Anda di halaman 1dari 76

Blok KGD Pemicu 5

Evie elfrida syani


405110099
• Trauma toraks yg mengancam jiwa
1. Hipoksia jaringan kegagalan distribusi oksigen
menuju jaringan akibat hipovolemia
(perdarahan), ketidakseimbangan ventilasi
perfusi pulmonal (kontusio, hematoma),
perubahan tekanan intratorakal (tension
pneumotoraks, pneumotoraks terbuka
2. Hiperkarbia kegagalan ventilasi krn perubahan
pada tekanan intratorakal dan penurunan
kesadaran
3. Asidosis metabolik hipoperfusi jaringan
• Tension pneumotoraks
Akibat kebocoran udara ‘one way valve’ dari
paru atau melalui dinding toraks.
Udara masuk ke pleura tanpa ada celah keluar
paru kolaps, mediastinum tedorong ke sisi
berlawanan, penurunan aliran balik vena, paru
disisi yg berlawanan mengalami penekanan.
-ventilasi mekanik pd trauma pleura viseral
• Tanda dan gejala
Nyeri dada, air hunger, distress napas,
takikardia, hipotensi, deviasi trakea, hilang
suara napas pada satu sisi atau kedua-duanya
, distensi vena leher, dan sianosis.
• DD: tamponade jantung
• Tatalaksana  penusukan jarum kaliber besar
pada ICS 2 pd garis midklavikula. Pemasangan
chest tube pd ICS 5 disisi anterior midaksilaris
• Open pneumotoraks (sucking chest wound)
Defek besar pd toraks yg terbuka memicu
open pneumotorakskeseimbangan antara
tekanan intratorakal dan atmosfer segera
tercapai ventilasi efektif terganggu
hipoksia dan hiperkarbia
• Flail chest dan kontusio paru
Flail chest terjadi saat segmen dinding toraks
tidak memiliki kontinuitas tulang, terjadi defek
di thoracic cage (akibat fraktur costae
multipel) g3 pergerakan dinding dada
Keterbatasan pergerakan dinding dada disertai
nyeri dan trauma paru penyebab penting
hipoksia
• Pf : palpasi ada g3 pergerakan napas, krepitasi
tulang iga.
• Pemeriksaan penunjang : chest x-ray, CT scan
• Terapi awal : ventilasi adekuat, pemberian
oksigen humidifikasi, dan resusitasi cairan
• Hemotoraks masif
Akumulasi darah (>1500ml darah atau >1/3
volume darah) dan cairan dalam hemitoraks
dapat mengganggu upaya pernafasan dgn
menekan paru dan mencegah ventilasi yg
adekuat hipotensi dan syok
Perdarahan disertai hipoksia, hipovolemia (vena
leher datar). Bisa timbulkan pergeseran
mediastinum  distensi vena
Tatalaksana awal : restorasi volume darah dan
dekompresi kavitas toraks. Iv line cairan
kristaloid tetesan cepat, pemberian chest tube
dgn darah dikumpulkan dalam satu wadah
Kalau perdarahan >1500mL lakukan torakotomi.
• Tamponade jantung
Akibat luka tembus/trauma tumpul
perikardium terisi darah yg berasal dari
jantung. P. darah besar atau p. darah
perikardial restriksi jantung, hipovolemia,
gangguan irama jantung (PEA)
• Triad beck’s : peningkatan tekanan vena,
penurunan tekanan arteri, dan suara jantung
yg menjauh.
• P.penunjang : ekokardiogram, FAST
Trauma abdomen
• Trauma tumpul
Hantaman langsung (kontak langsung dgn
kemudi) kompresi dada dan crushing pd
visceral abdomen ruptur organ dgn perdarahan
sekunder, kontaminasi isi usus bisa sebabkan
peritonitis
• Trauma penetrans
Luka tusuk dan luka tembak kecepatan rendah dpt
sebabkan kerusakan jaringan dgn cara laserasi
dan memotong
Trauma Diafragma
• Terjadi sekunder dari trauma tumpul
atau tembus.
• Ruptur terjadi pada sisi sebelah kiri.
• Pemeriksaan : CT scan dan laparoskopi.
• Keterlambatan dalam menentukan
diagnosis dapat menigkatkan morbiditas
dan mortalitas.
Trauma Pankreas
• Jarang, sering terlihat setelah terjadi
trauma tumpul.
• Pasien merasa nyeri pada epigastric atau
punggung.
• Serum enzim pancrease tidak spesifik.
• Pemeriksaan : CT scan.
Trauma Kandung Kemih
• Terjadi pada pasien yang mengalami
fraktur pelvis.
• Hematuria.
• Pemeriksaan : retrograde cystogram dan
CT scan.
Trauma Panggul
