Anda di halaman 1dari 234

KETENTUAN UMUM DAN

TATACARA PERPAJAKAN
(UU Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah
diubah terakhir dengan UU Nomor 28 Tahun 2007)

Oleh
DR.H.M.HARY DJATMIKO,SH.,MS
DEFINISI PAJAK

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh


orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.
(Pasal 1 angka 1 UU KUP)
Fase timbulnya Fase self Fase Fase Sengketa Fase
hak dan assessment Pengawasan Penyelesaian
kewajiban Sengketa
Ber-NPWP Pengadilan Pajak
Berlakunya & PKP Pemeriksaan
UU
Keberatan
S
BANDING E
Pembukuan
L
Ketetapan Surat Kep. E
Menyampai- Pajak
Hak dan Keberatan S
kan SPT
kewajiban
PUTUSAN A
Setuju? I
Diperiksa ? Setuju? BANDING
Tidak Tidak
5 Th Ya Ya
Ya
Tidak
I

NPWP dan PENGUKUHAN


PENGUSAHA KENA PAJAK
KEWAJIBAN MENDAFTARKAN DIRI

Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan wajib
mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah
kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan
kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.
(Pasal 2 angka 1 UU KUP)

Sesuai dengan ketentuan Persyaratan bagi subjek pajak yang


mengenai subjek pajak menerima atau memperoleh penghasilan
atau diwajibkan untuk melakukan
dalam UU PPh 1984 dan pemotongan/pemungutan sesuai UU PPh
perubahannya. 1984 dan perubahannya

Kewajiban mendaftarkan diri tsb berlaku pula thd wanita kawin yg dikenai pajak
secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau
dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan & harta.

Wanita kawin selain tsb di atas dapat mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP
atas namanya sendiri agar wanita kawin tsb dapat melaksanakan hak & memenuhi
kewajiban perpajakannya terpisah dari hak & kewajiban perpajakan suaminya.
KEWAJIBAN MELAPORKAN USAHA
Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan UU
PPN 1984 dan perubahannya, wajib melaporkan usahanya pada kantor
Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau
tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk
dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
(Pasal 2 angka 2 UU KUP)
orang pribadi atau badan dalam Pengusaha yang melakukan penyerahan Barang
bentuk apa pun yang dalam Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena
kegiatan usaha atau Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-
pekerjaannya menghasilkan Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan
barang, mengimpor barang, perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil
mengekspor barang, melakukan yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan
usaha perdagangan, Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang
memanfaatkan barang tidak memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha
berwujud dari luar daerah Kena Pajak. (Pasal 1 angka 15 UU PPN)
pabean, melakukan usaha jasa,
atau memanfaatkan jasa dari pengusaha yang selama satu tahun buku melakukan
luar daerah pabean. penyerahan BKP dan atau JKP dengan jumlah
(Pasal 1 angka 4 UU KUP) peredaran bruto dan atau penerimaan bruto tidak lebih
dari Rp600juta.{Kep. Menkeu No:571/KMK.03/2003}
KETENTUAN MENGENAI JANGKA WAKTU
PENDAFTARAN

Jangka waktu pendaftaran dan pelaporan serta tata cara


pendaftaran dan pengukuhan termasuk penghapusan
Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau pencabutan
Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
(Pasal 2 angka 5 UU KUP)

Sebelumnya diatur dengan Keputusan


Dirjen Pajak
NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP)

adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak


sebagai sarana dalam administrasi perpajakan
yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri
atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan
hak dan kewajiban perpajakannya.
(Pasal 1 angka 5 UU KUP)

terdiri dari 15 (lima belas) digit, yaitu 9 (sembilan) digit pertama


merupakan Kode Wajib Pajak dan 6 (enam) digit berikutnya merupakan
Kode Administrasi Perpajakan.

01.234.567.8 999 . 000


Kode WP Kode Kode
KPP cbg
NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP)

Khusus untuk Wajib Pajak berstatus cabang, orang pribadi


pengusaha tertentu atau wanita kawin tidak pisah harta
diberikan NPWP dengan aturan sebagai berikut :

a) Kode WP sama dengan kode WP pusat, kode WP domisili


atau kode WP suami.

b) Kode Administrasi perpajakan: 3 (tiga) digit pertama


merupakan kode KPP dimana WP mendaftar dan 3 (tiga)
digit terakhir menunjukkan kode urutan cabang.
Kep-161/PJ/2001

Lama
JANGKA WAKTU PENDAFTARAN DIRI
WAJIB PAJAK Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.03/2008

BADAN kepadanya
wajib mendaftarkan diri
diberikan
Orang pribadi yang
paling lama 1 (satu) bulan setelah NPWP
menjalankan saat usaha mulai dijalankan
usaha atau
pekerjaan bebas saat pendirian, atau saat
usaha atau pekerjaan bebas
nyata-nyata dimulai

Pekerjaan bebas : pekerjaan yg dilakukan oleh orang pribadi yg mempunyai keahlian khusus
sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yg tidak terikat oleh suatu hubungan kerja.
Orang pribadi yg tidak
menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas, apabila kepadanya
wajib mendaftarkan diri diberikan
jumlah penghasilannya s/d
suatu bulan yg paling lama pada akhir bulan NPWP
disetahunkan telah berikutnya
melebihi PTKP setahun
CONTOH
Udin bersama rekan-rekannya bermaksud mendirikan sebuah Yayasan
di bidang pendidikan. Akte pendirian dibuat dihadapan Notaris pada
tanggal 20 Mei 2008 dengan nama Yayasan Bhakti Utama. Kegiatan
usaha baru benar benar dilaksanakan secara aktif pada 1 November
2008.

Yayasan Bhakti Utama wajib mendaftarkan diri paling lama 1


(satu) bulan setelah saat usaha mulai dijalankan.
Saat usaha mulai dijalankan adalah saat yang terjadi lebih dulu antara saat
pendirian dan saat usaha nyata-nyata mulai dilakukan.

Saat usaha mulai dijalankan Yayasan Bhakti Utama adalah tanggal


20 Mei 2006.
Yayasan Bhakti Utama wajib mendaftarkan diri paling lama tanggal
20 Juni 2006.
CONTOH
Udin, seorang bujangan (TK/-) mulai bekerja pada tanggal 1 April
2008 sebagai karyawan pada sebuah perusahaan swasta nasional
dengan penghasilan neto sebulan sebesar Rp2.000.000,00.

Karena Udin belum menikah dan tidak mempunyai tanggungan


maka PTKP setahun adalah Rp13.200.000,00.
Asumsi penghasilan neto Udin tetap, maka pada bulan ke-7 (Oktober
2008) penghasilan neto Udin adalah Rp14.000.000,00 telah melebihi PTKP.

Udin wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan berikutnya
setelah bulan memperoleh penghasilan yang jumlahnya telah melebihi
PTKP setahun,
yaitu paling lambat akhir bulan November 2008.
CONTOH
Seno, bujangan (TK/-) adalah pengangguran. Namun Seno memiliki
deposito dengan bunga per bulan sebesar Rp2.000.000,00. Bunga
tersebut mulai diperoleh sejak bulan Februari 2008. Atas penghasilan
bunga tersebut telah dipotong PPh yang bersifat Final oleh bank.

Bagaimana kewajiban NPWPnya?


JANGKA WAKTU PELAPORAN USAHA
WAJIB PAJAK Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.03/2008

BADAN wajib melaporkan


Sebagai usahanya untuk
Orang pribadi PENGUSAHA yang
yang dikukuhkan sebagai PKP
menyerahkan sebelum melakukan
menjalankan BKP/JKP
usaha atau penyerahan BKP dan/
pekerjaan bebas atau JKP

yang memilih sebagai PKP wajib melaporkan


PENGUSAHA
usahanya untuk
KECIL Tidak memilih sebagai PKP dikukuhkan sebagai PKP
sampai dengan suatu bulan paling lama akhir bulan
dalam suatu tahun buku berikutnya
OMSET BKP &/ JKP>
batasan yang ditentukan
sebagai Pengusaha Kecil
Contoh
PT Pluto adalah perusahan yang mengelola rumah makan berdasarkan
perjanjian franchise dengan pemilik merk Kentucky Fried Chicken di USA.
Akte pendirian dibuat di hadapan Notaris pada tanggal 10 Januari 2008.
Usaha mulai aktif dijalankan pada tanggal 1 Maret 2008 dan rumah makan
mulai dibuka tanggal 1 April 2008.

PT Pluto adalah Wajib Pajak badan dan wajib mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP paling lambat 1 bulan setelah tanggal 10 Januari
2008.
PT Pluto adalah PENGUSAHA, karena dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya melakukan usaha perdagangan dan memanfaatkan barang
tidak berwujud (franchise) dari luar Daerah Pabean.
Namun PT Pluto bukan PENGUSAHA KENA PAJAK karena yang diserahkan
adalah makanan minuman di rumah makan (bukan Barang Kena Pajak)

PT Pluto tidak wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai


Pengusaha Kena Pajak
Contoh
PT Yupiter adalah pedagang besar komputer. Akte pendirian dibuat
dihadapan Notaris pada tanggal 10 Mei 2008. Usaha mulai aktif dijalankan
yaitu dengan mulai menjual komputer pada tanggal 1 Juni 2008.

PT Yupiter adalah Wajib Pajak badan dan wajib mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP paling lambat 10 Juni 2008.
PT Yupiter adalah PENGUSAHA, karena dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya melakukan usaha perdagangan.
PT Yupiter adalah PENGUSAHA KENA PAJAK karena yang diserahkan adalah
komputer yang merupakan Barang Kena Pajak

PT Yupiter wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai


Pengusaha Kena Pajak sebelum melakukan penyerahan BKP, yaitu sebelum
tanggal 1 Juni 2008 (bersamaan dengan kewajiban mendaftarkan diri).
Contoh
Misalkan PT Yupiter tersebut dalam tahun buku 2009 omset penjualan
komputernya tidak lebih dari Rp600juta.

PT Yupiter merupakan PENGUSAHA KECIL dan dengan permohonan,


pengukuhan PKP dapat dicabut.

Setelah pengukuhan PKP dicabut, apabila sampai dengan suatu masa pajak
dalam suatu tahun buku OMSET BKP dan atau JKP lebih dari Rp600juta

PT Yupiter wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP


paling lambat akhir masa pajak berikutnya
NPWP dan PKP JABATAN
Pasal 2 angka 4 UU KUP

Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Nomor Pokok Wajib


Pajak dan atau mengukuhkan Pengusaha Kena Pajak
secara jabatan, apabila Wajib Pajak tidak
melaksanakan kewajiban mendaftarkan diri dan
atau Pengusaha Kena Pajak tidak melaporkan
usahanya.

Dapat dilakukan apabila berdasarkan data yang diperoleh


atau dimiliki oleh Dirjen Pajak ternyata orang pribadi atau
badan atau Pengusaha tersebut telah memenuhi syarat
untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
Kewajiban Perpajakan untuk NPWP dan PKP JABATAN
Pasal 2 angka 4a UU KUP
Kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang diterbitkan NPWP dan/atau yang
dikukuhkan sebagai PKP secara jabatan dimulai sejak saat Wajib
Pajak memenuhi persyaratan subjektif dan objektif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan, paling lama 5 (lima) tahun sebelum
diterbitkannya Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau
dikukuhkannya sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Misalnya terhadap Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib


Pajak secara jabatan pada tahun 2008 dan ternyata Wajib
Pajak telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan terhitung sejak tahun 2003, kewajiban
perpajakannya timbul terhitung sejak tahun 2003.

Terhadap kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat NPWP dan pengukuhan PKP
secara jabatan dikenai sanksi administrasi berupa bunga 2% per bulan paling lama 24
bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun
Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB.
(Pasal 13 ayat 2 UU KUP)
TEMPAT MENDAFTARKAN DIRI

pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang


wilayah kerjanya meliputi

WP Orang Pribadi Ditetapkan oleh


WP Badan
Dirjen Pajak
tempat tinggal WP
tempat kedudukan Bagi WP tertentu
&/tempat kegiatan
Wajib Pajak
usaha, apabila WP KPP BUMN, KPP PMA, KPP
OP melakukan Badan & Orang Asing, KPP
kegiatan usaha Perusahaan Masuk Bursa,
KPP WP Besar
Dalam hal tempat tinggal atau tempat (Kep-67/PJ./2004 jo Per-
kedudukan Wajib Pajak berada dalam dua 91/PJ/2005)
atau lebih wilayah kerja KPP, Direktur
Jenderal Pajak dapat menetapkan KPP
tempat Wajib Pajak terdaftar
TEMPAT MENDAFTARKAN DIRI
pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang
wilayah kerjanya meliputi

tempat kedudukan Wajib tempat kegiatan usaha apabila


Pajak badan/ tempat tinggal WP OP melakukan kegiatan
WP orang pribadi usaha/ kantor cabang

Untuk kewajiban perpajakan: Untuk kewajiban perpajakan:


- PPh badan/PPh Orang Pribadi - PPh Pot Put
(PPh Pasal 25 dan 29) - PPN dan PPnBM
- PPh Pot Put
- PPN dan PPnBM
Kewajiban pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN dan PPnBM
terutang dapat dilakukan secara terpusat (sentralisasi) apabila memenuhi
persyaratan tertentu. Sedangkan untuk PPh Pasal 21 dan Pasal 26 tidak
dapat dilakukan pemusatan pemotongan, penyetoran dan pelaporan pajak
terutang. (SE-23/PJ.43/2000)
TEMPAT MENDAFTARKAN DIRI
Bagi WP OP yang berstatus sebagai
karyawan

Di KPP Domisili Melalui KPP Lokasi

Diproses sesuai ketentuan KPP yang wilayah kerjanya


yang berlaku. meliputi tempat kegiatan usaha
Pemberi Kerja/Bendaharawan
Pemerintah terdaftar.

KPP lokasi mengirimkan


permohonan pendaftaran ke
KPP Domisili.

NPWP diberikan oleh KPP


Domisili.

Kep-338/PJ/2001
TEMPAT PELAPORAN KEGIATAN USAHA

pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang


wilayah kerjanya meliputi

tempat kegiatan Ditetapkan oleh


usaha Wajib Pajak Dirjen Pajak

PKP tertentu

KPP BUMN, KPP PMA, KPP


Badan & Orang Asing, KPP
Perusahaan Masuk Bursa,
KPP WP Besar
(Kep-67/PJ./2004 jo Per-
91/PJ/2005)
KEWAJIBAN MEMILIKI NPWP BAGI WAJIB PAJAK
ORANG PRIBADI PENGUSAHA TERTENTU
Kep-171/PJ./2002
Yang dimaksud dengan Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu
adalah Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha di bidang
perdagangan grosir dan atau eceran barang-barang konsumsi melalui
tempat usaha/gerai (outlet) yang tersebar di beberapa lokasi, tidak
termasuk perdagangan kendaraan dan restoran.

Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu wajib mendaftarkan diri


untuk memperoleh NPWP bagi setiap tempat usaha/gerai (outlet) di
Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat
usaha/gerai (outlet) tersebut (KPP lokasi) dan di Kantor Pelayanan
Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal Wajib Pajak (KPP
domisili).

Lama
SANKSI BERKAITAN DENGAN KEWAJIBAN MENDAFTARKAN
DIRI DAN MELAPORKAN KEGIATAN USAHA
Administrasi Pidana
apabila WP tidak melaksanakan Setiap orang yang dengan sengaja :
kewajiban mendaftarkan diri dan a. tidak mendaftarkan diri untuk
diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak
atau PKP tidak melaporkan
atau tidak melaporkan usahanya untuk
usahanya dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena
Dirjen Pajak menerbitkan NPWP Pajak; b. menyalahgunakan atau
dan atau mengukuhkan PKP secara menggunakan tanpa hak Nomor Pokok
Wajib Pajak atau Pengukuhan
jabatan
Pengusaha Kena Pajak; sehingga dapat
Terhadap kekurangan pembayaran pajak menimbulkan kerugian pada
sebagai akibat NPWP dan pengukuhan pendapatan negara, dipidana dengan
PKP secara jabatan dikenai sanksi pidana penjara paling singkat 6 (enam)
administrasi berupa bunga 2% per bulan bulan dan paling lama 6 (enam) tahun
paling lama 24 bulan dihitung sejak saat dan denda paling sedikit 2 (dua) kali
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa jumlah pajak terutang yang tidak atau
Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun kurang dibayar dan paling banyak 4
Pajak sampai dengan diterbitkannya (empat) kali jumlah pajak terutang
SKPKB. yang tidak atau kurang dibayar.
(Pasal 13 ayat 2 UU KUP) (Pasal 39 angka 1 UU KUP)
PEMINDAHAN WAJIB PAJAK Lama
Dalam hal WP terdaftar pindah tempat tinggal atau tempat
kedudukan atau tempat kegiatan usaha ke wilayah kerja KPP lain

Wajib Pajak wajib mengajukan permohonan pindah dengan


menyampaikan surat pernyataan pindah beserta persyaratannya.

Ke KPP Lama Ke KPP Baru

KPP Lama menerbitkan KPP Baru menerbitkan Kartu


Surat Pindah paling lama NPWP dan Surat Keterangan
pada hari kerja berikutnya, Terdaftar paling lama pada
untuk diberikan ke KPP baru hari kerja berikutnya atau
setelah menerima Surat
Pindah
Kep-161/PJ./2001
PEMINDAHAN WAJIB PAJAK Lama
Dalam hal surat pernyataan pindah berisikan pernyataan pindah
sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka

KPP lama menerbitkan Surat Pindah paling lama pada hari kerja
berikutnya setelah menerima surat pernyataan pindah beserta
persyaratannya secara lengkap dari PKP atau pemberitahuan adanya surat
pernyataan pindah dari KPP baru
KPP baru menerbitkan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak dan
bila diperlukan sekaligus menerbitkan Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak
dan Surat Keterangan Terdaftar paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah
menerima Surat Pindah dari KPP lama

KPP lama menerbitkan Surat Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena


Pajak setelah diterimanya tembusan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena
Pajak yang diterbitkan oleh KPP baru paling lama pada hari kerja
berikutnya.
Kep-161/PJ./2001
PENGHAPUSAN NPWP
Penghapusan NPWP dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak apabila:

a. Diajukan permohonan penghapusan NPWP oleh WP dan/atau ahli warisnya


apabila WP sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
b. WP badan dilikuidasi karena penghentian atau penggabungan usaha;
c. WP bentuk usaha tetap menghentikan kegiatan usahanya di Indonesia; atau
d. Dianggap perlu oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapuskan NPWP dari
WP yang sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(Pasal 2 angka 6 UU KUP)

Termasuk wanita yang sebelumnya telah memiliki NPWP dan menikah tanpa
membuat perjanjian pemisahan harta dan penghasilan

Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus memberikan


keputusan atas permohonan penghapusan NPWP dalam jangka waktu 6 (enam)
bulan untuk WP orang pribadi atau 12 (dua belas) bulan untuk WP badan, sejak
tanggal permohonan diterima secara lengkap.
(Pasal 2 angka 7 UU KUP)
PENCABUTAN PKP
Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib
Pajak dapat melakukan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak.
(Pasal 2 angka 8 UU KUP)

Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan harus


memberikan keputusan atas permohonan pencabutan pengukuhan PKP
dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal permohonan
diterima secara lengkap.
(Pasal 2 angka 9 UU KUP)

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 20/PMK.03/2008:


> PKP pindah alamat ke wilayah kerja Kantor Pelayanan
Pajak lain;
> Sudah tidak memenuhi persyaratan sebagai Pengusaha
Kena Pajak yang jumlah peredaran dan/atau penerimaan
bruto untuk suatu tahun buku tidak melebihi batas
jumlah peredaran dan/atau penerimaan brruto untuk
Pengusaha Kecil
II

PEMBUKUAN DAN
PENCATATAN
PEMBUKUAN DAN PENCATATAN
Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan
secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi
keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan
dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan
menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan
laba rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut .
(Pasal 1 angka 29 UU KUP)
Pencatatan terdiri atas data yang dikumpulkan secara
teratur tentang peredaran atau penerimaan bruto
dan/atau penghasilan bruto sebagai dasar untuk
menghitung jumlah pajak yang terutang termasuk
penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau yang dikenai
pajak yang bersifat final.
(Pasal 28 angka 9 UU KUP)
YANG WAJIB PEMBUKUAN
Pasal 28 angka 1 dan 2 UU KUP

Wajib Pajak Badan


Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas,
kecuali yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan diperbolehkan
menghitung penghasilan neto dengan
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto
YANG TIDAK WAJIB PEMBUKUAN TETAPI
WAJIB MENYELENGGARAKAN PENCATATAN
Pasal 28 angka 2 UU KUP)
1
Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
(Pasal 14 ayat 2 UU PPh)
Wajib Pajak orang pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun
kurang dari Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah), boleh menghitung
penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan
Neto, dengan syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam
jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.
Mulai tahun pajak 2007 diubah menjadi kurang dari Rp1,8 milyar dengan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 01/PMK.03/2007.
2 Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas.
WP Orang Pribadi yang tidak memilih
menyelenggarakan pembukuan
Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas yang menghitung penghasilan neto usaha atau pekerjaan
bebasnya dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto

wajib memberitahukan mengenai penggunaan Norma


Penghitungan kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama
3 (tiga) bulan sejak awal tahun pajak yang bersangkutan
Pemberitahuan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
yang disampaikan dalam jangka waktu tersebut dianggap disetujui
kecuali berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata Wajib Pajak Orang
Pribadi tidak memenuhi persyaratan untuk menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto
Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak memberitahukan kepada Direktur
Jenderal Pajak sesuai dengan jangka waktu tersebut dianggap
memilih menyelenggarakan pembukuan
SE-02/PJ.43/2001
KETENTUAN MENGENAI PEMBUKUAN
Pasal 28 UU KUP
1 harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan
mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya; ayat 3
2 harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin,
angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa
Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri
Keuangan;ayat 4
3 diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau
stelsel kas; ayat 5
4 Perubahan terhadap metode pembukuan dan atau tahun buku, harus
mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak;ayat 6
5 Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri dari catatan mengenai harta,
kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian,
sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang;ayat 7
6 Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain
Rupiah dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak setelah mendapat izin
Menteri Keuangan; ayat 8
PRINSIP TAAT ASAS

prinsip yang sama digunakan dalam metode


pembukuan dengan tahun-tahun sebelumnya,
untuk mencegah penggeseran laba atau rugi

misalnya dalam penerapan : Stelsel pengakuan


penghasilan; Tahun buku; Metode penilaian
persediaan; Metode penyusutan dan amortisasi
STELSEL AKRUAL DAN STELSEL KAS

Stelsel akrual adalah suatu metode penghitungan


penghasilan dan biaya dalam arti penghasilan diakui pada
waktu diperoleh dan biaya diakui pada waktu terutang. Jadi
tidak tergantung kapan penghasilan itu diterima dan kapan
biaya itu dibayar tunai.

