, management and
prevention. ISBT Science Series. 2009;4:63-71.
5. Murphy EL, Kwaan N, Looney MR, Gajic O. Risk factors and outcomes in
transfusion-associated circulatory overload. The American Journal of
Medicine. 2013;10:1-10.
6. Gajic o, Gropper MA, Hubmayr RD. Pulmonary edema after transfusion:
how to differentiate transfusion-associated circulatory overload from
transfusion-related acute lung injury. Critical Care Medicine. 2006;34:109-
113.
7. Gonzales J, Verin A. Non-cardiogenic pulmonary edema. In: Irusen
EM,editor. Lung diseases - selected state of the art reviews. Georgia: In
Tech Publisher. 2012. p. 525-38.
8. Matthay MA. Acute respiratory distress syndrome : pathogenesis. In:
Fishman AP,Elias JA, Senior M Robet, editors. Fishman's pulmonary
disease and disorders. 4th ed. New York: McGraw Hill. 2008. p. 2523-33.
9. Seaton A. Pulmonary Hypertension. In: Seaton A, Seaton D, editors.
Crofton and Douglas's respiratory disease. 5th

ed. London: Blackwell
Science. 2000. p. 748-64.
10. Murphy MS, Wainscoat J, Pasi KJ. Haematological disease. In: Kumar P,
Clarck M, editors. Kumar and Clark's clinical medicine. 7th. Edinburg:
Saunder Elsevier. 2009. p. 425-30.
11. Scallan J, Huxley VH, Korthuis RJ. In: Morgan AJ, Claypool SG, editors.
Capillary fluid exchange: regulation, functions, and pathology. San Rafael
(CA): Morgan & Claypool Life Sciences. 2010. p. 1-78.
18

12. Misserochi G. Mechanisms controlling the volume of pleural fluid and
extravascular lung water. Euro Respir Rev. 2009;244-52.
13. Jain S, deBoisceblanc BP. Pulmonary vascular disease. In: Ali J, Summer
WR, Levitzky MG, editors. Pulmonary pathophyshiology. 3th ed. Toronto:
McGraw Hill Medical. 2010. p. 140-4.
14. Skeate RC, Eastlund T. Distinguishing between transfusion related acute
lung injury and transfusion associated circulatory overload. Curr Opin
Hematol. 2007;14:682687.
15. Sovari AA, Ooi HH. Cardiogenik pulmonary edema. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/157452-overview#a0101. Accessed
on March 28th. 2014.
16. Li G, Rochmale S, Kojicic M, Shahjehan K, Malinhohc M. Incidence and
transfusion risk factors for transfusion associated circulatory overload
among medical intensive care unit patients. Transfusion. 2011;51:338-43.
17. Agnihorti N, Agnihorti A. Transfusion associated circulatory overload.
Indian J Crit Care Med. 2014;18: 396-8.
18. Torres R, Kenney B, Tomey CA. Diagnosis, treatment, and reporting of
adverse effects of transfusion. CE Update. 2012;43: 217-31.
19. McCullough J. Complication of transfusion. Transfusion medicine. 3th ed.
New Delhi: Willey Blackwell. 2012. p. 378-401.


Korektor



Susanto Eko, dr.

Anda mungkin juga menyukai