• Bersamaan dengan trauma pada ginjal.
• Pemeriksaan : CT scan
• Retroperitoneal hematoma mungkin bisa
false positif pada DPL or USG.
TRAUMA GINJAL
• Pendahuluan:
– Trauma ginjal: tersering pada tr. Urinarius
– Trauma penetrasi  trauma parenkim kecil  umumnya:
debridemen, primary repair, drainase
– Trauma luas dapat perlu nefrektomi parsial/total  cth:
trauma pada hilum
– 80% trauma penetran ginjal  (+) trauma intra-abd lain
• Trauma tumpul  minor (85%) & mayor
– Minor: contusio, biasanya dith konservatif
– Mayor: laserasi korteks dalam dg extravasasi, hematoma
perinefrik besar, trauma thd vaskularisasi
Trauma Abdomen
Tanda & Gejala
• Nyeri
• Nyeri tekan
• GI hemorrhage
• Hipovolemi
• Iritasi peritoneal
• Bradikardi  perdarahan intraperitoneal
Tanda & Gejala
• Lap belt marks: ruptur usus kecil
• Setir mobil: kontusio
• Ekimosis panggul (tanda Grey-Turner) atau umbilikus (tanda
Cullen): retroperitoneal hemorrhage
• Distensi abdominal
• Auskultasi suara usus di thorax: cedera diafragma
• Abdominal bruit: pnykt vaskular / traumatic arteriovenous fistula
• Nyeri tekan lokal/umum, kekakuan, nyeri lepas: cedera
peritoneal
• Terasa penuh & doughy consistency: abdominal hemorrhage
• Krepitasi/ketidakstabilan lower thoracic cage: cedera limpa/hati
PF
• Inspeksi: abdomen ant. &post., dada bawah, perineum 
abrasi, kontusio dr sabuk pengaman, laserasi, luka penetrans,
benda asing yg tertancap, eviserasi omentum atau usus halus,
& kehamilan
• Auskultasi: bising usus
• Perkusi&palpasi: involuntary muscle guarding, palpasi
bedakan nyeri superfisial & nyeri tekan dalam
DPL Vs. FAST Vs. CT-Scan pada trauma tumpul abdomen
DPL FAST CT-Scan
Keuntungan • Deteksi dini • Deteksi dini • Lebih spesifik
• Cepat • Non-invasife untuk cedera
• 98% sensitive • Cepat • Sensitive 92-98%
• Deteksi cedera usus • Dapat diulang akurat
• Transport : tidak
Kerugian • Invasive • Hasil bergantung • ↑ mahal dan
• Spesifitas rendah operator memakan waktu
• Miss: Trauma diafragma • Distorsi karena • Miss: Trauma
dan retro peritoneum gas usus & udara diafragma, usus
subkutan dan cedera
• Miss: Trauma pankreas
diafragma usus, • Transport :
pancreas, dan dibutuhkan
cedera organ
padat
Patofisiologi
Trauma tumpul
• Hantaman lgsg, sprt kontak dgn kemudi kendaraan / dorongan
pintu yg masuk ke dlm akibat kecelakaan  kompresi &
cedera cushing thdp viscera abdomen
• Hantaman kuat  m’rusak organ solid & organ berongga &
ruptur dgn perdarahan sekunder, mengenai usus, peritonitis
• Cedera shearing  cedera crushing  penggunaan seat belt
kurang sempuurna
• Kecelakaan kendaraan bermotor  cedera deselarasi 
perbedaan differensial dr gerakan organ yg terfiksasi dgn
organ yg tdk terfiksasi
Patofisiologi
Trauma penetrans
• Luka tusuk & luka tembak kec. rendah  kerusakan jaringan
 laserasi
• Luka tembak kec. tinggi  transfer energi kinetik >>
• Kerusakan lateral jalur peluru  adanya kavitasi temporer
• Luka tusuk melintasi abdomen  m’ngenai liver, usus halus,
diafrgama, kolon
• Luka tembak tergantung lintasan peluru, energi kinetik,
pantulan trhdp tulang, fragmentasi  kerusakan sekunder
• Luka tembak  m’ngenai usus halus, kolon, liver, struktur
vaskular intraabdomen
Tatalaksana
• Lindungi servikal dgn imobilisasi jika perlu
• Nilai ulang airway  intubasi jika diindikasikan  tdk berhasil
 cricothyroidotomy
• Nilai ventilasi kedua lapang paru  apneu/hipoventilasi 
suplemen oksigen (nonrebreather mask)
• Tension pneummothorax  needle decompression  chest
thoracostomy tube placement
• Kontrol external hemorrhage & infus kristaloid hangat
• Laparotomi: I: tanda peritonitis; shock / hemorrhage tdk
t’kontrol; perburukan klinis selama observasi; ditemukan
hemoperitoneum pada FAST / DPL
PRIMARY SURVEY