Stelsel kas adalah suatu metode yang penghitungannya


didasarkan atas penghasilan yang diterima dan biaya yang
dibayar secara tunai.
Menurut stelsel ini, penghasilan baru dianggap sebagai penghasilan,
bila benar-benar telah diterima tunai dalam suatu periode tertentu,
serta biaya baru dianggap sebagai biaya, bila benar-benar telah dibayar
tunai dalam suatu periode tertentu.
STELSEL KAS UNTUK PENGHITUNGAN PPh
Pemakaian stelsel kas murni dapat mengakibatkan penghitungan yang
mengaburkan terhadap penghasilan, yaitu besarnya penghasilan dari
tahun ke tahun dapat disesuaikan dengan mengatur penerimaan kas
dan pengeluaran kas.
Oleh karena itu untuk penghitungan Pajak Penghasilan dalam
memakai stelsel kas harus memperhatikan hal-hal antara lain sbb:

Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi


seluruh penjualan, baik yang tunai maupun yang bukan. Dalam
menghitung harga pokok penjualan harus diperhitungkan seluruh
pembelian dan persediaan.
Dalam memperoleh harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang
dapat diamortisasi, biaya-biaya yang dikurangkan dari penghasilan
hanya dapat dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi.
Pemakaian stelsel kas harus dilakukan secara taat asas (konsisten).

stelsel campuran
PEMBUKUAN DALAM BAHASA ASING DAN MATA UANG
SELAIN RUPIAH (Per. Menkeu No: 196/PMK.03/2007)
Dapat diselenggarakan oleh Wajib Pajak:

Wajib Pajak dalam rangka Penanaman Modal Asing


Wajib Pajak dalam rangka Kontrak Karya yang beroperasi berdasarkan kontrak dengan
Pemerintah RI sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
pertambangan selain pertambangan minyak dan gas bumi;

Wajib Pajak Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang beroperasi berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan pertambangan minyak dan gas bumi;
Kontrak Investasi Kolektif (KIK) yang memerlukan reksadana dalam denominasi satuan mata
uang Dollar Amerika Serikat dan telah memperoleh Surat Pemberitahuan Efektif Pernyataan
Pendaftaran dari Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan pasar modal;
bentuk usaha tetap
WP yg mendaftarkan emisi sahamnya baik sebagian maupun seluruhnya di bursa efek luar
negeri;
Wajib Pajak yang berafiliasi langsung dengan perusahaan induk di luar negeri, yaitu
perusahaan anak (subsidiary company) yang dimiliki dan/atau dikuasasi oleh perusahaan induk
(parent company) di luar negeri yang mempunyai hubungan istimewa.
PEMBUKUAN DALAM BAHASA ASING DAN MATA UANG
SELAIN RUPIAH (Per. Menkeu No: 196/PMK.03/2007)
Penyelenggaraan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris
dan satuan mata uang Dollar AS oleh WP harus terlebih dahulu
mendapat izin tertulis dari Menteri Keuangan, kecuali bagi WP
dalam rangka Kontrak Karya atau WP dalam rangka Kontraktor
Kontrak Kerja Sama;
Izin tertulis dapat diperoleh WP dengan mengajukan surat
permohonan kepada Kepala Kanwil, paling lambat 3 (tiga)
bulan:
sebelum tahun buku yang diselenggarakan dengan
menggunakan bahasa Inggris dan satuan mata uang
Dollar AS tersebut dimulai; atau
sejak tanggal pendirian bagi WP baru untuk
Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak pertama.
Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri Keuangan memberikan
keputusan atas permohonan dimaksud paling lama 1 (satu) bulan
sejak permohonan dari WP diterima secara lengkap;

Apabila jangka waktu tsb telah lewat dan belum ada keputusan
maka permohonan dianggap diterima dan Kepala Kantor Wilayah
atas nama Menkeu menerbitkan keputusan pemberian izin.
KETENTUAN MENGENAI PENCATATAN
Pasal 28 UU KUP
1
harus diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan
mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya
2
harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin,
angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan disusun dalam bahasa
Indonesia atau dalam bahasa asing yang diizinkan oleh Menteri Keuangan
3 Pencatatan terdiri dari data yang dikumpulkan secara teratur tentang
peredaran atau penerimaan bruto dan atau penghasilan bruto sebagai
dasar untuk menghitung jumlah pajak yang terutang, termasuk
penghasilan yang bukan objek pajak dan atau yang dikenakan pajak yang
bersifat final
PENYIMPANAN DOKUMEN
Pasal 28 angka 11 UU KUP
Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar
pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk
hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola
secara elektronik atau secara program aplikasi on-
line wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di
Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat
tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat
kedudukan Wajib Pajak badan.

Kurun waktu 10 (sepuluh) tahun penyimpanan buku,


catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau
pencatatan adalah sesuai dengan ketentuan yang mengatur
mengenai batas daluwarsa penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan. Penyimpanan buku, catatan, dan
dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan
dan dokumen lain termasuk yang diselenggarakan secara
program aplikasi on-line harus dilakukan dengan
memperhatikan faktor keamanan, kelayakan, dan kewajaran
penyimpanan.
SANKSI BERKAITAN DENGAN KEWAJIBAN
PEMBUKUAN DAN PENCATATAN
ADMINISTRASI PIDANA
apabila kewajiban sebagaimana Pasal 39 ayat 1 UU KUP
dimaksud dalam Pasal 28 Setiap orang yang dengan sengaja:
(Pembukuan) atau Pasal 29 f. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain
(Pemeriksaan) tidak dipenuhi, yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar atau tidak
sehingga tidak dapat diketahui menggambarkan keadaan yg sebenarnya; g. tidak
besarnya pajak yang terutang menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak
memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau
berupa kenaikan sebesar :50 % dokumen lainnya; h. tidak menyimpan buku, catatan, atau
dari PPh yang tidak atau kurang dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan
dibayar;100 % dari PPh yang dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan
tidak atau kurang dipotong, yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara
tidak atau kurang dipungut, program aplikasi on-line di Indonesia sebagaimana dimaksud
tidak atau kurang disetorkan, dalam Pasal 28 ayat (11);
dan dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pd pendapatan negara
tetapi tidak atau kurang
disetorkan;100 % dari PPN dan dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan
PPnBM yang tidak atau kurang dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2
dibayar (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang
Pasal 13 (1) d jo Pasal 13 (3) yang tidak atau kurang dibayar.
UU KUP
III

SURAT PEMBERITAHUAN
(SPT)
SPT Definisi SPT

surat yang oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan


dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak
dan/atau harta dan kewajiban, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan. (Pasal 1 angka 11 UU KUP)

SPT Masa SPT Tahunan


yaitu Surat Pemberitahuan untuk yaitu Surat Pemberitahuan
suatu Masa Pajak, terdiri dari: untuk suatu Tahun Pajak atau
bagian Tahun Pajak meliputi:
PPh Pasal 21 dan Pasal 26
PPh Pasal 22 -SPT Tahunan PPh WP Badan
PPh Pasal 23 dan Pasal 26 (SPT 1771 dan SPT 1771$)
PPh Pasal 25 -SPT Tahunan PPh WP Orang
PPh Pasal 4 ayat 2 Pribadi (SPT 1770, 1770S
PPh Pasal 15 dan 1770SS)
PPN (Form 1107) -SPT Tahunan PPh Pasal 21
PPN bagi Pemungut (Form (1721)
1107 PUT) -SPT Tahunan Pembetulan
SPT Kewajiban penyampaian SPT
Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan
jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab,
satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor
Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat
lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
{Pasal 3 ayat 1 UU KUP}
Penandatanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara
biasa, dengan tanda tangan stempel, atau tanda tangan elektronik atau
digital, yang semuanya mempunyai kekuatan hukum yang sama, yang tata cara
pelaksanaannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
{Pasal 3 ayat 1b UU KUP}
Wajib Pajak yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan
pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah,
wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan dalam bahasa Indonesia dengan
menggunakan satuan mata uang selain Rupiah yang diizinkan, yang pelaksanaannya
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. (Pasal 3 ayat 1b UU
KUP)
Wajib Pajak mengambil sendiri Surat Pemberitahuan di tempat yang ditetapkan oleh
Direktur Jenderal Pajak atau mengambil dengan cara lain yang tata cara pelaksanaannya
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. (Pasal 3 ayat 2 UU KUP)
SPT Penandatangan SPT
Wajib Pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat
Pemberitahuan dengan benar, lengkap, jelas, dan
menandatanganinya.{Pasal 4 ayat (1) UU tentang KUP}
Surat Pemberitahuan WP Dalam hal Wajib Pajak menunjuk seorang kuasa
badan harus ditandatangani dengan surat kuasa khusus untuk mengisi dan
oleh pengurus atau menandatangani Surat Pemberitahuan, surat kuasa
direksi. (Pasal 4 ayat 2 UU khusus tersebut harus dilampirkan pada Surat
KUP) Pemberitahuan. (Pasal 4 ayat 3 UU KUP)

yaitu yang tercantum harus memenuhi syarat sbb: (PMK:22/PMK.03/2008)


namanya dalam -memiliki NPWP;
susunan pengurus -telah menyampaikan SPT Tahunan PPh Tahun Pajak terakhir;
yang tertera dalam -menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan;
akte pendirian maupun dan
akte perubahan -memiliki Surat Kuasa Khusus dari WP yang memberi kuasa dengan
format terlampir.
Dalam hal seorang kuasa bukan konsultan pajak dibuktikan dengan kepemilikan sertifikat
brevet atau ijazah pendidikan formal di bidang perpajakan yg diterbitkan oleh perguruan tinggi
negeri atau swasta dg status terakreditasi A, sekurang-kurangnya DIII;
Dalam hal konsultan pajak dibuktikan dg kepemilikan Surat Izin Praktik yg diterbitkan Dirjen
Pajak dan dilengkapi dg Surat Pernyataan sbg Konsultan Pajak.
SPT DIANGGAP TIDAK DISAMPAIKAN {Pasal 3 ayat (7) UU
KUP}
Surat Pemberitahuan dianggap tidak disampaikan apabila:

a Surat Pemberitahuan tidak ditandatangani;


b Surat Pemberitahuan tidak sepenuhnya dilampiri keterangan
dan/atau dokumen sebagaimana diatur Peraturan Menteri Keuangan ;
SPT Tahunan Pajak PPh WP yang wajib menyelenggarakan pembukuan harus dilampiri dengan
laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi serta keterangan lain yang
diperlukan untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak. (Ps. 4 angka 4 UU KUP)
Dalam hal laporan keuangan diaudit oleh Akuntan Publik tetapi tidak dilampirkan pada SPT,
SPT dianggap tidak lengkap dan tidak jelas, sehingga SPT dianggap tidak disampaikan.
{Pasal 4 angka 4b UU KUP}
Dalam hal WP menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus untuk mengisi dan
menandatangani SPT, surat kuasa khusus tersebut harus dilampirkan pada SPT. (Ps. 4
angka 3 UU KUP)
c Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar disampaikan
setelah 3 (tiga) tahun sesudah berakhirnya Masa Pajak, bagian
Tahun Pajak atau Tahun Pajak, dan Wajib Pajak telah ditegur
secara tertulis; atau

d Surat pemeriksaan
Pemberitahuan disampaikan setelah Dirjen Pajak melakukan
atau menerbitkan surat ketetapan pajak.
Penjelasan: SPT yang dianggap tidak disampaikan tersebut dianggap sebagai data perpajakan.
SPT CARA PENYAMPAIAN SPT

Disampaikan Secara diberi bukti penerimaan oleh


langsung petugas yang ditunjuk

Disampaikan melalui tanda bukti bukti


pos tercatat pengiriman surat

Disampaikan melalui
tanda bukti bukti
jasa ekspedisi atau
pengiriman surat
jasa kurir

e-Filing melalui ASP


(Penyedia Jasa kepada WP diberikan Bukti
Aplikasi) Penerimaan Elektronik

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.03/2007


BATAS WAKTU PENYAMPAIAN SPT
{Pasal 3 ayat 3 UU KUP}

untuk Surat Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh)


hari setelah akhir Masa Pajak;
untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah
akhir Tahun Pajak; atau
untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir
Tahun Pajak.
Wajib Pajak dengan kriteria tertentu dapat melaporkan
beberapa Masa Pajak dalam 1 (satu) Surat Pemberitahuan
Masa. (Pasal 3 ayat 3a)

antara lain WP usaha kecil dapat WP dengan


a. menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 25 untuk beberapa kriteria tertentu
Masa Pajak sekaligus dgn syarat pembayaran seluruh dan tata cara
pajak yg wajib dilunasi menurut SPT Masa tsb pelaporannya
dilakukan sekaligus paling lama dalam Masa Pajak
yang terakhir; dan/atau diatur dengan
b. menyampaikan SPT Masa selain huruf a untuk atau berdasarkan
beberapa Masa Pajak sekaligus dgn syarat Peraturan Menteri
pembayaran untuk masing-masing Masa Pajak Keuangan.
dilakukan sesuai batas waktu untuk Masa Pajak ybs.
SPT Sanksi karena tidak memenuhi kewajiban penyampaian SPT
ADMISNISTRASI PIDANA
Apabila SPT tidak disampaikan dalam Setiap orang yg karena kealpaannya: a. tidak
jangka waktunya atau batas waktu menyampaikan SPT; atau b. menyampaikan SPT, tetapi
isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
perpanjangan penyampaian SPT, dikenai
melampirkan keterangan yg isinya tidak benar
sanksi administrasi berupa denda sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
sebesar Rp500.000,00 untuk SPT Masa pendapatan negara dan perbuatan tsb merupakan
PPN, Rp100.000,00 untuk SPT Masa perbuatan setelah perbuatan yg pertama kali
lainnya, dan sebesar Rp1.000.000,00 untuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A, didenda
SPT Tahunan PPh WP badan serta sebesar paling sedikit 1 kali jumlah pajak terutang yg tidak atau
Rp100.000,00 untuk SPT Tahunan PPh WP kurang dibayar dan paling banyak 2 kali jumlah pajak
orang pribadi. (Pasal 7 UU KUP) terutang yg tidak atau kurang dibayar, atau dipidana
kurungan paling singkat 3 bulan atau paling lama 1
Apabila SPT tidak disampaikan dalam tahun. (Pasal 38 UU KUP)
jangka waktunya dan setelah ditegur
secara tertulis tidak disampaikan pada Setiap orang yg dgn sengaja: c. tidak menyampaikan
waktunya sebagaimana ditentukan dalam SPT; d. menyampaikan SPT dan/atau keterangan yg
Surat Teguran; maka jumlah pajak yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; sehingga dapat
kurang dibayar/disetor ditagih dengan menimbulkan kerugian pada pendapatan negara
SKPKB ditambah sanksi administrasi dipidana dgn pidana penjara paling singkat 6 bulan dan
paling lama 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali
berupa kenaikan sebesar 50% untuk
jumlah pajak terutang yg tidak atau kurang dibayar dan
PPh, 100% untuk PPh PotPut, 100% untuk paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yg tidak atau
PPN dan PPnBM. (Pasal 13 ayat 3 UU KUP) kurang dibayar. (Pasal 39 UU KUP)
PIDANA KEALPAAN TIDAK MENYAMPAIKAN SPT
Setiap orang yang karena kealpaannya:
a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
b. menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar
atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya
tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan
setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13A, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2
(dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan
atau paling lama 1 (satu) tahun. (Pasal 38 UU KUP)

Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan


atau menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak
lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi
pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan
oleh Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan
pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa
kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar
yang ditetapkan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar. (Pasal
13A UU KUP)
YANG TIDAK DIKENAI SANKSI ADMINISTRASI
BERUPA DENDA KARENA TIDAK MEMENUHI
KEWAJIBAN PENYAMPAIAN SPT (Pasal 7 ayat 2 UU KUP)
SPT tidak disampaikan dalam jangka waktunya dikenakan sanksi
administrasi berupa denda Rp500.000,00 untuk SPT Masa PPN, Rp100.000,00
untuk SPT Masa lainnya, dan sebesar Rp1.000.000,00 untuk SPT Tahunan
PPh WP badan serta sebesar Rp100.000,00 untuk SPT Tahunan PPh WP orang
pribadi. (Pasal 7 UU KUP Perubahan)

tidak dilakukan terhadap


a. Wajib Pajak orang pribadi yang telah meninggal dunia;
b. Wajib Pajak orang pribadi yang sudah tidak melakukan
kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
c. Wajib Pajak orang pribadi yang berstatus sebagai warga
negara asing yang tidak tinggal lagi di Indonesia;
d. Bentuk Usaha Tetap yang tidak melakukan kegiatan lagi di
Indonesia;
e. Wajib Pajak badan yang tidak melakukan kegiatan usaha lagi
tetapi belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
f. Bendahara yang tidak melakukan pembayaran lagi;
g. Wajib Pajak yang terkena bencana, yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Menteri Keuangan; atau
h. Wajib Pajak lain yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
SPT Hak WP berkaitan dengan
penyampaian SPT

1 Memperpanjang jangka waktu


penyampaian SPT;
(Pasal 3 ayat 4 UU KUP)

2 Membetulkan SPT;
(Pasal 8 ayat 1 dan ayat 6 UU KUP)

3 Mengungkapkan ketidakbenaran
pengisian SPT;
(Pasal 8 ayat 3 dan ayat 4 UU KUP)
SPT Memperpanjang Jangka Waktu
Penyampaian SPT
Wajib Pajak dapat memperpanjang jangka waktu
penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk
paling lama 2 (dua) bulan dengan cara menyampaikan
pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain
kepada Direktur Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
(Pasal 3 ayat (4) UU KUP)
Apabila WP baik orang pribadi maupun badan ternyata tidak dapat menyampaikan SPT
dalam jangka waktunya karena luasnya kegiatan usaha dan masalah-masalah teknis
penyusunan laporan keuangan, atau sebab lainnya sehingga sulit untuk memenuhi
batas waktu penyelesaian dan memerlukan kelonggaran dari batas waktu yang telah
ditentukan, WP dapat memperpanjang penyampaian SPT Tahunan PPh dengan cara
menyampaikan pemberitahuan secara tertulis atau dengan cara lain misalnya dengan
pemberitahuan secara elektronik kepada Dirjen Pajak.
Pemberitahuan harus disertai dengan penghitungan sementara pajak yang terutang
dalam 1 (satu) Tahun Pajak dan Surat Setoran Pajak sebagai bukti pelunasan
kekurangan pembayaran pajak yang terutang, yang ketentuannya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. (Pasal 3 ayat 5 UU KUP)
SPT Akibat administratif penundaan
penyampaian SPT

Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan menunda penyampaian Surat


Pemberitahuan dan ternyata penghitungan sementara pajak yang terutang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) kurang dari jumlah pajak
yang sebenarnya terutang atas kekurangan pembayaran pajak
tersebut, dikenai bunga sebesar 2% (dua persen) per
bulan yang dihitung dari saat berakhirnya batas waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b dan
huruf c sampai dengan tanggal dibayarnya kekurangan pembayaran
tersebut dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
(Pasal 19 ayat 3 UU KUP)
CONTOH
PT ABC setelah menyampaikan pemberitahuan tertulis
menunda jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh Badan
Tahun 2008 (Tahun Takwim) sampai dengan tanggal 30 Juni
2009 dengan perhitungan sementara pajak terutang
sebesar Rp100juta dan kredit pajak Rp80juta. Kekurangan
pajak (PPh Pasal 29) sebesar Rp20juta dilunasi pada
tanggal 25 April 2009.
PT ABC menyampaikan SPT sesungguhnya pada tanggal 30
Juni 2009 dengan jumlah pajak yang terutang sebesar
Rp120juta. Kekurangan pembayaran dilunasi tanggal 28
Juni 2004.

Dari kasus di atas maka PT ABC dikenakan bunga


sebesar:
2% x 2 x Rp20.000.000,00 = Rp800.000,00
Jumlah bulan dihitung sejak 1 Mei 2009 28 Juni 2009
= 2 bulan.
Membetulkan SPT
Wajib Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan Surat
Pemberitahuan yang telah disampaikan dengan menyampaikan
pernyataan tertulis, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak
belum melakukan tindakan pemeriksaan.
(Pasal 8 ayat 1 UU KUP Perubahan)
Dalam hal pembetulan Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) menyatakan rugi atau lebih bayar, pembetulan
Surat Pemberitahuan harus disampaikan paling lama 2 (dua)
tahun sebelum daluwarsa penetapan.
(Pasal 8 ayat 1a UU KUP Perubahan)

pada saat Surat Pasal 13 angka (1) Dalam


Pemberitahuan Pemeriksaan jangka waktu 5 (lima) tahun
Pajak disampaikan kepada setelah saat terutangnya pajak
Wajib Pajak, wakil, kuasa, atau berakhirnya Masa Pajak,
pegawai, atau anggota bagian Tahun Pajak, atau Tahun
keluarga yang telah dewasa Pajak, Direktur Jenderal Pajak
dari Wajib Pajak. dapat menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Akibat administratif pembetulan SPT Tahunan
Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan
Tahunan yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar,
kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2%
(dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar,
dihitung sejak saat penyampaian Surat Pemberitahuan berakhir
sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan
dihitung penuh 1 (satu) bulan. (Pasal 8 ayat 2 UU KUP)

CONTOH
PT ABC membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh Tahun 2008 pada
tanggal 20 Februari 2010, yang semula menyatakan jumlah pajak
terutang sebesar Rp100juta dan kredit pajak sebesar Rp80juta,
dibetulkan seharusnya jumlah pajak terutang sebesar Rp130juta
dan kredit pajak tetap. Kekurangan pembayaran pajak sebesar
Rp30juta dibayar pada tanggal 18 Februari 2010.

Dari kasus di atas maka PT ABC dikenai sanksi


administrasi berupa bunga sebesar:
2% x 10 x Rp30.000.000,00 = Rp6.000.000,00
Jumlah bulan dihitung sejak 1 Mei 2009 20 Februari
2010 = 10 bulan.
Akibat administratif pembetulan SPT Masa
Dalam hal Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan
Masa yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar,
kepadanya dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2%
(dua persen) per bulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar,
dihitung sejak jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal
pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu)
bulan. (Pasal 8 ayat 2a UU KUP)

CONTOH
PT ABC membetulkan sendiri SPT Masa PPN Masa Januari 2008 pada
tanggal 20 November 2008, yang semula menyatakan jumlah Pajak
Keluaran yang harus dipungut sendiri sebesar Rp100juta dan
kredit pajak Rp80juta, dibetulkan seharusnya jumlah Pajak
Keluaran yang harus dipungut sendiri sebesar Rp130juta dan
kredit pajak tetap. Kekurangan pembayaran pajak sebesar
Rp30juta dibayar pada tanggal 18 November 2008.

Dari kasus di atas maka PT ABC dikenai sanksi


administrasi berupa bunga sebesar:
2% x 10 x Rp30.000.000,00 = Rp6.000.000,00
Jumlah bulan dihitung sejak 16 Februari 2008 18
November 2008 = 10 bulan.
Membetulkan SPT Tahunan karena
kompensasi kerugian (Pasal 8 ayat 6 UU KUP)
Wajib Pajak dapat membetulkan Surat Pemberitahuan Tahunan
yang telah disampaikan, dalam hal Wajib Pajak menerima surat
ketetapan pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan
Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali
Tahun Pajak sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak sebelumnya,
yang menyatakan rugi fiskal yang berbeda dengan rugi fiskal
yang telah dikompensasikan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan
yang akan dibetulkan tersebut, dalam jangka waktu 3 (tiga)
bulan setelah menerima surat ketetapan pajak, Surat Keputusan
Keberatan, Surat Keputusan Pembetulan, Putusan Banding, atau
Putusan Peninjauan Kembali, dengan syarat Direktur Jenderal
Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.

Dalam hal WP membetulkan SPT lewat jangka waktu 3 (tiga) bulan atau
WP tidak mengajukan pembetulan sebagai akibat adanya surat ketetapan pajak,
SK Keberatan, SK Pembetulan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali Tahun
Pajak sebelumnya atau beberapa Tahun Pajak sebelumnya, yang menyatakan rugi fiskal
yang berbeda dengan rugi fiskal yang telah dikompensasikan dalam SPT Tahunan PPh,
Dirjen Pajak akan memperhitungkannya dalam menetapkan kewajiban
perpajakan WP.
CONTOH 1

PT A menyampaikan SPT Tahunan PPh tahun 2008 yang menyatakan:


Penghasilan Neto sebesar Rp200.000.000,00,
Kompensasi kerugian berdasarkan SPT Tahunan
PPh tahun 2007 sebesar Rp150.000.000,00 (-)
Penghasilan Kena Pajak Rp 50.000.000,00
Terhadap SPT Tahunan PPh thn 2007 dilakukan pemeriksaan, dan pada tgl 6 Januari
2010 diterbitkan surat ketetapan pajak yang menyatakan rugi fiskal sebesar Rp70juta.

Berdasarkan surat ketetapan pajak tsb Dirjen Pajak akan mengubah perhitungan
Penghasilan Kena Pajak thn 2008 menjadi sbb:
Penghasilan Neto sebesar Rp200.000.000,00,
Rugi menurut surat ketetapan pajak tahun 2007sebesar Rp 70.000.000,00 (-)
Penghasilan Kena Pajak Rp130.000.000,00

Dengan demikian penghasilan kena pajak dari SPT yang


semula Rp50juta (Rp200juta - Rp150juta) setelah
pembetulan menjadi Rp130juta (Rp200juta - Rp70juta)
CONTOH 2

PT B menyampaikan SPT Tahunan PPh tahun 2008 yang menyatakan:


Penghasilan Neto sebesar Rp300.000.000,00,
Kompensasi kerugian berdasarkan SPT Tahunan
PPh tahun 2007 sebesar Rp200.000.000,00 (-)
Penghasilan Kena Pajak Rp 100.000.000,00
Terhadap SPT Tahunan PPh thn 2007 dilakukan pemeriksaan, dan pada tgl 6 Januari
2010 diterbitkan surat ketetapan pajak yang menyatakan rugi fiskal sebesar Rp250juta.

Berdasarkan surat ketetapan pajak tsb Dirjen Pajak akan mengubah perhitungan
Penghasilan Kena Pajak thn 2008 menjadi sbb:
Penghasilan Neto sebesar Rp300.000.000,00,
Rugi menurut surat ketetapan pajak tahun 2007 sebesar Rp250.000.000,00 (-)
Penghasilan Kena Pajak Rp 50.000.000,00

Dengan demikian penghasilan kena pajak dari SPT yang


semula Rp100juta (Rp300juta Rp200juta) setelah
pembetulan menjadi Rp50juta (Rp300juta Rp250juta)
Mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT

Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi belum


dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran
yang dilakukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38,
terhadap ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tersebut tidak
akan dilakukan penyidikan, apabila Wajib Pajak dengan kemauan
sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut
dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak
yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa
denda sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah
pajak yang kurang dibayar.
{Pasal 8 angka 3 UU KUP}

Setiap orang yang karena kealpaannya:


a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;
atau
b. menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi
isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau
melampirkan keterangan yang isinya tidak
benar ...
Mengungkapkan ketidakbenaran pengisian SPT

Walaupun Direktur Jenderal Pajak telah melakukan pemeriksaan, dengan


syarat Direktur Jenderal Pajak belum menerbitkan surat ketetapan pajak,
Wajib Pajak dengan kesadaran sendiri dapat mengungkapkan dalam
laporan tersendiri tentang ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan
yang telah disampaikan sesuai keadaan yang sebenarnya, yang dapat
mengakibatkan:
a. pajak-pajak yang masih harus dibayar menjadi lebih besar atau lebih
kecil; b. rugi berdasarkan ketentuan perpajakan menjadi lebih kecil atau
lebih besar; c. jumlah harta menjadi lebih besar atau lebih kecil; atau d.
jumlah modal menjadi lebih besar atau lebih kecil dan proses pemeriksaan
tetap dilanjutkan.

(Pasal 8 ayat 4 UU KUP)

Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan
ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari
pajak yang kurang dibayar, harus dilunasi oleh Wajib Pajak sebelum laporan tersendiri
dimaksud disampaikan.
(Pasal 8 ayat 5 UU KUP)
WAJIB PAJAK TERTENTU YANG DIKECUALIKAN DARI
KEWAJIBAN MENYAMPAIKAN SURAT PEMBERITAHUAN

Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT


Masa PPh Pasal 25.

Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan


usaha atau melakukan pekerjaan bebas.

Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan SPT


Tahunan PPh maupun SPT Masa PPh Pasal 25.

WP Orang Pribadi yang dalam satu Tahun Pajak


menerima atau memperoleh penghasilan neto tidak
melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana
dimaksud dalam UU PPh.

PMK NO.183/PMK.03/2007
IV

PEMBAYARAN PAJAK
SARANA PEMBAYARAN/PENYETORAN PAJAK

Surat Setoran Pajak (SSP)


adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang
telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau
telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara
melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri
Keuangan.
(Pasal 1 angka 14 UU KUP)

Surat Setoran Pajak berfungsi sebagai bukti


pembayaran pajak apabila telah disahkan oleh Pejabat
kantor penerima pembayaran yang berwenang atau
apabila telah mendapatkan validasi, yang ketentuannya
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
(Pasal 10 ayat 1a UU KUP)
JATUH TEMPO PEMBAYARAN PAJAK
1 Menteri Keuangan menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran
pajak yang terutang untuk suatu saat atau Masa Pajak bagi masing-masing jenis
pajak, paling lama 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya
Masa Pajak.(Pasal 9 ayat 1 UU KUP)
2 Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan
Tahunan Pajak Penghasilan harus dibayar lunas sebelum Surat Pemberitahuan Pajak
Penghasilan disampaikan. (Pasal 9 ayat 2 UU KUP)
3Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan
Pembetulan, Putusan Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali, yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah, harus dilunasi dalam
jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterbitkan. (Pasal 9 ayat 3 UU KUP)
Bagi WP usaha kecil dan WP di daerah tertentu, jangka waktu pelunasan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dapat diperpanjang paling lama menjadi 2 (dua) bulan yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.(Pasal 9 ayat 3a UU KUP)

Dirjen Pajak atas permohonan WP dapat memberikan persetujuan


untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak termasuk
kekurangan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
paling lama 12 (dua belas) bulan, yang pelaksanaannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. (Pasal 9
ayat 4 UU KUP)
Sanksi administrasi untuk keterlambatan pembayaran/
penyetoran pajak terutang pada suatu masa pajak
Pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), yang dilakukan setelah
tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran
pajak, dikenai sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan
yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran
sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari
bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
(Pasal 9 ayat 2a UU KUP)

Contoh:
Angsuran masa PPh Pasal 25 Tahun 2008 sejumlah Rp10juta per bulan.
Angsuran Masa Pajak Mei Tahun 2008 dibayar tanggal 18 Juni 2008 dan
dilaporkan tanggal 19 Juni 2008. Tanggal 15 Juli 2008 diterbitkan Surat
Tagihan Pajak.
Sanksi bunga dalam STP dihitung 1 (satu) bulan = 1x 2% x
Rp10.000.000,00 = Rp200.000,00
Sanksi administrasi untuk keterlambatan pembayaran pajak
yang terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh
Atas pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian
Surat Pemberitahuan Tahunan, dikenai sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung mulai dari
berakhirnya batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan
sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan dihitung
penuh 1 (satu) bulan.
(Pasal 9 ayat 2b UU KUP)

Contoh:
SPT Tahunan PPh Badan PT ABC yang melaporkan PPh terutang sebesar Rp100juta
dengan kredit pajak sebesar Rp80juta disampaikan tanggal 10 Mei 2009. Pajak yang
kurang dibayar sebesar Rp20juta dibayar pada tanggal 9 Mei 2009.
Disamping dikenai sanksi administrasi karena terlambat menyampaikan SPT, atas
keterlambatan pembayaran pajak yang kurang dibayar tersebut dikenai sanksi
administrasi berupa bunga 2% dengan masa 1 bulan (1 Mei 2009 9 Mei 2009):
1x 2% x Rp20.000.000,00 = Rp400.000,00
Sanksi administrasi karena pajak yang masih harus dibayar dalam SKPKB,
SKPKBT, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding atau Putusan PK
tidak/kurang dibayar

Apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan, serta Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
Putusan Banding atau Putusan Peninjauan Kembali, yang menyebabkan jumlah
pajak yang masih harus dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo pelunasan
tidak atau kurang dibayar, atas jumlah pajak yang tidak atau
kurang dibayar itu dikenai sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk seluruh
masa, yang dihitung dari tanggal jatuh tempo sampai
dengan tanggal pelunasan atau tanggal diterbitkannya
Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung
penuh 1 (satu) bulan.
(Pasal 19 ayat 1 UU KUP)
CONTOH
Jumlah pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar sebesar Rp10.000.000,00 yang diterbitkan tanggal 7 Oktober 2008,
dengan batas akhir pelunasan tanggal 6 November 2008. Jumlah pembayaran
sampai dengan tanggal 6 November 2008 Rp6.000.000,00.

Pada tanggal 1 Desember 2008 diterbitkan Surat Tagihan Pajak dengan perhitungan
sebagai berikut:
Pajak yang masih harus dibayar =Rp10.000.000,00
Dibayar sampai dengan jatuh tempo pelunasan =Rp 6.000.000,00 (-)
Kurang dibayar =Rp 4.000.000,00
Bunga 1 (satu) bulan (1 x 2% x Rp4.000.000,00) =Rp80.000,00

Dalam hal terhadap Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana tersebut,
Wajib Pajak membayar Rp10.000.000,00 pada tanggal 3 Desember 2008 dan
pada tanggal 5 Desember 2008 diterbitkan Surat Tagihan Pajak, sanksi
administrasi berupa bunga dihitung sebagai berikut:
Pajak yang masih harus dibayar =Rp10.000.000,00
Dibayar sampai dengan jatuh tempo pelunasan =Rp10.000.000,00 (-)
Kurang dibayar =Rp 0,00
Bunga 1 (satu) bulan (1 x 2% x Rp10.000.000,00) =Rp200.000,00
Sanksi administrasi karena mengangsur atau menunda pembayaran pajak

Dalam hal Wajib Pajak diperbolehkan mengangsur atau menunda


pembayaran pajak juga dikenai sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak
yang masih harus dibayar dan bagian dari bulan dihitung penuh
1 (satu) bulan.
(Pasal 19 ayat 2 UU KUP)
Contoh:
Wajib Pajak menerima Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebesar Rp1.120.000,00 yang
diterbitkan pada tanggal 2 Januari 2009 dengan batas akhir pelunasan tanggal 1 Februari
2009. Wajib Pajak tersebut diperbolehkan untuk mengangsur pembayaran pajak dalam jangka
waktu 5 (lima) bulan (dimulai tgl 28 Februari 2009) dengan jumlah yang tetap sebesar
Rp224.000,00. Sanksi administrasi berupa bunga untuk setiap angsuran dihitung sbb:
angsuran ke-1 : 2% x Rp1.120.000,00 = Rp22.400,00.
angsuran ke-2 : 2% x Rp896.000,00 = Rp17.920,00.
angsuran ke-3 : 2% x Rp672.000,00 = Rp13.440,00.
angsuran ke-4 : 2% x Rp448.000,00 = Rp8.960,00.
angsuran ke-5 : 2% x Rp224.000,00 = Rp4.480,00.
Apabila Wajib Pajak di atas diperbolehkan untuk menunda pembayaran pajak sampai dengan
tanggal 30 Juni 2009. Sanksi administrasi berupa bunga atas penundaan pembayaran Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar tersebut sebesar 5 x 2% x Rp1.120.000,00 = Rp112.000,00.
Sanksi pidana tidak menyetorkan pajak yang
telah dipotong atau dipungut

Setiap orang yang dengan sengaja tidak menyetorkan pajak yang


telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6
(enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah
pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling
banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau
kurang dibayar.
(Pasal 39 ayat 1 huruf i UU KUP)

Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambahkan 1


(satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila
seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan
sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya
menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.
(Pasal 39 ayat 2 UU KUP)
V

PEMERIKSAAN PAJAK
PENGERTIAN, TUJUAN, dan RUANG LINGKUP PEMERIKSAAN

PENGERTIAN PEMERIKSAAN Pasal 1 angka 25 UU KUP


adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,
keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif
dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau
untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.

Meliputi standar umum, standar pelaksanaan Pemeriksaan, dan standar


pelaporan hasil Pemeriksaan. (Per. Menkeu Nomor 199/PMK.03/2007)
TUJUAN PEMERIKSAAN
untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

RUANG LINGKUP PEMERIKSAAN Per. Menkeu Nomor 199/PMK.03/2007


Ruang Lingkup pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan
kewajiban perpajakan dapat meliputi satu, beberapa, atau
seluruh jenis pajak, baik untuk satu atau beberapa Masa
Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak dalam tahun-tahun
lalu maupun tahun berjalan.
KEWENANGAN dan TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK
KEWENANGAN (Pasal 29 ayat 1 UU KUP)
Direktur Jenderal Pajak berwenang melakukan pemeriksaan
untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
Wajib Pajak dan untuk tujuan lain dalam rangka
melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.

TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK (Pasal 31 UU KUP)


1 Tata cara pemeriksaan diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
2 Tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) di antaranya mengatur tentang
pemeriksaan ulang, jangka waktu pemeriksaan,
kewajiban menyampaikan surat pemberitahuan hasil
pemeriksaan kepada Wajib Pajak, dan hak Wajib
Pajak untuk hadir dalam pembahasan akhir hasil
pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan.

Peraturan Menkeu Nomor 199/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2007


Kriteria dilakukan pemeriksaan untuk menguji
kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan WP
HARUS DILAKUKAN DAPAT DILAKUKAN
dalam hal WP dalam hal WP
mengajukan a. menyampaikan SPT yang menyatakan lebih
permohonan bayar, termasuk yang telah diberikan
pengembalian
kelebihan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak;
pembayaran pajak b. menyampaikan SPT yang menyatakan rugi;
sebagaimana c. tidak menyampaikan atau menyampaikan
dimaksud dalam SPT tetapi melampaui jangka waktu yang
Pasal 17B UU KUP
telah ditetapkan dalam Surat Teguran;
Surat Ketetapan Pajak harus d. melakukan penggabungan, peleburan,
diterbitkan paling lama 12 pemekaran, likuidasi, pembubaran, atau akan
(dua belas) bulan sejak surat meninggalkan Indonesia untuk selama-
permohonan diterima secara lamanya; atau
lengkap, kecuali sedang e. menyampaikan SPT yang memenuhi kriteria
dilakukan pemeriksaan bukti
seleksi berdasarkan hasil analisis risiko (risk
permulaan tindak pidana di
based selection) mengindikasikan adanya
bidang perpajakan.
kewajiban perpajakan WP yang tidak
Per. Menkeu Nomor 199/PMK.03/2007 dipenuhi sesuai ketentuan.
Per. Menkeu No. 199/PMK.03/2007 JENIS PEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN KANTOR PEMERIKSAAN LAPANGAN
Pemeriksaan yang dilakukan Pemeriksaan yang dilakukan di
di kantor Direktorat tempat kedudukan, tempat kegiatan
Jenderal Pajak usaha atau pekerjaan bebas,
tempat tinggal WP, atau tempat
lain yang ditentukan oleh Dirjen
Dilakukan dalam jangka waktu Pajak
paling lama 3 (tiga)
bulan dan dapat Dilakukan dalam jangka waktu paling
diperpanjang menjadi lama 4 (empat) bulan dan dapat
paling lama 6 (enam) diperpanjang menjadi paling
bulan yg dihitung sejak tanggal WP lama 8 (delapan) bulan yg dihitung
datang memnuhi panggilan dalam sejak tanggal Surat Perintah Pemeriksaan
rangka Pemeriksaan Kantor s/d s/d tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan
tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan

Apabila ditemukan transfer pricing Apabila ditemukan transfer pricing /transaksi


/transaksi khusus lainnya yang khusus lainnya yang berindikasi ada rekayasa,
berindikasi ada rekayasa, pemeriksaan Pemeriksaan Lapangan dilaksanakan paling lama
diubah menjadi Pemeriksaan Lapangan 2 (dua) tahun

Dalam hal pemeriksaan terhadap permohonan lebih bayar (Pasal 17B) maka harus
memperhatikan jangka waktu penerbitan skp
Per. Menkeu No. 199/PMK.03/2007 KEWENANGAN PEMERIKSAAN
Dalam PEMERIKSAAN LAPANGAN untuk menguji kepatuhan, pemeriksa berwenang:

a. Melihat dan/atau meminjam buku atau catatan, dokumen


yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan
dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang
diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib
Pajak, atau objek yang terutang pajak;
b. Mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara
elektronik;
c. Memasuki dan memeriksa tempat atau ruang, barang
bergerak dan/atau tidak bergerak yang diduga atau
patut diduga digunakan untuk menyimpan buku atau
catatan, dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau
pencatatan, dokumen lain, uang, dan/atau barang yang
dapat memberi petunjuk tentang penghasilan yang
diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib
Pajak, atau objek yang terutang pajak;
Per. Menkeu No. 199/PMK.03/2007 KEWENANGAN PEMERIKSAAN
Dalam PEMERIKSAAN LAPANGAN untuk menguji kepatuhan, pemeriksa berwenang:
d. Meminta kepada Wajib Pajak untuk memberi bantuan guna
kelancaran Pemeriksaan, antara lain berupa:
1) menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Wajib
Pajak apabila dalam mengakses data yang dikelola secara
elektronik memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus;
2) Memberi kesempatan kepada Pemeriksa Pajak untuk membuka
barang bergerak dan/atau tidak bergerak; dan/atau
3) Menyediakan ruangan khusus tempat dilakukannya
Pemeriksaan Lapangan dalam hal jumlah buku, catatan, dan
dokumen sangat banyak sehingga sulit untuk dibawa ke
kantor Direktorat Jenderal Pajak;
e. Melakukan penyegelan tempat atau ruang tertentu serta barang
bergerak dan/atau tidak bergerak;
f. Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak;
dan
g. Meminta keterangan dan/atau buku yang diperlukan dari pihak
ketiga yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang
diperiksa melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan.
Per. Menkeu No. 199/PMK.03/2007 KEWENANGAN PEMERIKSAAN
Dalam PEMERIKSAAN KANTOR untuk menguji kepatuhan, pemeriksa berwenang:

a. Memanggil WP untuk datang ke kantor Direktorat Jenderal


Pajak dengan menggunakan surat panggilan;
b. Melihat dan/atau meminjam buku atau catatan, dokumen yang
menjadi dasar pembukuan atau pencatatan, termasuk data yang
dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan
penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas
Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak;
c. Meminta kepada WP untuk memberi bantuan guna kelancaran
Pemeriksaan;
d. Meminta keterangan lisan dan/atau tertulis dari Wajib Pajak;
e. Meminjam kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan
Publik melalui WP; dan
f. Meminta keterangan dan/atau bukti yang diperlukan dari pihak
ketiga yang mempunyai hubungan dengan WP yang diperiksa
melalui kepala unit pelaksana Pemeriksaan.
KEWAJIBAN WAJIB PAJAK YANG DIPERIKSA
Pasal 29 UU KUP Wajib Pajak yang diperiksa wajib:
a. memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan,
dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain yang
berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan
usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang
pajak;
b. memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang
dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran
pemeriksaan; dan/atau
c. memberikan keterangan lain yang diperlukan.
Buku, catatan, dan dokumen, serta data, informasi, dan
keterangan lain tersebut wajib dipenuhi oleh Wajib Pajak paling
lama 1 (satu) bulan sejak permintaan disampaikan.
Apabila dalam mengungkapkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen
serta keterangan yang diminta, WP terikat oleh suatu kewajiban
untuk merahasiakannya, maka kewajiban untuk merahasiakan itu
ditiadakan oleh permintaan untuk keperluan pemeriksaan.
Dalam hal WP orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas tidak memenuhi ketentuan tersebut sehingga
tidak dapat dihitung besarnya penghasilan kena pajak,
penghasilan kena pajak tersebut dapat dihitung secara jabatan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
Pemeriksaan untuk tujuan lain
Per. Menkeu No. 199/PMK.03/2007
Ruang lingkup Pemeriksaan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan dapat meliputi penentuan, pencocokan,
atau pengumpulan materi yang berkaitan dengan tujuan pemeriksaan.
Dilakukan dengan kriteria antara lain:
a. pemberian NPWP secara jabatan;
b. Penghapusan NPWP;
c. Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan PKP;
d. WP mengajukan keberatan;
e. Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Neto;
f. Pencocokan data dan/atau alat keterangan;
g. Penentuan WP berlokasi di daerah terpencil;
h. Penentuan satu atau lebih tempat terutang PPN;
i. Pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak;
j. Penentuan saat produksi dimulai atau memperpanjang jangka waktu
kompensasi kerugian sehubungan dengan pemberian fasilitas perpajakan; dan/
atau
k. Memenuhi permintaan informasi dari negara mitra Perjanjian Penghindaran
Pajak Berganda.
Pokok Pajak
SKPKB >
Kredit Pajak K
Pokok Pajak E
T
SKPLB < E
Produk Kredit Pajak T
pemeriksaan Pokok Pajak A
untuk tujuan
menguji
SKPN = P
Kredit Pajak A
kepatuhan N
Ada data
SKPKBT baru &
utang pajak

STP Sanksi adm.

BUKTI PERMULAAN
1 SANKSI ADMINISTRASI BERKAITAN DENGAN PEMERIKSAAN

apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain,


atas jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKB
ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2%
(dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya
Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai
dengan diterbitkannya SKPKB. (Pasal 13 ayat 2 UU KUP)
apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain
mengenai PPN dan PPnBM ternyata tidak seharusnya
dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya
dikenai tarif 0% (nol persen) atas jumlah kekurangan
pembayaran pajak dalam SKPKB ditambah sanksi administrasi
berupa kenaikan sebesar 100%. (Pasal 13 ayat 3 UU KUP)

apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau


Pasal 29 tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui
besarnya pajak yang terutang, atas jumlah pajak dalam SKPKB
ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar:
a. 50% (dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalam satu
Tahun Pajak; b. 100% dari PPh yang tidak atau kurang
dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang
disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang
disetor; atau c. 100% dari PPN Barang dan Jasa dan PPnBM yang
tidak atau kurang dibayar. (Pasal 13 ayat 3 UU KUP)
SANKSI WP MENOLAK DILAKUKAN
2 PEMERIKSAAN
sehingga tidak dapat diketahui besarnya sengaja
pajak yang terutang
Menimbulkan kerugian pada
Atas pajak yang kurang bayar, dikenakan
pendapatan negara

SANKSI ADMINISTRASI SANKSI PIDANA


berupa kenaikan sebesar : Pasal 39 UU KUP
a. 50 % dari PPh yg tidak/kurang dipidana dengan pidana penjara paling singkat
6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun
dibayar dlm satu Tahun Pajak; b.
dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah
100 % dari PPh yg tidak/kurang pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar
dipotong, tidak/kurang dipungut, dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak
tidak/kurang disetorkan, dan terutang yang tidak atau kurang dibayar.
dipotong/ dipungut tetapi
tidak/kurang disetorkan; c. 100 % Pidana ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2
dari PPN dan PPnBM yang tidak atau (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang
melakukan lagi tindak pidana di bidang
kurang dibayar. {Pasal 13 (3)}
perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun,
terhitung sejak selesainya menjalani pidana
Penghitungan penghasilan kena penjara yang dijatuhkan.
pajak dilakukan secara jabatan.
3 Sanksi akibat WP tidak memenuhi kewajiban ketika
dilakukan pemeriksaan
WP TIDAK MEMPERLIHATKAN/MEMINJAMKAN BUKU
sehingga tidak dapat diketahui sengaja
besarnya pajak yang terutang Menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara
Penghitungan penghasilan kena pajak
dilakukan secara jabatan. SANKSI PIDANA
Atas pajak yang kurang bayar Pasal 39 UU KUP
dipidana dengan pidana penjara paling singkat
SANKSI ADMINISTRASI 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun
dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah
berupa kenaikan sebesar : pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar
a. 50 % dari PPh yg tidak/kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak
dlm satu Tahun Pajak; b. 100 % dari PPh terutang yang tidak atau kurang dibayar.
yg tidak/kurang dipotong, tidak/kurang Pidana ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2
dipungut, tidak/kurang disetorkan, dan (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang
dipotong/ dipungut tetapi tidak/kurang melakukan lagi tindak pidana di bidang
disetorkan; c. 100 % dari PPN dan perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun,
PPnBM yang tidak atau kurang dibayar. terhitung sejak selesainya menjalani pidana
{Pasal 13 (3) UU KUP} penjara yang dijatuhkan.
4 Sanksi akibat WP tidak memenuhi kewajiban ketika
dilakukan pemeriksaan
memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu

sehingga tidak dapat diketahui sengaja


besarnya pajak yang terutang Menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara
Penghitungan penghasilan kena pajak
dilakukan secara jabatan. SANKSI PIDANA
Atas pajak yang kurang bayar Pasal 39 UU KUP
dipidana dengan pidana penjara paling singkat
SANKSI ADMINISTRASI 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun
dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah
berupa kenaikan sebesar : pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar
a. 50 % dari PPh yg tidak/kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak
dlm satu Tahun Pajak; b. 100 % dari PPh terutang yang tidak atau kurang dibayar.
yg tidak/kurang dipotong, tidak/kurang Pidana ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2
dipungut, tidak/kurang disetorkan, dan (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang
dipotong/ dipungut tetapi tidak/kurang melakukan lagi tindak pidana di bidang
disetorkan; c. 100 % dari PPN dan perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun,
PPnBM yang tidak atau kurang dibayar. terhitung sejak selesainya menjalani pidana
{Pasal 13 (3) UU KUP} penjara yang dijatuhkan.
5 Sanksi akibat WP tidak memenuhi kewajiban ketika
dilakukan pemeriksaan
WP tidak memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang
dipandang perlu dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan
sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang
Penghitungan penghasilan kena pajak dilakukan secara jabatan
Atas pajak yang kurang bayar

SANKSI ADMINISTRASI
berupa kenaikan sebesar :
a. 50 % dari PPh yg tidak/kurang dibayar dlm satu Tahun Pajak;
b. 100 % dari PPh yg tidak/kurang dipotong, tidak/kurang dipungut,
tidak/kurang disetorkan, dan dipotong/ dipungut tetapi tidak/kurang
disetorkan;
c. 100 % dari PPN dan PPnBM yang tidak atau kurang dibayar.
{Pasal 13 ayat 3 UU KUP}

Dapat juga meminta bantuan polisi setelah dilakukan penyegelan.


6 Sanksi akibat WP tidak memenuhi kewajiban ketika
dilakukan pemeriksaan
WP tidak memberikan keterangan yang diperlukan

sehingga tidak dapat diketahui


besarnya pajak yang terutang

Penghitungan penghasilan kena pajak dilakukan secara jabatan

Atas pajak yang kurang bayar

SANKSI ADMINISTRASI

berupa kenaikan sebesar :


a. 50 % dari PPh yg tidak/kurang dibayar dlm satu Tahun Pajak;
b. 100 % dari PPh yg tidak/kurang dipotong, tidak/kurang
dipungut, tidak/kurang disetorkan, dan dipotong/ dipungut
tetapi tidak/kurang disetorkan;
c. 100 % dari PPN dan PPnBM yang tidak atau kurang dibayar.
VI

PENETAPAN DAN
KETETAPAN
PENETAPAN
Setiap Wajib Pajak wajib membayar pajak yang
terutang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, dengan tidak
menggantungkan pada adanya surat ketetapan
pajak.
(Pasal 12 ayat 1 UU KUP)

Jumlah Pajak yang terutang menurut Surat


Pemberitahuan yang disampaikan oleh Wajib
Pajak adalah jumlah pajak yang terutang
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
(Pasal 12 ayat 2 UU KUP)
PENETAPAN
PT XYZ adalah WP badan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan
barang-barang elektronik. PT XYZ melaporkan seluruh penghasilan yang
diperoleh selama tahun 2008 dan kredit pajaknya dalam SPT PPh badan
Tahun 2008, dengan perincian sbb:
Penghasilan Neto: Rp1.000.000.000,00
PPh terutang Rp 282.500.000,00
Kredit Pajak Rp 202.500.000,00
Pajak yang kurang dibayar Rp 80.000.000,00

jumlah pajak yang Pembayaran oleh WP tanpa didahului


terutang sesuai dengan surat ketetapan pajak, yaitu
dengan ketentuan melalui pemotongan/pemungutan pihak
peraturan ketiga dan dibayar sendiri.
perundang-undangan
perpajakan
KETETAPAN
Apabila Direktur Jenderal Pajak mendapatkan
bukti jumlah pajak yang terutang menurut Surat
Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) tidak benar, Direktur Jenderal Pajak
menetapkan jumlah pajak yang terutang.
(Pasal 12 ayat 3 UU KUP)

KETETAPAN Berdasarkan hasil


pemeriksaan atau
keterangan lain
Surat
Ketetapan
Pajak
Contoh
PT XYZ adalah WP badan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan
barang-barang elektronik. PT XYZ melaporkan seluruh penghasilan yang
diperoleh selama tahun 2008 dan kredit pajaknya dalam SPT PPh badan
Tahun 2008, dengan perincian sbb:
Penghasilan Neto: Rp1.000.000.000,00
PPh terutang Rp 282.500.000,00
Kredit Pajak Rp 202.500.000,00
Pajak yang kurang dibayar Rp 80.000.000,00

Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan bahwa pajak yang


dihitung dan dilaporkan PT XYZ dalam SPT PPh Tahun 2008
tidak benar, misalnya pembebanan biaya ternyata melebihi
yang sebenarnya sehingga PPh terutang kurang dilaporkan.

maka Direktur Jenderal Pajak menetapkan besarnya Surat


pajak yang terutang sebagaimana mestinya menurut Ketetapan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pajak
SURAT KETETAPAN PAJAK

Surat ketetapan pajak adalah surat


ketetapan yang meliputi Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, Surat Ketetapan Pajak
Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar.
(Pasal 1 angka 15 UU KUP)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB)

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat


ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah
pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan
pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus
dibayar.
(Pasal 1 angka 16 UU KUP)

JUMLAH POKOK PAJAK Rp10.000.000,00


JUMLAH KREDIT PAJAK Rp 6.000.000,00
JUMLAH KEKURANGAN PEMBAYARAN POKOK PAJAK Rp 4.000.000,00
BESARNYA SANKSI ADMINISTRASI Rp 2.000.000,00
JUMLAH PAJAK YANG MASIH HARUS DIBAYAR Rp 6.000.000,00
PENERBITAN SKPKB Pasal 13 (1) UU KUP
Dalam jangka waktu 5 (lima tahun) setelah saat terutangnya pajak atau
berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, Direktur
Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam
hal-hal sebagai berikut :

a. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang
tidak atau kurang dibayar;
b. apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan
pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
c. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai PPN dan
PPnBM ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak
seharusnya dikenai tarif 0 % (nol persen);
d. apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 tidak
dipenuhi, sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yg terutang.
e. apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (4a).
PENERBITAN SKPKB Pasal 13 (1) huruf a
UU KUP
a
apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain
pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar;

Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf e ditambah dengan
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua
persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat)
bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa
Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar. {Pasal 13 (2) UU KUP}
Contoh: SPT PPh badan Tahun 2008 (Tahun Takwim) dilakukan
pemeriksaan dan diterbitkan SKPKB tanggal 20 Desember 2009.

Berakhirnya Terbit
tahun pajak SKPKB

31/12/08 1/1/09 12 bulan 20/12/09


Contoh
PT XYZ adalah WP badan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan
barang-barang elektronik, menyampaikan SPT PPh badan Tahun 2008 (tahun
takwim) pada tgl 30 April 2009, dengan perincian sbb:
Penghasilan Neto Rp1.000.000.000,00
PPh terutang Rp 282.500.000,00
Kredit Pajak Rp 202.500.000,00
Pajak yang kurang dibayar Rp 80.000.000,00
Kekurangan (PPh Pasal 29) tersebut dibayar tgl 29 April 2009.

Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata Penghasilan Neto


seharusnya adalah Rp1.100.000.000,00 sehingga PPh terutang seharusnya
adalah Rp312.500.000,00.
Jumlah Pokok Pajak Rp312.500.000,00
DJP
menerbitkan Jumlah Kredit Pajak Rp282.500.000,00
SKPKB
Jumlah Kekurangan Pokok Pajak Rp 30.000.000,00
tanggal 10
Oktober Sanksi administrasi (bunga 10 bulan) Rp 6.000.000,00
2009
Jumlah pajak yang masih harus dibayar Rp 36.000.000,00
PENERBITAN SKPKB Pasal 13 (1) huruf b
UU KUP
b apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara
tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam
Surat Teguran;
Jumlah pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
huruf c, dan huruf d ditambah dengan sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar :
a. 50 % (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang
tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak;
b. 100 % (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang
tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang
dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong
atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor; atau
c. 100 % (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah yang tidak atau kurang dibayar.
{Pasal 13 (3) UU KUP}
Contoh
PT ABC adalah WP badan yang bergerak di bidang jasa konstruksi. Sampai
dengan tanggal 30 April 2009, PT ABC belum menyampaikan SPT Tahunan
PPh badan tahun 2008. Oleh KPP diterbitkan Surat Teguran pd tgl 20 Mei
2009 agar menyampaikan SPT dimaksud paling lambat tgl 3 Juni 2009. PT
ABC baru menyampaikan SPT tersebut tgl 5 Juni 2009, dengan perincian sbb:
Rugi (Rp200.000.000,00)
PPh terutang Rp --
Kredit Pajak Rp --
Pajak yang kurang dibayar Rp --
Apabila setelah dilakukan pemeriksaan ternyata menunjukan laba neto
sebesar Rp100juta sehingga PPh terutang seharusnya adalah
Rp12.500.000,00.

DJP Jumlah Pokok Pajak Rp12.500.000,00


menerbitkan Jumlah Kredit Pajak Rp --
SKPKB
tanggal 10 Jumlah Kekurangan Pokok Pajak Rp12.500.000,00
Desember Sanksi administrasi (50%) Rp 6.250.000,00
2009
Jumlah pajak yang masih harus dibayar Rp18.750.000,00
PENERBITAN SKPKB Pasal 13 (1) huruf c
UU KUP
c apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan
lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak seharusnya
dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak
seharusnya dikenakan tarif 0 % (nol persen);

Jumlah pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d ditambah dengan
sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar : c. 100 % (seratus
persen) dari Pajak Pertambahan Nilai Barang
dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
yang tidak atau kurang dibayar.
{Pasal 13 (3) UU KUP}
Contoh
PT PQR adalah pabrikan tekstil yang sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak, melaporkan SPT Masa PPN Desember 2008 dengan rincian sbb:
Pajak Keluaran Rp200.000.000,00
Pajak Masukan Rp230.000.000,00
Kurang/(Lebih) bayar (Rp30.000.000,00)
Atas kelebihan tersebut dikompensasikan ke Masa Januari 2009.
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan, Pajak Keluaran adalah sebesar
Rp220juta sehingga terdapat jumlah yang tidak seharusnya dikompensasi,

DJP Jumlah Pokok Pajak Rp220.000.000,00


menerbitkan Jumlah Kredit Pajak (Rp230.000.000,00)
SKPKB
tanggal 10 Jumlah Lebih bayar (Rp10.000.000,00)
Desember Dikompensasikan ke Masa Jan09 Rp 30.000.000,00
2009
Jumlah kekurangan Pokok Pajak Rp 20.000.000,00
Sanksi adm. Pasal 13 (3) c (100%) Rp 20.000.000,00
Jumlah pajak yang masih harus dibayar Rp 40.000.000,00
PENERBITAN SKPKB Pasal 13 (1) huruf d
UU KUP
d
apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29
tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang.
Ketentuan mengenai Kewajiban WP ketika dilakukan
PEMBUKUAN pemeriksaan
Jumlah pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b,
huruf c, dan huruf d ditambah dengan sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar :
a. 50 % (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang
tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak;
b. 100 % (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang
tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang
dipungut, tidak atau kurang disetorkan, dan dipotong
atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetorkan;
c. 100 % (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah yang tidak atau kurang dibayar.
{Pasal 13 (3) UU KUP}
Contoh
PT XYZ adalah WP badan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan
barang-barang elektronik, menyampaikan SPT PPh badan Tahun 2008 (tahun
takwim) pada tgl 30 April 2009, dengan perincian sbb:
Penghasilan Neto Rp1.000.000.000,00
PPh terutang Rp 282.500.000,00
Kredit Pajak Rp 202.500.000,00
Pajak yang kurang dibayar Rp 80.000.000,00
Kekurangan (PPh Pasal 29) tersebut dibayar tgl 29 April 2009.
Apabila ketika dilakukan pemeriksaan ternyata PT XYZ tidak meminjamkan buku2,
catatan2 serta dokumen yang menjadi dasar pengisian SPT sehingga pajak terutang
tidak dapat dihitung. Berdasarkan data yang ada DJP menetapkan Penghasilan Neto
sebesar Rp1,1milyar.
DJP Jumlah Pokok Pajak Rp312.500.000,00
menerbitkan Jumlah Kredit Pajak Rp282.500.000,00
SKPKB Jumlah Kekurangan Pokok Pajak Rp 30.000.000,00
tanggal 10
Oktober Sanksi adm. Pasal 13 (3) huruf a (50%) Rp 15.000.000,00
2009 Jumlah pajak yang masih harus dibayar Rp 45.000.000,00
PENERBITAN SKPKB Pasal 13 (1) huruf e
UU KUP
e
apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4a).

Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf e ditambah
dengan sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 2 % (dua persen) per bulan paling lama
24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya
pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak
sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar.

{Pasal 13 (2) UU KUP}


Contoh
CV PQR adalah pengusaha di bidang perdagangan barang elektronik yang mulai
berusaha sejak awal Januari 2007, tetapi belum mendaftarkan diri sampai dengan
tanggal 10 Oktober 2009 ketika Dirjen Pajak menerbitkan NPWP secara jabatan.
Berdasarkan data yang ada, diperoleh penghasilan neto selama tahun 2007 adalah sbb:
Penghasilan Neto Rp1.000.000.000,00
PPh terutang Rp 282.500.000,00
Kredit Pajak Rp 0,00
Pajak yang kurang dibayar Rp 282.500.000,00
Atas kekurangan pembayaran PPh badan tahun 2007 sebagai akibat
penerbitan NPWP secara jabatan, Dirjen Pajak dapat menerbitkan SKPKB.
Misalkan diterbitkan tgl 10 Oktober 2009 maka SKPKB tersebut adalah sbb:
Jumlah Pokok Pajak Rp282.500.000,00
Jumlah Kredit Pajak Rp 0,00
Jumlah Kekurangan Pokok Pajak Rp282.500.000,00
Sanksi administrasi (bunga 22 bulan) Rp124.300.000,00
Jumlah pajak yang masih harus dibayar Rp406.800.000,00
DALUWARSA PENERBITAN SKPKB Pasal 13 UU KUP

(1) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah


saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak,
bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur
Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar
(4) Besarnya pajak yang terutang yang diberitahukan oleh Wajib Pajak
dalam Surat Pemberitahuan menjadi pasti sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan apabila dalam
jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa
Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, tidak diterbitkan
surat ketetapan pajak.
(5) Walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tetap dapat diterbitkan ditambah
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48 % dari jumlah pajak yg tidak atau
kurang dibayar, apabila Wajib Pajak setelah jangka waktu tersebut dipidana karena
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan
pengadilan yg telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
contoh

31/12 1/1/ 31/12 1/1/


/2008 2009 /2013 2014

Saat
terutang PPh
badan tahun SKPKB tetap dapat
jangka waktu 5 diterbitkan apabila WP
pajak 2008
(lima) tahun Dirjen melakukan tindak
dengan
tahun Pajak dapat pidana yang
takwim menerbitkan SKPKB menimbulkan kerugian
negara berdasarkan
putusan hakim
dengan
sanksi adm.
bunga 48%
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan (SKPKBT)

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah


surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas
jumlah pajak yang telah ditetapkan.
(Pasal 1 angka 17 UU KUP)

JUMLAH PAJAK Rp10.000.000,00


JUMLAH PAJAK YANG TELAH DITETAPKAN Rp 6.000.000,00
TAMBAHAN JUMLAH PAJAK Rp 4.000.000,00
BESARNYA SANKSI ADMINISTRASI Rp 4.000.000,00
TAMBAHAN JUMLAH PAJAK YANG MASIH
HARUS DIBAYAR Rp 8.000.000,00
PENERBITAN SKPKBT Pasal 15 UU KUP
ayat 1
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam
jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat
terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak,
bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak apabila
ditemukan data baru yang mengakibatkan
penambahan jumlah pajak yang terutang setelah
dilakukan tindakan pemeriksaan dalam rangka
penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan.
Apabila skp terdahulu terbit
termasuk data
sudah pernah berdasarkan pemeriksaan maka
baru adalah
diterbitkan dilakukan pemeriksaan ulang. Apabila
data yang
surat ketetapan skp terbit berdasarkan keterangan lain
semula belum
pajak maka dilakukan pemeriksaan, bukan
terungkap
pemeriksaan ulang
DATA BARU
Yang dimaksud dengan data baru adalah data atau keterangan
mengenai segala sesuatu yang diperlukan untuk menghitung
besarnya jumlah pajak yang terutang yang oleh Wajib Pajak
belum diberitahukan pada waktu
penetapan semula, baik dalam Surat
Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya maupun
dalam pembukuan perusahaan yang diserahkan pada
waktu pemeriksaan.
(Penjelasan Pasal 15 UU KUP)
DATA BARU
(Penjelasan Pasal 15 UU KUP)
Selain itu, yang termasuk dalam data baru adalah data yang
semula belum terungkap, yaitu data yang:
a. tidak diungkapkan oleh Wajib Pajak dalam Surat Pemberitahuan beserta
lampirannya (termasuk laporan keuangan); dan/atau
b. pada waktu pemeriksaan untuk penetapan semula Wajib Pajak tidak
mengungkapkan data dan/atau memberikan keterangan lain secara benar,
lengkap, dan terinci sehingga tidak memungkinkan fiskus dapat
menerapkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dengan
benar dalam menghitung jumlah pajak yang terutang.

Walaupun Wajib Pajak telah memberitahukan data dalam Surat Pemberitahuan atau
mengungkapkannya pada waktu pemeriksaan, tetapi apabila memberitahukannya
atau mengungkapkannya dengan cara sedemikian rupa sehingga membuat fiskus
tidak mungkin menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang secara benar
sehingga jumlah pajak yang terutang ditetapkan kurang dari yang seharusnya, hal
tersebut termasuk dalam pengertian data yang semula belum terungkap.
Data yang semula belum terungkap

misalnya
Dalam Surat Pemberitahuan dan atau laporan keuangan tertulis adanya
biaya iklan Rp10.000.000,00 sedangkan sesungguhnya biaya tersebut
terdiri dari Rp5.000.000,00 biaya iklan di media masa dan
Rp5.000.000,00 sisanya adalah sumbangan atau hadiah.

Apabila pada saat penetapan semula Wajib Pajak tidak


mengungkapkan perincian tersebut sehingga fiskus
tidak melakukan koreksi atas pengeluaran berupa
sumbangan atau hadiah, sehingga pajak yang terutang
tidak dapat dihitung secara benar, maka data mengenai
pengeluaran berupa sumbangan atau hadiah tersebut
adalah tergolong data yang semula belum terungkap.
Data yang semula belum terungkap

misalnya
Dalam Surat Pemberitahuan dan atau laporan keuangan disebutkan
pengelompokan harta tetap yang disusutkan tanpa disertai dengan
perincian harta pada setiap kelompok yang dimaksud, demikian pula pada
saat pemeriksaan untuk penetapan semula Wajib Pajak tidak
mengungkapkan perincian tersebut, sehingga fiskus tidak dapat meneliti
kebenaran pengelompokan dimaksud.
Dalam pengelompokan tersebut sesungguhnya terdapat kesalahan,
misalnya harta yang seharusnya termasuk dalam kelompok harta berwujud
bukan bangunan kelompok 3 namun dikelompokkan ke dalam kelompok 2.

Oleh karena pada saat penetapan semula Wajib Pajak


tidak mengungkapkan perincian yang dimaksud maka tidak
dilakukan koreksi atas kesalahan pengelompokan harta
tersebut, dan sebagai akibatnya pajak yang terutang
tidak dapat dihitung secara benar. Apabila kemudian
diketahui adanya kesalahan, maka data pengelompokan
harta tersebut adalah data yang semula belum terungkap.
Data yang semula belum terungkap

misalnya
Pengusaha Kena Pajak melakukan pembelian sejumlah barang dari
Pengusaha Kena Pajak lain dan atas pembelian tersebut oleh Pengusaha
Kena Pajak penjual diterbitkan Faktur Pajak. Barang-barang tersebut
sebagian digunakan untuk kegiatan yang mempunyai hubungan langsung
dengan kegiatan usahanya dan sebagian yang lain tidak mempunyai
hubungan langsung. Seluruh Faktur Pajak tersebut dikreditkan sebagai
Pajak Masukan oleh Pengusaha Kena Pajak pembeli.
Apabila pada saat penetapan semula Pengusaha Kena
Pajak tidak mengungkapkan perincian penggunaan barang
tersebut dengan benar sehingga tidak dilakukan koreksi
atas pengkreditan Pajak Masukan tersebut, dan sebagai
akibatnya PPN yang terutang tidak dapat dihitung
secara benar, maka apabila kemudian diketahui adanya
data atau keterangan tentang kesalahan mengkreditkan
Pajak Masukan yang tidak mempunyai hubungan langsung
dengan kegiatan usaha dimaksud, data atau keterangan
tersebut merupakan data yang semula belum terungkap.
PENERBITAN SKPKBT Pasal 15 UU KUP

ayat 2
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan ditambah dengan
sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar
100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
ayat 3
Kenaikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dikenakan
apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan itu
diterbitkan berdasarkan keterangan tertulis
dari Wajib Pajak atas kehendak sendiri , dengan
syarat Direktur Jenderal Pajak belum mulai melakukan tindakan
pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan.
Contoh
Terhadap SPT PPh Pasal 23 Masa Desember 2008 a/n PT FGH telah dilakukan
pemeriksaan dan diterbitkan SKPKB tanggal 10 Oktober 2009 dengan
perincian sbb:
Jumlah Pokok Pajak Rp100.000.000,00
Jumlah Kredit Pajak Rp 90.000.000,00
Jumlah Kekurangan Pokok Pajak Rp 10.000.000,00
Sanksi adm. bunga Pasal 13 (2) Rp 2.000.000,00
Jumlah yang masih harus dibayar Rp 12.000.000,00
Pada bulan Mei 2010 ditemukan data baru berupa objek PPh Pasal 23 yang
belum dipotong oleh PT FGH dan seharusnya dilaporkan dalam SPT Masa
Desember 2008 dengan jumlah pokok pajak Rp20juta. Sehingga seharusnya
jumlah pokok pajak pada Masa Des08 adalah Rp120juta.
DJP Jumlah Pajak Rp120.000.000,00
menerbitkan Jumlah Pajak yang telah ditetapkan Rp100.000.000,00
SKPKBT Tambahan Jumlah Pajak Rp 20.000.000,00
tanggal 25 Besarnya sanksi administrasi (100%) Rp 20.000.000,00
Mei 2010 Tambahan jumlah pajak yang
masih harus dibayar Rp 40.000.000,00
DALUWARSA PENERBITAN SKPKBT Pasal 15 UU KUP
ayat 1
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang
Bayar Tambahan dalam jangka waktu 5 (lima) tahun
setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun
Pajak, atau Tahun Pajak apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan
penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan
pemeriksaan dalam rangka penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan.
ayat 4
Apabila jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan
tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga
sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak
atau kurang dibayar, dalam hal Wajib Pajak setelah jangka
waktu 5 (lima) tahun tersebut dipidana karena melakukan tindak
pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
contoh

31/12 1/1/ 31/12 1/1/


/2008 2009 /2013 2014

Saat
terutang PPh
badan tahun SKPKBT tetap dapat
jangka waktu 5 (lima) tahun
pajak 2008 diterbitkan apabila WP
Dirjen Pajak dapat
dengan melakukan tindak
menerbitkan SKPKBT setelah
tahun pidana yang
dilakukan pemeriksaan apabila
takwim menimbulkan kerugian
atas PPh badan tahun pajak
negara berdasarkan
2008 yang sudah diterbitkan
putusan hakim
skp ditemukan data baru
dengan
sanksi adm.
bunga 48%
SURAT KETETAPAN PAJAK LEBIH BAYAR
(SKPLB)

Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah


surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah
kelebihan pembayaran pajak karena jumlah
kredit pajak lebih besar daripada pajak yang
terutang atau seharusnya tidak terutang.
(Pasal 1 angka 19 UU KUP)

PAJAK YANG TERUTANG Rp10.000.000,00


JUMLAH KREDIT PAJAK Rp16.000.000,00
JUMLAH KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Rp6.000.000,00
PENERBITAN SKPLB Pasal 17 UU KUP
ayat 1
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan
pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih
Bayar apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang
dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.
ayat 2
Berdasarkan permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal
Pajak, setelah meneliti kebenaran pembayaran
pajak, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
apabila terdapat pembayaran pajak yang seharusnya tidak
terutang, yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
ayat 3
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar masih dapat diterbitkan
lagi apabila berdasarkan hasil pemeriksaan
dan/atau data baru ternyata pajak yang lebih dibayar
jumlahnya lebih besar daripada kelebihan pembayaran pajak
yang telah ditetapkan.
PENERBITAN SKPLB Pasal 17 UU KUP
ayat 1
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan,
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila
jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang dibayar lebih
besar daripada jumlah pajak yang terutang.

untuk PPh, jumlah kredit pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang,
untuk PPN, jumlah kredit pajak lebih besar dari jumlah pajak yang terutang.
Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut PPN, jumlah pajak yang
terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak
yang dipungut oleh Pemungut PPN tersebut

untuk PPnBM, jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak
yang terutang.

SKPLB tersebut diterbitkan setelah dilakukan pemeriksaan atas SPT yang disampaikan WP
yang menyatakan kurang bayar, nihil, atau lebih bayar yang tidak disertai dengan permohonan
pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Apabila WP setelah menerima SKPLB dan
menghendaki pengembalian kelebihan pembayaran pajak, wajib mengajukan permohonan
tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2).
Contoh
PT XYZ adalah WP badan yang melakukan kegiatan usaha perdagangan
barang-barang elektronik, menyampaikan SPT PPh badan Tahun 2008 (tahun
takwim) pada tgl 30 April 2009, dengan perincian sbb:
Penghasilan Neto Rp1.000.000.000,00
PPh terutang Rp 282.500.000,00
Kredit Pajak (Rp 202.500.000,00)
Pajak yang kurang dibayar Rp 80.000.000,00
Kekurangan (PPh Pasal 29) tersebut dibayar tgl 29 April 2009.

Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata Penghasilan Neto


seharusnya adalah Rp900.000.000,00 sehingga PPh terutang seharusnya
adalah Rp252.500.000,00.

Pajak Yang Terutang Rp252.500.000,00


DJP
menerbitkan Jumlah Kredit Pajak (Rp282.500.000,00)
SKPLB Jumlah Kelebihan Pembayaran Pajak (Rp 30.000.000,00)
PENERBITAN SKPLB Pasal 17 UU KUP
ayat 2 Per. Menkeu No. 190/PMK.03/2007
Berdasarkan permohonan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak,
setelah meneliti kebenaran pembayaran pajak, menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila terdapat pembayaran pajak
yang seharusnya tidak terutang, yang ketentuannya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Dalam hal terjadi kesalahan Jangka waktu paling lama 3 bulan sejak surat
pemotongan atau pemungutan permohonan diterima
a. Terlalu besar dipotong/dipungut; b. Seharusnya tidak dipotong/tidak dipungut
dan pajak yang salah dipotong/dipungut tsb telah disetorkan dan dilaporkan, WP
yang melakukan pemotongan/pemungutan atau PKP yang melakukan pemungutan
tidak dapat meminta kembali pajak yang salah dipotong atau dipungut tsb.
PPh yang salah dipotong atau dipungut tsb dapat diminta kembali oleh Wajib Pajak
yang dipotong/dipungut dengan surat permohonan, sepanjang belum dikreditkan.

PPN dan PPnBM yang salah dipungut tsb dapat diminta kembali oleh PKP yang
dipungut dengan surat permohonan, sepanjang belum dikreditkan atau belum
dibebankan sebagai biaya.

Pengembalian dapat dilakukan melalui WP/PKP yang memotong/memungut, dalam


hal: a) tidak memiliki NPWP; b) subjek pajak luar negeri; atau c) terdapat kesalahan
penerapan ketentuan oleh pemotong/pemungut.
SURAT KETETAPAN PAJAK NIHIL (SKPN)

Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan


pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya
dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang
dan tidak ada kredit pajak.
(Pasal 1 angka 18 UU KUP)

POKOK PAJAK Rp10.000.000,00


JUMLAH KREDIT PAJAK Rp10.000.000,00
PAJAK NIHIL Rp --

POKOK PAJAK Rp --
JUMLAH KREDIT PAJAK Rp --
PAJAK NIHIL Rp --
PENERBITAN SKPN Pasal 17A UU KUP

Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan


pemeriksaan, menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Nihil
apabila jumlah kredit pajak atau jumlah pajak yang
dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau
pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak atau
tidak ada pembayaran pajak.

untuk Pajak Penghasilan, jumlah kredit pajak sama


dengan jumlah pajak yang terutang atau pajak tidak
terutang dan tidak ada kredit pajak;

untuk Pajak Pertambahan Nilai, jumlah kredit pajak


sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak
tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

untuk PPnBM, jumlah pajak yang dibayar sama dengan


jumlah pajak yang terutang atau pajak tidak terutang
dan tidak ada pembayaran pajak.
Contoh
PT JKL adalah WP badan yang melakukan kegiatan usaha industri garmen
menyampaikan SPT PPh badan Tahun 2008 (tahun takwim) pada tgl 30 April
2009 yang menyatakan rugi, dengan perincian sbb:
Rugi Neto Rp1.000.000.000,00
PPh terutang Rp --
Kredit Pajak Rp --
Pajak yang kurang/(lebih) dibayar Rp Nihil

Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata rugi neto seharusnya


adalah Rp400.000.000,00 dan PPh terutang tetap nihil.

DJP menerbitkan SKPN


Pokok Pajak Rp --
Jumlah Kredit Pajak Rp --
Pajak Nihil Rp --
SURAT TAGIHAN PAJAK
(STP)

Surat Tagihan Pajak adalah surat


untuk melakukan tagihan pajak
dan/atau sanksi administrasi
berupa bunga dan/atau denda.
(Pasal 1 angka 20 UU KUP)

Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum


yang sama dengan surat ketetapan pajak.
(Pasal 14 angka 2 UU KUP)
sehingga dalam hal penagihannya dapat juga dilakukan dengan
Surat Paksa.
PENERBITAN STP Pasal 14 (1) UU KUP
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak apabila :
a Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar;
dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai
b akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
c Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga;

d pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak
membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu;
pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi faktur pajak
e secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN 1984
dan perubahannya, selain: 1. identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (5) huruf b UU PPN 1984 dan perubahannya; atau 2. identitas
pembeli serta nama dan tandatangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (5) huruf b dan huruf g UU PPN 1984 dan perubahannya, dalam hal
penyerahan dilakukan oleh PKP pedagang eceran;
f PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur
pajak; atau

g PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) UU PPN 1984 dan perubahannya.
PENERBITAN STP Pasal 14 UU KUP

surat untuk melakukan tagihan pajak

a Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang


dibayar;

b dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak


sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;

serangkaian Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam


kegiatan yang STP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
dilakukan untuk dan huruf b ditambah dengan sanksi
menilai kelengkapan administrasi berupa bunga
pengisian Surat
sebesar 2% (dua persen) per
Pemberitahuan dan
lampiran- bulan untuk paling lama 24 (dua
lampirannya puluh empat) bulan, dihitung sejak saat
termasuk penilaian terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak,
tentang kebenaran bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai
penulisan dan dengan diterbitkannya STP.
penghitungannya.
(Pasal 14 ayat (3) UU KUP)
Contoh
PPh Pasal 25 Tahun 2008 setiap bulan sebesar Rp100.000.000,00 jatuh
tempo tiap tanggal 15. Bulan Juni 2008, dibayar tepat waktu sebesar
Rp40.000.000,00.

Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan kurang dibayar sebesar Rp60juta.

Atas kekurangan PPh Pasal 25 tersebut diterbitkan


STP pada tanggal 18 September 2008 dengan
penghitungan sbb:

Kekurangan bayar PPh Pasal 25 bulan Juni 2008 Rp60.000.000,00


Bunga = 3 x 2% x Rp60.000.000,00 Rp 3.600.000,00
Jumlah yang harus dibayar Rp63.600.000,00

1 Juli 2008 18 September 2008 = 3 bulan


Contoh
SPT Tahunan PPh tahun 2008 (tahun takwim) yang
disampaikan pada tanggal 31 Maret 2009 setelah dilakukan
penelitian ternyata terdapat salah hitung yang
menyebabkan PPh kurang bayar sebesar Rp1.000.000,00.

Atas kekurangan PPh tersebut diterbitkan STP pada


tanggal 12 Juni 2009 dengan penghitungan sbb:

- Kekurangan bayar PPh Rp1.000.000,00


- Bunga = 6 x 2% x Rp1.000.000,00= Rp 120.000,00
- Jumlah yang harus dibayar Rp1.120.000,00

1 Januari 2009 12 Juni 2009 = 6 bulan


PENERBITAN STP Pasal 14 UU KUP

surat untuk melakukan tagihan sanksi administrasi


berupa bunga
Pasal 8 ayat 2 KUP: dalam hal WP membetulkan sendiri SPT Tahunan yg
mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar;
Pasal 8 ayat 2a KUP: dalam hal WP membetulkan sendiri SPT Masa yg
mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar;
Pasal 9 ayat 2a KUP : pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang dalam
suatu Masa Pajak dilakukan setelah tanggal jatuh tempo;
Pasal 9 ayat 2b KUP : pembayaran atau penyetoran kekurangan pajak yang
terutang berdasarkan SPT Tahunan PPh dilakukan setelah tanggal jatuh tempo
penyampaian SPT Tahunan
Pasal 19 ayat 1 KUP: dalam hal jumlah pajak yang masih harus dibayar menurut
ketetapan, pada saat jatuh tempo tidak atau kurang dibayar;
Pasal 19 ayat 2 KUP: dalam hal WP diperbolehkan mengangsur atau menunda
pembayaran pajak;
Pasal 19 ayat 3 KUP: dalam hal WP diperbolehkan menunda penyampaian SPT
Tahunan yang penghitungan sementara pajak yang terutang kurang dari jumlah
pajak yang sebenarnya terutang.
Pasal 14 ayat 1 huruf g: PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan
pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) UU
PPN 1984 dan perubahannya.
CONTOH
PT ABC membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh Tahun 2008 pada
tanggal 20 Februari 2010, yang semula menyatakan jumlah pajak
terutang sebesar Rp100juta dan kredit pajak sebesar Rp80juta,
dibetulkan seharusnya jumlah pajak terutang sebesar Rp130juta
dan kredit pajak tetap. Kekurangan pembayaran pajak sebesar
Rp30juta dibayar pada tanggal 18 Februari 2010.

Dari kasus di atas maka PT ABC dikenai sanksi


administrasi berupa bunga sesuai dengan Pasal 8 ayat
2 UU KUP sebesar:
2% x 10 x Rp30.000.000,00 = Rp6.000.000,00
Jumlah bulan dihitung sejak 1 Mei 2009 20 Februari
2010 = 10 bulan.

DJP menerbitkan STP untuk


menagih sanksi administrasi
berupa bunga tersebut
PENERBITAN STP Pasal 14 UU KUP

surat untuk melakukan tagihan sanksi administrasi


berupa denda
Pasal 14 ayat 1 huruf d: pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi
tidak tepat waktu;
Pasal 14 ayat 1 huruf e: pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak
mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat
(5) UU PPN 1984 dan perubahannya, selain: 1. identitas pembeli sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) huruf b UU PPN 1984 dan perubahannya; atau
2. identitas pembeli serta nama dan tandatangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (5) huruf b dan huruf g UU PPN 1984 dan perubahannya, dalam hal
penyerahan dilakukan oleh PKP pedagang eceran;
Pasal 14 ayat 1 huruf f: PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa
penerbitan faktur pajak; atau
Terhadap Pengusaha atau PKP tsb, selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai
sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) dari Dasar
Pengenaan Pajak. (Pasal 14 ayat 4 UU KUP)
Pasal 7 ayat 1 KUP yaitu sanksi administrasi berupa denda apabila SPT tidak
disampaikan dalam jangka waktunya;
Contoh
Pengusaha Kena Pajak A pada tanggal 30 Mei 2008 menyerahkan Barang
Kena Pajak dengan harga jual Rp10juta kepada Pengusaha Kena Pajak B.
Pelunasan dilakukan oleh A pada tanggal 2 Juli 2008 dan bersamaan dengan
itu PKP A menerbitkan Faktur Pajak Standar tertanggal 2 Juli 2008.

PKP A terlambat membuat Faktur Pajak Standar yang


seharusnya paling lambat tanggal 30 Juni 2008.

Apabila keterlambatan tersebut diketahui DJP misal


melalui pemeriksaan, maka PKP A dikenai sanksi
administrasi berupa denda sebesar 2% x DPP

DJP menerbitkan
STP

2% x Rp10.000.000,00 = Rp200.000,00
Catatan PENERBITAN STP Pasal 14 (1) UU KUP

e. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi faktur pajak
secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) UU PPN 1984 dan
perubahannya, selain: 1. identitas pembeli sebagaimana dimaksud dalam Pasal
13 ayat (5) huruf b UU PPN 1984 dan perubahannya; atau 2. identitas pembeli
serta nama dan tandatangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5)
huruf b dan huruf g UU PPN 1984 dan perubahannya, dalam hal penyerahan
dilakukan oleh PKP pedagang eceran;

Merupakan Terhadap Pengusaha atau Pengusaha Kena Pajak tersebut


Faktur Pajak masing-masing, selain wajib menyetor pajak yang
Sederhana terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda
sebesar 2% (dua persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
berdasarkan RUU
Perubahan (Pasal 14 ayat 5 UU KUP)
ketiga PPN
(yang belum
berlaku)
Catatan PENERBITAN STP Pasal 14 UU KUP

Pasal 14 ayat 1 huruf g:


PKP yang gagal berproduksi dan telah
diberikan pengembalian Pajak Masukan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat
(6a) UU PPN 1984 dan perubahannya.
Terhadap Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf g dikenai sanksi administrasi
berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari
jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung dari
tanggal penerbitan Surat Keputusan Pengembalian
Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan tanggal
penerbitan Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari
bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
(Pasal 14 ayat 5 UU KUP)

Merupakan RUU PPN Perubahan ketiga yang belum


diberlakukan!!!
VII
Permohonan
pengembalian kelebihan
pembayaran pajak
(RESTITUSI)
KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK
DALAM SURAT PEMBERITAHUAN TERDAPAT PEMBAYARAN
PAJAK YANG SEHARUSNYA
PAJAK YANG TERUTANG < KREDIT PAJAK TIDAK TERUTANG

Kredit Pajak untuk PPh adalah pajak yang Pajak yang telah dibayar oleh WP
dibayar sendiri oleh WP (+) pokok pajak yang yang bukan merupakan objek pajak
terutang dalam STP karena PPh dalam tahun yang terutang atau kesalahan
berjalan tidak atau kurang dibayar (+) pajak pemotongan atau pemungutan yang
yang dipotong atau dipungut (+) ditambah mengakibatkan pajak yang dipotong
dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau dipungut lebih besar daripada
atau terutang di luar negeri (-) pengembalian pajak yang seharusnya dipotong atau
pendahuluan kelebihan pajak. dipungut berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan
Kredit Pajak untuk PPN adalah Pajak perpajakan atau bukan merupakan
Masukan yang dapat dikreditkan setelah objek pajak. (PMK No. 190/PMK.03/2007)
dikurangi dengan pengembalian pendahuluan
kelebihan pajak atau setelah dikurangi Pembayaran dapat diminta
dengan pajak yang telah dikompensasikan. kembali dengan mengajukan
permohonan.
Permohonan restitusi dilakukan melalui SPT
Pasal 17B, Pasal 17C, dan Pasal 17D UU KUP Pasal 17 ayat 2 UU KUP
Permohonan RESTITUSI dalam SPT
SELAIN WP dgn kriteria WP DENGAN WP YANG MEMENUHI
tertentu dan WP yg memenuhi KRITERIA TERTENTU PERSYARATAN TERTENTU
persyaratan tertentu; (Pasal 17C) (Pasal 17D)
(Pasal 17B)

PEMERIKSAAN PENELITIAN

paling lambat 12 bulan sejak surat paling lambat: 3 bulan sejak


permohonan diterima, harus diterbitkan: permohonan diterima untuk PPh dan
1 bulan untuk PPN, diterbitkan
Surat Ketetapan Pajak Surat Keputusan
tidak berlaku thd WP yg sedang dilakukan Pengembalian Pendahuluan
pemeriksaan bukti permulaan. Kelebihan Pajak (SKPPKP)
Apabila setelah lewat jangka waktu tsb serangkaian kegiatan yang
Dirjen Pajak tidak memberi suatu dilakukan untuk menilai
keputusan, permohonan restitusi dianggap kelengkapan pengisian SPT
dikabulkan dan SKPLB harus diterbitkan dan lampiran-lampirannya
dalam waktu paling lambat 1 bulan setelah termasuk penilaian tentang
jangka waktu tersebut berakhir. kebenaran penulisan dan
penghitungannya.
Permohonan RESTITUSI oleh WP SELAIN WP dgn kriteria (Pasal 17B
tertentu dan WP yg memenuhi persyaratan tertentu; UU KUP)

Dirjen Pajak setelah melakukan pemeriksaan atas permohonan pengembalian


kelebihan pembayaran pajak, selain permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak dari Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17C dan
Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17D, harus menerbitkan
surat ketetapan pajak paling lama 12 (dua belas) bulan
sejak surat permohonan diterima secara lengkap.

Ketentuan ini tidak berlaku terhadap Wajib Pajak yang sedang dilakukan
pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan.

Apabila pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan tersebut, tidak
dilanjutkan dengan penyidikan; dilanjutkan dengan penyidikan, tetapi tidak dilanjutkan
dengan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan; atau dilanjutkan dengan penyidikan
dan penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan, tetapi diputus bebas atau lepas dari
segala tuntutan hukum berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap, dan dalam hal kepada Wajib Pajak diterbitkan SKPLB, kepada WP
diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk paling lama 24
(dua puluh empat) bulan, dihitung sejak berakhirnya jangka waktu 12 (dua belas) bulan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan saat diterbitkan SKPLB, dan bagian
dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
WP dengan kriteria tertentu (Pasal 17C
meliputi: UU KUP)
a. tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan;
b. tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak,
kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin untuk
mengangsur atau menunda pembayaran pajak;
c. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga
pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa
Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; dan
d. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di
bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima)
tahun terakhir.
{Pasal 17C angka 2 UU KUP}

WP tsb tidak dapat diberikan pengembalian pendahuluan pembayaran pajak apabila:


a. thd WP tsb dilakukan tindakan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
b. terlambat menyampaikan SPT Masa untuk suatu jenis pajak tertentu 2 (dua)
Masa Pajak berturut-turut;
c. terlambat menyampaikan SPT Masa untuk suatu jenis pajak tertentu 3 (tiga)
Masa Pajak dalam 1 (satu) tahun kalender; atau
d. terlambat menyampaikan SPT Tahunan. {Pasal 17C angka 6 UU KUP}
WP yang memenuhi persyaratan tertentu
(Pasal 17D UU KUP)

a. WP orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau


pekerjaan bebas;

b. WP orang pribadi yang menjalankan usaha atau


pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran usaha dan
jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu;

c. WP badan dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah


lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu; atau

d. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN


dengan jumlah penyerahan dan jumlah lebih bayar
sampai dengan jumlah tertentu.

diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.


Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.03/2007
WP yang memenuhi persyaratan tertentu
(Pasal 17D UU KUP)

b WP orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan


bebas dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih
bayar sampai dengan jumlah tertentu;

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.03/2007

Jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam SPT


1 Tahunan PPh sama dengan batasan peredaran usaha WP
Orang Pribadi yang diperbolehkan menghitung
penghasilan neto dengan menggunakan norma
penghitungan penghasilan neto;
Peredaran usaha kurang dari Rp1,8 milyar.
(Peraturan Menteri Keuangan Nomor 01/PMK.03/2007)

2 Jumlah lebih bayar menurut SPT Tahunan PPh kurang


dari Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah);atau

3 Jumlah lebih bayar menurut SPT Tahunan PPh paling


banyak 0,5% (setengah persen) dari jumlah peredaran
usaha sebagaimana dimaksud pada angka 1)
WP yang memenuhi persyaratan tertentu
(Pasal 17D UU KUP)

c WP badan dengan jumlah peredaran usaha dan


jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah
tertentu;

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.03/2007

Jumlah peredaran usaha yang tercantum dalam SPT


1
Tahunan PPh paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima
milyar rupiah);dan

2 Jumlah lebih bayar menurut SPT Tahunan PPh kurang


dari Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah)
WP yang memenuhi persyaratan tertentu
(Pasal 17D UU KUP)

d Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan SPT


Masa PPN dengan jumlah penyerahan dan jumlah
lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193/PMK.03/2007

Jumlah peredaran yang tercantum dalam SPT Masa PPN


1 untuk suatu Masa Pajak paling banyak
Rp150.000.000,00 (seratus lima puluh juta
rupiah);dan

2 Jumlah lebih bayar menurut SPT Masa PPN paling


banyak Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah)
PEMERIKSAAN TERHADAP WP DENGAN KRITERIA TERTENTU DAN WP
YANG MEMENUHI PERSYARATAN TERTENTU

DJP DAPAT MELAKUKAN PEMERIKSAAN


terhadap

WP DENGAN KRITERIA TERTENTU


WP YANG MEMENUHI PERSYARATAN TERTENTU

Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut,


Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, jumlah kekurangan
pajak ditambah dengan sanksi administrasi berupa
kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari
jumlah kekurangan pembayaran pajak.
(Pasal 17C angka 5 UU KUP dan Pasal 17D angka 5)
Contoh
PT DEF adalah WP badan selain WP dengan kriteria tertentu dan WP yang memenuhi
persyaratan tertentu. PT DEF menyampaikan SPT Tahunan 2008 pada tanggal 30 April
2009 yang menyatakan lebih bayar dengan rincian sbb:
Penghasilan Neto Rp1.000.000.000,00
PPh terutang Rp 282.500.000,00
Kredit Pajak (Rp 482.500.000,00)
Pajak yang lebih dibayar (Rp 200.000.000,00)
Atas kelebihan tersebut WP mengajukan permohonan restitusi melalui SPT yang
disampaikan tersebut.

Terhadap SPT Tahunan PPh Tahun 2008 atas nama PT DEF, DJP harus
melakukan pemeriksaan dan paling lambat tanggal 29 April 2010
(12 bulan sejak SPT diterima secara lengkap) harus sudah
menerbitkan skp. Surat ketetapan pajak yang diterbitkan dapat
berupa SKPKB, SKPN, atau SKPLB.

Apabila sampai dengan tanggal 29 April 2010 DJP belum


menerbitkan surat ketetapan pajak maka permohonan restitusi
dianggap dikabulkan dan paling lambat tanggal 30 Mei 2010 harus
diterbitkan SKPLB.
Contoh
PT LMN adalah WP badan yang ditetapkan DJP sebagai WP dengan kriteria tertentu.
PT LMN menyampaikan SPT Tahunan 2008 pada tanggal 30 April 2009 yang
menyatakan lebih bayar dengan rincian sbb:
Penghasilan Neto Rp1.000.000.000,00
PPh terutang Rp 282.500.000,00
Kredit Pajak (Rp 482.500.000,00)
Pajak yang lebih dibayar (Rp 200.000.000,00)
Atas kelebihan tersebut WP mengajukan permohonan restitusi.
Setelah dilakukan penelitian diterbitkan SKPPKP pada tanggal 20 Juli 2009 dengan
jumlah restitusi sesuai permohonan.
Apabila misalnya DJP melakukan pemeriksaan pada tanggal 10 Agustus 2009 dan
ditemukan ketidakbenaran sehingga PPh terutang menjadi Rp312.500.000,00.

Jumlah Pokok Pajak Rp312.500.000,00


DJP
menerbitkan Jumlah Kredit Pajak (482,5juta 200juta) Rp282.500.000,00
SKPKB Jumlah Kekurangan Pokok Pajak Rp 30.000.000,00
Sanksi adm. Pasal 17C (5) (100%) Rp 30.000.000,00
Jumlah yang masih harus dibayar Rp 60.000.000,00
Hal yang sama berlaku bagi WP yang memenuhi persyaratan tertentu.
Pasal 17E

Orang pribadi yang bukan subjek pajak dalam


negeri yang melakukan pembelian Barang Kena
Pajak di dalam daerah pabean yang tidak
dikonsumsi di daerah pabean dapat diberikan
pengembalian Pajak Pertambahan Nilai yang
telah dibayar, yang ketentuannya diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan.
VIII

PENAGIHAN PAJAK
OBJEK PENAGIHAN PAJAK berdasarkan UU KUP
Pasal 20 angka 1 UU KUP
Jumlah pajak yang
masih harus
dibayar ditagih
yang tidak
dibayar oleh dengan
STP Penanggung Surat
SKPKB Pajak sesuai Paksa
SKPKBT dengan jangka
waktu
SK Pembetulan
SK Keberatan tidak atau kurang dibayar sampai dengan
Putusan Banding tanggal jatuh tempo pembayaran
Putusan PK tidak atau kurang dibayar sampai dengan
tanggal jatuh tempo penundaan
pembayaran
Tambahan jumlah tidak memenuhi angsuran pembayaran
pajak yang masih pajak
harus dibayar
PENANGGUNG PAJAK
orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas
pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak
dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
(Pasal 1 angka 28)

a. badan oleh pengurus; kecuali apabila dapat


b. badan yang dinyatakan pailit oleh kurator; membuktikan dan
c. badan dalam pembubaran oleh orang atau meyakinkan Dirjen Pajak
badan yang ditugasi untuk melakukan bahwa mereka dalam
pemberesan; kedudukannya benar-
d. badan dalam likuidasi oleh likuidator; benar tidak mungkin
e. suatu warisan yang belum terbagi oleh untuk dibebani
salah seorang ahli warisnya, pelaksana tanggung jawab atas
wasiatnya atau yang mengurus harta pajak yang terutang
peninggalannya; atau tersebut.
f. anak yang belum dewasa atau orang yang (Pasal 32 ayat 2 UU KUP)
berada dalam pengampuan oleh wali atau
pengampunya.
(Pasal 32 ayat 1 UU KUP)
CONTOH

Udin (WP orang pribadi) menyampaikan SPT Tahunan untuk tahun 2008
tepat pada waktunya yang disertai dengan setoran akhir. Pada tanggal 10
Oktober 2009 dikeluarkan SKPKB yang menunjukkan kekurangan pajak
yang terutang sebesar Rp1.000.000,00. Atas kekurangan tersebut ditambah
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan. SKPKB
diterbitkan dengan penghitungan sebagai berikut :
1. Pajak yang terutang Rp1.725.000,00
2. Kredit Pajak : Rp 725.000,00
3. Pajak yang kurang dibayar Rp1.000.000,00
4. Bunga 10 bulan =2% X 10 X Rp1.000.000,00 Rp 200.000,00
5. Pajak yang masih harus dibayar Rp1.200.000,00

harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal


diterbitkan yaitu sampai dengan tgl 9 November 2009.

Apabila sampai dengan tanggal 9 November 2009 SKPKB


tersebut belum dilunasi oleh Penanggung Pajak maka
dilakukan penagihan dengan Surat Paksa.
CONTOH

Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap SPT PPh Badan Tahun 2008


atas nama PT ABC, pada tanggal 20 September 2009 diterbitkan SKPKB
dengan perincian sbb:
Pajak kurang bayar Rp1.200.000,00
Bunga 9 bulan (Pasal 13 ayat 2) Rp 216.000,00
Pajak yang masih harus dibayar Rp1.416.000,00
SKPKB tersebut harus sudah dilunasi paling lambat tanggal 19 Oktober
2009. Oleh KPP diberikan penundaan sampai dengan tanggal 25 Januari
2010.

Apabila sampai dengan tanggal 25 Januari 2010 SKPKB


tersebut belum dilunasi oleh PT ABC maka dilakukan
penagihan dengan Surat Paksa.
BUNGA PENAGIHAN

Apabila Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau


Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, serta
Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding atau Putusan Peninjauan
Kembali, yang menyebabkan jumlah pajak yang masih
harus dibayar bertambah, pada saat jatuh tempo
pelunasan tidak atau kurang dibayar, atas jumlah
pajak yang tidak atau kurang dibayar itu dikenai
sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua
persen) per bulan untuk seluruh masa, yang dihitung
dari tanggal jatuh tempo sampai dengan tanggal
pelunasan atau tanggal diterbitkannya Surat Tagihan
Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu)
bulan.
(Pasal 19 angka 1 UU KUP)
CONTOH
Setelah dilakukan pemeriksaan terhadap SPT PPh Badan Tahun 2008 atas nama PT
ABC, pada tanggal 20 September 2009 diterbitkan SKPKB dengan perincian sbb:
Pajak kurang bayar Rp1.200.000,00
Bunga 9 bulan (Pasal 13 ayat 2) Rp 216.000,00
Pajak yang masih harus dibayar Rp1.416.000,00
SKPKB tersebut harus sudah dilunasi paling lambat tanggal 19 Oktober 2009.

Misalkan WP melunasi SKPKB tersebut tanggal 25 Oktober 2009.

Bunga Penagihan: 2% x 1 x 1.416.000,00 = Rp28.320,00

Ditagih dengan Surat


Tagihan Pajak (STP)
PENAGIHAN SEKETIKA DAN SEKALIGUS
tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita
Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal
jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang pajak
dari semua jenis pajak, Masa Pajak, dan Tahun Pajak.
dilakukan apabila
a. Penanggung Pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-
lamanya atau berniat untuk itu;
b. Penanggung Pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau
yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan
perusahaan atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia;
c. terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan
badan usaha atau menggabungkan atau memekarkan usaha, atau
memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau yang dikuasainya,
atau melakukan perubahan bentuk lainnya;
d. badan usaha akan dibubarkan oleh negara; atau
e. terjadi penyitaan atas barang Penanggung Pajak oleh pihak ketiga
atau terdapat tanda-tanda kepailitan.
Pasal 20 ayat 2 UU KUP
PENAGIHAN PAJAK DENGAN SURAT PAKSA

Penagihan pajak dengan Surat Paksa dilaksanakan


sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

(Pasal 20 ayat 3 UU KUP)

UU Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak


dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan UU
Nomor 19 Tahun 2000
ayat (1)
HAK MENDAHULU Pasal 21 UU KUP

Negara mempunyai hak mendahulu untuk utang pajak atas barang-


barang milik Penanggung Pajak.
Ayat ini menetapkan kedudukan negara sebagai kreditur preferen yang dinyatakan
mempunyai hak mendahulu atas barang-barang milik Penanggung Pajak yang akan
dilelang di muka umum.
Pembayaran kepada kreditur lain diselesaikan setelah utang pajak dilunasi.
ayat (2)
Ketentuan tentang hak mendahulu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi pokok pajak, sanksi administrasi berupa bunga,
denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak.
ayat (3)
Hak mendahulu untuk utang pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya,
kecuali terhadap:
a. biaya perkara yang hanya disebabkan oleh suatu penghukuman untuk
melelang suatu brg bergerak dan/atau brg tidak bergerak;
b. biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan barang dimaksud;
dan/atau
c. biaya perkara, yang hanya disebabkan oleh pelelangan dan
penyelesaian suatu warisan.

ayat (3a)
Dalam hal WP dinyatakan pailit, bubar, atau dilikuidasi maka kurator,
likuidator, atau orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan
pemberesan dilarang membagikan harta WP dalam pailit, pembubaran atau
likuidasi kepada pemegang saham atau kreditur lainnya sebelum
menggunakan harta tsb untuk membayar utang pajak WP tsb.
DALUWARSA HAK MENDAHULU Pasal 21 UU KUP
ayat (4)
Hak mendahulu hilang setelah melampaui waktu 5 (lima)
tahun sejak tanggal diterbitkan Surat Tagihan Pajak,
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Keputusan Pembetulan,
Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan
Peninjauan Kembali yang menyebabkan jumlah pajak yang
harus dibayar bertambah.

ayat (5)
Perhitungan jangka waktu hak mendahulu ditetapkan
sebagai berikut:
a. dalam hal Surat Paksa untuk membayar diberitahukan
secara resmi maka jangka waktu 5 (lima) tahun
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihitung sejak
pemberitahuan Surat Paksa; atau

b. dalam hal diberikan penundaan pembayaran atau


persetujuan angsuran pembayaran maka jangka waktu 5
(lima) tahun tersebut dihitung sejak batas akhir
penundaan diberikan.
DALUWARSA PENAGIHAN PAJAK

Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga,


denda, kenaikan, dan biaya penagihan pajak, daluwarsa
setelah melampaui waktu 5 (lima) tahun terhitung
sejak penerbitan Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar, serta Surat Ketetapan Pajak
Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan
Banding, serta Putusan Peninjauan Kembali.
(Pasal 22 ayat 1 UU KUP)

Daluwarsa penagihan pajak 5 (lima) tahun dihitung sejak


Surat Tagihan Pajak dan surat ketetapan pajak diterbitkan.
Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pembetulan,
keberatan, banding atau Peninjauan Kembali, daluwarsa
penagihan pajak 5 (lima) tahun dihitung sejak tanggal
penerbitan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan
Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan
Kembali.
TERTANGGUHNYA DALUWARSA PENAGIHAN PAJAK
Pasal 22 ayat 2 UU KUP
Daluwarsa penagihan pajak dapat melampaui 5 (lima) tahun apabila:
Dirjen Pajak menerbitkan dan memberitahukan Surat Paksa kepada
Penanggung Pajak yang tidak melakukan pembayaran utang pajak
sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran. Dalam hal
seperti itu, daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal
pemberitahuan Surat Paksa tersebut.
Wajib Pajak menyatakan pengakuan utang pajak dengan cara
mengajukan permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang
pajak sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran. Dalam hal
seperti itu, daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak tanggal
surat permohonan angsuran atau penundaan pembayaran utang
pajak diterima oleh Direktur Jenderal Pajak.
Terdapat SKPKB atau SKPKBT yang diterbitkan terhadap WP karena
WP melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dan tindak
pidana lain yang dapat merugikan pendapatan negara berdasarkan
putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Dalam hal seperti itu, daluwarsa penagihan pajak dihitung
sejak tanggal penerbitan surat ketetapan pajak tersebut.
Terhadap Wajib Pajak dilakukan penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan, daluwarsa penagihan pajak dihitung sejak
tanggal penerbitan Surat Perintah Penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan.
IX

SENGKETA PAJAK
SENGKETA PAJAK
Sengketa Pajak adalah sengketa yang timbul
dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak
atau penanggung Pajak dengan pejabat yang
berwenang sebagai akibat dikeluarkannya
keputusan yang dapat diajukan Banding
atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak
berdasarkan peraturan perundang-undangan
perpajakan, termasuk Gugatan atas
pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-
undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.
(Pasal 1 angka 5 UU Pengadilan Pajak)
Catatan: Penyelesaian sengketa pajak hanya dilakukan
melalui Banding atau Gugatan di Pengadilan Pajak
SENGKETA PAJAK
Pembetulan suatu keputusan
Pengurangan atau penghapusan
sanksi administrasi
Penyelesaian di
Pengurangan atau pembatalan Direktorat
ketetapan pajak Jenderal Pajak
Pengurangan/Pembatalan STP sebelum ke
Pembatalan hasil pemeriksaan Pengadilan Pajak
dan SKP-nya
Keberatan

Gugatan Penyelesaian di
Banding Pengadilan Pajak
Penyelesaian di Mahkamah
Agung, setelah di
Peninjauan Kembali (PK) Pengadilan Pajak
Pasal 16 UU
KUP ayat (1) PEMBETULAN SUATU KEPUTUSAN
Atas permohonan Wajib Pajak atau karena jabatannya, Direktur Jenderal Pajak dapat
membetulkan surat ketetapan pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan Sanksi
Administrasi, Surat Keputusan Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan
Pengurangan Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat
Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat Keputusan
Pemberian Imbalan Bunga, yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis,
kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam
peraturan perundang-undangan perpajakan.

yaitu kesalahan yaitu kekeliruan dalam penerapan tarif, yaitu antara lain
yang berasal dari kekeliruan penerapan persentase Norma kesalahan penulisan
penjumlahan dan Penghitungan Penghasilan Neto, nama, alamat, NPWP,
atau pengurangan kekeliruan penerapan sanksi administrasi, nomor ketetapan
dan atau perkalian kekeliruan Penghasilan Tidak Kena Pajak pajak, jenis pajak,
dan atau (PTKP), kekeliruan penghitungan PPh masa atau tahun
pembagian suatu dalam tahun berjalan, kekeliruan pajak dan tanggal
bilangan. pengkreditan pajak. jatuh tempo.
PEMBETULAN SUATU KEPUTUSAN

Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam)


bulan sejak tanggal surat permohonan pembetulan diterima, harus
memberi keputusan atas permohonan pembetulan yang diajukan Wajib
Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (Pasal 16 ayat 2)

Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah lewat,
tetapi Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan
pembetulan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan. (Pasal 16 ayat 3)

Apabila diminta oleh Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak wajib


memberikan keterangan secara tertulis mengenai hal-hal yang
menjadi dasar untuk menolak atau mengabulkan sebagian
permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat
(1). (Pasal 16 ayat 4)
PENGURANGAN/PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI

Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas permohonan Wajib Pajak dapat
mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan
kenaikan yang terutang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan Wajib Pajak
atau bukan karena kesalahannya;
(Pasal 36 ayat (1) huruf a UU KUP)

Permohonan hanya dapat diajukan oleh Wajib Pajak


paling banyak 2 (dua) kali. (Pasal 36 ayat 1a)

Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan
sejak tanggal permohonan diterima, harus memberi keputusan atas
permohonan yang diajukan. (Pasal 36 ayat 1c)

Apabila jangka waktu tersebut telah lewat tetapi Direktur Jenderal Pajak
tidak memberi suatu keputusan, permohonan WP dianggap dikabulkan.

Apabila diminta oleh WP, Dirjen Pajak wajib memberikan keterangan secara
tertulis hal-hal yang menjadi dasar untuk menolak atau mengabulkan sebagian
permohonan WP sebagaimana dimaksud pada ayat (1c). (Pasal 36 ayat 1e)
PENGURANGAN/PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI

Sanksi administrasi yang dapat dikurangkan atau


dihapuskan yang dikenakan karena kekhilafan Wajib
Pajak atau bukan karena kesalahannya meliputi sanksi
administrasi berupa bunga, denda, dan/atau kenaikan,
yang tercantum dalam:
Surat Tagihan Pajak;
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB); atau
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).

Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi yang


tercantum dalam SKPKB atau SKPKBT, hanya dapat
dilakukan dalam hal surat ketetapan pajak tersebut:
A> tidak diajukan keberatan;
B> diajukan keberatan tetapi telah dicabut oleh Wajib
Pajak; atau
C> diajukan keberatan, tetapi tidak dipertimbangkan.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.03/2008


PENGURANGAN/PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI

Permohonan harus memenuhi persyaratan sbb:


a) 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) STP, SKPKB atau
SKPKBT;
b) Permohonan harus diajukan secara tertulis dalam
bahasa Indonesia dengan memberikan alasan yang
mendukung permohonannya;
c) Permohonan harus disampaikan ke Kantor Pelayanan
Pajak tempat WP terdaftar;
d) WP telah melunasi pajak yang terutang; dan
e) Surat permohonan ditandatangani oleh WP, dan dalam
hal surat permohonan ditandatangani oleh bukan WP,
surat permohonan tsb harus dilampiri dgn surat
kuasa khusus.

Permohonan yang tidak memenuhi persyaratan di atas tidak dapat dipertimbangkan


Dalam hal WP mengajukan permohonan kedua, permohonan tsb harus diajukan dalam jangka
waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tgl keputusan Dirjen Pajak atas permohonan yang
pertama dikirim;

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.03/2008


PENGURANGAN/PENGHAPUSAN SANKSI ADMINISTRASI

Dirjen Pajak secara jabatan dapat mengurangkan atau


menghapuskan sanksi administrasi dalam Surat Tagihan
Pajak yang diterbitkan sebagai akibat dari:

diterbitkannya surat ketetapan pajak karena


Pengusaha Kena Pajak tidak membuat faktur
pajak; dan

penerapan ketentuan Pasal 19 ayat 1 UU KUP


(bunga penagihan terlambat melunasi utang
pajak)

Pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi


tersebut dilakukan apabila diterbitkan SK Pembetulan,
SK Pengurangan/Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak
benar, atau SK Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan
Peninjauan Kembali, yang mengakibatkan pajak yang masih
harus dibayar berkurang atau dibatalkan.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.03/2008


PENGURANGAN / PEMBATALAN KETETAPAN
PAJAK YANG TIDAK BENAR
Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas
permohonan Wajib Pajak dapat mengurangkan atau
membatalkan surat ketetapan pajak yang tidak benar.
(Pasal 36 ayat 1 huruf b)

Permohonan hanya dapat diajukan


oleh Wajib Pajak paling banyak 2
(dua) kali. (Pasal 36 ayat 1a)

Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan
sejak tanggal permohonan diterima, harus memberi keputusan atas
permohonan yang diajukan. (Pasal 36 ayat 1c)

Apabila jangka waktu tersebut telah lewat tetapi Direktur Jenderal Pajak
tidak memberi suatu keputusan, permohonan WP dianggap dikabulkan.

Apabila diminta oleh WP, Dirjen Pajak wajib memberikan keterangan secara
tertulis hal-hal yang menjadi dasar untuk menolak atau mengabulkan sebagian
permohonan WP sebagaimana dimaksud pada ayat (1c). (Pasal 36 ayat 1e)
PENGURANGAN / PEMBATALAN KETETAPAN
PAJAK YANG TIDAK BENAR
Permohonan dapat diajukan oleh Wajib Pajak dalam hal:
- Wajib Pajak tidak mengajukan keberatan;
- Wajib Pajak mengajukan keberatan tetapi kemudian
mencabut pengajuan keberatan tersebut; atau
- WP mengajukan keberatan, tetapi tidak
dipertimbangkan.

Permohonan harus memenuhi persyaratan sbb:


a) 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak;
b) Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
c) Mencantumkan jumlah pajak yang seharusnya terutang menurut
penghitungan WP disertai dgn alasan yg mendukung
permohonannya;
d) Disampaikan ke KPP tempat WP terdaftar; dan
e) Dalam hal surat permohonan ditandatangani oleh bukan WP
surat permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa khusus.

Permohonan yang tidak memenuhi persyaratan di atas tidak dapat dipertimbangkan;


Dalam hal WP mengajukan permohonan kedua, permohonan tsb harus diajukan dlm jangka waktu
paling lama 3 (tiga) bulan sejak tgl keputusan Dirjen Pajak atas permohonan yg pertama dikirim;
PENGURANGAN / PEMBATALAN SURAT TAGIHAN PAJAK
Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas
permohonan Wajib Pajak dapat mengurangkan atau
membatalkan Surat Tagihan Pajak sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 yang tidak benar.
(Pasal 36 ayat 1 huruf c)
Permohonan hanya dapat diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak
2 (dua) kali. (Pasal 36 ayat 1a)

Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan
sejak tanggal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima,
harus memberi keputusan atas permohonan yang diajukan.
(Pasal 36 ayat 1c)

Apabila jangka waktu tersebut telah lewat tetapi Direktur Jenderal Pajak
tidak memberi suatu keputusan, permohonan WP dianggap dikabulkan.

Apabila diminta oleh WP, Dirjen Pajak wajib memberikan keterangan secara
tertulis hal-hal yang menjadi dasar untuk menolak atau mengabulkan sebagian
permohonan WP sebagaimana dimaksud pada ayat (1c). (Pasal 36 ayat 1e)
PENGURANGAN / PEMBATALAN SURAT TAGIHAN PAJAK
Permohonan harus memenuhi persyaratan sbb:

> 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak;


> Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
> Mencantumkan jumlah pajak yang seharusnya terutang menurut
penghitungan WP disertai dgn alasan yg mendukung
permohonannya;
> Disampaikan ke KPP tempat WP terdaftar; dan
> Dalam hal surat permohonan ditandatangani oleh bukan WP
surat permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa khusus.

Permohonan yang tidak memenuhi persyaratan di atas tidak


dapat dipertimbangkan;
Dalam hal WP mengajukan permohonan kedua, permohonan tsb
harus diajukan dlm jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan
sejak tgl keputusan Dirjen Pajak atas permohonan yg
pertama dikirim;

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.03/2008


PEMBATALAN HASIL PEMERIKSAAN DAN SKP
Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau atas
permohonan Wajib Pajak dapat membatalkan hasil
pemeriksaan pajak atau surat ketetapan pajak dari hasil
pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa: 1. penyampaian surat
pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau 2. pembahasan akhir
hasil pemeriksaan dengan Wajib Pajak.
(Pasal 36 ayat 1 huruf d)

Permohonan hanya dapat diajukan oleh Wajib Pajak paling banyak


1 (satu) kali. (Pasal 36 ayat 1b)

Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak
tanggal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima, harus memberi
keputusan atas permohonan yang diajukan. (Pasal 36 ayat 1c)

Apabila jangka waktu tersebut telah lewat tetapi Direktur Jenderal Pajak
tidak memberi suatu keputusan, permohonan WP dianggap dikabulkan.

Apabila diminta oleh WP, Dirjen Pajak wajib memberikan keterangan secara
tertulis hal-hal yang menjadi dasar untuk menolak atau mengabulkan sebagian
permohonan WP sebagaimana dimaksud pada ayat (1c). (Pasal 36 ayat 1e)
PEMBATALAN HASIL PEMERIKSAAN DAN SKP
Permohonan dapat diajukan oleh Wajib Pajak dalam hal:
- tidak diajukan keberatan;
- diajukan keberatan tetapi telah dicabut oleh WP; atau
- diajukan keberatan, tetapi tidak dipertimbangkan.

Permohonan harus memenuhi persyaratan sbb:

> 1 (satu) permohonan untuk 1 (satu) surat ketetapan pajak;


> diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia;
> mencantumkan jumlah pajak yang seharusnya terutang menurut
penghitungan WP disertai dgn alasan yg mendukung
permohonannya;
> Disampaikan ke KPP tempat WP terdaftar; dan
> Dalam hal surat permohonan ditandatangani oleh bukan WP
surat permohonan harus dilampiri dengan surat kuasa khusus.

Pembahasan akhir hasil pemeriksaan dianggap telah dilaksanakan


apabila pemeriksa pajak telah memberikan kesempatan untuk hadir
kepada WP dlm rangka pembahasan akhir dan WP tidak menggunakan
hak tersebut sesuai dengan batas waktu yang ditentukan;
Permohonan yang tidak memenuhi persyaratan di atas tidak dapat dipertimbangkan;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 21/PMK.03/2008
Pasal 25 ayat 1 UU KUP KEBERATAN
Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada
Direktur Jenderal Pajak atas suatu:
a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil;
e. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga
berdasarkan ketentuan peraturan perundangan-undangan
perpajakan.
Yang dimaksud DALAM HAL Penjelasan UU KUP
dengan "suatu"
adalah 1 Apabila Wajib Pajak berpendapat bahwa jumlah
rugi, jumlah pajak, dan pemotongan atau
(satu) pemungutan pajak tidak sebagaimana mestinya.
keberatan
harus diajukan Keberatan yang diajukan adalah mengenai
terhadap 1 materi atau isi dari ketetapan pajak, yaitu
(satu) jenis jumlah rugi berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, jumlah
pajak dan 1 besarnya pajak, atau pemotongan atau
(satu) Masa pemungutan pajak.
Pajak atau
Tahun Pajak. Keberatan diajukan oleh Wajib Pajak dengan
menyampaikan surat keberatan. (PMK 194/2007)
Pasal 25 UU KUP SYARAT PENGAJUAN KEBERATAN
Keberatan diajukan atas suatu SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN, Pemotongan atau
pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan.(ayat 1)
Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak
yang terutang atau jumlah pajak yang dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut
penghitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang jelas. (ayat 2)

Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak


tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan
atau pemungutan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kecuali
apabila WP dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat
dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. (ayat 3)

Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak,
Wajib Pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit
sejumlah yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil
pemeriksaan, sebelum surat keberatan disampaikan. (ayat 3a)
Catatan: Jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak ditambah
sanksi administrasi
Surat keberatan ditandatangani oleh WP, dan dalam hal ditandatangani oleh bukan WP surat
keberatan tersebut harus dilampiri dengan surat kuasa khusus. (PMK 194/2007)

Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan di atas tidak dianggap sebagai surat
keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan. (ayat 4)
Hak WP lainnya berkaitan dengan pengajuan keberatan
Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur
Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi
dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, atau pemotongan atau pemungutan
pajak.(Pasal 25 ayat 6 UU KUP)
Dirjen Pajak wajib memberi keterangan yang diminta oleh WP dalam jangka waktu paling
lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permintaan WP diterima. (PMK 194/2007)

Dalam hal surat keberatan yang disampaikan oleh WP belum memenuhi


persyaratan, WP dapat menyampaikan perbaikan surat keberatan dengan
melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi sebelum jangka waktu 3 bulan
terlampaui. (PMK 194/2007)
Dalam hal WP menyampaikan perbaikan surat keberatan, tanggal penyampaian perbaikan
surat keberatan merupakan tanggal surat keberatan diterima. (PMK 194/2007)
Sebelum surat keputusan diterbitkan, Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan
tambahan atau penjelasan tertulis. (Pasal 26 ayat 2 UU KUP)

Sebelum menerbitkan Surat Keputusan Keberatan, Dirjen Pajak harus


menyampaikan Surat Pemberitahuan Untuk Hadir kpd WP guna memberi
keterangan atau memperoleh penjelasan mengenai keberatannya. (PMK194/2007)

WP dapat mencabut pengajuan keberatan yang telah disampaikan sepanjang Surat


Pemberitahuan Untuk Hadir belum disampaikan kepada WP. (PMK 194/2007)
WP tidak dapat mengajukan permohonan pengurangan atau pembatalan skp yang tidak
benar. (PMK 194/2007)
JANGKA WAKTU PELUNASAN PAJAK AKIBAT
PENGAJUAN KEBERATAN
Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar DIUBAH
pajak dan pelaksanaan penagihan pajak. (Pasal 25 ayat 7)

Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, jangka waktu


pelunasan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3)
atau ayat (3a) atas jumlah pajak yang belum dibayar pada saat
pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan
sejak tanggal penerbitan Surat Keputusan Keberatan. (Pasal 25
ayat 7 UU KUP (baru))
Satu bulan sejak tanggal Sanksi administrasi berupa
diterbitkan SKPKB atau bunga 2% per bulan (Pasal 19)
SKPKBT tidak diberlakukan.

Dalam hal keberatan WP ditolak atau dikabulkan sebagian, WP


dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima
puluh persen) dari jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan
dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan
keberatan. (Pasal 25 ayat 9 UU KUP (baru))

Dalam hal WP mengajukan permohonan banding, sanksi administrasi berupa


denda sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat
(9) tidak dikenakan. (Pasal 25 ayat 10 KUP (baru))
Contoh:
Setelah dilakukan pemeriksaan atas SPT PPh badan tahun 2008
atas nama PT ABC diterbitkan SKPKB tertanggal 10 Oktober 2009
dengan rincian sbb:
Jumlah Pokok Pajak Rp120.000.000,00
Jumlah kredit pajak Rp100.000.000,00
Jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak Rp 20.000.000,00
Besarnya sanksi administrasi (2% x 10 bulan) Rp 4.000.000,00
Jumlah pajak yang masih harus dibayar Rp 24.000.000,00
Misalkan dalam pembahasan akhir, PT ABC hanya menyetujui jumlah
kekurangan pembayaran pokok pajak sebesar Rp5.000.000,00.
Dalam hal PT ABC mengajukan keberatan maka PT ABC wajib melunasi pajak yang
masih harus dibayar yang telah disetujui yaitu sebesar Rp6juta {Rp5juta + (20% x
Rp5juta)} sebelum surat keberatan disampaikan. Jumlah pajak yang belum dibayar
pada saat mengajukan keberatan yaitu sebesar Rp18juta, tertangguh sampai
dengan 1 bulan sejak tanggal penerbitan SK Keberatan.

Sanksi administrasi berupa bunga 2% per bulan (Pasal 19) atas jumlah Rp18juta
tidak diberlakukan.
Misalkan keberatan PT ABC ditolak dengan SK Keberatan tanggal 20 Februari 2009,
maka atas jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak
yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan yaitu Rp18juta dikenai sanksi
administrasi berupa denda sebesar 50% atau Rp9juta.

Jatuh tempo tanggal 19 Maret 2009


PEMBUKTIAN DALAM KEBERATAN
Wajib Pajak yang mengungkapkan pembukuan, catatan,
data, informasi, atau keterangan lain dalam proses
keberatan yang tidak diberikan pada saat pemeriksaan,
selain data dan informasi yang pada saat pemeriksaan
belum diperoleh Wajib Pajak dari pihak ketiga,
pembukuan, catatan, data, informasi, atau keterangan
lain dimaksud tidak dipertimbangkan dalam penyelesaian
keberatannya. (Pasal 26A ayat 4 UU KUP)

Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat


ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13
ayat (1) huruf b dan huruf d, Wajib Pajak yang
bersangkutan harus dapat membuktikan ketidakbenaran
ketetapan pajak tersebut. (Pasal 26 ayat 4 UU KUP)
Atas SKPKB yang diterbitkan karena SPT tidak disampaikan
dalam jangka waktunya dan setelah ditegur secara
tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam
Surat Teguran dan SKPKB yang diterbitkan karena
kewajiban pembukuan (Pasal 28) dan kewajiban ketika
dilakukan pemeriksaan (Pasal 29) tidak dipenuhi.
PENERBITAN SURAT KEPUTUSAN KEBERATAN
Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas
keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap
pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan
oleh Wajib Pajak.

Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling


lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat
keberatan diterima harus memberi keputusan atas
keberatan yang diajukan. (Pasal 26 ayat 1 UU KUP)
Keputusan Direktur Jenderal Pajak atas keberatan
dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau sebagian,
menolak atau menambah besarnya jumlah pajak yang
masih harus dibayar. (Pasal 26 ayat 3 UU KUP)

Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) telah terlampaui dan Direktur Jenderal Pajak
tidak memberi suatu keputusan, keberatan yang
diajukan tersebut dianggap dikabulkan. (Pasal 26
ayat 5 UU KUP)
Dirjen Pajak wajib menerbitkan Surat Keputusan Keberatan sesuai
dengan keberatan Wajib Pajak. (PMK 194/2007)
BANDING
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan
banding hanya kepada badan peradilan pajak
atas Surat Keputusan Keberatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1).
{Pasal 27 ayat 1}

Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


diajukan secara tertulis dalam bahasa
Indonesia dengan alasan yang jelas paling lama
3 (tiga) bulan sejak Surat Keputusan Keberatan
diterima dan dilampiri dengan salinan Surat
Keputusan Keberatan tersebut.
{Pasal 27 ayat 3}
JANGKA WAKTU PELUNASAN PAJAK AKIBAT
PENGAJUAN BANDING
Pengajuan permohonan banding tidak menunda kewajiban membayar
pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.
(Pasal 27 ayat 5)
DIHAPUS
Dalam hal WP mengajukan banding, jangka waktu pelunasan pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), ayat (3a), atau
Pasal 25 ayat (7), atas jumlah pajak yang belum dibayar pada
saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai dengan 1
(satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.
(Pasal 27 ayat 5a UU KUP (baru))
Jangka waktu 1 Tertangguh 1 (satu) Sanksi administrasi
bulan sejak bulan sejak tanggal berupa denda 2% per bulan
terbit SKPKB, penerbitan Surat (Pasal 19) tidak
SKPKBT. Keputusan Keberatan diberlakukan.
Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan
sebagian, WP dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar
100% (seratus persen) dari jumlah pajak berdasarkan Putusan
Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah dibayar
sebelum mengajukan keberatan.
(Pasal 27 ayat 5d UU KUP (baru))
Contoh:
Misalkan PT ABC pada contoh sebelumnya mengajukan banding,
maka kekurangan pembayaran pajak (Rp18juta), tertangguh
sampai dengan 1 bulan sejak tanggal penerbitan Putusan
Banding.

Sanksi administrasi berupa bunga 2% per bulan (Pasal 19) atas jumlah Rp18juta
tidak diberlakukan.

Misalkan permohonan banding PT ABC ditolak dengan


Putusan Banding tanggal 20 Agustus 2009, maka atas
jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi
dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan
keberatan yaitu Rp18juta dikenai sanksi administrasi
berupa denda sebesar 100% atau Rp18juta.

