Anda di halaman 1dari 20

KONSEP DASAR DAN PERHITUNGAN

SERTA PENYUSUNAN PPH WAJIB


PAJAK ORANG PRIBADI

OLEH :
(1607531007) Ni Putu Mita Ardiyanti
(1607531011) Ni Luh Gede Dandy Adi Pratiwi
(1607531030) Putu Adhisty Prajna Putri
Pengertian WPOP
Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) adalah Orang Pribadi yang menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk
melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong
pajak tertentu.

SUBJEK & TARIF PAJAK


KEWAJIBAN
OBJEK ORANG
WAJIB PAJAK
PRIBADI
Subjek Pajak
Dalam Negeri

Subjek Pajak
Luar Negeri
1. Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan;
2. Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang
Perubahan Keempat atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang
Pajak Penghasilan;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016
WPOP Menjalankan Usaha WPOP Tidak Menjalankan Usaha

Menyampaikan Surat WPOP Karyawan yang hanya


Pemberitahuan Masa (SPT Masa) memperoleh penghasilan dari satu
pemberi kerja.

Menyampaikan Surat WPOP Karyawan yang


Pemberitahuan Tahunan (SPT memperoleh penghasilan lain
Tahunan) yang bukan obyek PPh Final.

Wajib menyetorkan dan Perusahaan tempat bekerja yang


melaporkan PPh yang terutang memotong pajak terutang dari
atas penghasilan karyawannya. WPOP
Tidak memiliki kewajiban untuk
membuat laporan (Surat
Pemberitahuan Masa) ke Kantor
Pelayanan Pajak setiap bulan.
menghitung Pajak Penghasilan yang terutang pada
PPh Pasal 21 yang dipotong oleh pemotong pajak
adalah :
PPh Pasal 21 = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak
Tarif PPh Pasal 21
Tarif Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983
sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2008, dengan ketentuan
sebagai berikut.

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Rp 0,0 s.d Rp 50.000.000,00 5%

Di atas Rp 50.000.000,00 s.d Rp 250.000.000,00 15%

Di atas Rp 250.000.000,00 s.d Rp 500.000.000,00 25%

Di atas Rp 500.000.000,00 30%


Tarif khusus berikut diterapkan atas penghasilan
yang bersumber dari APBN yang diterima oleh
pejabat PNS, anggota TNI/Porli dan
pensiunannya
Tarif 0% dari jumlah bruto honorarium
atau imbalan bagi PNS Golongan I dan
Golongan II, Anngota TNI/Polri Golongan Pangkat
Perwira Tmatama dan Bintara, dan pensiunannya.
Tarif 5% dari jumlah bruto onorarium atau imbalan
bagi PNS Golongan III, anggota TNI/Polri
Golongan Pangkat prwira Pertaa dan
pensiunannya.
Tarif 15% dari jumlah bruto honorarium atau
imbalan bagi PNS Golongan IV, Anggota TNI/Polri
Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Tinggi,
dan pensiunannya.
Tarif khusus berikut diterapkan atas
penghasilan berupa uang pensiun yang
diterima sekaligus.
Tarif 0% dari penghasilan bruto sampai
dengan Rp 50.000.000
Tarif 5% dari penghasilan bruto di atas Rp
50.000.000 sampai dengan Rp
100.000.000.
Tarif 15% dari penghasilan bruto di atas
Rp 100.000.000 smpai dengan Rp
500.000.000
Tarif 25% dari penghasilan bruto diatas
Rp 500.000.000.
Tarif khusus berikut diterapkan atas penghasilan
berupa uang manfaat pensiun, tunjangan hari
tua atau jaminan hari tua

Tariff 0% atas penghasilan bruto sampai


dengan Rp 50.000.000
Tarif 5% atas penghasilan bruto di atas
Rp 50.000.000
Contoh:

Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp. 75.000.000,00


Pajak Penghasilan yang harus dipotong bagi Wajib Pajak yang
memiliki NPWP adalah:
5% x Rp 50.000.000,00
Rp. 2.500.000,00
15% x Rp 25.000.000,00 Rp. 3.750.000,00 +
Jumlah Rp. 6.250.000,00