CIRCULATION
BREATHING
AIRWAY
(sirkulasi)
(pernafasan)
(Jalan nafas)
1.Denyut jantung
1.Kecepatan 2.Irama
1.Patent
2.Irama 3.Isi nadi
2.Pertukaran gas yang adekuat
3.Bunyi nafas 4.Capillary refill
4.Stridor 5.Suhu
5.Warna kulit

DISABILITY

(neurologik) EXPOSURE
1.Glasgow coma scale 1. Suhu
2.Pupil
3.Postur
4.Status mental

SITUASI YANG MENGANCAM JIWA

YA TIDAK
1.Oksigen SECONDARY
2.Intubasi/bantuan ventilator
3.Kompresi dada 1.Pemeriksaan kepala jari kaki
4.IV/akses intraosseous 2.Riwayat sebelumnya
Penatalaksanaan syok 3.Hasil laboratorium
4.Hasil radiografi
5.Pipa orogastrik 5.Evaluasi ulang
6.Monitoring

SITUASI YANG MENGANCAM JIWA


TRAUMA TORAKS (PRIMARY
SURVEY)
Primary Survey
• Airway
– menilai patensi jalan napas: mendengarkan pergerakan
udara melalui hidung, mulut, lapang paru
– obstruksi benda asing: inspeksi orofaring
– trrauma pd thorax : defek yg dapat dipalpasi pd regio
persendian sternoklavikular dgn dislokasi posterior kaput
klavikula  obstruksi saaluran napas atas
– tatalaksana : reduksi tertutup trauma  meluruskan bahu,
fiksasi klavikula dgn "pointed clamp“
– keadaan stabil  posisi supinasi
Primary Survey
• Breathing
– melakukan observasi, palpasi dan pendengaran suara
napas
– peningkatan kecepatan napas, perubahan pola
pernapasan (makin dangkal)  hipoksia
– sianosis  tanda lanjut hipoksia
– menilai adanya gg pernapasan:
– tension pneumothorax, open pneumothorax, flail chest,
kontusio paru, hemothorax masif
Primary Survey
• Obstruksi jalan napas
– Penilaian & pengenalan diri pentingnya membebaskan jalan napas ambil
mempertahankan imobilisasi in line dari tulang belakang servikal selama
mungkin
• Tension pneumothorax
– Diagnosis klinis (p↓ suara napas & hipersonansi) dgn dekompresi segera
ruang pleural
• Open pneumothorax
– Deformitas dinding thorax dgn sucking chest wound yg ditatalaksana dgn
pemasangan flutter valve dressing
• Flail chest & kontusio paru
– Resusitasi cairan dan analgesik yg adekuat dgn intubasi selektif untuk
dukungan pulmonal
Primary Survey
• Hemothorax masif
– Diagnosis : p↓ suara napas & perkusi redup pd PF
– Evakuasi dgn pemasangan chest tube ukuran besar (36F)
• Tamponade jantung
– Resusitasi cairan dan bedah
LUKA BAKAR
Kedalaman luka bakar
• Luka bakar derajat I
– Eritema, nyeri, tidak ada bulla
– Tidak berbahaya dan tidak memerlukan cairan IV
– Ex: sengatan matahari

• Luka bakar derajat II/partial-thickness


– Warna kemerahan atau campuran disertai bulla
– Permukaan basah, berair, nyeri hebat

