Anda di halaman 1dari 28

EDEMA PARU

Pendahuluan

Edem paru dapat diartikan sebagai peningkatan jumlah cairan ekstraselular paru, di mana
cairan terkumpul dalam dua kompartemen utama yaitu interstisial dan alveoli, yang mana ketika
cairan pada akhirnya terkumpul di ruang alveoli, pertukaran gas akan sangat terganggu dan akan
mengancam hidup. Secara umum terdapat dua macam edema paru yang dapat terjadi pada
manusia, yaitu edem paru kardiogenik (sering disebut sebagai edema paru hidrostatik atau
hemodinamik), lalu edem paru noncardiogenik (nama lainnya adalah edem paru dengan
peningkatan permeabilitas, termasuk didalam jenis ini adalah acute lung injury dan sindroma
distres pernapasan akut). Walaupun keduanya mempunyai penyebab yang berbeda, edem paru
kardiogenik dan nonkardiogenik mungkin sulit dibedakan karena keduanya memiliki manifestasi
klinis yang mirip. Pengetahuan tentang sebab edem paru akut memberikan arti penting dalam
penatalaksaan kasus ini.1,2,3

Epidemiologi dari edema paru hidrostatik sangat berhubungan dengan gagal jantung
kongestif (CHF). Asosiasi Jantung Amerika (AHA) melaporkan bahwa ada sekitar 550.000
kasus baru per tahunnya di Amerika serikat, dan CHF berkontribusi sekitar 287.200 kasus
kematian pada tahun 1999. Untuk edem paru nonkardiogenik, walaupun insidens tahunan ALI
atau ARDS belum dapat ditetapkan secara tepat, perkiraan di Amerika Serikat dari yang terendah
1,5 sampai 8,4 dalam 100.000 hingga yang tertinggi sekitar 75 dalam 100.000. Bahkan data
terbaru dari Studi ARDS menyatakan rata-rata 16 sampai 96 kasus ALI atau ARDS per 100.000
populasi. Rentang yang luas ini merefleksikan baik kesulitan dalam melakukan studi
epidemiologi maupun ketiadaan tes diagnostik yang spesifik. Angka kematian berhubungan
dengan ALI atau ARDS tetap tinggi yaitu sekitar 50 persen walaupun selama lebih dari tiga
dekade terakhir telah banyak investigasi mendalam mengenai penyebab dan tatalaksananya.3,4

Untuk mengkuantifikasi risiko terjadinya ALI dari sejak onset kondisi predisposisi yang
spesifik, tiga studi prospektif dilakukan, dengan mengunakan kriteria kualifikasi yang sama.

1
Pepe dan kawan-kawan mengikuti perjalanan 136 pasien dengan sepsis, aspirasi isi lambung,
kontusio paru, transfusi sel darah merah, fraktur multipel, tenggelam, pankreatitis, dan mendapati
hasil 38 % pasien dengan sepsis dan 30 % pasien dengan aspirasi menjadi ALI. Fowler dan
kawan-kawan juga mengikuti 993 pasien dan mendapati 68 pasien yang menjadi ALI, aspirasi
merupakan faktor risiko terbesar (36%). Penelitian yang terbaru, Hudson dan kawan-kawan
mengikuti pasien yang juga dengan kondisi yang merupakan faktor risiko, yaitu 41% pasien
dengan sepsis, 36% pasien yang mendapat transfusi darah, 22% pasien dengan kontusio paru dan
aspirasi isi lambung menjadi ALI. Ketiga studi ini juga mengungkapkan bahwa faktor risiko
multipel meningkatkan insidens ALI secara bermakna, dan bahwa 85% pasien akan berkembang
menjadi ALI dalam waktu 72 jam sejak onset faktor risiko, pasien-pasien dengan aspirasi isi
lambung cenderung berkembang menjadi ALI lebih cepat daripada pasien sepsis atau trauma.3,4

Penanganan edema paru yang rasional harus berdasarkan penyebab dan patofisiologi
yang terjadi. Oleh karena itu dalam tulisan ini akan dibahas akan dibahas tentang patofisiologi,
etiologi dan penatalaksanaan edema paru akut.

Tujuan

Tujuan penulisan ini adalah untuk membahas lebih lanjut mengenai edem paru akut yang
meliputi sistem spatofisiologi, pembagiannya meliputi edem paru kardiogenik dan
nonkaediogenik, etiologi serta penatalaksanaannya.

Patofisiologi edema paru akut

Edema paru akut adalah keadaan patologi dimana cairan intravaskular keluar ke ruangan
ekstravaskular, jaringan interstisial dan alveoli yang terjadi secara akut. Pada keadaan normal
cairan intravaskular merembes ke jaringan interstisial melalui kapiler endotelium dalam jumlah
yang sedikit sekali, kemudian cairan ini akan mengalir ke pembuluh limfe untuk kembali ke
dalam sirkulasi. Edema paru timbul bila cairan yang difiltrasi oleh dinding mikrovaskular lebih
banyak dari yang bisa dikeluarkan. Akumulasi cairan ini akan berakibat serius pada fungsi paru
oleh karena tidak mungkin terjadi pertukaran gas apabila alveoli penuh terisi cairan. Dalam
keadaan normal di dalam paru terjadi suatu aliran keluar yang kontinu dari cairan dan protein
dalam pembuluh darah ke jaringan interstisial dan kembali ke sistem aliran darah melalui
jaringan limfe.1,2,4,5

2
Berikut adalah gambar yang memperlihatkan struktur membran alveolar– kapiler paru

Gambar 1. Membran alveolar-kapiler pada paru

Keseimbangan cairan antara ruangan intravaskular dan ekstravaskular pada level kapiler
diatur oleh Hukum Starling (Gambar 2). Rumus Starling dapat dirumuskan seperti dibawah ini :
Qiv-int = Kf (Pintravaskular – Pinterstisial) - σr (IIintravaskular – IIinterstisial). Ruang intravaskular dan
ekstravaskular dipisahkan oleh barier endotelial. Barier ini dicirikan oleh adanya tahanan
intrinsik terhadap filtrasi cairan (defined by koefisien filtrasi Kf) dan properti protein bermuatan
elektrik negatif (defined by koefisien refleksi σr). Menurut hukum starling, kekuatan utama yang
berperan pada barrier antara ruang intravaskular dan ekstravaskular adalah tekanan hidrostratik
dan tekanan onkotik. Tekanan hidrostatik akan mendorong cairan keluar dari ruang
intravaskular. Tekanan onkotik dihasilkan dari adanya muatan negatif protein (terutama
albumin), yang mempunyai efek yang sebaliknya dari tekanan hidrostatik sehingga menahan
cairan tetap berada ditempatnya. Pada pembuluh kapiler paru, peningkatan tekanan hidrostatik
paru (PCWP) menyebabkan meningkatnya ekstravasasi cairan ke ruang interstisial paru, melalui
barier endotelial. Kalau peningkatan cairan cukup besar melebihi kemampuan drainase limfatik,

3
maka akan diikuti dengan ekstravasasi cairan ke alveoli melalui epitel alveoli dan terjadilah
edem paru.1,2,4,5,6,7

Gambar 2. Hukum Frank Starling

Gambar diatas dapat dijelaskan sebagai kecepatan aliran transudat dari pembuluh darah
ke interstisium (Qiv-int) adalah perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan onkotik (terutama
ditentukan oleh albumin). Tekanan ini memiliki efek yang bertolak belakang : tekanan
hidrostatik cenderung untuk mendorong cairan keluar dari pembuluh darah, dimana tekanan
onkotik cenderung untuk menahan cairan di dalam pembuluh darah. Perbedaan tekanan
hidrostatik antara pembuluh darah dan interstisium (Pintravaskular-Pinterstisial) akan terkoreksi
oleh suatu konstanta filtrasi membran alveolar-kapiler yang spesifik (Kf). Perbedaan tekanan
onkotik antara pembuluh darah dan interstisium terkoreksi oleh suatu konstanta spesifik (σr).4

Proses terjadinya edema paru dapat dijelaskan melalui tiga tahapan, yaitu :

- Stadium 1 : pada keadaan ini terjadi peningkatan jumlah cairan cairan dan koloid di ruang
interstisial yang berasal dari kapiler paru. Celah pada endotel kapiler paru mulai melebar akibat
peningkatan tekanan hidrostatik atau efek-efek zat toksik. Meskipun filtrasi yang meningkat
namun belum tampak peningkatan cairan di ruangan interstisial sebab adanya keseimbangan
berupa peningkatan drainase limfatik.

4
- Stadium 2 : Ketika kapasitas limfatik untuk mengalirkan kelebihan cairan sudah melampui
batas sehingga cairan mulai terkumpul di ruang interstisial dan mengelilingi bronkioli dan
vaskular paru.

- Stadium 3 : Proses yang terjadi terus berlanjut sehingga tekanan di ruang interstisial sudah
meningkat melebihi kapasitas dan cairan akan menembus membran alveolar dan membanjiri
alveoli.2,8

Mekanisme yang menjaga agar jaringan interstisial tetap kering adalah tekanan onkotik
plasma lebih tinggi dari tekanan hidrostatik kapiler paru, jaringan konektif dan barrier selular
relatif tidak permeabel terhadap protein plasma, adanya sistem limfatik yang secara ekstensif
mengeluarkan cairan limfatik dari jaringan interstisial. Pada individu normal tekanan kapiler
pulmonal (pulmonary capillary wedge pressure ) adalah sekitar 7 dan 12 mmHg. Karena tekanan
onkotik plasma berkisar antara 25 mmHg, maka tekanan ini akan mendorong cairan kembali ke
dalam kapiler. Tekanan hidrostatik bekerja melewati jaringan konektif dan barrier seluler, yang
dalam keadaan normal bersifat relatif tidak permeabel terhadap protein plasma. Paru mempunyai
sistem limfatik yang secara ekstensif dapat meningkatkan aliran 5 atau 6 kali bila terjadi
kelebihan air di dalam jaringan interstisial paru. Edema paru akan terjadi bila mekanisme normal
untuk menjaga paru tetap kering terganggu, seperti pada keadaan permeabilitas membran yang
berubah, tekanan hidrostatik mikrovaskular yang meningkat, tekanan osmotik/onkotik
mikrovaskular yang menurun, gangguan pada saluran limfe.2

Edem paru dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu, edem paru kardiogenik dan
nonkardiogenik. Keduanya terjadi akibat akumulasi cairan secara akut di dalam alveoli, dengan
hasil dijumpainya desaturasi oksigen dalam berbagai derajat dan distres pernafasan. Edem paru
kardiogenik terutama terjadi akibat peningkatan tekanan hidrostatik, yang menyebabkan
ultrafiltrasi plasma melewati membran kapiler paru menuju interstisium. Sebagai perbandingan,
edem paru nonkardiogenik umumnya disebabkan oleh perubahan permeabilitas membran kapiler
paru. Penting untuk mengetahui perbedaan antara edema paru kardiogenik dan nonkardiogenik
agar dapat memberikan penatalaksanaan terapi yang tepat. Kuantitas akumulasi edem paru
ditentukan oleh keseimbangan antara kecepatan cairan difiltrasikan ke dalam paru dan kecepatan
cairan dikeluarkan dari saluran napas dan interstisial paru.1,2

5
Edem paru non kardiogenik

Edema paru nonkardiogenik (permeabilitas) dicirikan oleh peningkatan permeabilitas


mikrovaskular. Sesuai dengan American-European Consensus Conference (AECC), dapat
didefinisikan sebagai suatu sindrome inflamasi dan peningkatan permeabilitas yang dihubungkan
dengan sekumpulan abnormalitas klinis, radiografis dan fisiologi yang tidak dapat dijelaskan,
tetapi dapat bersamaan dengan peningkatan tekanan atrium kiri atau hipertensi kapiler
pulmonal.3,8

Edem paru non kardiogenik juga sering disebut sindrom distres pernapasan akut (ARDS).
Jenis ini dicirikan dengan adanya kerusakan alveolar secara luas, peningkatan permeabilitas
membran alveolar-kapiler yang bermakna, dan akumulasi cairan yang kaya protein di kantung
alveoli. Edem paru nonkardiogenik diperkirakan merepresentasikan suatu spektrum luas dari
injury (jejas) terhadap paru dengan distress pernafasan yang progresif dan refrakter terhadap
terapi oksigen. Hal ini disebabkan secara sekunder oleh karena kerusakan seluler parenkim yang
dicirikan oleh kerusakan sel endotelial, desposisi platelet dan agregasi leukosit, kerusakan
pneumosit tipe 1, dan hiperplasia pneumosit tipe 2. Defenisi telah dibentuk untuk keadaan yang
berat yaitu ARDS, dan bentuk yang lebih ringan yaitu acute lung injury (ALI). ARDS dan ALI
merupakan bentuk yang akut secara onset dengan tekanan arteri pulmonal yang normal dan
dijumpai infiltrat bilateral pada foto thoraks. Keduanya dibedakan oleh derajat desaturasi
oksigen, dimana ALI memiliki ratio PaO2- fraksi oksigen inspirasi ≤ 300 mmHg sementara nilai
ratio tersebut pada ARDS ≤ 200 mmHg. Jika diketahui secara dini, maka ALI adalah kondisi
yang reversibel. Semua pasien dengan ARDS memiliki ALI, tetapi tidak semua pasien dengan
ALI memiliki ARDS. Berdasarkan penyebabnya maka ARDS dapat dibagi menjadi direk dan
indirek.3,8

Penyebab edem paru nonkardiogenik adalah sangat banyak dan beragam. Dapat
diakibatkan oleh suatu proses patologis yang direk maupun indirek. Beberapa kondisi akan
melukai paru dan alveoli secara langsung, sedangkan yang lainnya merupakan suatu proses
sistemik yang yang menyebabkan kerusakan melalui mekanisme tidak langsung dan
penghantaran mediator inflamasi secara hematogen. Mekanisme tidak langsung disebabkan oleh
ekspresi berlebihan dari respon inflamasi normal tubuh, yang berujung pada suatu kaskade
inflamasi yang dapat merusak tidak hanya paru, tetapi organ tubuh lainnya, menyebabkan

6
sindrome disfungsi organ multipel. Respon inflamasi ini telah diketahui terjadi melalui tiga fase,
yaitu (1) Fase inisiasi, termasuk dalam hal ini adalah hal-hal yang merangsang untuk terlepasnya
mediator dan sitokin (2) Fase amplifikasi, dimana neutrofilteraktifasi dan tersekuestrasi di organ
target (dalam hal ini paru) dan (3) Fase injuri dimana sel-sel yang telah tersekuestrasi
melepaskan metabolit oksigen reaktif dan sebabkan kerusakan seluler.

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa penyebab edem paru non kardiogenik
adalah :

- Direct injury, meliputi :

Apirasi, inhalasi zat-zat toksis, kontusio pulmonal, infeksi paru difus

- Indirek injury, meliputi :

Sepsis sistemik dan shock sepsis, reaksi transfusi, efek tekanan tinggi (high altitude),

overdosis obat, neurogenic, pankreatitis, CABG, uremia, koagulopati, DIC

Dalam kondisi normal, cairan mengalir dari sistem kapiler menuju ke ruang interstisial
dan akan kembali lagi ke sistem sirkulasi melalui sistem limfatik pulmonal. Ketika cairan yang
keluar ke ruang interstisial melebihi kemampuan absorpsi sistem limfatik maka edema paru akan
terjadi. Pada edem paru kardiogenik, hal ini terjadi akibat peningkatan tekanan hidrostatik.
Sebaliknya patofisiologi utama yang sebabkan edem paru nonkardiogenik adalah meningkatnya
permeabilitas vakular terhadap protein, mengakibatkan akumulasi cairan kaya protein di kantung
alveoli. Akumulasi cairan ini pada akhirnya akan menyebabkan pembentukan membran hyaline
yang berasal dari fibrin dan protein lainnya. Oksigenasi akan menjadi lebih terganggu dengan
berkurangnya produksi surfaktan sekunder akibat kerusakan seluler. Kolaps alveoli yang terjadi
akan mengurangi komplians paru, meningkatnya work of breathing, distress pernapasan dan
pada akhirnya gagal napas. Perjalanan alamiah dari proses penyakit ini adalah resolusi dari
inflamasi neutrofil danproliferasi dari sel-sel lainnya, yang berujung pada restorasi struktur paru
atau pembentukan jaringan fibrosis dan disfungsi paru kronis atau kematian beberapa hari
sampai minggu.1,3,5,8.

7
Gambar 3. Patofisiologi edem paru nonkardiogenik

Edem paru kardiogenik

Edem paru kardiogenik terjadi karena peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru yang
menyebabkan peningkatan tekanan dalam kapiler paru yang menyebabkan peningkatan filtrasi
cairan transvaskular. Oleh karena permeabilitas endotel tetap normal, maka cairan edema yang
meninggalkan sirkulasi memiliki kandungan protein yang rendah. Peningkatan tekanan
hidrostatik di kapiler pulmonal biasanya berhubungan dengan peningkatan tekanan vena
pulmonal akibat peningkatan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan atrium kiri. Peningkatan
tekanan atrium kiri (18-25 mmHg) menyebabkan edema perimikrovaskuler dan ruang interstisial

8
peribronkovaskuler. Jika tekanan atrium kiri meningkat lebih tinggi, yaitu lebih dari 25 mmHg
maka cairan edema akan menembus epitel paru, membanjiri alveolus. Kejadian tersebut akan
memacu timbulnya keadaan lain yang memperburuk kondisi jantung, yaitu meningkatnya
kongesti paru yang sebabkan menurunnya pasokan oksigen miokardium dan semakin
memperberat kerja jantung, hipoksemia dan meningkatnya cairan di paru menimbulkan
vasokonstriksi pulmonal sehingga meningkatkan tekanan ventrikel kanan. Peningkatan tekanan
ventrikel kanan pada akhirnya juga akan menambah beban di ventrikel kiri. Insufisiensi sirkulasi
akan menyebabkan asidosis sehingga memperburuk fungsi ventrikel kiri. Pengeluaran cairan
edema dari ruang udara bergantung pada transpor aktif natrium dan klorida melalui barier epitel
alveolar. Bagian utama reabsorpsi natrium dan klorida adalah ion channels epitel yang terdapat
pada membran apikal sel epitel alveolar tipe I dan II serta epitel saluran nafas distal. Natrium
secara aktif ditranspor keluar ke ruangg interstisial dengan Na/K ATPase yang terletak pada
membran basolateral sel tipe II. Air secara pasif mengikuti, kemungkinan melalui aquaporins
yang merupakan saluran air yang ditemukan terutama pada sel epitel alveolar tipe I.1,4,9

Edem paru akut kardiogenik ini merupakan bagian dari spektrum gagal jantung akut
(Acute Heart Failure). Secara patofisiologi edem paru kardiogenik ditandai dengan transudasi
cairan yang kandungan protein rendah ke paru akibat terjadinya peningkatan tekanan di atrium
kiri dan sebagian kapiler paru. Transudasi ini terjadi tanpa perubahan pada permeabilitas atau
integritas dari membran alveoli-kapiler dan hasil akhir yang terjadi adalah penurunan
kemampuan difusi dan hipoksemia. Edem paru ini sendiri berlangsung dengan derajat yang
berbeda-beda, sehingga dapat kita bagi menjadi beberapa tahapan, yaitu 2,4,10

1. Stage 1, ditemukan distensi dan keterlibatan pembuluh darah kecil di paru akibat
peningkatan tekanan di atrium kiri. Pada keadaan ini sesak napas terjadi saat melakukan
aktifitas fisik dan disertai ronki inspirasi.
2. Stage 2, terjadi edem interstisial yang diakibatkan oleh peningkatan cairan pada daerah
interstisial yang longgar dengan jaringan perivaskular dari pembuluh darah besar, hal ini
akan mengakibatkan hilangnya gambaran paru yang normal secara radiografik dan
dijumpainya petanda septum interlobuler (garis Kerley B). Ketidakseimbangan antara
ventilasi dan perfusi akan mengakibatkan terjadinya hipoksemia.