Jatuh tempo tanggal 19 September 2009


PUTUSAN BANDING
Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas
banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh
Wajib Pajak.(Pasal 1 angka 31 UU KUP)

Putusan badan peradilan pajak bukan merupakan


keputusan tata usaha negara.
{Pasal 27 ayat 2 UU KUP (lama)}

DIUBAH

Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan


pengadilan khusus di lingkungan peradilan
tata usaha negara.
{Pasal 27 ayat 2 UU KUP (baru)}

Catatan: Sesuai dengan UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan


Kehakiman, dalam penjelasan Pasal 15 ayat 1 yang menyatakan
bahwa: Yang dimaksud dengan pengadilan khusus dalam
ketentuan ini antara lain pengadilan pajak di lingkungan
peradilan tata usaha negara.
Pasal 23 UU KUP GUGATAN
Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap :
a. pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau
Pengumuman Lelang;
b. keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
c. keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan,
selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26;
d. penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan
Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai
dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan
hanya dapat diajukan kepada badan peradilan pajak
Termasuk SK Pembetulan yang berkaitan
Selain keputusan dengan STP dan SK Pengurangan Sanksi
berupa SKPKB,
Administrasi atau Penghapusan Sanksi
SKPKBT, SKPLB,
SKPN dan SK
Administrasi yang berkaitan dengan STP
Keberatan yang sebelumnya diatur dalam ayat
tersendiri.
X
IMBALAN BUNGA
Pasal 11 ayat 3 UU
KUP Timbulnya IMBALAN BUNGA (1)
Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak
dilakukan setelah jangka waktu 1 (satu) bulan,
Pemerintah memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua
persen) per bulan atas keterlambatan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak, dihitung sejak batas waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berakhir sampai
dengan saat dilakukan pengembalian kelebihan.
diajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
pajak sehubungan dengan diterbitkannya SKPLB atas SPT yg
tidak LB {Pasal 17 ayat (1)}; Satu
diterbitkannya SKPLB akibat pembayaran pajak yang tidak bulan
seharusnya terutang {Pasal 17 ayat (2)};
sejak
diterbitkannya SKPLB atas permohonan pengembalian
kelebihan pembayaran pajak dalam SPT {Pasal 17B};
diterbitkannya Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan
Kelebihan Pajak atas WP dengan kriteria tertentu {Pasal 17C} Batas waktu
atau WP yang memenuhi persyaratan tertentu {Pasal 17D}; penerbitan
diterbitkannya SK Keberatan, SK Pembetulan, SK Pengurangan SPMKP (Surat
Sanksi Adm, SK Penghapusan Sanksi Adm, SK Pengurangan Perintah
Ketetapan Pajak, SK Pembatalan Ketetapan Pajak atau SK Membayar
Pemberian Imbalan Bunga, atau diterimanya Putusan Banding atau Kelebihan
Putusan Peninjauan Kembali, yg menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak. Pajak)
(PMK 195/2007)
Timbulnya IMBALAN BUNGA (2)
Apabila setelah melampaui jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (selain WP dengan kriteria
tertentu dan WP yang memenuhi persyaratan tertentu) diterima secara lengkap,
Dirjen Pajak tidak memberi suatu keputusan, permohonan pengembalian kelebihan
pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar
harus diterbitkan paling lama 1 (satu) bulan setelah jangka waktu tersebut
berakhir. (Pasal 17B ayat 1 dan 2 UU KUP)
Pasal 17B ayat 3 UU KUP
Apabila Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar terlambat
diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), kepada
Wajib Pajak diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua
persen) per bulan dihitung sejak berakhirnya jangka
waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan
saat diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.

a. Jangka waktu 12 bulan berakhir untuk SKPLB;


b. Jangka waktu 3 bulan berakhir untuk SKPPKP PPh;(???)
c. Jangka waktu 1 bulan berakhir untuk SKPPKP PPN;(???)
sampai dengan tanggal penerbitan SKPLB atau SKPPKP.
(PMK 195/2007)
Timbulnya IMBALAN BUNGA (3)
Ketentuan mengenai keharusan Dirjen Pajak menerbitkan surat
ketetapan pajak paling lama 12 (dua belas) bulan sejak surat
permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (selain WP
dengan kriteria tertentu dan WP yang memenuhi persyaratan
tertentu) diterima secara lengkap, tidak berlaku terhadap
Wajib Pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan
tindak pidana di bidang perpajakan.
(Pasal 17B ayat 1 dan 1a UU KUP)

Apabila pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang


perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1a) tidak
dilanjutkan dengan penyidikan; dilanjutkan dengan penyidikan,
tetapi tidak dilanjutkan dengan penuntutan tindak pidana di
bidang perpajakan; atau dilanjutkan dengan penyidikan dan
penuntutan tindak pidana di bidang perpajakan, tetapi diputus
bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dan
dalam hal kepada WP diterbitkan SKPLB, kepada WP
diberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk
paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak
berakhirnya jangka waktu 12 (dua belas) bulan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan saat diterbitkan SKPLB,
dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
Pasal 17B ayat 4 UU KUP
Pasal 27A ayat 1
UU KUP
Timbulnya IMBALAN BUNGA (4)
Apabila pengajuan keberatan, permohonan banding, atau
permohonan peninjauan kembali dikabulkan sebagian atau
seluruhnya, selama pajak yang masih harus dibayar
sebagaimana dimaksud dalam SKPKB, SKPKBT, SKPN, dan
SKPLB yang telah dibayar menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak, kelebihan pembayaran dimaksud
dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2%
(dua persen) per bulan untuk paling lama 24 (dua puluh
empat) bulan dengan ketentuan sebagai berikut:
a
untuk SKPKB dan SKPKBT dihitung sejak tanggal pembayaran
yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan
diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, Putusan
Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali; atau
b
untuk SKPN dan SKPLB dihitung sejak tanggal penerbitan
surat ketetapan pajak sampai dengan diterbitkannya Surat
Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan
Peninjauan Kembali.
Pasal 27A ayat 1a Timbulnya IMBALAN BUNGA (5)
UU KUP
Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga
diberikan atas Surat Keputusan Pembetulan, Surat
Keputusan Pengurangan Ketetapan Pajak, atau Surat
Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak yang dikabulkan
sebagian atau seluruhnya menyebabkan kelebihan
pembayaran pajak dengan ketentuan sebagai berikut:
a
untuk SKPKB dan SKPKBT dihitung sejak tanggal pembayaran
yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak sampai dengan
diterbitkannya SK Pembetulan, SK Pengurangan Ketetapan
Pajak, atau SK Pembatalan Ketetapan Pajak;
b
untuk SKPN dan SKPLB dihitung sejak tanggal penerbitan
surat ketetapan pajak sampai dengan diterbitkannya SK
Pembetulan, SK Pengurangan Ketetapan Pajak, atau SK
Pembatalan Ketetapan Pajak; atau
c
untuk Surat Tagihan Pajak dihitung sejak tanggal
pembayaran yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak
sampai dgn diterbitkannya SK Pembetulan, SK Pengurangan
Ketetapan Pajak, atau SK Pembatalan Ketetapan Pajak.
Pasal 27A ayat 2 Timbulnya IMBALAN BUNGA (6)
UU KUP

Imbalan bunga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


juga diberikan atas pembayaran lebih sanksi
administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 ayat (4) dan/atau bunga
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1)
berdasarkan Surat Keputusan Pengurangan Sanksi
Administrasi atau Surat Keputusan Penghapusan
Sanksi Administrasi sebagai akibat diterbitkan
Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau
Putusan Peninjauan Kembali yang mengabulkan
sebagian atau seluruh permohonan Wajib Pajak.
PKP tidak membuat atau membuat Bunga
faktur pajak, tetapi tidak tepat Penagihan
waktu;
PKP tidak mengisi faktur pajak
secara lengkap;
PKP melaporkan faktur pajak tidak
2% X DPP
sesuai dengan masa penerbitan
faktur pajak.
Tata cara penghitungan dan pemberian
imbalan bunga

Tata cara penghitungan pengembalian


kelebihan pembayaran pajak dan pemberian
imbalan bunga diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan.
{Pasal 27A ayat 3 UU KUP}

Peraturan Menteri Keuangan Nomor


195/PMK.03/2007 tentang Tata Cara
Penghitungan dan Pemberian Imbalan Bunga
PMK Nomor IMBALAN BUNGA
195/PMK.03/2007
Imbalan bunga diberikan kepada Wajib Pajak dalam hal terdapat:
a. keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3) KUP;
b. keterlambatan penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17B ayat (3) KUP;
c. Kelebihan pembayaran pajak karena tertangguh akibat
pemeriksaan bukti permulaan (Pasal 17B ayat 4 UU KUP);
d. kelebihan pembayaran pajak karena pengajuan keberatan atau
permohonan banding atau peninjauan kembali diterima sebagian
atau seluruhnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A ayat
(1) KUP; atau
e. Kelebihan pembayaran pajak karena SK Pembetulan, SK
Pengurangan Ketetapan Pajak, atau SK Pembatalan Ketetapan
Pajak yang dikabulkan sebagian atau seluruhnya sebagaimana
dimaksud Pasal 27 ayat (1a) UU KUP; atau
f. kelebihan pembayaran sanksi administrasi Pasal 14 ayat (4)
dan atau Pasal 19 ayat (1) berdasarkan SK Pengurangan Sanksi
Administrasi atau SK Penghapusan Sanksi Administrasi sebagai
akibat diterbitkan SK Keberatan, Putusan Banding, atau
Putusan Peninjauan Kembali yang mengabulkan sebagian atau
seluruh permohonan WP, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A
ayat (2) KUP.
Yang tidak diberikan IMBALAN BUNGA berdasarkan PP 80 tahun 2007
Yang tidak diberikan IMBALAN BUNGA berdasarkan PP 80 tahun 2007
Yang tidak diberikan IMBALAN BUNGA berdasarkan PP 80 tahun 2007
Yang tidak diberikan IMBALAN BUNGA berdasarkan PP 80 tahun 2007
XI
Tindak Pidana di
Bidang Perpajakan
Suatu perbuatan

Tindak pidana di bidang perpajakan

Memenuhi perumusan
Diputuskan oleh
yang diberikan dalam
HAKIM PIDANA
KETENTUAN PIDANA

KUHPidana Diajukan penuntutan oleh


UU KUP, UU Bea Materai, JAKSA setelah proses
UU PBB, UU PPSP PENYIDIKAN

UU Tindak Pidana Ekonomi, UU


Tindak Pidana Korupsi
KUHPidana Ketentuan Pidana
Umum

Perumusan UU KUP, UU
Mengatur tindak
TINDAK pidana umum
Bea Materai, UU
dalam Ketentuan
PIDANA PBB, UU PPSP
Pidana Khusus

UU Tindak
Pidana Ekonomi, Mengatur tindak
UU Tindak pidana khusus
Pidana Korupsi

Tindak pidana khusus adalah tindak pidana yang diatur tersendiri


dalam undang-undang khusus, yang memberikan peraturan khusus
tentang cara penyidikannya, tuntutannya, pemeriksaannya maupun
sanksinya yang menyimpang dari ketentuan yang dimuat dalam KUHP
yang lazimnya lebih ketat dan lebih berat (Rochmat Soemitro).
Tindak Pidana dalam UU KUP
Pasal 38 UU KUP
Setiap orang yang karena kealpaannya:
a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau
b. menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar
atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya
tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada
pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan
setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13A, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak
terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2
(dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang
dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan
atau paling lama 1 (satu) tahun.

Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan


atau menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak
lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi
pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh
Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran
jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar
200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan
melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar. (Pasal 13A UU KUP)
Tindak Pidana dalam UU KUP
Pasal 39 ayat (1) UU KUP
Setiap orang yang dengan sengaja :
a. tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai PKP;
b. menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau Pengukuhan PKP;
c. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;
d. menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap;
e. menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;
f. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah
benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya;
g. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak
meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain;
h. tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan
dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau
diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
ayat (11); atau
i. tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah
pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang
yang tidak atau kurang dibayar.
Tindak Pidana dalam UU KUP
Pasal 39 ayat (2) UU KUP
Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambahkan 1
(satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila
seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang
perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak
selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.

Pasal 39 ayat (3) UU KUP


Setiap orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak
pidana menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP atau
Pengukuhan PKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, atau
menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar
atau tidak lengkap, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d,
dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan
kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2
(dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah
restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan
yang dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah
restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan
yang dilakukan.
Tindak Pidana dalam UU KUP

Pasal 39A UU KUP


Setiap orang yang dengan sengaja:
a. menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti
pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau
bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi
yang sebenarnya; atau
b. menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak

dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua)


tahun dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda
paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur
pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan
pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan paling banyak
6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti
pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau
bukti setoran pajak.
Tindak Pidana dalam UU KUP

Pasal 41 UU KUP
(1)Pejabat yang karena kealpaanya tidak memenuhi
kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 34 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
(satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00
(dua puluh lima juta rupiah).

(2)Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi


kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak
dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(3)Penuntutan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dan ayat (2) hanya dilakukan atas
pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar.
Tindak Pidana dalam UU KUP
Pasal 41A UU KUP
Setiap orang yang wajib memberikan keterangan atau bukti
yang diminta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
tetapi dengan sengaja tidak memberi keterangan atau
bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak
benar dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1
(satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00
(dua puluh lima juta rupiah).

Apabila dalam menjalankan ketentuan peraturan perundang-


undangan perpajakan diperlukan keterangan atau bukti dari
bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, kantor
administrasi, dan/atau pihak ketiga lainnya, yang mempunyai
hubungan dengan Wajib Pajak yang dilakukan pemeriksaan
pajak, penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan, atas permintaan tertulis dari Direktur
Jenderal Pajak, pihak-pihak tersebut wajib memberikan
keterangan atau bukti yang diminta.
(Pasal 35 ayat (1) UU KUP)
Tindak Pidana dalam UU KUP
Pasal 41B UU KUP

Setiap orang yang dengan sengaja


menghalangi atau mempersulit
penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
denda paling banyak Rp75.000.000,00
(tujuh puluh lima juta rupiah).
Tindak Pidana dalam UU KUP
Pasal 41C UU KUP
Ayat 1
Setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (1) dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan
pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang
berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat
Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2).

Ayat 2
Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan tidak
terpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35A ayat (1) dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling
banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Tindak Pidana dalam UU KUP
Pasal 41C UU KUP
Ayat 3
Setiap orang yang dengan sengaja tidak memberikan data
dan informasi yang diminta oleh Direktur Jenderal
Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (2)
dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10
(sepuluh) bulan atau denda paling banyak
Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Dalam hal data dan informasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tidak mencukupi, Direktur Jenderal Pajak
berwenang menghimpun data dan informasi untuk kepentingan
penerimaan negara yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2).
Ayat 4
Setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan data dan
informasi perpajakan sehingga menimbulkan kerugian
kepada negara dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Daluwarsa Tindak Pidana dalam
UU KUP

Pasal 40 UU KUP

Tindak pidana di bidang perpajakan


tidak dapat dituntut setelah lampau
waktu sepuluh tahun sejak saat
terhutangnya pajak, berakhirnya
Masa Pajak, berakhirnya Bagian
Tahun Pajak, atau berakhirnya Tahun
Pajak yang bersangkutan.
PERUMUSAN TINDAK PIDANA DALAM KUHP
KUHP Pasal 421: Seorang pejabat yang dengan menyalahgunakan kekuasaan memaksa
seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, diancam dengan
pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.
KUHP Pasal 423: Seorang pejabat yang, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau
orang lain serta melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa seseorang
untuk memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau
untuk mengerjakan sesuatu bagi diri sendiri, diancam dengan pidana penjara paling lama enam
tahun.
KUHP Pasal 335: (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun atau denda
paling banyak tiga ratus rupiah:
Ke-1: barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak
melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain
maupun perlakukan yang tidak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan,
sesuatu perbuatan lain maupun perlakukan yang tidak menyenangkan, baik terhadap orang itu
sendiri maupun orang lain.
Ke-2: barang siapa memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan
sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran tertulis.
PERUMUSAN TINDAK PIDANA DALAM KUHP
KUHP Pasal 209: (1) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan
atau denda paling banyak tiga ratus rupiah:
Ke-1: barang siapa memberi atau menjanjikan sesuatu benda kepada seseorang pejabat dengan
maksud supaya digerakkan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya;
Ke-2: barang siapa memberi sesuatu kepada seorang pejabat karena atau berhubung dengan
sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam
jabatannya.
KUHP Pasal 418: Seorang pejabat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau
sepatutnya harus diduga, bahwa itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang
berhubungan dengan jabatannya, atau menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji-
janji itu ada hubungannya dengan jabatannya, diancam dengan pidana penjara paling lama
tiga tahun enam bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.
KUHP Pasal 372: Barangsiapa dengan sengaja dan melawan hukum mengaku sebagai milik
sendiri barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi
yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan, diancam, karena penggelapan, dengan
pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah.
PERUMUSAN TINDAK PIDANA DALAM UU tentang
PEMBERANTASAN TINDAK KORUPSI

Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan


diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara,
dipidana dengan pidana penjara seumur hidup
atau pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan
atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima
puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Pasal 3 UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001
PERUMUSAN TINDAK PIDANA DALAM UU tentang
PEMBERANTASAN TINDAK KORUPSI
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah):
a Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima
hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga
bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk
menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu
dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;

b Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima


hadiah padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah
tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena
telah melakukan sesuatu dalam jabatannya yang
bertentangan dengan kewajibannya;

Pasal 12 huruf a dan huruf b UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001
PERUMUSAN TINDAK PIDANA DALAM UU tentang
PEMBERANTASAN TINDAK KORUPSI

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1


(satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun
dan atau pidana denda paling sedikit
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan
paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus
lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau
penyelenggara negara yang menerima hadiah
atau janji padahal diketahui atau patut
diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut
diberikan karena kekuasaannya atau
kewenangan yang berhubungan dengan
jabatannya, atau yang menurut pikiran orang
yang memberikan hadiah atau janji tersebut
ada hubungan dengan jabatannya.

Pasal 11 UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001


PERUMUSAN TINDAK PIDANA DALAM UU tentang
PEMBERANTASAN TINDAK KORUPSI
Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling
lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling
sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah):
(e) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan
maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan
kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu,
membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan,
atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
(g) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada
waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima
pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah
merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui
bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;

Pasal 12 huruf (e) dan huruf (g) UU No.31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001
KETENTUAN MENGENAI PEGAWAI PAJAK DALAM UU KUP
Pasal 36A

(1) Pegawai pajak yang karena kelalaiannya atau


dengan sengaja menghitung atau menetapkan pajak
tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang
perpajakan dikenai sanksi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Pegawai pajak yang dalam melakukan tugasnya


dengan sengaja bertindak di luar kewenangannya
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan, dapat diadukan ke unit
internal Departemen Keuangan yang berwenang
melakukan pemeriksaan dan investigasi dan
apabila terbukti melakukannya dikenai sanksi
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
KETENTUAN MENGENAI PEGAWAI PAJAK DALAM UU KUP
Pasal 36A
(3) Pegawai pajak yang dalam melakukan tugasnya terbukti
melakukan pemerasan dan pengancaman kepada Wajib
Pajak untuk menguntungkan diri sendiri secara melawan
hukum diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
(4) Pegawai pajak yang dengan maksud menguntungkan diri
sendiri secara melawan hukum dengan menyalahgunakan
kekuasaannya memaksa seseorang untuk memberikan
sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran,
atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri,
diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan perubahannya.
(5) Pegawai pajak tidak dapat dituntut, baik secara
perdata maupun pidana, apabila dalam melaksanakan
tugasnya didasarkan pada iktikad baik dan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.
PENYIDIKAN
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan
adalah serangkaian tindakan yang dilakukan
oleh penyidik untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tindak pidana di bidang
perpajakan yang terjadi serta menemukan
tersangkanya.
{Pasal 1 angka 31 UU KUP}
Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal
Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai
penyidik untuk melakukan penyidikan tindak
pidana di bidang perpajakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
{Pasal 1 angka 32 UU KUP}
KEWENANGAN PENYIDIKAN
Pasal 44 UU KUP
Ayat 1
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan hanya
dapat dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil
tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang
diberi wewenang khusus sebagai penyidik tindak pidana
di bidang perpajakan.
Ayat 3
Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan
hasil penyidikannya kepada penuntut umum melalui
penyidik pejabat Polisi Negara Republik Indonesia
sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
Hukum Acara Pidana.
Ayat 4
Dalam rangka pelaksanaan kewenangan penyidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyidik dapat
meminta bantuan aparat penegak hukum lain.
WEWENANG PENYIDIKAN
Pasal 44 ayat 2 UU KUP
a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti
keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak
pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau
laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas;
b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan
mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran
perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak
pidana di bidang perpajakan;
c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi
atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang
perpajakan;
d. memeriksa buku, catatan, dan dokumen lain berkenaan
dengan tindak pidana di bidang perpajakan;
e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti
pembukuan, pencatatan, dan dokumen lain, serta
melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan
tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan;
WEWENANG PENYIDIKAN
Pasal 44 ayat 2 UU KUP
g. menyuruh berhenti dan/atau melarang
seseorang meninggalkan ruangan atau tempat
pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan
memeriksa identitas orang, benda, dan/atau
dokumen yang dibawa;
h. memotret seseorang yang berkaitan dengan
tindak pidana di bidang perpajakan;
i. memanggil orang untuk didengar keterangannya
dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
j. menghentikan penyidikan; dan/atau
k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk
kelancaran penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan menurut ketentuan
peraturan perundang-undangan.
PENGHENTIAN PENYIDIKAN
Pasal 44A UU KUP
Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1)
menghentikan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 44 ayat (2) huruf j dalam hal tidak terdapat
cukup bukti, atau peristiwa tersebut bukan
merupakan tindak pidana di bidang perpajakan,
atau penyidikan dihentikan karena peristiwanya
telah daluwarsa, atau tersangka meninggal dunia.

Pasal 44B ayat 1 dan 2 UU KUP


Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan
Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan
penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan paling
lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal
surat permintaan.
hanya dilakukan setelah WP melunasi utang pajak yang tidak atau kurang
dibayar atau yang tidak seharusnya dikembalikan dan ditambah dengan
sanksi administrasi berupa denda sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak yang
tidak atau kurang dibayar, atau yang tidak seharusnya dikembalikan.

Anda mungkin juga menyukai