• Luka bakar derajat III/full-thickness


– Luka kehitaman dan kaku
– Warna kulit putih seperti lilin, merah sampai kehitaman
– Tidak merasa nyeri dan kering
Menentukan luas luka bakar
• “the rule of nines”
• Luka bakar yg
distribusinya tersebar:
– Telapak tangan termasuk
jari-jari = 1%
Primary survey
• Airway
– Trauma bakar faring  edema jalan napas  pembebasan
jalan napas segera
– Manifestasi klinis trauma inhalasi mungkin perlahan-lahan
/ blm nampak dlm 24 jam pertama
– Lama ditangani  intubasi sulit dilakukan  perlu
krikotirodotomi
Primary survey
• Breathing
– Tanda dan gejala yg timbul:
• Trauma bakar langsung  edema &/ obstruksi jalan
napas atas
• Inhalasi hasil pembakaran dan asap beracun 
trakheobronkhitis kimiawi, edema, dan pneumonia
• Keracunan CO  sakit kepala, mual, confusion, coma,
kematian  oksigen konsentrasi tinggi dgn
nonrebreathing mask
Primary survey
• Breathing
– Intubasi endotrakheal dan ventilasi mekanis
– Analisa gas darah arteri  Fungsi paru
– Pengukuran kadar karboksihemoglobin
– Segera pemberian oksigen 100%
– Mengurangi edema leher & dada  menaikkan kepala dan
dada 20˚ - 30˚
– Luka bakar derajat III yg mengenai dinding dada anterior
dan lateral  terbatasnya pergerakan dinding dada 
eskarotomi
Primary survey
• Volume sirkulasi darah
– Pengukuran produksi urin tiap jam (kateter urin)  menilai
volume sirkulasi darah
– 24 jam pertama:
• Luka bakar derajat II & III : RL 2-4 ml/kgBB tiap % luka
• Luka bakar derajat III + komplikasi pd paru: resusitasi
cairan 4 ml/kg sambil menilai respons
• Anak-anak ≤ 30kg  perlu tambahan glukosa untuk
mempertahankan produksi urin 1 ml/kg/jam
Primary survey
• Volume sirkulasi darah
– Perhitungan cairan harus disesuaikan dgn respons
penderita : produksi urin, tanda vital, keadaan umum
– Gangguan irama jantung : tanda awal hipoksia, gg
elektrolit, dan keseimbangan asam basa  monitor EKG
Secondary survey
• Pemeriksaan fisik
– Luas dan dalamnya luka bakar
– Ada cedera penyerta
– Berat badan
• Dokumentasi
– Catatan penanganan pasien, disertakan bila pasien dirujuk
• Pemeriksaan darah dan x-ray
• Menjaga sirkulasi perifer pada luka bakar melingkar pd
ekstremitas
– Lepaskan seluruh perhiasan
– Nilai keadaan sirkulasi distal
– Bila ada gangguan sirkulasi  eskarotomi oleh ahli bedah
– Fasiotomi  memperaiki sirkulasi pasien luka bakar dgn fraktur, crush
injury, trauma listrik, dll
Secondary survey
• NGT
• Narkotika, analgesik, dan sedativa
– Gelisah karena hipovolemia dan hipoksia  beri oksigen
– Narkotika, analgesik dan sedativ beri juika perlu dan dosis kecil, diulang,
IV
• Perawatan luka
– Menutup luka, jangan memecahkan bulla
– Kompres dingin  hipotermia
• Antibiotik
– Dianjurkan bila sudah ada infeksi
• Tatanus
– Pertanyakan status imunisasi tetanus pasien
Kriteria rujukan (American Burn
Association)
1. Luka bakar derajat II dan III lebih dari 10% luas permukaan
tubuh pd pasien yg berumur < 10 tahun / > 50 tahun
2. Luka bakar derajat II dan III > 20 % diluar usia tsb diatas
3. Luka bakar derajat II dan III yang mengfenai wajah, mata,
telinga, tangan,kaki, genitalia,atau perineum atau mengenai
sendi utama
4. Luka bakar derajat II dan III > 5% luas permukaan pd semua
umur
5. Luka bakar listrik
6. Luka bakar kimia
7. trauma inhalasi
Kriteria rujukan (American Burn
Association)
8. Luka bakar pd pasien yg karena penyakit yang sedang dideritanya
dapat mempersulit penanganan, memperpanjang pemulihan, atau
mengakibatkan kematian
9. Luka bakar dengan cedera penyerta yg menambah resiko
morbiditas & mortalitas, ditangani dahulu di UGD sampai stabil,
baru dirujuk
10. Anak-anak dengan luka bakar yg dirawat di RS tanpa petugas &
peralatan yg memadai, rujuk ke pusat luka bakar
11. Pasien luka bakar yg memerlukan penanganan khusus seperti
masalah sosial, emosional atau yg rehabilitasnya lama, termasuk
adanya kekerasan atau anak yg diterlantarkan
TRAUMA KAPITIS
Berdasarkan derajat kesadaran (GCS)
Kategori GCS Gambaran Klinik CT Scan otak

Minimal 15 Pingsan (-), defisit Normal


neurologi (-)
Ringan 13-15 Pingsan <10 mnt, Normal
Defisit neurologik (-)
Sedang 9-12 Pingsan >10 mnt s/d 6 Abnormal
jam
defisit neurologik (+)
Berat 3-8 Pingsan >6 jam, Abnormal
Defisit neurologik (+)
Catatan :
1.Pedoman triase di gawat darurat
50
2.Perdarahan intrakranial (CTscan) -->trauma kapitis berat
KLASIFIKASI TRAUMA KEPALA BERDASARKAN GLASGOW COMA SCALE

MENURUT TINGKAT KETERANGAN


KEPARAHAN

Cedera kepala ringan • Skor GCS 15 (sadar penuh, atentif, dan orientatif)
(kelompok risiko rendah) • Tidak ada kehilangan kesadaran
• Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarang
• Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
• Pasien dapat menderita abrasi, laserasi, atau hematoma
kulit kepala
• Tidak adanya kriteria cedera sedang-berat
Cedera kepala sedang • Skor GCS 9 – 14 (confution, letargi, stupor)
(kelompok risiko sedang) • Amnesia pasca-trauma
• Muntah
• Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda Battle, mata
rabun, hemotimpanum, otorea, atau rinorea cairan
serebrospinal)
• Kejang
Cedera kepala ringan • Skor GCS 3 – 8 (koma)
(kelompok risiko berat) • Penurunan derajat kesadaran secara progresif
• Tanda neurologis fokal
• Cedera kepala penetrasi / teraba fraktur depresi kranium
Classification
• Primary head injury
1)Fractures
 Linier
 Depressive
 Basis of cranii
2)Focal injury
 Contusion : ‘coup’, ‘contra-coup’
 Hematom : Epidural, Subdural, Intracerebral
Texbook of Neurosurgeon
Classification
• Primary head injury
3)Difusion injury
 Concusion : mild, classic
 Diffusa axonal injury : mild – moderate –
severe

Texbook of Neurosurgeon
Classification
 Secondary head injury
1) Sistemic disorders : due to
 Hypoxia-hypotension
 Energy metabolism disorders
 Autoregulation failed
2) Traumatic hematom
 Epidural
 Subdural (acute, chronic)
 Subdural effusion (acute, chronic)
 intracerebral

Texbook of Neurosurgeon
Classification
• Secondary head injury
3) Cerebral oedem
 Perifocal
 Generalisata
4) Brain shift – brain stem herniation

Texbook of Neurosurgeon
Pupillary Changes
After a Head Injury
Stage A
pupil on the side of the lesion
constricts  dilates.
Stage B
constriction on the side of the
lesion, usually lasts only a short
time and is often missed.

If you miss it
you will only see

stages C & D
a normal sized unreactive pupil 
fixed dilated pupil on the side of
the lesion.

Enlargement of the pupil is more


important than its failure to react
to light.
KONTUSIO
(Memar Otak)

perdarahan kecil / ptechie pada jaringan


otak akibat pecahnya pembuluh darah
kapiler. Hal ini bersama-sama dengan
rusaknya jaringan saraf atau otak yang
akan menimbulkan edema jaringan otak
di daerah sekitarnya
Kontusio
• Ada memar otak.
• Perdarahan kecil lokal/difusi
• Gejala :
– Gangguan kesadaran lebih lama
– Kelainan neurologik positif, reflek patologik positif,
lumpuh, konvulsi.
– TIK meningkat.
– Amnesia retrograd lebih nyata

• Biasanya tidak ada intervensi bedah


• Berdasarkan atas lokasi benturan, lesi
dibedakan atas koup kontusio dimana lesi
terjadi pada sisi benturan, dan tempat
benturan. Pada kepala yang relatif diam
biasanya terjadi lesi koup, sedang bila kepala
dalam keadaan bebas bergerak akan terjadi
kontra koup.
HEMATOMA EPIDURAL
Hematoma Epidural
• Perdarahan yang terjadi di antara tabula
interna-duramater
• Hematoma massif  akibat pecahnya
a.meningea media atau sinus venosus

• Tanda diagnostik klinis:


– Lucid interval (+)
– Kesadaran makin menurun
– Late hemipareseontralateral lesi
– Pupil anisokor
Hematoma Epidural di Fossa Posterior
• Gejala dan Tanda Klinis:
– Lucid interval tidak jelas
– Fraktur kranii oksipital
– Kehilangan kecadaran cepat
– Gangguan serebellum, batang otak dan
pernapasan
– Pupil isokor
• Diagnostik:
– CT scan otak  gambaran hiperdens di tulang
tengkorak dan dura, umumnya di daerah temporal
Patofisiologi
• Cedera disebabkan o/ laserasi arteri,
meningea media, vena meningea media,atau
sinus dura, dgn/ tanpa disertai fraktur
tengkorak.
• Epidural hematoma  kompresi, pergeseran,
peningkatan TIK.
Komplikasi Klinis
• Komplikasi primer  mekanisme direk
– Menyebabkan cedera aksonal
– Hilangnya kesadaran awal/depresi status mental
• Komplikasi sekunder
– Hematoma yg luas  kemunduran neurologik
Tata laksana
• Evaluasi bedah saraf emergensi & evaluasi
hematoma
• Intervensi GCS  lbh rendah 8 (intubasi
sekuens cepat)
• Stabilisasi sal.napas, sirkulasi
• Pembatasan komplikasi sekunder
Epidural hematom
HEMATOMA SUBDURAL

Perdarahan terjadi di antara


duramater-arakhnoid akibat robeknya
“bridging vein”
Gejala klinis
• Tjd 30% krn cedera kepala berat.
• Perubahan kesadaran (hampir semua kasus).
• Nyeri kepala, muntah, letargi.
• Hemiparesis.
• Interval lusid sblm gejala neurogik tampak.
• Jenis:
▫ Akut : interval lucid 0-5 hari
▫ Subakut : interval lucid 5 hari – minggu
▫ Kronik : interval lucid >3 bulan
• Perdarahan subdural akut sering dihubungkan
dengan cedera otak besar dan cedera batang
otak.
• Tanda-tanda akan gejala klinis berupa
– sakit kepala,
– perasaan kantuk, dan kebingungan,
– Respon yang lambat, dan gelisah.
– Keadaan kritis terlihat dengan adanya
perlambatan reaksi ipsilateral pupil.
• Perdarahan subdural subakut, biasanya
berkembang 7-10 hari setelah cedera dan
dihubungkan dengan kontusio serebri yang
agak berat. Tekanan serebral yang terus-
menerus menyebabkan penurunan tingkat
kesadaran yang dalam.

• Perdarahan subdural kronik, terjadi karena


luka ringan. Mulanya perdarahan kecil
memasuki ruang subdural. Beberapa minggu
Patofisiologi
• Robeknya vena penghubung antara korteks
serebri & drainase sinus vena  peningkatan
TIK.
• Penyempitan ventrikel akibat volume bekuan.
• Udem yg disebabkan cedera otak.
Diagnosis
• Anamnesis  difokuskan pd mekanisme
cedera & keadaan neurologik sblm & stlh
cedera.
• Temuan radiografi dr CT scan kepala tanpa
kontras  kumpulan darah b’btk bulan sabit
antara otak & dura.
• Hilangnya sulkus & penyempitan ventrikel.
• Pergeseran garis tengah akibat volume bekuan
yg besar.
Komplikasi
• Peningkatan TIK
• Udema otak
• Perdarahan rekuren
• Kejang
Tata laksana
• Intervensi bedah saraf dini (4 jam)
• Intervensi GCS  lbh rendah 8 (intubasi
sekuens cepat).
http://www.emsmagazine.com/article/photos/1242402277713_46-3.jpg

Anda mungkin juga menyukai