Anda di halaman 1dari 29

JOURNAL READING

PEMBIMBING : dr. RONA YULIA, Sp.Rad.

DIPRESENTASIKAN OLEH : PRADEVI S ( 012106245 )


LUNG PARENCHYMAL INJURY AND ITS
FREQUENCY IN BLUNT THORACIC TRAUMA:
THE DIAGNOSTIC VALUE OF CHEST
RADIOGRAPHY AND THORACIC CT
Muzaffer Elmal, Ahmet Baydn, Mehmet Selim Nural, Bora Arslan, Meltem
Ceyhan, Nevzat Grmen
ABSTRAK

ABSTRAK
TUJUAN

Untuk melihat manfaat radiografi thoraks


untuk diagnosis kerusakan parenkim paru
pada pasien trauma thoraks

Untuk mengevaluasi frekuensi cedera


parenkim paru dengan menggunakan CT
Scan thoraks.
MATERIAL DAN METODE
Pasien: 60 pasien yang
menderita multi-organ
Waktu penelitian: Januari
trauma baik yang datang
2005 - Juni 2006,
ke IGD maupun pasien
yang telah dirawat inap.

dilakukan penelitian
secara retrospektif
terhadap foto thoraks AP
dan CT Scan thoraks
HASIL
dimana hanya 27 dari 32 pasien ini yang terkonfirmasi
Foto thoraks menunjukkan mengalami kerusakan parenkim dengan metode CT Scan
adanya kerusakan thoraks.,.
parenkim paru pada 32
pasien
namun ditemukan 12 dari 28 pasien ini mengalami
Foto thoraks tidak kerusakan parenkim paru dengan metode CT Scan
menunjukkan adanya thoraks
kerusakan parenkim paru
pada 28 pasien sisanya
dijadikan sebagai gold standart untuk evaluasi pasien dengan trauma thoraks
dan menunjukkan bahwa sensitifitas (69%), spesifisitas (76%), nilai prediksi
positif (84%), dan nilai prediksi negative (57%).
Metode CT Scan thoraks 65% pasien yang mengalami trauma tumpul thoraks
CT Scan thoraks akan menderita cedera pada parenkim paru-paru nya
KESIMPULAN

Sentifitas foto thoraks AP untuk mengindentifikasi cedera parenkim


paru sangatlah rendah, dengan angka negative yang tinggi;
sehingga peneliti berpendapat bahwa evaluasi dini dengan CT Scan
thoraks akan sangat membantu untuk mendiagnosis dan treatment
pasien dengan trauma thoraks, dan membutuhkan kinerja yang
kooperatif antara radiologis dan dokter di layanan gawat darurat.
PENDAHULUAN

Trauma thoraks kejadiannya semakin sering hari demi hari, terlebih akibat dari
kecelakaan kendaraan bermotor. Trauma adalah penyebab terbanyak kematian
selama 3 dekade terakhir ini dan kematian akibat trauma thoraks tercatat
sebanyak 25% dari total seluruh kematian akibat trauma.

Lini pertama pemeriksaan radiologi pada pasien dengan trauma thoraks adalah X
foto thoraks. Penilaian terhadap X foto thoraks di layanan gawat darurat
terkadang sangat terbatas bergantung pada kondisi pasien.

Secara klinis, X Foto thoraks yang diambil beberapa jam setelah terjadinya
trauma tumpul thoraks mungkin tidak dapat menggambarkan kerusakan/cedera
yang terjadi.

Pada kasus kontusio parenkim paru, hematoma, atau laserasi, morbiditas dan
mortalitas meningkat secara signifikan pada pasien dengan trauma thoraks.
MATERIAL DAN METODE
Rata-rata usia pasien penelitian ini adalah 43 tahun (dari rentang
usia 16-85 tahun), dimana 48 pasien berjenis kelamin pria dan 12
pasien wanita.
CT Scan thoraks diambil dengan menggunakan spiral CT
(Xpres/GX, Toshiba, Jepang) dan dengan kontras IV menggunakan
iodium-media-non-kontras 100ml secara manual. Parameter teknis
adalah sebagai berikut: sesi ketebalan, 7mm; table speed, 7mm
(pitch, 1); kVp, 120; mAs, 150.
Kriteria X foto thoraks posisi AP dan axial CT Scan thoraks
dari 65 pasien yang mendatangi IGD dan dirawat di
Inklusi RS karena multiple trauma antara Januari 2005-
Juni 2006

Cedera yang dialami oleh populasi penelitian ini


disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor,
jatuh dari ketinggian, trauma langsung, dan
kecelakaan akibat kerja
X foto thoraks diperiksa segera setelah pasien datang
ke IGD dan CT Scan thoraks diperiksa dalam
maksimal 1 jam setelah X foto thoraks posisi supine
anteroposterior
Kriteria pasien yang memiliki hasil CT Scan
Eksklusi >1tahun setelah X foto thoraks,

menderita trauma penetrasi,

memiliki X foto thoraks yang tidak


terkualifikasi terhadap penilaian cedera
parenkim paru
HASIL
Dari 60 pasien, 39 (65%) memiliki cedera pada parenkim paru. Di
antaranya 37 memiliki memar (62%), 4 memiliki laserasi (7%), dan 2
memiliki hematoma (3%).

Patologi yang paling sering menyertai parenkim yang cedera adalah


patahnya tulang rusuk (84%), hemotoraks (82%), dan pneumotoraks (73%),
dan 5 pasien (8%) dilihatkan dengan pneumomediastinum.

Cedera pembuluh darah utama mediastinum, cedera trakeobronkial, dan


diafragma, esofagus, dan luka-luka lainnya tidak diamati. Pada 2 pasien,
yang hanya melihat cedera parenkim paru (memar terisolasi) terdeteksi
tanpa terdapat dinding dada atau tulang patologis yang menyertai.
DISKUSI
Trauma dada dapat dibagi menjadi trauma parenkim dan ekstra-parenkim.
Trauma parenkim termasuk memar, laserasi, hematoma, dan torsi
jaringan paru.

Dengan adanya perkembangan temuan, komplikasi, sindrom gangguan


pernapasan, pneumonia aspirasi, dan atelektasis mungkin dapat terjadi.

Memar terjadi sebagai akibat dari pengaruh tekanan langsung setelah


trauma tumpul dan biasanya terlihat berdekatan dengan struktur padat
seperti tulang rusuk, hati, dan jantung.
Dalam radiografi dada, memar paru-paru muncul dalam 6-8 jam pertama
setelah trauma sebagai kenaikan densitas yang non-homogen.

Temuan radiografi mungkin tidak terlihat dalam beberapa hari awal. Daerah
memar menjadi lebih sulit untuk memvisualisasikan dalam kasus-kasus
hemothorax yang menyertainya, pneumonia aspirasi, atau atelektasis.

Memar sering dipandang sebagai non-segmental, non-lobar, perifer, dan dalam


bentuk peningkatan densitas pada CT-toraks. Hal ini lebih memungkinkan
untuk mendeteksi memar dengan CT-toraks daripada dengan radiografi dada.
Pada trauma tumpul, memar dilaporkan pada 17% -70% dari kasus.

Dalam penelitian kami, tingkat memar paru di dada pada trauma tumpul
sebesar 62%, dan memar merupakan masalah utama (95%) dari cedera
parenkim paru-paru.
Laserasi paru terjadi lebih sering dikarenakan oleh trauma tembus, sedangkan
hal ini mungkin terjadi pada trauma tumpul karena efek langsung dari
tekanan pada dada, efek patah tulang rusuk, runtuhnya tiba-tiba pada jaringan
paru, atau stroke yang sesuai pada yang posisi berbeda.

Setelah trauma, deteksi dari densitas non-homogen meningkat, selain pada


radiolusen ruang udara, hal ini bisa menjadi indikasi laserasi. Ketika memar
paru mulai tersamarkan dalam waktu 2-4 hari dari awal trauma,
laserasi menjadi lebih terlihat di CT-toraks dibandingkan rontgen dada.

