Anda di halaman 1dari 51

ABSES LEHER DALAM

Anatomi
Leher
Abses Leher Dalam

Definisi
terkumpulnya nanah (pus) di dalam
ruang potensial di antara fasia leher
dalam sebagai akibat penjalaran dari
berbagai sumber infeksi, seperti gigi,
mulut, tenggorok, sinus paranasal,
telinga dan leher
Epidemiologi
laki-laki dan perempuan = 3:2
Lokasi :
Lebih dari satu ruang potensial 29%.
Abses submandibula 35%,
parafaring 20%
mastikator 13%
peritonsil 9%,
ublingual 7%
parotis 3%
infra hyoid 26%
retrofaring 13%
ruang karotis 11%.
Etiologi

Aerob Anerob
Streptokokus sp. Bacteroides fragillis sp
Klebsiella sp Fusobacterium sp
Enterobacter sp Prevotella sp
Stafilokokus sp Actinomycess sp
E. Coli Eubacterium sp
Proteus vulgaris lactobacillus sp
Patogenesis

Flora Perluasan
Laserasi Perforasi
normal langsung

Dewasa > infeksi


Anak >
gigi atau kelenjar
tonsil
ludah
Diagnosis
Gejala Pemeriksaan
Nyeri fisik:
Demam Pembengkakan
Pembengkakan Kelainan gigi
Disfgia, odinofagia Fluktuatif
Trismus Kelainan orofaring
Dehidrasi Trismus
Kesulitan bernafas Kelainan laring
Keluhan gigi (nyeri
gigi)
Pemeriksaan Laboratorium

Rontgen servikal

Rontgen panoramik

Rontgen toraks

CT Scan

MRI

MRA

USG

Pemeriksaan Bakteriologis
Tatalaksana

Jalan Nafas Medikamentosa

Drainase
Medikamentosa
Antibiotik secara empiris sebelum hasil kultur dan
sensitivitas pus dari aspirasi atau drainase
Aerob:
Ampicillin
Eritromisin
Cefixime
Cefotaxime
Anerob:
Metronidazole
Klindamisin
Carbapenem
sefoxitin
Komplikasi

Ruptur abses
mengakibatkan Trombosis vena
Obstruksi jalan
terjadinya jugularis dan
nafas dan
pneumonia, abses ruptur arteri
asfiksia
paru maupun karotis
empiema.

Bakteremia atau Ruptur arteri


Emboli paru
sepsis. karotis
Abses Peritonsil
Abses Peritonsil Suatu timbunan nanah yg
terletak diantara kapsul tonsilaris dan m.
konstriktor superior faring
Etiologi
Komplikasi dari tosilitis akut, infeksi yg
bersumber dr kelenjar mukus weber di kutub
atas tonsil
Kuman penyebab :
- Aerob : streptococus pyogenes (Group A
Beta-hemolitic Strepcocus), Staphy.
Aureus, dan H. Influenza
Anaerob : Fusubacterium,
peptostreptococus, prevotella bakteoides
Faktor Resiko :
- Penderita tonsilitis akut
- Penderita tonsilitis kronik yg rekuren
- Keadaan Penurunan Imunitas tubuh
- Infeksi gigi
- ISPA yg didahului oleh infeksi virus
- Pecandu alkohol
- Pengguna kokain
PATOGENESIS
Umumnya merupakan komplikasi dari
tonsilitis akut berulang atau bentuk abses
dari kelenjar Weber.
Meluas ke Pada supra
Infeksi dalam ruang tonsil
menembus jaringan ikat terdapat
kapsul tonsil fosa kelenjar
tonsilaris Weber