Pajak Penghasilan yang harus dipotong jika wajib Pajak tidak memiliki
NPWP adalah:
5% x 120% x Rp 50.000.000,00 Rp 3.000.000,00
15% x 120 % x Rp 25.000.000,00 Rp 4.500.000,00 +
Jumlah Rp 7.500.000,00
Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh
Pasal 21/26
Dasar Pengenaan dan pemotongan PPh Pasal
21 ditentukan sebagai berikut :
Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan bruto
50% dari penghasilan bruto
50% dari jumlah kumulatif penghasilan bruto
Tata Cara Penghitungan Pemotongan
PPh Pasal 21
Hitungan 1 diterapkan pada pegawai tetap dan
penerima pensiun berkala. Penghitungannya
dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
Penghitungan masa atau bulanan yang menjadi
dasar pemotongan PPh pasal 21 yang terutang
untuk setiap masa pajak, yang dilaporkan dalam
SPT masa PPh pasal 21, selain masa pajak
Desember atau masa pajak dimana pegawai
tetap berhenti bekerja.
Penghitungan kembali sebagai dasar pengisian
form 1721-A1 atau 1721-A2 dan pemotongan PPh
pasal 21 yang terutang untuk masa pajak
Desember atau masa pajak dimana pegawai
tetap berhenti bekerja.
Penghitungan Masa atau Bulanan Selain Masa
Pajak Desember atau Masa Pajak di mana
Pegawai Tetap Berhenti Bekerja

Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan


Teratur
Penghitungan PPh atas Penghasilan Teratur
bagi Pegawai Tetap
Penghitungan PPh pasal 21 bagi pegawai tetap atas
atas penghasilan yang bersifaftetap secara umum
dapat dirumuskan sebagai :
Penghasilan bruto
Gaji sebulan
Tunjangan PPh
Tunjangan dan honorarium lainnya
Premi asuransi yang dibayar pemberi kerja
Penerimaan dalam bentuk natura yang dikenakan pemotongan
Jumlah penghasilan bruto (jumlah 1 s.d 5)

Pengurangan
Biaya jabatan (
Iuran pensiun atau iuran THT/JHT
Jumlah pengurangan (jumlah 1 s.d 3) ()
Penghitungan PPh pasal 21:
Penghasilan neto sebulan
Penghasilan neto setahun / disetahunkan (1012bulan)
Penghasilan Tidak Kena Pajak
Penghasilan kena pajak setahun
PPh pasal 21 yang terutang (4tarif pasal 17 ayat (1) huruf a.)
PPh pasal 21 yang dipotong sebulan (14 + 12bulan)

Penghitungan PPh pasal 21:


1. Penghasilan neto sebulan
2. Penghasilan neto setahun / disetahunkan (1012bulan)
3. Penghasilan Tidak Kena Pajak
4. Penghasilan kena pajak setahun
5. PPh pasal 21 yang terutang (4tarif pasal 17 ayat (1) huruf a.)
6. PPh pasal 21 yang dipotong sebulan (14 + 12bulan)
Pemotong pajak setelah memotong pajak wajib menyetorkan pajak tersebut ke
Bank Persepsi, Kas Negara atau Kantor Pos dengan menggunakan SSP
selambat-lambatnya pada tanggal 10 bulan takwim berikutnya.
Pemotong pajak wajib melaporkan penyetoran tersebut ke Kantor Pelayanan
Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dengan menggunakan SPT Masa selambat-
lambatnya tanggal 20 bulan takwim berikutnya.
Pemotongan pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 baik
diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongamn pajak kepada
orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima pensiun, penerima THT ,
penerima pesangon, dan penerima dana pensiun,iuran pasti.
Pemotong pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 tahunan
(1721-A1 bagi pegawai tetap atau penerima pensiun atau tunjangan hari
tua/tabungan hari tua/jaminan hari tua dan 1721-A2 bagi pegawai negeri sipil,
pejabat negara dan pensiunan. Formulir bukti pemotongan tersebut dibuat
rangkap 2 terdiri atas lembar pertama untuk pegawai dan lembar kedua untuk
pemotong pajak
Pemotong pajak setelah tahun takwim berakhir berkewajiban melaporkan
seluruh penghasilan bruto dan PPh yang terutang/dibayar dalam SPT Masa PPh
Pasal 21/26 (1721 dan 1721-I) bulan Desember tahun yang bersangkutan.
CONTOH

KASUS
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai