Alur
Diagnosis
TB pada
Dewasa
Alur Diagnosis
TB pada anak-
anak
Prinsip Pengobatan TB
Menghindari penggunaan Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu
tahap intensif dan lanjutan.
monoterapi. Obat Anti Tahap Intensif
Tuberkulosis (OAT) diberikan Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat
dalam bentuk kombinasi dari obat setiap hari dan perlu diawasi secara
beberapa jenis obat, dalam jumlah langsung untuk mencegah terjadinya
kekebalan obat
cukup dan dosis tepat sesuai Bila pengobatan tahap intensif tersebut
dengan kategori pengobatan. Hal diberikan secara tepat, biasanya penderita
ini untuk mencegah timbulnya menular menjadi tidak menular dalam kurun
waktu 2 minggu.
kekebalan terhadap OAT. Sebagian besar penderita TB BTA positif
Untuk menjamin kepatuhan menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
penderita dalam menelan obat, Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis
pengobatan dilakukan dengan
obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu
pengawasan langsung (DOT = yang lebih lama
Directly Observed Treatment) oleh Tahap lanjutan penting untuk membunuh
Wanita hamil
Semua OAT aman untuk kehamilan kecuali golongan
Aminoglikosida seperti streptomisin atau kanamisin karena
dapat menimbulkan ototoksik pada bayi (permanent
ototoxic) dan dapat menembus barier placenta. Keadaan ini
dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pendengaran dan
keseimbangan yang menetap pada bayi yang akan dilahirkan.
Pemberian Piridoksin 50 mg/hari dianjurkan pada ibu hamil
yang mendapatkan pengobatan TB, sedangkan pemberian
vitamin K 10mg/hari juga dianjurkan apabila Rifampisin
digunakan pada trimester 3 kehamilan menjelang partus.
Pengobatan TB pada Kondisi Khusus
Wanita hamil Ibu menyusui dan bayinya
Semua OAT aman untuk Semua jenis OAT aman untuk ibu
kehamilan kecuali golongan menyusui. Seorang ibu menyusui
Aminoglikosida seperti yang menderita TB harus
streptomisin atau kanamisin mendapat paduan OAT secara
karena dapat menimbulkan adekuat. Pemberian OAT yang
ototoksik pada bayi (permanent tepat merupakan cara terbaik
ototoxic) dan dapat menembus untuk mencegah penularan
barier placenta. Keadaan ini kuman TB kepada bayinya.
Pengobatan pencegahan dengan
dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan pendengaran dan INH dapat diberikan kepada bayi
keseimbangan yang menetap tersebut sesuai dengan berat
pada bayi yang akan dilahirkan. badannya selama 6 bulan. BCG
diberikan setelah pengobatan
.
pencegahan.
Pengobatan TB pada Kondisi Khusus
Wanita penderita TB Penderita TB dengan
pengguna kontrasepsi. infeksi HIV/AIDS
Rifampisin berinteraksi
Penggunaan obat
dengan kontrasepsi hormonal
(pil KB, suntikan KB, susuk HIV/ARV dilakukan 2-8
KB), sehingga dapat minggu dari pengobatan
menurunkan efektifitas TB
kontrasepsi tersebut.
Saran: mengggunakan
kontrasepsi nonhormonal,
atau kontrasepsi yang
mengandung estrogen dosis
tinggi (50 mcg).
Pengobatan TB pada Kondisi Khusus
Penderita TB dengan hepatitis
Penderita TB dengan penyakit hati kronik
akut
Bila ada kecurigaan gangguan fungsi hati,
Pemberian OAT pada penderita
dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum
TB dengan hepatitis akut dan pengobatan TB. Kalau SGOT dan SGPT
atau klinis ikterik, ditunda meningkat lebih dari 3 kali OAT harus
sampai hepatitis akutnya dihentikan. Pirazinamid (Z) tidak boleh
mengalami penyembuhan. Pada digunakan.
2 obat yang hepatotoksik
keadaan dimana pengobatan TB
2 HRSE / 6 HR
sangat diperlukan dapat
9 HRE
diberikan SE selama 3 bulan
1 obat yang hepatotoksik
sampai hepatitisnya menyembuh
2 HES / 10 HE
dan dilanjutkan dengan RH
Tanpa obat yang hepatotoksik
selama 6 bulan, bila hepatitisnya
18-24 SE ditambah salah satu
tidak menyembuh seharus
golongan fluorokuinolon
dilanjutkan sampai 12 bulan.
(ciprofloxasin tidak
direkomendasikan karena
potensimya sangat lemah
Pengobatan TB pada Kondisi Khusus
Penderita TB dengan Penderita TB dengan
gangguan ginjal Diabetes Melitus
Isoniazid, Rifampisin dan Diabetesnya harus
Pirazinamid dapat dikontrol. Perlu
diberikan dengan dosis diperhatikan bahwa
normal pada penderita- penggunaan Rifampisin
akan mengurangi efektifitas
penderita dengan
obat oral anti diabetes
gangguan ginjal.
(sulfonil urea) sehingga
Paduan OAT yang paling dosisnya perlu
aman untuk penderita ditingkatkan. Hati-hati
dengan gangguan ginjal dengan penggunaan
adalah 2RHZ/6HR. etambutol, karena
TB Resisten
1. OAT lini kedua kurang toksik terhadap hati Semua ODHA dengan TB MDR harus mendapatkan
dibanding OAT lini pertama. terapi proflaksis kotrimoksasol (PPK) dengan
2. Pasien TB MDR dengan riwayat penyakit hati dapat tujuan untuk mencegah infeksi bakterial, PCP,
diberikan pengobatan TB MDR (kecuali pada Toksoplasmosis, Pnemonia dan Malaria.
penyakit hati kronik). Bila ART belum diberikan maka ART harus segera
3. Reaksi hepatotoksik lebih sering terjadi pada pasien diberikan secepatnya setelah pengobatan TB MDR
dengan riwayat gangguan hati sehingga harus lebih dapat ditoleransi (sekitar 2-8 minggu).
diawasi. Paduan ART yang direkomendasikan untuk pasien
4. Pirazinamid tidak boleh diberikan kepada pasien TB MDR adalah ART lini pertama: AZT-3TC-EFV
dengan penyakit hati atau ART lini kedua: TDF-3TCLPV/r.
5. kronik. OAT MDR yang diberikan adalah paduan standar
6. Pemantauan kadar enzim hati secara ketat yaitu Km-LfxEto-Cs-Z-(E). Paduan OAT MDR
dianjurkan dan jika kadar enzim meningkat, OAT dapat disesuaikan dengan hasil uji kepekaan.
harus dihentikan dan dilaporkan kepada TAK. Untuk mengurangi kemungkinan efek samping
7. Untuk mengobati pasien TB MDR selama terjadinya maka direkomendasikan pemberian obat dengan
hepatitis akut, kombinasi empat OAT yang bersifat dosis terbagi (obat yang memungkinkan untuk
tidak hepatotoksik merupakan pilihan yang paling diberikan secara dosis terbagi adalah etionamid,
aman. sikloserin dan PAS).
Pemantauan dan Hasil Pengobatan TB anak
Keterangan
Obat yang diberikan adalah INH (Isoniazid) dengan dosis 10 mg/kgBB (7-
15 mg/kg) setiap hari selama 6 bulan.
Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan TB
a. Pemantauan kemajuan pengobatan TB
Pemantauan kemajuan dan hasil pengobatan pada orang dewasa
dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Untuk
memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan dua contoh uji
dahak (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2
contoh uji dahak tersebut negatif. Bila salah satu contoh uji positif atau
keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif.
Hasil dari pemeriksaan mikroskopis semua pasien sebelum memulai
pengobatan harus dicatat. Pemeriksaan ulang dahak pasien TB BTA positif
merupakan suatu cara terpenting untuk menilai hasil kemajuan pengobatan.
Setelah pengobatan tahap awal, tanpa memperhatikan hasil pemeriksaan
ulang dahak apakah masih tetap BTA positif atau sudah menjadi BTA
negatif, pasien harus memulai pengobatan tahap lanjutan (tanpa pemberian
OAT sisipan apabila tidak mengalami konversi). Pada semua pasien
TB BTA positif, pemeriksaan ulang dahak selanjutnya dilakukan pada bulan ke 5.
Apabila hasilnya negatif, pengobatan dilanjutkan hingga seluruh dosis pengobatan
selesai dan dilakukan pemeriksaan ulang dahak kembali pada akhir pengobatan.
Ringkasan tindak lanjut berdasarkan hasil pemeriksaan ulang dahak untuk memantau
kemajuan hasil pengobatan:
Pada pasien dengan pengobatan ulang (mendapat pengobatan dengan paduan OAT
kategori 2):
Lakukan penilaian apakah pengobatan tidak teratur?. Apabila tidak teratur, diskusikan
dengan pasien tentang pentingnya berobat teratur.
Pasien dinyatakan sebagai terduga pasien TB MDR
Lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS Pusat Rujukan TB MDR
Apabila tidak bisa dilakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS Pusat
Rujukan TB MDR, segera diberikan dosis OAT tahap lanjutan (tanpa pemberian OAT
sisipan) dan diperiksa ulang dahak kembali pada akhir bulan ke 5 (menyelesaikan dosis
OAT bulan ke 5 ).
Pada bulan ke 5 atau lebih :
Baik pada pengobatan pasien baru atau pengobatan ulang apabila
hasil pemeriksaan ulang dahak hasilnya negatif, lanjutkan
pengobatan sampai seluruh dosis pengobatan selesai diberikan
Apabila hasil pemeriksaan ulang dahak hasilnya positif, pengobatan
dinyatakan gagal dan pasien dinyatakan sebagai terduga pasien TB
MDR .
Lakukan pemeriksaan uji kepekaan obat atau dirujuk ke RS Pusat
Rujukan TB MDR
Pada pasien baru (mendapat pengobatan dengan paduan OAT
kategori 1), pengobatan dinyatakan gagal. Apabila oleh karena suatu
sebab belum bias dilakukan pemeriksaan uji kepekaan atau dirujuk
ke RS Pusat Rujukan TB MDR, berikan pengobatan paduan OAT
kategori 2 dari awal.
MONITORING DAN EVALUASI TERAPI TB MDR
Pemantauan Kemajuan
Selama menjalani pengobatan, pasien TB MDR harus dipantau secara ketat
untuk menilai kemajuan terhadap pengobatan yang diberikan dan
mengidentifkasi efek samping sejak dini. Gejala TB (batuk, berdahak, demam
dan BB menurun) pada umumnya membaik dalam beberapa bulan pertama
pengobatan. Pemeriksaan apusan dan biakan dahak merupakan pemantauan
utama yang wajib dilakukan.
Pemeriksaan apusan dahak dan biakan dilakukan setiap bulan pada tahap
awal dan setiap 2 bulan sekali pada tahap lanjutan. Konversi apusan dahak
dan biakan merupakan indikator utamauntuk menilai kemajuan pengobatan.
Defnisi terjadinya konversi biakan adalah jika pemeriksaan biakan 2 (dua) kali
berurutan dengan jarak pemeriksaan 30 hari menunjukkan hasil negatif.
Dalam hal ini tanggal konversi adalah tanggal pengambilan dahak pertama
untuk biakan yang hasilnya negatif. Tanggal ini digunakan untuk menentukan
lamanya pengobatan tahap awal dan lama pengobatan selanjutnya.
Selain pemeriksaan apusan dan biakan dahak, dilakukan juga beberapa
pemantauan penunjang lainnya selama pengobatan TB MDR,antara lain:
a. Pemantauan terhadap munculnya efek samping obat. Pemantauan efek
samping obat dilakukansetiap hari oleh PMO selama mendampingi
pasien menelan obat.
b. Pemantauan berat badan dan keluhan atau gejala klinis. Pemantauan
dilakukan setiap bulan oleh dokter di fasyankes TB MDR.
c. Foto toraks dilakukan setiap 6 bulan atau bila terjadi komplikasi (batuk
darah masif, kecurigaan pneumotoraks, dll).
d. Kreatinin serum dan kalium serum dilakukan setiap bulan selama
mendapat obat suntikan.
e. Tyroid Stimulating Hormon (TSH) dilakukan pada bulan ke 6
pengobatan dan diulangi setiap 6 bulan atau bila muncul gejala
hipotiroidisme.
f. Enzim hati (SGOT, SGPT) dilakukan setiap 3 bulan atau bila timbul
gejala drug induced hepatitis (DIH).
g. Tes kehamilan dilakukan bila ada indikasi.
Penanganan efek samping TB MDR dengan HIV
Monitoring pengobatan ko-infeksi TB MDR dan HIV
ISONIAZID (INH) inhibitor kuat untuk cytochrome P-450 isoenzymes sehingga dapat meningkatkan konsentrasi obat
tersebut dan dapat menimbulkan risiko toksis. Antikonvulsan seperti fenitoin dan karbamazepin
adalah yang sangat terpengaruh oleh isoniazid.
Isofluran, parasetamol dan Karbamazepin, menyebabkan hepatotoksisitas, antasida dan adsorben
menurunkan absopsi, sikloserin meningkatkan toksisitas pada SSP, menghambat metabolisme
karbamazepin, etosuksimid, diazepam, menaikkan kadar plasma teofilin.
RIFAMPISIN (R) Interaksi obat ini adalah mempercepat metabolisme metadon, absorpsi dikurangi oleh antasida,
mempercepat metabolisme, menurunkan kadar plasma dari dizopiramid, meksiletin, propanon dan
kinidin, mempercepat metabolisme kloramfenikol, nikumalon, warfarin, estrogen,teofilin, tiroksin,
anti depresan trisiklik, antidiabetik (mengurangi khasiat klorpropamid, tolbutamid, sulfonil urea),
fenitoin, dapson, flokonazol, itrakonazol, ketokonazol, terbinafin
Etambutol Garam Aluminium seperti dalam obat maag, dapat menunda dan mengurangi absorpsi etambutol.
Jika dieprlukan garam alumunium agar diberikan dengan jarak beberapa jam.
Streptomisin Interaksi dari Streptomisin adalah dengan kolistin, siklosporin, Sisplatin menaikkan risiko
nefrotoksisitas, kapreomisin, dan vankomisin menaikkan ototoksisitas dan nefrotoksisitas, bifosfonat
meningkatkan risiko hipokalsemia, toksin botulinum meningkatkan hambatan neuromuskuler,
diuretika kuat meningkatkan risiko ototoksisitas, meningkatkan efek relaksanyang non depolarising,
melawan efek parasimpatomimetik dari neostigmen dan piridostigmin.