Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat suhu badan
tinggi, Setiap serangan kejang pada anak harus mendapat penanganan
yang cepat dan tepat apalagi pada kasus kejang yang berlangsung lama
dan berulang. Karena keterlambatan dan kesalahan prosedur akan
mengakibatkan gejala sisa pada anak bahkan menyebabkan kematian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kejang demam merupakan tipe kejang yang paling sering terjadi pada
anak, dimana 2-5% anak pernah mengalami serangan kejang demam
sebelum usia 5 tahun.
Verity dkk dalam suatu penelitian di Inggris pada tahun 1970 hingga 1975
mendapatkan prevalensi kejang demam sebesar 2,3%. Di Jepang,
Tsuboi tahun 1974-1980 mendapatkan prevalensi kejang demam yang
lebih tinggi yaitu sebesar 8,3%. Eka dkk pada tahun 1999-2001 di RS
Moh. Hoesin Palembang mendapatkan 429 penderita kejang demam,
terutama pada usia 12-17 bulan.
Etiologi
Banyak teori yang telah dikemukakan para ahli mengenai
berbagai kemungkinan mekanisme terjadinya kejang pada kejang
demam selain faktor demam itu sendiri. Berdasarkan beberapa literatur
disebutkan, faktor yang mungkin memiliki peranan terhadap terjadinya
kejang demam adalah faktor genetik, riwayat kejang demam atau
epilepsi dalam keluarga, faktor perinatal (asfiksia dan riwayat
perawatan saat neonatus), faktor suhu, defisiensi besi, defisiensi seng,
hiponatremia dan channelopathy.
Manifestasi Klinis
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan
bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi (diatas 38C) dan
cepat yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan saraf pusat, misalnya
tonsilitis, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lainnya.
Kejang demam paling sering terjadi pada anak usia antara 6 bulan
hingga 5 tahun.
Kenaikan suhu yang tinggi dan cepat pada saat kejang kejadian kejang
dapat menjadi patokan. Semakin tinggi demam akan dapat
mencetuskan bangkitan kejang.
Pada kejang harus diperhatikan jenisnya (tonik atau klonik), bagian
tubuh yang terkena (fokal atau umum), lamanya kejang berlangsung,
frekuensinya, selang atau interval antara serangan, keadaan saat kejang
dan setelah kejang (post-iktal).
Pungsi Lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis
bakterialis ialah 0,6-0,7%
Elektroensefalografi
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam
yang tidak khas. Misalnya kejang demam kompleks pada anak usia
lebih dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.
Diagnosis Banding
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus
dipikirkan apakah penyebab dari kejang itu di dalam atau di luar
susunan saraf pusat (otak). Kelainan di dalam otak biasanya karena
infeksi,misalnya maningitis, ensefalitis, abses otak dan lain-lain. Oleh
sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu apakah ada
kelainan organik di otak. Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang
demam ini tergolong dalam kejang demam sederhana atau epilepsi yang
diprovokasi oleh demam.
Penatalaksanaan
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan datang kejang sudah
berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat
menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena.
Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan
kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu lebih dari 2 menit, dengan
dosis maksimal 20 mg.
Obat yang praktis dan dapat diberikan orang tua atau di rumah adalah
diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau
diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg
dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 mg. Atau diazepam rektal
dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg
untuk anak diatas usia 3 tahun.
Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena
dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit
atau kurang dari 50 mg/ menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya
adalah 4-8 mg/kg/hari, yaitu 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan
fenitoin kijang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang
intensif.