Sumbatan Gangguan
Pembesaran sekresi pada
kelenjar kelenjar kelenjar
Weber Weber
Pada stadium permulaan (stadium
infiltrat), tampak bengkak dan
permukaannya hiperemis
Jika tidak diobati infeksi berulang pada
ruang peritonsil atau infeksi kronik pada
kelenjar Weber sistem saluran kelenjar
tersebut membentuk pus abses
Diagnosis
Menegakkan diagnosis penderita dengan abses
peritonsil dapat dilakukan berdasarkan anamnesis
tentang riwayat penyakit, gejala klinis, dan
pemeriksaan fisik.
Aspirasi dengan jarum(ukuran 16-18, syringe 10cc)
pada daerah yg paling fluktuatif/pungsi merupakan
tindakan diagnosis yang akurat untuk memastikan
abses peritonsil dari pada hanya dengan usapan
tenggorok.
Selanjutnya material hasil aspirasi dapat dikirim
untuk dibiakkan untuk mengetahui organisme
penyebab infeksi demi kepentingan terapi antibiotika.
Pemeriksaan Fisik
Didapatkan Tonsilitis akut, asimetris faring
Dehidrasi, sepsis
Pada palpasi didapatkan pembesaran dan nyeri
tekan pada KGB regional
Pada pemeriksaan kavum oral terdapat eritema
& asimetris palatum mole, eksudasi tonsil,
pergesaran uvula kontralateral
Pada palpasi palatum mole teraba fluktuatif
Direkomendasikan nasofaringoskopi dan
laringoskopi pada pasien yang mengalami
kesulitan bernafas.
Pemeriksaan Penunjang
Pada penderita abses peritonsil perlu dilakukan
pemeriksaan penunjang, yaitu:
Hitung darah lengkap (complete blood count),
kadar elektrolit (electrolyte level measurement),
dan kultur darah (blood culture)
Test Monospot (antibodi heterophile)
Throat swab and culture
Plain radiographs
CT Scan
USG
Diagnosis Banding
Penonjolan pada satu atau kedua tonsil atau
penonjolan peritonsil harus dipertimbangan
penyakit lain sebagai diagnosis banding dari abses
peritonsil.
Contohnya : infeksi mononukleosis, benda asing,
tumor/kanker/limfoma, Hodgkin, adenitis servikal,
aneurisma arteri karotis interna, dan infeksi gigi.
Penyakit tersebut dibedakan dari abses peritonsil
dengan pemeriksaan darah, biopsi, dll.
TATALAKSANA
Terapi Antibiotik
Insisi dan Drainase
Tonsilektomi
Terapi Antibiotik
Terapi antibiotik diberikan dalam dosis tinggi
Penisilin staphylococcus.
Metronidazol infeksi anaerob.
Tetrasiklin antibiotika alternatif
klindamisin antibiotik pilihan untuk menangani
bakteri yang memproduksi beta laktamase.
obat simtomatik
kumur-kumur dengan cairan hangat
kompres hangat pada leher
Antibiotik
Intravenous therapy
Ampicillin/sulbactam 3 gram setiap 6 jam
Penicillin G 10 juta unit setiap 6 jam ditambah
dengan metronidazole 500 mg setiap 6 jam
Jika alergi penisilin, berikan clindamycin
(Cleocin) 900 mg setiap 8 jam
Oral therapy
Amoxicillin/asam clavulanic 875 mg 2 kali sehari
Penicillin VK 500 mg 4 kali sehari ditambah
dengan metronidazole 500 mg 4 kali sehari
Clindamycin 600 mg 2 kali sehari atau 300 mg 4
kali sehari
Insisi dan Drainase
Lokasi insisi:
Pembengkakan di daerah pilar-pilar tonsil atau dipalpasi
pada daerah yang paling fluktuatif
Pada titik 2/3 dari garis khayal antara dasar uvula dengan
molar terakhir
Pertengahan garis horizontal antara pertengahan basis
uvula dan M3 atas
Pertemuan garis vertikal melalui titik potong pinggir
medial pilar anterior dengan lidah dengan garis
horizontal melalui basis uvula
Pertemuan garis vertikal melalui pingir medial M3 bawah
dengan garis horizontal melalui basis uvula
Dilakukan penghisapan pus untuk mencegah aspirasi.
Kumur dengan antiseptik dan diberi antibiotik
Keuntungan aspirasi jarum dibandingkan insisi dan
drainase:
1. Mudah untuk dilakukan, sederhana, aman, dan
murah
2. Konfirmasi diagnosis dengan trauma minimal
3. Dapat ditoleransi (ditahan) oleh penderita / tidak
menakutkan
4. Tidak / kurang mencederai struktur jaringan sekitar
5. Lebih memudahkan untuk mengumpulkan spesimen
/ pus guna pemeriksaan mikroskopis dan tes kultur /
sensitifitas.
6. Memberikan penyembuhan segera, mengurangi
kesakitan.
7. Mencegah prosedur bedah dan anestesi umum.
8. Merupakan prosedur yang dapat dipercaya untuk
abses peritonsil
Kerugian terapi dengan drainase dengan aspirasi
jarum adalah
1. Bila pus terkumpul kembali dapat menyebabkan
infeksi yang berulang.
2. Tidak dapat melakukan pembersihan kantung
pus secara maksimal.
3. Pus yang tersisa tidak maksimal keluar sehingga
dapat menyebabkan proses penyembuhan lama
Lokasi aspirasi : pada titik atau daerah paling
fluktuatif atau pada tempat pembengkakan
maksimum. Bila tidak ditemukan pus, aspirasi kedua
dapat dilakukan 1 cm dibawahnya atau bagian
tengah tonsil
Tonsilektomi
Waktu pelaksanaan tonsilektomi:
1. Tonsilektomi a chaud: dilakukan segera /
bersamaan dengan drainase abses.
2. Tonsilektomi a tiede : dilakukan 3-4 hari setelah
insisi dan drainase.
3. Tonsilektomi a froid : dilakukan 4-6 minggu setelah
drainase
Pasien harus dilakukan operasi 2-3 hari setelah
infeksi terkontrol jika ukuran luka pada abses yang
pecah spontan kurang dari 2,5 cm. Namun, bila
ukuran luka pada abses yang pecah spontan lebih
dari 2,5 cm maka tindakan operasi harus
dilakukan segera
Komplikasi
Sumbatan jalan napas
Pneumonitis aspirasi atau abses paru akibat
ruptur abses
Kematian akibat perdarahan atau nekrosis
septik ke selubung karotis
Perluasan infeksi hingga ke jaringan leher dalam
atau medistinum posterior
Infeksi SGA glomerulonephritis, demam
rematik
Abses Submandibula
Terbentuknya abses pada ruang potensial di regio
submandibula yang disertai dengan nyeri tenggorok,
demam dan terbatasnya gerakan membuka mulut.

Abses leher dalam terbentuk di ruang potensial di


antara fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran
infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, mulut,
tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah dan
leher.

Kuman penyebab infeksi terbanyak adalah golongan


Streptococcus, Staphylococcus, kuman anaerob
Bacteroides atau kuman campur.
Etiologi
Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring,
kelenjer liur atau kelenjer limfa submandibula. Sebagian lain
dapat merupakan kelanjutan infeksi ruang leher dalam
lainnya.

Sebagian besar kasus infeksi leher dalam disebabkan oleh


berbagai kuman, baik aerob maupun anaerob.

Kuman aerob yang paling sering ditemukan adalah


Streptococcus sp, Staphylococcus sp, Neisseria sp, Klebsiella
sp, Haemophillus sp.

Pada kasus yang berasal dari infeksi gigi, sering ditemukan


kuman anaerob Bacteroides melaninogenesis, Eubacterium
Peptostreptococcus dan yang jarang adalah kuman
Fusobacterium.
Patogenesis
Beratnya infeksi tergantung dari virulensi kuman,
daya tahan tubuh dan lokasi anatomi.

Infeksi dari submandibula dapat meluas ke ruang


mastikor kemudian ke parafaring. Perluasan infeksi
ke parafaring juga dapat langsung dari ruang
submandibula. Selanjutnya infeksi dapat menjalar
ke daerah potensial lainnya.

Penyebaran abses leher dalam dapat melalui


beberapa jalan yaitu limfatik, melalui celah antara
ruang leher dalam dan trauma tembus.
Gejala Klinis

pembengkakan di bawah dagu atau di bawah


lidah baik unilateral atau bilateral
rasa demam
nyeri tenggorok
Trismus
Riwayat infeksi atau cabut gigi
Pembengkakan dapat berfluktuasi atau tidak.
Diagnosis
Anamnesis
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Penunjang :
a. Foto polos
b. CT Scan dengan kontras
c. MRI
d. USG
e. Foto panoramik gigi
f. Pemeriksaan darah rutin
g. Analisa gas darah
h. Pemeriksaan kultur dan resistensi kuman
Tatalaksana
Antibiotik dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus
diberikan secara parenteral. Hal yang paling penting adalah
terjaganya saluran nafas yang adekuat dan drainase abses yang
baik.

Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anastesi lokal untuk abses


yang dangkal dan terlokalisasi.

Adanya trismus menyulitkan untuk masuknya pipa endotrakea


peroral. Pada kasus demikian diperlukan tindakan trakeostomi
dalam anastesi lokal. Jika terdapat fasilitas bronkoskop fleksibel,
intubasi pipa endotrakea dapat dilakukan secara intranasal.

Insisi abses submandibula untuk drainase dibuat pada tempat yang


paling berfluktuasi atau setinggi os hyoid, tergantung letak dan luas
abses.
Komplikasi
Penjalaran infeksi ke daerah selubung karotis
dapat menimbulkan erosi sarung karotis atau
menyebabkan trombosis vena jugularis interna.

Infeksi yang meluas ke tulang dapat


menimbulkan osteomielitis mandibula dan
vertebra servikal. Dapat juga terjadi obstruksi
saluran nafas atas, mediastinitis, dehidrasi dan
sepsis.
Abses Parafaring
Etiologi
Langsung, yaitu akibat tusukan jarum pada saat
melakukan tonsilektomi dengan analgesia.
Peradangan terjadi karena ujung jarum suntik
yang telah terkontaminasi kuman menembus
lapisan otot tipis (m. konstriktor faring superior)
yang memisahkan ruang parafaring dari fosa
tonsilaris.

Proses supurasi kelenjar limfa leher bagian dalam,


gigi, tonsil, faring, hidung, sinus paranasal,
mastoid dan vertebra servikal.
Gejala Klinis
Trismus
Indurasi atau pembengkakan di sekitar angulus
mandibula
Demam tinggi
Pembengkakan dinding lateral faring, sehingga
menonjol ke arah medial
Malaise
Disfagia
Penurunan intake peroral mengakibatkan
dehidrasi sekunder.
Diagnosis

Riwayat penyakit
Gejala dan tanda klinik
Pemeriksaan penunjang (foto Rontgen jaringan
lunak AP atau CT scan)
Tatalaksana

Antibiotika dosis tinggi secara parenteral


terhadap kuman aerob dan anaerob
Evakuasi abses harus segera dilakukan bila tidak
ada perbaikan dengan antibiotika dalam 24-48
jam insisi
Komplikasi
Proses peradangan dapat menjalar secara
hematogen, limfogen atau langsung
(perkontinuitatum) ke daerah sekitarnya.

Penjalaran ke atas dapat mengakibatkan


peradangan intrakranial, ke bawah menyusuri
selubung karotis mencapai mediastinum.
Abses Retrofaring
Ditemukan pada anak usia < 5 tahun
Ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfa (2-5 pada
kanan dan kiri) menampung dari hidung, sinus
paranasal, nasofaring, faring, tuba eustachius dan telinga
tengah.
6 tahun atrofi
etiologi
ISPA limfadenitis retrofaring
Trauma dinding belakang faring ex: tulang ikan,
adenoidektomi, intubasi dll
TB vertebra servikalis bagian atas (abses dingin)
Gejala dan tanda
Rasa
nyeri, Tidak mau makan dan minum,
sukar menangis

menelan

Demam,
Sumbatan jalan nafas tu. leher
Hipofaring sesak nafas kaku,
nyeri

Radang Sumbatan abses ganggu


berlanjut resonansi suara perubahan
suara
kena Dinding belakang faring
faring benjolan (unilateral)
stridor Mukosa hiperemis.
Diagnosis
Gejala dan tanda Rontgen jar. Lunak
Riwayat ISPA
klinik leher lateral

Pelebaran ruang
retrofaring >7mm Lordosis vertebra
Ruang retrotrakeal A: servikal
>14mm D: >22mm
Medikamentosa
Antibiotika dosis tinggi ; anaerob dan
aerob parenteral
Bedah
Pungsi dan insisi abses melalui
laringoskopi langsung dalam posisi
trendelnburg. (anestesia lokal &
umum)
Rawat inap sampai gejala dan tanda
infeksi reda
Komplikasi
Penjalaran ke
ruang mediastinitis
parafaring

Pecah spontan
Obstruksi jalan pneumonia
nafas - asfiksia aspirasi dan
abses paru
Angina Ludovici
Infeksi ruang submandibula
Selulitis
Tanda khas : bengkak seluruh ruang
submandibula, tidak bentuk abses, keras
pada perabaan
etiologi
Kuman aerob dan anaerob dari gigi atau
dasar mulut
Gejala dan tanda

Bengkak daerah
Nyeri tenggorok dan submandibula
leher (hiperemis dan keras
pada perabaan)

Dasar mulut
membengkak dorong
lidah ke belakang atas
sumbatan sesak
nafas
Diagnosis
Riwayat
Karena dikorek
sakit
atau dicabut
gigi

Gejala
dan
tanda
klinik

Pseudo
Karena terjadi
Angina
fluktuasi
Ludovici
Medikamentosa
Antibiotika dosis tinggi ; anaerob dan aerob
parenteral
Bedah
Eksplorasi dekompresi
Evakuasi pus (jarang) / jaringan nekrosis
Insisi 3-4 jari dibawah mandibula scr
horizontal setinggi os hioid
Pengobatan sumber infeksi untuk cegah
kekambuhan
Rawat inap sampai infeksi reda
Penjalaran abses
Komplikasi
Sumbatan jalan ke ruang leher
nafas dalam lain dan
mediastinum

Sepsis

Anda mungkin juga menyukai