Anda di halaman 1dari 42

TBC

Alur
Diagnosis
TB pada
Dewasa
Alur Diagnosis
TB pada anak-
anak
Prinsip Pengobatan TB
Menghindari penggunaan Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu
tahap intensif dan lanjutan.
monoterapi. Obat Anti Tahap Intensif
Tuberkulosis (OAT) diberikan Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat
dalam bentuk kombinasi dari obat setiap hari dan perlu diawasi secara
beberapa jenis obat, dalam jumlah langsung untuk mencegah terjadinya
kekebalan obat
cukup dan dosis tepat sesuai Bila pengobatan tahap intensif tersebut
dengan kategori pengobatan. Hal diberikan secara tepat, biasanya penderita
ini untuk mencegah timbulnya menular menjadi tidak menular dalam kurun
waktu 2 minggu.
kekebalan terhadap OAT. Sebagian besar penderita TB BTA positif
Untuk menjamin kepatuhan menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
penderita dalam menelan obat, Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis
pengobatan dilakukan dengan
obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu
pengawasan langsung (DOT = yang lebih lama
Directly Observed Treatment) oleh Tahap lanjutan penting untuk membunuh

seorang Pengawas Menelan Obat kuman persister (dormant) sehingga


mencegah terjadinya kekambuhan
(PMO).
REGIMEN PENGOBATAN TB
KATEGORI-1 (2HRZE/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZE
diberikan setiap hari selama 2
bulan. Kemudian diteruskan
dengan tahap lanjutan yang terdiri
dari HR diberikan tiga kali dalam
seminggu selama 4 bulan.

Obat ini diberikan untuk:


Penderita baru TB Paru BTA
Positif.
Penderita baru TB Paru BTA
negatif Rntgen Positif yang
sakit berat
Penderita TB Ekstra Paru berat
REGIMEN PENGOBATAN TB
KATEGORI-3 (2HRZ/4H3R3)
KATEGORI -2 Tahap intensif terdiri dari HRZ
(2HRZES/HRZE/5H3R3E3) diberikan setiap hari selama 2 bulan
Tahap intensif diberikan selama 3 (2HRZ), diteruskan dengan tahap
lanjutan terdiri dari HR selama 4
bulan, yang terdiri dari 2 bulan
bulan diberikan 3 kali seminggu.
dengan HRZES setiap hari.
Obat ini diberikan untuk:
Dilanjutkan 1 bulan dengan HRZE
Penderita baru BTA negatif dan
setiap hari. Setelah itu diteruskan
dengan tahap lanjutan selama 5 rntgen positif sakit ringan,
Penderita TB ekstra paru ringan.
bulan dengan HRE yang diberikan
tiga kali dalam seminggu.
Obat ini diberikan untuk penderita OAT SISIPAN (HRZE)
TB paru BTA(+) yang sebelumnya Bila pada akhir tahap intensif
pernah diobati, yaitu: pengobatan penderita baru BTA
Penderita kambuh (relaps) positif dengan kategori 1 atau
penderita BTA positif pengobatan
Penderita gagal (failure)
ulang dengan kategori 2, hasil
Penderita dengan pengobatan pemeriksaan dahak masih BTA positif,
setelah lalai (after default). diberikan obat sisipan (HRZE) setiap
hari selama 1 bulan.
Pengobatan TB Pada Anak

a. Prinsip pengobatan pada anak diberikan dalam bentuk


minimal 3 macam obat untuk mencegah terjadinya
resistensi obat dan untuk membunuh kuman
intraselulerdan ekstraseluler.
b. Waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan.
c. Pengobatan dibagi menjadi 2 tahap:
1. Tahap awal: selama 2 bulan pertama,diberikan minimal
3 macam obat.
2. Tahap lanjutan, selama 4-10 bulan selanjutnya.
Paduan oat anak yang digunakan ada 3 macam obat:
2HRZ/4HR
Pengobatan kasus tb anak dengan kondisi tertentu:
2HRZE(S)/4-10HR
Pengobatan TB pada Kondisi Khusus

Wanita hamil
Semua OAT aman untuk kehamilan kecuali golongan
Aminoglikosida seperti streptomisin atau kanamisin karena
dapat menimbulkan ototoksik pada bayi (permanent
ototoxic) dan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini
dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan
keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan.
Pemberian Piridoksin 50 mg/hari dianjurkan pada ibu hamil
yang mendapatkan pengobatan TB, sedangkan pemberian
vitamin K 10mg/hari juga dianjurkan apabila Rifampisin
digunakan pada trimester 3 kehamilan menjelang partus.
Pengobatan TB pada Kondisi Khusus
Wanita hamil Ibu menyusui dan bayinya
Semua OAT aman untuk Semua jenis OAT aman untuk ibu
kehamilan kecuali golongan menyusui. Seorang ibu menyusui
Aminoglikosida seperti yang menderita TB harus
streptomisin atau kanamisin mendapat paduan OAT secara
karena dapat menimbulkan adekuat. Pemberian OAT yang
ototoksik pada bayi (permanent tepat merupakan cara terbaik
ototoxic) dan dapat menembus untuk mencegah penularan
barier placenta. Keadaan ini kuman TB kepada bayinya.
Pengobatan pencegahan dengan
dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan pendengaran dan INH dapat diberikan kepada bayi
keseimbangan yang menetap tersebut sesuai dengan berat
pada bayi yang akan dilahirkan. badannya selama 6 bulan. BCG
diberikan setelah pengobatan
.
pencegahan.
Pengobatan TB pada Kondisi Khusus
Wanita penderita TB Penderita TB dengan
pengguna kontrasepsi. infeksi HIV/AIDS
Rifampisin berinteraksi
Penggunaan obat
dengan kontrasepsi hormonal
(pil KB, suntikan KB, susuk HIV/ARV dilakukan 2-8
KB), sehingga dapat minggu dari pengobatan
menurunkan efektifitas TB
kontrasepsi tersebut.
Saran: mengggunakan
kontrasepsi nonhormonal,
atau kontrasepsi yang
mengandung estrogen dosis
tinggi (50 mcg).
Pengobatan TB pada Kondisi Khusus
Penderita TB dengan hepatitis
Penderita TB dengan penyakit hati kronik
akut
Bila ada kecurigaan gangguan fungsi hati,
Pemberian OAT pada penderita
dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum
TB dengan hepatitis akut dan pengobatan TB. Kalau SGOT dan SGPT
atau klinis ikterik, ditunda meningkat lebih dari 3 kali OAT harus
sampai hepatitis akutnya dihentikan. Pirazinamid (Z) tidak boleh
mengalami penyembuhan. Pada digunakan.
2 obat yang hepatotoksik
keadaan dimana pengobatan TB
2 HRSE / 6 HR
sangat diperlukan dapat
9 HRE
diberikan SE selama 3 bulan
1 obat yang hepatotoksik
sampai hepatitisnya menyembuh
2 HES / 10 HE
dan dilanjutkan dengan RH
Tanpa obat yang hepatotoksik
selama 6 bulan, bila hepatitisnya
18-24 SE ditambah salah satu
tidak menyembuh seharus
golongan fluorokuinolon
dilanjutkan sampai 12 bulan.
(ciprofloxasin tidak
direkomendasikan karena
potensimya sangat lemah
Pengobatan TB pada Kondisi Khusus
Penderita TB dengan Penderita TB dengan
gangguan ginjal Diabetes Melitus
Isoniazid, Rifampisin dan Diabetesnya harus
Pirazinamid dapat dikontrol. Perlu
diberikan dengan dosis diperhatikan bahwa
normal pada penderita- penggunaan Rifampisin
akan mengurangi efektifitas
penderita dengan
obat oral anti diabetes
gangguan ginjal.
(sulfonil urea) sehingga
Paduan OAT yang paling dosisnya perlu
aman untuk penderita ditingkatkan. Hati-hati
dengan gangguan ginjal dengan penggunaan
adalah 2RHZ/6HR. etambutol, karena
TB Resisten

Kriteria Terduga TB Resistan Obat


a. Pasien TB gagal pengobatan Kategori 2
b. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi setelah 3 bulan
pengobatan
c. Pasien TB yang mempunyai riwayat pengobatan TB yang tidak standar serta
menggunakan kuinolon dan obat injeksi lini kedua minimal selama 1 bulan
d. Pasien TB pengobatan kategori 1yang gagal
e. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak konversi
f. Pasien TB kasus kambuh (relaps), kategori 1 dan kategori 2
g. Pasien TB yang kembali setelah loss to follow-up (lalai berobat/default)
h. TerdugaTB yang mempunyai riwayat kontak erat dengan pasien TB MDR
i. Pasien ko-infeksi TB-HIV yang tidak respons secara klinis maupun
bakteriologis terhadap pemberian OAT (bila penegakan diagnosis awal tidak
menggunakan GeneXpert)
GUIDELINES TB MDR

WHO mengeluarkan standard pengobatan terbaru


pada pasien TB MDR, meliputi:
a. Pengobatan jangka pendek untuk dewasa dan
anak-anak (shorter MDR-TB regimen for adults
and children)
b. Pengobatan jangka panjang untuk dewasa dan
anak-anak (longer MDR-TB regimen for adults and
children)
c. Pasien bedah yang mengalami TB MDR
1. Pengobatan jangka pendek untuk dewasa dan anak-anak
(shorter MDR-TB regimen for adults and children)

Pengobatan ini digunakan pada pasien yang resisten terhadap


rifampicin atau TB MDR yang sebelumnya tidak diobati dengan
pengobatan obat lini kedua dan pasien yang resisten terhadap
florokuinolon, dan agen injeksi lini kedua dikeluarkan atau
dianggap sangat tidak mungkin, menggunakan rejimen TB-MDR
yang lebih pendek yaitu 9-12 sebagai penggantin Rejimen yang
lebih panjang
Komposisi rejimen
4-6 Km-Mfx-Pto-Cfz-Z-Hhigh-dose-E / 5 Mfx-Cfz-Z-E

Km=Kanamycin; Mfx=Moxifloxacin; Pto=Prothionamide;


Cfz=Clofazimine; Z=Pyrazinamide;
High-dose= high-dose Isoniazid; E=Ethambutol
2. Pengobatan jangka panjang untuk dewasa dan anak-anak
(longer MDR-TB regimen for adult and children)

a) pada pasien dengan RR-Tb atau MDR-TB rejimen


yang digunakan dengan paling sedikit 5 obat selama fase
lanjutan, dianjurkan menggunakan pirazinamid dan
empat obat dari pengobatan lini kedua. Satu obat diambil
dari grup A, satu dari grup B, dan paling sedikit 2 dari
grup C. jika tidak efektif, maka diganti dengan obat dari
grup D2 dan D3 dengan jumlah keseluruhan obat yang
digunakan adalah 5.
b) pada pasien dengan RR-TB atau MDR-TB,
direkomendasikan menggunakan rejimen lebih lanjut di
perkuat dengan isoniazid dosis tinggi dan atau etambutol.
Kategori OAT
1. Grup 1 - OAT lini pertama: kelompok obat
yang paling efektif dan dapat ditoleransi
dengan baik. Keseluruhan obat pada
kelompok ini harus digunakan bila masih
terbukti efektif. isoniasid, rifampisin,
etambutol, pirasinamid

2. Grup 2 - Obat suntik: kanamisin atau


amikasin merupakan pilihan pertama
terutama dengan tingginya angka resistensi
terhadap streptomisin,biaya lebih murah dan
efek samping ototoksik yang lebih
rendah.streptomisin, kanamisin, amikasin,
kapreomisin, (viomisin)

3. Grup 3 - Fluoroquinolon: yang


direkomendasikan lfx dan mfx,cfx tidak lagi
ciprofloxasin, ofloxasin, levofloxasin,
moxifloxasin, (gatifloxasin)

4. Grup 4 - Obat bakteriostatis oral: obat


dengan bakteriostatik tinggi sprt eto dan pas.
etionamid, cicloserin, paraaminosalicylic
acid (prothionamid, thioacetazon, terisadon)

5. Grup 5 - Obat belum terbukti: tidak


direkomendasikan digunakan secara rutin
karena belum jelas.clofasamin,
amoxicillin/klavulanat, claritromisin,
linezolid
Pengobatan TB MDR Pada Keadaan

1. Pengobatan TB MDR pada perempuan


2. Pengobatan TB MDR pada ibu hamil
usia subur

a. OAT lini kedua relatif aman bagi ibu


a. Semua pasien TB MDR usia
hamil kecuali golongan aminoglikosida
subur yang akan mendapat (kanamisin). OAT yang dipakai
pengobatan dengan OAT mempunyai kelas keamanan tingkat B
MDR, harus melakukan tes (etambutol) dan tingkat C (Pirazinamid,
kuinolon, kapreomisin, sikloserin,
kehamilan terlebih dahulu. etionamid, PAS). Hanya obat golongan
b. Bila ternyata pasien tersebut aminoglokosida (kanamisin) yang
memiliki kelas keamanan tingkat D
tidak hamil, pasien setara dengan Streptomisin dan
dianjurkan memakai Amikasin.
kontrasepsi fsik selama b. Bila pasien dalam kondisi hamil

masa pengobatan untuk sebelum pengobatan TB MDR dimulai


maka alternatif obat injeksi yang dipakai
mencegah kehamilan. adalah kapreomisin.
3. Pengobatan TB MDR pada ibu 4. Pengobatan TB MDR pada pasien yang
menyusui sedang memakai kontrasepsi hormonal

a. Pasien yang sedang menyusui a. Kontraindikasi


tetap mendapat pengobatan TB
MDR penuh. penggunaan kontrasepsi
b. Sebagian besar OAT akan oral hanya pada paduan
ditemukan kadarnya dalam ASI
dengan konsentrasi kecil , ASI
yang mengandung
tampung dan susu formula menjadi rifampisin.
pilihan lain yang bisa dipilih. b. Disarankan untuk
Jikapasien tersebut masih BTA
positif, pisahkan bayinya untuk minum OAT tidak
sementara waktu sampai BTA nya bersamaan waktunya
menjadi negatif.
dengan kontrasepsi oral.
5. Pengobatan pasien TB MDR 6. Pengobatan pasien TB MDR
dengan diabetes mellitus dengan gangguan ginjal

a. Diabetes mellitus dapat a. Pemberian OAT TB MDR pada


memperkuat efek samping OAT pasien dengan gangguan ginjal harus
terutama gangguan ginjal dan dilakukan dengan hatihati,
neuropati perifer. sebaiknya pirazinamid dan etambutol
b. Obat Anti Diabetika (OAD) tidak tidak diberikan.
merupakan kontraindikasi selama masa b. Kadar Kalium dan kreatinin harus
pengobatan TB MDR tetapi biasanya
dipantau, setiap minggu selama bulan
memerlukan dosis OAD yang lebih
pertama dan selanjutnya minimal
tinggi sehingga perlu penanganan
khusus. Apabila pasien minum sekali sebulan selama tahap awal.
etionamid maka kadar insulin darah c. Bila terjadi gangguan ginjal,
lebih sulit dikontrol, untuk itu perlu pemberian obat, dosis dan atau
konsultasi dengan ahli penyakit dalam. interval antar dosis harus disesuaikan
c. Kadar Kalium darah dan serum dengan tabel.
kreatinin harus dipantau setiap minggu
selama bulan pertama dan selanjutnya
minimal sekali dalam 1 bulan selama
7. Pengobatan pasien TB MDR 8. Pengobatan Pasien Ko-infeksi TB
dengan gangguan hati MDR dan HIV

1. OAT lini kedua kurang toksik terhadap hati Semua ODHA dengan TB MDR harus mendapatkan
dibanding OAT lini pertama. terapi proflaksis kotrimoksasol (PPK) dengan
2. Pasien TB MDR dengan riwayat penyakit hati dapat tujuan untuk mencegah infeksi bakterial, PCP,
diberikan pengobatan TB MDR (kecuali pada Toksoplasmosis, Pnemonia dan Malaria.
penyakit hati kronik). Bila ART belum diberikan maka ART harus segera
3. Reaksi hepatotoksik lebih sering terjadi pada pasien diberikan secepatnya setelah pengobatan TB MDR
dengan riwayat gangguan hati sehingga harus lebih dapat ditoleransi (sekitar 2-8 minggu).
diawasi. Paduan ART yang direkomendasikan untuk pasien
4. Pirazinamid tidak boleh diberikan kepada pasien TB MDR adalah ART lini pertama: AZT-3TC-EFV
dengan penyakit hati atau ART lini kedua: TDF-3TCLPV/r.
5. kronik. OAT MDR yang diberikan adalah paduan standar
6. Pemantauan kadar enzim hati secara ketat yaitu Km-LfxEto-Cs-Z-(E). Paduan OAT MDR
dianjurkan dan jika kadar enzim meningkat, OAT dapat disesuaikan dengan hasil uji kepekaan.
harus dihentikan dan dilaporkan kepada TAK. Untuk mengurangi kemungkinan efek samping
7. Untuk mengobati pasien TB MDR selama terjadinya maka direkomendasikan pemberian obat dengan
hepatitis akut, kombinasi empat OAT yang bersifat dosis terbagi (obat yang memungkinkan untuk
tidak hepatotoksik merupakan pilihan yang paling diberikan secara dosis terbagi adalah etionamid,
aman. sikloserin dan PAS).
Pemantauan dan Hasil Pengobatan TB anak

a. Pemantauan pengobatan pasien tb anak


Pada tahap awal pasien tb anak dikontrol tiap minggu untuk melihat
kepatuhan,toleransi dan kemungkinan adanya efek samping obat. Pada tahap
lanjutan pasien control tiap bulan. Setelah diberi OAT selama 2 bulan,respon
pengobatan pasien harus dievaluasi, respon baik apabila gejala klinis yang
terdapat pada awal diagnosis berukurang misalnya nafsu makan
meningkat,berat badan meningkat ,demam menghilang dan batuk berkurang
dan dilanjutkan pengobatan sampai 6 bulan. Sedangkan apabila respon
pengobatan kurang maka pengobatan TB tetap dilanjutkan tetapi pasien harus
dirujuk kesarana lengkap.
Setelah pemberian obat selama 6 bulan,OAT dapat dihentikan dengan
melakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang lain seperti foto
rontgen. Pada pasien tb anak yang pada awal pengobatan hasil pemeriksaan
dahaknya BTA positif, pemantauan pengobatan dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan dahak ulang sesuai dengan alur pemantauan pasien tb BTA positif.
b. Efek samping pengobatan TB pada anak
Pasien dengan keluhan neuritis perifer (misalnya kesemutan) dan asupan
piridoksin dari bahan makanan tidak tercukupi, maka dapat diberikan vitamin
B6 10 mg tiap 100 mg INH. Untuk pencegahan neuritis perifer, apabila
tersedia piridoksin 10 mg/hari direkomendasikan diberikan pada: bayi yang
mendapat ASI ekslusif, pasien gizi buruk dan anak dengan HIV positif.

Tatalaksana pasien tb anak yang berobat tidak teratur


1. Jika anak tidak minum obat >2 minggu di fase intesif atau .2 bulan di fase
lanjutan dan menunjukkan gejala TB, beri pengobatan kembali mulai dari
awal.
2. Jika anak tidak minum obat <2 minggu di fase intensif atau <2 bulan di fase
lanjutan dan menunjukkan gejala TB, lanjutkan sisa pengobatan sampai
selesai.
c. Hasil pengobatan tb pada anak
Hasil pengobatan tb pada anak merujuk pada hasil pengobatan tb dewasa.

Pengobatan pencegahan dengan isoniazid

Keterangan
Obat yang diberikan adalah INH (Isoniazid) dengan dosis 10 mg/kgBB (7-
15 mg/kg) setiap hari selama 6 bulan.
Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan TB
a. Pemantauan kemajuan pengobatan TB
Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan pada orang dewasa
dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Untuk
memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan dua contoh uji
dahak (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2
contoh uji dahak tersebut negatif. Bila salah satu contoh uji positif atau
keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.
Hasil dari pemeriksaan mikroskopis semua pasien sebelum memulai
pengobatan harus dicatat. Pemeriksaan ulang dahak pasien TB BTA positif
merupakan suatu cara terpenting untuk menilai hasil kemajuan pengobatan.
Setelah pengobatan tahap awal, tanpa memperhatikan hasil pemeriksaan
ulang dahak apakah masih tetap BTA positif atau sudah menjadi BTA
negatif, pasien harus memulai pengobatan tahap lanjutan (tanpa pemberian
OAT sisipan apabila tidak mengalami konversi). Pada semua pasien
TB BTA positif, pemeriksaan ulang dahak selanjutnya dilakukan pada bulan ke 5.
Apabila hasilnya negatif, pengobatan dilanjutkan hingga seluruh dosis pengobatan
selesai dan dilakukan pemeriksaan ulang dahak kembali pada akhir pengobatan.
Ringkasan tindak lanjut berdasarkan hasil pemeriksaan ulang dahak untuk memantau
kemajuan hasil pengobatan:

1) Apabila hasil pemeriksaan pada akhir tahap awal negatif :


Pada pasien baru maupun pengobatan ulang, segera diberikan dosis pengobatan
tahap lanjutan
Selanjutnya lakukan pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal (pada bulan ke 5 dan
Akhir Pengobatan)
2) Apabila hasil pemeriksaan pada akhir tahap awal positif :
Pada pasien baru (mendapat pengobatan dengan paduan OAT kategori 1) :
Lakukan penilaian apakah pengobatan tidak teratur?. Apabila tidak teratur,
diskusikan dengan pasien tentang pentingnya berobat teratur.
Segera diberikan dosis tahap lanjutan (tanpa memberikan OAT sisipan).
Lakukan pemeriksaan ulang dahak kembali setelah pemberian OAT tahap lanjutan satu
bulan. Apabila hasil pemeriksaan dahak ulang tetap positif, lakukan pemeriksaan uji
kepekaan obat.
Apabila tidak memungkinkan pemeriksaan uji kepekaan obat, lanjutkan pengobatan
dan diperiksa ulang dahak kembali pada akhir bulan ke 5 (menyelesaikan dosis OAT
bulan ke 5 ).

Pada pasien dengan pengobatan ulang (mendapat pengobatan dengan paduan OAT
kategori 2):
Lakukan penilaian apakah pengobatan tidak teratur?. Apabila tidak teratur, diskusikan
dengan pasien tentang pentingnya berobat teratur.
Pasien dinyatakan sebagai terduga pasien TB MDR
Lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR
Apabila tidak bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS Pusat
Rujukan TB MDR, segera diberikan dosis OAT tahap lanjutan (tanpa pemberian OAT
sisipan) dan diperiksa ulang dahak kembali pada akhir bulan ke 5 (menyelesaikan dosis
OAT bulan ke 5 ).
Pada bulan ke 5 atau lebih :
Baik pada pengobatan pasien baru atau pengobatan ulang apabila
hasil pemeriksaan ulang dahak hasilnya negatif, lanjutkan
pengobatan sampai seluruh dosis pengobatan selesai diberikan
Apabila hasil pemeriksaan ulang dahak hasilnya positif, pengobatan
dinyatakan gagal dan pasien dinyatakan sebagai terduga pasien TB
MDR .
Lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS Pusat
Rujukan TB MDR
Pada pasien baru (mendapat pengobatan dengan paduan OAT
kategori 1), pengobatan dinyatakan gagal. Apabila oleh karena suatu
sebab belum bias dilakukan pemeriksaan uji kepekaan atau dirujuk
ke RS Pusat Rujukan TB MDR, berikan pengobatan paduan OAT
kategori 2 dari awal.
MONITORING DAN EVALUASI TERAPI TB MDR

Pemantauan Kemajuan
Selama menjalani pengobatan, pasien TB MDR harus dipantau secara ketat
untuk menilai kemajuan terhadap pengobatan yang diberikan dan
mengidentifkasi efek samping sejak dini. Gejala TB (batuk, berdahak, demam
dan BB menurun) pada umumnya membaik dalam beberapa bulan pertama
pengobatan. Pemeriksaan apusan dan biakan dahak merupakan pemantauan
utama yang wajib dilakukan.
Pemeriksaan apusan dahak dan biakan dilakukan setiap bulan pada tahap
awal dan setiap 2 bulan sekali pada tahap lanjutan. Konversi apusan dahak
dan biakan merupakan indikator utamauntuk menilai kemajuan pengobatan.
Defnisi terjadinya konversi biakan adalah jika pemeriksaan biakan 2 (dua) kali
berurutan dengan jarak pemeriksaan 30 hari menunjukkan hasil negatif.
Dalam hal ini tanggal konversi adalah tanggal pengambilan dahak pertama
untuk biakan yang hasilnya negatif. Tanggal ini digunakan untuk menentukan
lamanya pengobatan tahap awal dan lama pengobatan selanjutnya.
Selain pemeriksaan apusan dan biakan dahak, dilakukan juga beberapa
pemantauan penunjang lainnya selama pengobatan TB MDR,antara lain:
a. Pemantauan terhadap munculnya efek samping obat. Pemantauan efek
samping obat dilakukansetiap hari oleh PMO selama mendampingi
pasien menelan obat.
b. Pemantauan berat badan dan keluhan atau gejala klinis. Pemantauan
dilakukan setiap bulan oleh dokter di fasyankes TB MDR.
c. Foto toraks dilakukan setiap 6 bulan atau bila terjadi komplikasi (batuk
darah masif, kecurigaan pneumotoraks, dll).
d. Kreatinin serum dan kalium serum dilakukan setiap bulan selama
mendapat obat suntikan.
e. Tyroid Stimulating Hormon (TSH) dilakukan pada bulan ke 6
pengobatan dan diulangi setiap 6 bulan atau bila muncul gejala
hipotiroidisme.
f. Enzim hati (SGOT, SGPT) dilakukan setiap 3 bulan atau bila timbul
gejala drug induced hepatitis (DIH).
g. Tes kehamilan dilakukan bila ada indikasi.
Penanganan efek samping TB MDR dengan HIV
Monitoring pengobatan ko-infeksi TB MDR dan HIV

Skema jadwal konsultasi klinis dan pemeriksaan


laboratorium untuk memantau kemajuan
pengobatan atau memberikan indikasi kegagalan
pengobatan TB MDR.
Pemeriksaan pada ko-infeksi TB MDR dan HIV
Evaluasi tambahan untuk pasien HIV positif
meliputi pemeriksaan CD4, viral load, siphilis, pap
smear, dan pemeriksaan serologis untuk Hepatitis B
dan C
Manajemen Efek Samping Pengobatan OAT MDR dan ART
Manajemen Efek Samping
Pengobatan OAT
OAT EFEK IO

ISONIAZID (INH) inhibitor kuat untuk cytochrome P-450 isoenzymes sehingga dapat meningkatkan konsentrasi obat
tersebut dan dapat menimbulkan risiko toksis. Antikonvulsan seperti fenitoin dan karbamazepin
adalah yang sangat terpengaruh oleh isoniazid.
Isofluran, parasetamol dan Karbamazepin, menyebabkan hepatotoksisitas, antasida dan adsorben
menurunkan absopsi, sikloserin meningkatkan toksisitas pada SSP, menghambat metabolisme
karbamazepin, etosuksimid, diazepam, menaikkan kadar plasma teofilin.

RIFAMPISIN (R) Interaksi obat ini adalah mempercepat metabolisme metadon, absorpsi dikurangi oleh antasida,
mempercepat metabolisme, menurunkan kadar plasma dari dizopiramid, meksiletin, propanon dan
kinidin, mempercepat metabolisme kloramfenikol, nikumalon, warfarin, estrogen,teofilin, tiroksin,
anti depresan trisiklik, antidiabetik (mengurangi khasiat klorpropamid, tolbutamid, sulfonil urea),
fenitoin, dapson, flokonazol, itrakonazol, ketokonazol, terbinafin

Pirazinamida Pirazinamid menurunkan kadar probenesid, siklosporin,dan tacrolimus.

Etambutol Garam Aluminium seperti dalam obat maag, dapat menunda dan mengurangi absorpsi etambutol.
Jika dieprlukan garam alumunium agar diberikan dengan jarak beberapa jam.

Streptomisin Interaksi dari Streptomisin adalah dengan kolistin, siklosporin, Sisplatin menaikkan risiko
nefrotoksisitas, kapreomisin, dan vankomisin menaikkan ototoksisitas dan nefrotoksisitas, bifosfonat
meningkatkan risiko hipokalsemia, toksin botulinum meningkatkan hambatan neuromuskuler,
diuretika kuat meningkatkan risiko ototoksisitas, meningkatkan efek relaksanyang non depolarising,
melawan efek parasimpatomimetik dari neostigmen dan piridostigmin.

Anda mungkin juga menyukai