9
3. Stage 3, proses pada tahap sebelumnya terus berlanjut sehingga pertukaran menjadi
abnormal. Pada keadaan ini alveolar terisi penuh cairan, sebagian besar saluran nafas
terisi cairan berbusa dan sering kali dibatukkan keluar oleh pasien.

Gambar 4. Perbedaan edem paru kardiogenik dan nonkardiogenik

10
Perbedaan Edem paru kardiogenik dan nonkardiogenik

Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Presentasi klinis edem paru kardiogenik dan edem paru nonkardiogenik mirip. Edem
interstisial menyebabkan dyspnea dan tachypnea. Pasien biasanya dalam posisi duduk agar dapat
menggunakan otot-otot bantu napas dengan lebih baik saat repirasi atau sedikit membungkuk ke
depan, akan terlihat retraksi intercostal dan fossa supraklavicula saat inspirasi. Cairan pada
alveolar berujung pada arterial hypoxemia dan dapat berhubungan dengan batuk dan pengeluaran
sputum yang berwarna kemerahan dan berbusa (pink frothy sputum). Riwayat medis harus
difokuskan pada penentuan penyakit penyebab dasar yang mengakibatkan edem paru. Penyebab
umum dari edem paru kardiogenik termasuk iskemia dengan atau tanpa infark miokard,
eksaserbasi dari gagal jantung sistolik atau diastolik, disfungsi katub mitral atau aorta. Overload
cairan juga harus dipertimbangkan. Adanya riwayat khas seperti paroksismal nokturnal dyspnea
atau ortopnea mengambarkan suatu edem paru kardiogenik. Akan tetapi, infark miokard yang
tidak bergejala atau disfungsi diastolik yang tersamar dapat juga bermanifest sebagai edem paru
akut, beberapa petunjuk dapat diberikan oleh riwayat klinis.1,3,4

Sebagai perbandingan, edem paru noncardiogenik terutama dihubungkan dengan kondisi


klinis lain, termasuk pneumonia, sepsis, aspirasi isi lambung, trauma mayor yang dihubungkan
dengan pemberian transfusi darah. Riwayat klinis harus difokuskan pada tanda dan gejala
infeksi, penurunan kesadaran yang berhubungan dengan muntah, trauma, dan detail obat-obatan
dan makanan yang dikonsumsi. Sayangnya riwayat klinis tidak selalu dapat dijadikan pedoman
dalam pembedaan edem paru kardiogenik dan nonkardiogenik.1,3

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, edema paru nonkardiogenik diakibatkan dari
jejas langsung maupun efek tak langsung dari penyakit sistemik. Penyebab tidak langsung yang
paling umum adalah sepsis berat dan trauma multisistem mayor. Aspirasi paru dan infeksi paru
difus adalah penyebab langsung yang paling sering. Secara umum, 40 persen dari pasien dengan
diagnosa seperti yang disebutkan sebelumnya akan berkembang menjadi ARDS. Edema paru
nonkardigenik umumnya berkembang dalam 24 jam setelah onset awal penyakit, tetapi
presentasinya mulai muncul setelah 5 hari dari onset.3,8

11
Pasien dengan edem paru kardiogenik umumnya mempunyai pemeriksaan jantung yang
abnormal. Auskultasi dengan hasil adanya S3 gallop cukup spesifik untuk peningkatan tekanan
akhir diastolik dan disfungsi ventrikel kiri sehingga dapat menggambarkan edem paru
kardiogenik. Spesifisitas dari penemuan ini cukup tinggi (90 sampai 97%), tapi sensitifitas
rendah (9 sampai 51%). Rentang spesifisitas yang luas mungkin menggambarkan kesulitan
dalam mengidentifikasi secara jelas S3 gallop saat pemeriksaan fisik, ini merupakan sebuah
tantangan pada pasien kritis dimana suara intrathoraks yang dihasilkan oleh ventlasi mekanik
mengganggu saat auskultasi.1,4,10

Adanya murmur yang berhubungan dengan stenosis ataupun regurgitasi katup dapat
memberikan kecurigaan untuk edem paru kardiogenik. Peningkatan tekanan vena leher, hepar
membesar dan edem perifer menggambarkan adanya peningkatan tekanan vena sentral. Akan
tetapi, pemeriksaan tekanan vena sentral pada pasien yang kritis sulit. Bahkan edema perifer
tidak spesifik untuk gagal jantung kiri dan dapat berhubungan dengan insufisiensi hepar dan
renal, gagal jantung kanan, atau infeksi sistemik. Pemeriksaan paru tidak membantu, karena
terisinya alveolar dengan cairan, oleh karena sebab apapun akan memberikan klinis ronki basal
saat inspirasi dan seringnya ronki basah setengah lapangan paru atau lebih dan terdapat
wheezing. Pasien dengan edem noncardiogenik sering mempunyai ekstremitas hangat, bahkan
saat sepsis tidak ada, sedangkan pasien dengan edem paru kardiogenik dan cardiac otput rendah
biasanya mempunyai ekstremitas dingin.1,4,11

Pemeriksaan Laboratorium dan EKG

Penemuan elektrokardiografi dapat memberikan gambaran iskemik atau infark miokard.


Peningkatan kadar troponin dapat mengindikasikan adanya kerusakan miosit. Akan tetapi,
peningkatan level troponin dapat terjadi pada pasien dengan sepsis berat walaupun tidak
ditemukan sindrom koroner akut. Pada pasien dengan penurunan kesadaran dan dalam kondisi
edem paru yang sebabnya tidak diketahui, pengukuran kadar elektrolit, osmolaritas serum, dan
toksikologi dapat mengarahkan diagnosa konsumsi bahan-bahan tertentu. Peningkatan level
serum amilase dan lipase mengambarkan pankreatitis akut. Level plasma dari Brain Natriuretic
Peptide (BNP) sering digunakan dalam mengevaluasi edema pulmonal. BNP secara dominan
disekresikan oleh ventrikel jantung sebagai respons terhadap regangan dinding jantung atau
meningkatnya tekanan intrakardiak. Pada pasien dengan gagal jantung, level plasma BNP

12
berhubungan dengan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan tekanan baji arteri pulmonal.
Menurut data konsensus, level BNP dibawah 100 pg per mililiter mengindikasikan gagal jantung
bukan merupakan penyebab (nilai prediktif negatif > 90 persen), sedangkan level BNP lebih
besar dari 500 pg per mililiter mengindikasikan kemungkinan besar suatu gagal jantung (nilai
prediktif value, > 90 persen). Akan tetapi, level BNP diantara 100 dan 500 pg per mililiter
memberikan nilai diagnostik yang tidak memadai sebagai pembeda.1

Level BNP harus dinterpretasikan secara hati-hati pada pasien dalam kondisi kritis, sebab
nilai prediktif dari kadar BNP tidak begitu jelas pada kondisi ini. Beberapa penelitian
menunjukkan level BNP dapat meningkat pada pasien-pasien dengan kondisi kritis walaupun
kondisi gagal jantung tidak dijumpai. Nilai BNP diantara 100 dan 500 pg per mililiter umum
pada pasien-pasien seperti ini. Pada satu laporan, ditemukan ada delapan pasien dengan sepsis
dan fungsi ventrikel kiri normal mempunyai level BNP diatas 500 pg per mililiter. Jadi,
pengukuran BNP akan bermanfaat pada pasien gawat jika levelnya dibawah 100 pg per mililiter.
Level BNP juga meninggi pada pasien dengan gagal ginjal tidak bergantung pada gagal jantung,
dan nilai batasan dibawah 200 pg per mililiter telah dapat mengeklusikan gagal jantung bila nilai
estimasi GFR dibawah 60 ml permenit. BNP juga dapat disekresikan oleh ventrikel kanan dan
elevasi sedang telah dilaporkan pada pasien-pasien dengan emboli pulmonal akut, dan hipertensi
pulmonal.1,10

Foto Thoraks

Perbedaan mekanisme dari edem paru kardiogenik dan nonkardiogenik berakibat pada
adanya beberapa perbedaan pada foto thoraks posteroanterior atau anteroposterior portabel
(gambar 2). Pada suatu studi terhadap 45 orang pasien dengan edem paru yang mana
penyebabnya ditentukan oleh klinis dan pemeriksaan sampel cairan edem paru, gambaran
radiografi seperti pada tabel 1, secara akurat dapat mengidentifikasi 87 pasien yang memang
dengan edem paru kardiogenik dan 60 persen pasien dengan edem paru nonkardiogenik.
Pengukuran lebar dari vascular pedicle dapat meningkatkan akurasi diagnostik radigrafi thoraks,
tetapi kegunaannya dalam membedakan edem paru kardiogenik dan nonkardiogenik
membutuhkan evaluasi lebih lanjut. Ada beberapa penjelasan yang dapat menjelaskan
keterbatasan akurasi diagnostik dari radiografi thoraks. Edem tidak akan tampak sampai volume
cairan di paru meningkat sekitar 30 persen. Materi radiolusen yang mengisi ruang udara (seperti

13
perdarahan alveolar, pus, karsinoma bronkoalveolar) akan memberikan gambaran radiografis
yang mirip dengan edem paru. Masalah teknis juga dapat mengurangi sensitifitas dan spesifisitas
foto thoraks, meliputi rotasi, inspirasi, ventilasi tekanan positif, posisi pasien, underpenetration
or overpenetration dari film.Dijumpai juga keragaman interpretasi radiografi di antara radiolog.
12,13,14

Berikut adalah perbedaan edem paru kardiogenik dan kardiogenik yang didapatkan dari
foto rhoraks :

1. Pada edem paru nonkardiogenik, tempat awal akumulasi cairan adalah interstisium
paru termasuk pelapis perbronkial dan garis septal. Edema jenis ini terutama
memberikan gambaran pengisian alveolar (alveolar filling) karena masalah terletak
pada membran alveolar-kapiler yang memungkinkan terjadinya akumulasi secara
cepat dan langsung pada ruang udara dimana cairan ini kandungan proteinnya tinggi
sehingga sulit dikeluarkan melalui interstisium. Sebaliknya, pada edem paru
kardiogenik terisinya alveoli dengan cairan terjadi saat ruang interstisial sudah
berlebihan dan tidak mampu menahan cairan lagi.
2. Garis Kerley tidak dijumpai pada edem paru nonkardiogenik, sedangkan temuan ini
adalah hal yang umum pada edem paru kardiogenik. Dijumpainya garis kerley pada
edem paru nonkardiogenik menyatakan keadaan ini bersamaan dengan edem paru
kardiogenik.
3. Pola edem yang berbercak atau perifer adalah spesifik untuk edem paru
nonkardogenik. Gambaran air bronchogram sering terlihat pada pasien edem paru
nonkardiogenik. Pada edem paru kardiogenik distribusi edema biasanya sentral.
4. Pada edem paru nonkardiogenik, ukuran jantung, lebar pedikel pembuluh darah
(vascular pedicle width) dan volume darah paru biasanya normal. Sebaliknya, pada
edem paru kardiogenik ukuran jantung meningkat, vaskular pedicle width melebar,
distribusi aliran darah biasanya terbalik.
Pada kasus-kasus yang lebih sulit membedakan gambaran radiografi antara kedua jenis edema
paru akan lebih sulit.12,13,14

14
Gambar 5. Gambaran foto thoraks pada edem paru kardiogenik

Gambar 6. Gambaran Kerley lines pada edem paru kardiogenik

15
Gambar 7. Terlihat gambaran cephalisasi vaskular pada edem paru kardiogenik

Gambar 8. Edem paru nonkardiogenik

16
Ekokardiografi

Ekokardiografi transtorakal dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi miokardium dan


katup jantung dan dapat membantu mengidentifikasi penyebab edem paru. Dari 49 pasien sekarat
edem paru ataupun hipotensi yang sulit dijelaskan, evaluasi fungsi ventrikel kiri dengan
menggunakan ekokardiografi transtorakal dua dimensi dan data yang didapat dari kateter arteri
pulmonal memberikan kesesuaian pada 86 persen pasien. Data ini, bila dikombinasikan dengan
data-data lain, mengsugestikann bahwa ekokardiografi transtorakal dapat dijadikan lini pertama
dalam mengevaluasi fungsi ventrikel kiri dan katup pada pasien-pasien yang berdasarkan dari
riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, hasil laboratorium dan foto thoraks tidak dapat menegakkan
penyebab dari edem paru.1,11

Pada beberapa pasien yang kritis, ekokardiografi transtorakal tidak dapat memperikan
informasi yang memadai. Alternatifnya, ekokardiografi transesofageal mungkin berguna, dengan
risiko komplikasi tindakan berupa perdarahan orofaringeal, hipotensi oleh karena sedasi, aritmia,
dislokasi selang makan dilaporkan sekitar 1 sampai 5 persen pada pasien sekarat. Walaupun
ekokardiografi efektif dalam mengidentifikasi disfungsi sistolik ventrikel kiri dan disfungsi
katup, namun kurang sesnsitif dalam mengidentifikasi disfungsi diastolik. Jadi normal
ekokardiografi dengan metode standard tidak dapat mengeksklusikan edem paru kardiogenik.
Teknik ekokardiografi seperti pencitraan doppler dari annulus katup mitral dapat digunakan
untuk menentukan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan disfungsi diastolik.1

Kateterisasi arteri pulmonal

Kateterisasi arteri pulmonal, digunakan untuk mengakses tekanan oklusi arteri pulmonal,
dikatakan merupakan standard emas untuk menetukan penyebab edem paru akut. Kateterisasi
arteri pulmonal juga memungkinkan monitor tekanan pengisian jantung, cardiac output dan
tahanan sistemik vaskular selama pengobatan. Tekanan oklusi arteri pulmonal diatas 18 mmHg
mengindikasikan edem paru kardiogenik atau edem paru oleh karena overload cairan. Pada dua
penelitian random yang cukup besar tentang kateterisasi arteri pulmonal untuk tatalaksana gagal
jantung atau pasien kritis, diungkapkan bahwa rata-rata komplikasi sekitar 4,5 sampai 9,5 persen.
Komplikasi yang umum berupa hematom pada area insersi, perdarahan, aritmia, dan infeksi
aliran darah, tidak dijumpai adanya kejadian fatal. Pengukuran tekanan vena sentralis sebaiknya

17
tidak dipertimbangkan sebagai pengganti kateterisasi arteri pulmonal, karena data menunjukkan
korelasi yang buruk diantara keduanya. Peningkatan tekanan vena sentralis merefleksikan
hipertensi arteri pulmonal akut atau kronik dan overload ventrikel kanan pada keadaan dimana
tidak terdapat peningkatan tekanan atrium kiri. Pengukuran tekanan baji kapiler paru (PCWP),
yang mana nilainya akan meningkat pada edem paru kardiogenik, secara umum akan dijumpai
normal atau mendekati normal pada edem paru nonkardiogenik.1

Algoritma penatalaksanaan edem paru

Algoritma untuk pendekatan diagnostik edem paru (gambar 3) belum tervalidasi namun
didasarkan pada pengalaman klinis dan data yang berasal dari berbagai penemuan klinis dan
laboratorium untuk membedakan penyebab edem paru.1,10

Gambar. 9 Algoritma untuk membedakan edem paru kardiogenik dan kardiogenik

18
Walaupun gambaran algoritme adalah bertahap, namun pemberian terapi pada pasien
kritis adalah sebuah proses yang dinamis, dan sering membutuhkan diagnosis dan tatalaksana
yang cepat. Jadi beberapa terapi (seperti diuretik untuk kecurigaan edem paru kardiogenik), pada
keadaan tidak dijumpainya kontraindikasi dapat diberikan secara empiris sebelum tes (misalkan
ekokardiografi) dilakukan. Sebagai tambahan, mungkin sekitar 10 persen pasien dengan edem
paru akut mempunyai penyebab multipel. Sebagai contoh seorang pasien dengan syok sepsis dan
akut lung injury mungkin menjadi overload cairan karena resusitasi cairan yang agresif atau
disfungsi miokardium, dan seorang pasien dengan eksaserbasi akut dari gagal jantung mungkin
mendapat pneumonia dan dihubungkan dengan akut lung injury. Pada pasien dengan penyebab
edem paru yang tidak jelas atau penyebab edem paru multipel, insersi kateter arteri pulmonal
dibutuhkan.1

Penatalaksanaan edem paru nonkardiogenik

Penatalaksanaan secara garis besar ditujukan pada terapi suportif dan ditujukan pada
pemberian ventilasi yang adekuat dan oksigenasi. Tidak ada terapi spesifik yang diberikan untuk
memperbaiki masalah permeabilitas membran alveolar-kapiler, atau untuk mengkontrol kaskade
inflamasi jika sudah teraktivasi selain manajemen ventilasi dan perawatan intensif.1,3

Menajemen ventilator

Untuk ALI, bentuk yang lebih ringan dari edem paru nonkardiogenik, teknik ventilasi
noninvasif dapat diberikan dengan hasil yang memuaskan. Berbagai studi random telah
menunjukkan rata-rata intubasi endotrakeal yang lebih rendah, barotrauma dan penurunan
mortalitas jika teknik ini digunakan sedini mungkin dalam proses perjalanan penyakit. Jika
bentuk edem paru nonkardiogenik yang lebih berat terjadi (ARDS), ventilasi mekanik diperlukan
untuk mendapatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat. Karena sebagian besar alveoli terisi
cairan atau kolaps, tekanan tinggi pada jalan napas dan tekanan positif akhir ekspirasi (PEEP)
diperlukan. Kebanyakan volume tidal yang diprediksikan sampai ke sebagian kecil alveoli yang
sehat bergantung pada seberapa besar keterlibatan paru. Hasil akhirnya adalah peningkatan risiko
untuk terjadinya komplikasi barotrauma, seperti pneumothoraks, pneumomediastinum,
kerusakan alveolar primer oleh karena inflasi yang berlebihan dari struktur normal paru.

19
Strategi ventilasi pada edem paru nonkardiogenik yang berat berfokus pada limitasi
tekanan jalan nafas dengan tekanan inflasi maksimum 35 cm H2O. Seperti yang disebutkan
sebelumnya bahwa secara keseluruhan komplians paru berkurang dan diperlukan pengaturan
tidal volume yang lebih rendah dari normal. Hasil akhirnya adalah ventilasi semenit berkurang
dari normal dan asidosis respiratory ringan dan hiperkapnia terjadi. Strategi ini dikenal dengan
nama “permissive hypercapnia” dan dipercayai dapat mengurangi derajat barotrauma yang
umumnya terjadi pada pasien-pasien dengan kondisi seperti ini, sementara kita juga
memaksimalisasi ventilator.

PEEP adalah strategi yang paling berguna dalam mencapai oksigenisasi dan ventilasi
yang sempurna pada pasien-pasien dengan ARDS yang berat. Indikasi untuk pemberian PEEP
yang melebihi PEEP fisiologis pada pasien dengan edema paru kardiogenik adalah tekanan
arterial oksigen pasien tidak dapat dipertahankan pada 60 mmHg pada konsentrasi oksigen arteri
100%. Efek positif dari PEEP dalam perbaikan oksigenasi adalah meningkatnya tekanan rata-
rata alveolar, memfasilitasi pembukaan alveoli yang kolaps, dan mencegah kerusakan lebih
lanjut dengan cara mengurangi pembukaan dan penutupan berulang alveoli selama siklus
respirasi. Komplikasi dari tekanan tinggi PEEP meliputi berkurangnya cardiac output sekunder
oleh akibat venous return yang menurun ke atrium oleh karena tekanan positif di rongga dada
dan barotrauma dengan berbagai derajat. Kombinasi dari PEEP dengan tidal volume yang rendah
nampaknya memberikan hasil akhir nyang paling baik. Pasien yang diventilasi dengan cara ini
memberikan perbaikan angka survival 28 hari dan secara keseluruhan waktu pemakaian
ventilator. Ini dikenal dengan strategi perlindungan paru.

Teknik terbaru high frequency oscillatory sepertinya memberikan harapan untuk


memaksimalisasikan pertukaran gas sementara meminimalkan injuri oleh barotrauma. Jenis
ventilasi seperti ini menghindari alveoli distensi berlebihan pada akhir inspirasi dan kolaps pada
akhir ekspirasi. Studi lebih lanjut dari metode ventilasi seperti ini masih dalam perkembangan
dan tidak rutin dilakukan dalam praktek sehari-hari. Posisi tubuh juga diperkirakan
mempengaruhi ventilasi pada pasien-pasien seperti ini. Pasien dengan ventilasi mekanik yang
diletakan dalam posisi prone telah terbukti menunjukkan perbaikan dalam ketidaksesuaian
ventilasi-perfusi. Perubahan dalam rasio inspirasi-ekspirasi dari nilai normal 1:3 menjadi ke 1:1
dapat mempertahankan tekanan jalan napas yang tetap/konstan yang meningkatkan oksigenasi.

20
Hal ini diistilahkan dengan rasio ventilasi inversi. Keuntungan lain yang didapat dari strategi ini
adalah berkurangnya risiko barotrauma.

Manejemen cairan

Penting untuk mengoptimalkan kesimbangan cairan pada pasien-pasien dengan edem


paru nonkardiogenik agar outcome yang didapat baik. Walaupun edem paru bukan disebabkan
oleh kelebihan cairan, peningkatan jumlah cairan yang bersirkulasi dan tekanan intravaskular
dapat berujung pada penumpukan cairan di alveoli dan deoksigenasi. Restriksi cairan harus
dilakukan, tetapi jangan sampai menimbulkan hipotensi dan hipoperfusi ke organ perifer.
Penggunaan diuretik secara tepat dapat mengurangi volume intravaskular dan penurunan yang
signifikan edem alveolar, meningkatkan fungsi ventilasi dan oksigenasi. Diuresis cepat dapat
berbahaya, khususnya jika pasien terventilasi dengan PEEP dalam tekanan besar, oleh karena
kurangnya volume intravaskular dan pada akhirnya berkurangnya cardiac output. Penggunaan
kateter arterial telah digunakan untuk memonitor tekanan baji kapiler paru (PCWP) dan cardiac
output sebagai nilai pedoman untuk optimalisasi manajemen cairan.

Penatalaksanaan edem paru kardiogenik

Edem paru kardiogenik merupakan bagian dari gagal jantung akut, dan dapat ditatalaksanan
sebagai berikut :10

Oksigen

Oksigen diberikan untuk mengatasi hiposemia (SpO2 < 90%), yang mana hal ini dikaitkan
dengan peningkatan risiko kematian. Oksigen baiknya tidak digunakan secara rutin pada pasien-
pasien dalam kondisi nonhipoksemia karena dapat menyebabkan vasokonstriksi dan
berkurangnya cardiac output.

Diuretik

Kebanyakan pasien dengan sesak napas yang disebabkan oleh edem paru mengalami pnurunan
simptom dengn administrasi diuretik IV, sebagai efek dari aksi venodilator yang cepat dan
pengeluaran cairan. Dosis optimum dan rute administrasi (bolus atau infus kontinius) masih
belum jelas. Jika dibandingkan antara strategi dosis rendah dan dosis tinggi, maka dosis tinggi

21
memberikan outcome yang lebih baik (termasuk berkurangnya dyspnea) namun dengan efek
samping berupa perburukan fungsi ginjal.

Opiate

Opiat seperti morfin berguna pada pasien-pasien dengan edem paru sebab dapat mengurangi
anxietas dan mengurangi gejala yang berhubungan dengan sesak napas. Opiat juga diperkirakan
bekerja sebagai venodilator, mengurangi preload, dan mengurangi respon simpatik. Disisi lain
opiate dapat mendepresi sistem pernapasan, dapat meningkatkan kemungkinan pemakaian
ventilasi invasif, oleh karena itu pemakaiannnya harus dengan pertimbangan yang baik.

Vasodilator

Walaupun vasodilator seperti nitroglycerin mengurangi preload dan afterload dan meningkatkan
stroke volume, tidak banyak bukti yang menyatakan mereka mengurangi simptom sesak napas
dan memperbaiki outcome klinis. Vasodilator bermanfaat terutama pada pasien dengan
hipertensi dan harus dihindari jika tekanan darah < 110 mmHg. Vasodilator harus digunakan
secara hati-hati pada pasien-pasien dengan mitral atau aorta stenosis.

Gambar 10. Vasodilator dalam terapi gagal jantung akut

22
Inotropik

Penggunaan inotropik seperti dobutamin baiknya dipergunakan pada pasien-pasien dengan


cardiac output yang sangat rendah, yang menyebabkan perfusi ke organ vital terganggu. Pasien
seperti ini hampir selalu dalam keadaan hipotensi (syok). Inotropik dapat menyebabkan sinus
takikardia dan dapat mencetuskan iskemia miokardium dan aritmia.Pengunaanya harus dengan
pertimbangan yang rasional.

Gambar 11. Inotropik yang digunakan dalam terapi gagal jantung akut

Ventilasi non invasif

Continious positive airway pressure (CPAP) dan noninvasive positive pressure ventilation
(NIPPV) meringankan dyspnea dan memperbaiki saturasi oksigen pada pasien dengan edem paru
akut. Ventilasi non invsive dapat digunakan sebagai terapi tambahan untuk mengurangi simptom
pada pasien dengan edem paru dan distres pernafasan berat atau tidak adanya perbaikan dengan

23
terapi farmakologis. Kontraindikasi meliputi hipotensi, muntah, kemungkinan pneumathopraks,
dan penurunan kesadaran.

Intubasi endotrakeal

Indikasi utama untuk intubasi endotrakeal adalah gagal napas yang berujung pada hipoksemia,
hiperkapnia dan asidosis.

Ultrafiltrasi

Ultrafilrasi umumnya ditujukan pada pasien-pasien yang tidak repon atau resisten terhadap
diuretik.

Gambar 12. Rekomendasi ESC untuk penatalaksanaan edem paru kardiogenik

24
KESIMPULAN
1. Edem paru dapat diartikan sebagai peningkatan jumlah cairan ekstraselular paru, di mana
cairan terkumpul dalam dua kompartemen utama yaitu interstisial dan alveoli, yang mana
ketika cairan pada akhirnya terkumpul di ruang alveoli, pertukaran gas akan sangat
terganggu dan akan mengancam hidup.
2. Secara umum terdapat dua macam edema paru, yaitu edem paru kardiogenik (sering
disebut sebagai edema paru hidrostatik atau hemodinamik), dan edem paru
noncardiogenik (nama lainnya adalah edem paru dengan peningkatan permeabilitas).
3. Kesimpulan perbedaan edem paru kardiogenik dan nonkardiogenik adalah:

No Perbedaan Edem paru nonkardiogenik Edem paru kardiogenik


1. Patofisiologi Peningkatan permeabilitas membran Peningkatan tekanan
kapiler hidrostatik
2. Etiologi Penyebab direk (aspirasi isi Iskemik/infark miokard,
lambung/zat toksik, kontusio paru, eksaserbasi gagal jantung
infeksi paru) atau indirek (sepsis, high sistolik/diastolik, disfungsi
altitude, neurogenik, overdosis obat, katub
DIC)
3. Riwayat penyakit Penyakit dasar lain di luar jantung Penyakit jantung
4. Pemeriksaan - Tidak dijumpai distensi vena - Dijumpai distensi vena
fisik jugular jugular
- Tidak terdengar gallop - Terdengar S3 gallop
- Tidak terdengar murmur - Murmur dapat dijumpai
- Ronki kering - Ronki basah
- Akral hangat - Akral dingin
- Hepar membesar, ascites,
edem pretibial (tidak
khas, dapat juga
dijumpai
pada keadaan lain)

25
5. EKG Biasanya dalam batas normal Abnormalitas EKG,
misalkan adanya
iskemia/infark
6. Foto thoraks - Ukuran jantung biasanya normal - Ukuran jantung besar
- Vaskular pedikel normal - Vaskular pedikel
- Garis kerley jarang dijumpai melebar
- Distribusi edem perifer/berbercak - Garis kerley sering
- Gambaran air bronchogram dijumpai
- Efusi pleura biasanya tidak ada - Distribusi edem sentral
- Distribusi aliran darah
terbalik
- Gambaran air
bronchogram tidak
selalu
ada
- Efusi pleura biasanya ada
7. Laboratorium - Enzim jantung biasanya normal - Enzim jantung dapat
- Cairan edema/serum protein > 0,7 meningkat bila penyebab
edem paru akutnya
adalah
sindrom korener akut.
- Cairan edema /serum
protein < 0,5
8. Tekanan kapiler Tekanan kapiler paru < 18 mmHg Tekanan kapiler paru > 18
paru mmHg
9. Penatalaksanaan Difokuskan pada pemberian terapi Difokuskan pada
suportif dan ventilasi yang adekuat pemberian diuretik dan
serta oksigenasi vasodilator untuk
mengurangi beban jantung
dan kongesti di paru

26
DAFTAR PUSTAKA
1. Ware LB, Matthay MA. Acute Pulmonary Edema. The New England Journal of
Medicine. 2005;353:26.
2. Nendrastuti H, Soetomo M. Edema Paru Akut Kardiogenik dan Non Kardiogenik.
Majalah Kedokteran Respirasi Vol 1.No. 3 Oktober 2010.
3. Perina DG. Noncardiogenic Pulmonary Edema. Emergency Medicine Clinics of North
America. 2003;21:385-393.
4. Dumitru A, Oana R, Cinteza M. Acute cardiogenic pulmonary edema : an important
clinical entity with mechanism on debate. Medica- A Journal of Clinical Medicine,
volume 2, 2007.
5. Libby, Bonow, Mann, Zipes. Braunwald’s Heart Disease : A Text book of
Cardiovascular Medicine: Pulmonary Edema. 8th edition. Saunders. 2007.
6. Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser. Harrison’s Principles of Internal Medicine.
Pulmonary edema.16th edition. McGraw-Hill. 2005
7. Guyton, Hall. Textbook of Medical Physiology : Heart Muscle; The Heart as aPump.
10th edition. W.B. Saunders Company. 2001.
8. Kakouros NS, Kakauros SN. Non-Cardiogenic Pulmonary Edema. Hellenic Journal of
Cardiology. 2003;44:385-391.
9. Luisada AA, Cardi L. Acute Pulmonary Edema: Pathology, Physiology and Clinical
Management. Circulation-Journal of American Heart Association. 1956;13:113-135.
10. McMurray JV. ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic
heart failure 2012. European Heart Journal. 2012;33:1787-1847.
11. Gandhi SK, Powers JC, Nomeir AM. The Pathogenesis of Acute Pulmonary Edema
Associated with Hypertension. The New England Journal of Medicine. 2001;344:17-22.
12. Milne NC, Pistolesi M, Miniati M, Giutini C. The Radiologic Distinction Of
Cardiogenic and Noncardiogenic Edema. AJR. 1985;144:879-894.
13. Beyers JA. Radiological Features of Pulmonary Edema. SA Medical Journal.
1979;55:792.
14. Storto ML, Kee ST, Golden JA, Webb R. Hydrostatic Pulmonary Edema : High-
Resolution CT Findings. AJR. 1995;165:817-820.

27
28

Anda mungkin juga menyukai