Gambaran keju Swiss dapat terlihat jika ada banyak laserasi kecil di dalam
daerah memar (Gambar. 2c). Hematoma dipandang sebagai bulat atau oval,
homogen meningkatnya densitas, baik dengan CT-toraks maupun radiografi
dada. Dipenelitian kami, tingkat robekan sebesar 7% dan tingkat hematoma
adalah 3% karena cedera dada benda tumpul.
Saat mengevaluasi pasien, hal yang harus diingat
adalah adakah luka di paru-paru dan
mediastinum tanpa ada kerusakan / luka di
dinding thorak. Selain itu, pada pasien anak dan
usia muda memiliki dinding thorak yang lebih
fleksibel, mungkin tidak ada patah tulang rusuk
walaupun ada cedera paru-paru (15).
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa radiografi thorak
memiliki tingkat sensitivitas yang rendah, dibandingkan dengan
CT scan thorak untuk mendeteksi cedera paru-paru pada trauma
toraks.
Dalam penelitian ini, sensitivitas radiografi thorak dalam
mendeteksi cedera parenkim adalah 69%, dan spesifisitas adalah
76%. Pemeriksaan radiografi thorak pada 28 pasien memberikan
hasil negatif untuk kerusakan parenkim paru-paru, peneliti
mendapatkan 12 pasien dengan memar paru menggunakan CT
scan thorak; dengan demikian, tingkat negatif palsu pada
radiografi thorak adalah 43%.
b

a Figure 1. a, b. On chest radiograph


(a) there is no sign of parenchymal injury, whereas on
axial thoracic CT image
(b) at the parenchymal window, obtained following
hemoptysis, non-homogenous increased densities,
consistent with contusion, in the middle lobe of the
right lung and bilateral posterior paraspinal regions
are evident.
a b c

Figure 2. ac. On chest radiograph


(a) density increase consistent with contusion at the right lungs superior and middle zones is
evident. Axial thoracic CT images
(b, c) of the same patient at the parenchymal window, which were obtained following the chest
radiograph, indicate a broad contusion area with laceration (arrow, b) and an additional
Swiss cheese appearance (arrow, c) in the right lung.
Figure 3. a, b.
On chest radiograph
(a) air-fluid level
(hemopneumothorax)
and atelectasis is visible
at the right side. Non-
homogenous density
increase within the
atelectatic parenchyma
at the right paracardiac
a region is also seen. On
axial thoracic CT image
(b) at the parenchymal
window, a spherical
hematoma (arrow) with
homogenous density is
seen at the posterior
b right lung.
Dalam penelitian ini, diantara 5 pasien yang kita
anggap memiliki cedera parenkim paru-paru,
menurut foto rontgen dada proyeksi anteroposterior,
3 dari mereka menderita patah tulang rusuk dan
hemotoraks, dan 2 pasien dengan gambaran patah
tulang rusuk dan hematoma jaringan lunak dada
pada CT-scan dada.
Hasilpositif palsu ini disebabkan karena adanya
superimposisi pada radiografi dada. Gambar
dengan proyeksi lateral dapat mengurangi
superimposisi ini untuk tingkat tertentu.
Superimposisi pada radiografi dada dapat
terhindari dengan CT-scan dada, semua struktur
dada dapat dievaluasi secara terperinci.
KESIMPULAN
Sensitivitas
dari radiografi thorak proyeksi
anteroposterior dalam mendeteksi cedera
parenkim paru rendah, dengan tingkat negatif
palsu yang tinggi. Oleh karena itu, kita berpikir
bahwa CT-scan thorak dapat mengevaluasi
pasien dengan cedera thorak berat, pada tahap
awal, dengan disertai adanya kerjasama antara
dokter IGD dan ahli radiologi akan bermanfaat
untuk penegakkan diagnosis dan perencanaan
pengobatan.
CRITICAL APPRAISAL

CRITICAL APPRAISAL
PICO ANALYSIS
60 pasien yang menderita multi-organ trauma baik yang datang ke IGD maupun didapatkan di
RS penelitian.
P

Foto thoraks AP
I

CT Scan thoraks
C
Untuk melihat manfaat radiografi thoraks untuk diagnosis kerusakan parenkim paru pada
pasien trauma thoraks
O Untuk mengevaluasi frekuensi cedera parenkim paru dengan menggunakan CT Scan thoraks
VIA
Kriteria Ya Tidak Tak dapat
ditentukan
Did the study address a clearly focused issue? V
Did the authors use an appropriate method to answer their question? V
Were the subjects recruited in an acceptable way? V
Were the measures accurately measured to reduce bias? V
Were the data collected in a way that addressed the research issue? V
Did the study have enough participants to minimize the play of V
chance?
How are the results presented and what is the main result? V
Was the data analysis sufficiently rigorous? V
Is there a clear statement of findings? V
Can the results be applied to the local population? V
How valuable is the research? V
KESIMPULAN
Bukti klinis valid
Bukti klinis penting

Bukti klinis dapat diterapkan


ALHAMDULILLAH
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai