Fase awal berupa syok terkompensasi dan fase selanjutnya fase dekompensasi Prnsip utama tata laksana SSD adalah pemberian cairan yang cepat dengan jumlah yang adekuat. Berikan terapi oksigen 2-4 L/menit Berikan resusitasi cairan dengan cairan kristaloid isotonik intravena dengan jumlah cairan 10-20 mL/kgBB dalam waktu 1 jam. Periksa hematokrit. Bila syok teratasi, berikan cairan dengan dosis 10 mL/kgBB/jam selama 1-2 jam. Bila keadaan sirkulasi tetap stabil, jumlah cairan dikurangi secara bertahap menjadi 7,5,5,3, 1,5, mL/kgBB/jam. Pertimbangkan untuk mengurangi jumlah cairan yang diberikan secara intravena bila masukan cairan melalui oral makin membaik. Bila syok tidak teratasi, periksa analisis gas darah, hematokrit, kalsium dan gula darah untuk menilai kemungkinan adanya A-B-C- S (A=asidosis, B=bleeding/perdarahan, C=calcium, S=sugar/gula darah) yang memperberat syok hipovolemik. Singkatan Pemeriksaan keterangan labratorium
A. Acidosis Analisi gas darah Indikasi apabila terjadi prolonged shock
Apabila terdapat keterlibatan organ, periksa: fungsi hati dan BUN, kreatinin
B- Bleeding Hematokrit Apabila ht menurun dibandingkan
pemeriksaan sebelumnya atau tidak meningkat, segera periksa golongan darah untuk persiapan transfusi
C- Calcium Elektrolit, Ca++ Hipoklsemia pada hampir semua pasien
DBD namun asimtomatik. Pemberian Ca diperlukan pada kasus berat atau dengan komplikasi. Dosis 1mg/kgBB dilarutkan dua kali. Diberikan secara intravena perlahan-lahan (apabila diperlukan dapat diulang setiap 6 jam), dan kalsium glukonat maksimal 10 mL. S- blood sugar Gula darah, dextrostix Kasus DBD berat, nafsu makan menghilang apalagi disertai muntah dan adanya gangguan fungsi hati akan menyebabkan hipoglikemia. Namun beberapa kasus dan terjadi hiperglikemia Asidosis yang berat terutama terjadi pada syok yang berkepanjangan (prolonged shock). Hal ini menimbulkan eksaserbasi hipotensi, gangguan kontraktilitas otot jantung dan mudah terjadi aritmia bahkan sampai henti jantung, selain itu akan menurunkan respons kardiovaskular terhadap katekolamin. Dengan kata lain, asidosis yang tidak segera dikoreksi akan memperberat syok hipovolemik. Perdarahan berat dapat menimbulkan atau memperberat syok hipovolemik. Tanpa pemberian transfusi akan menimbulkan oksigenisasi jaringan yang tidak adekuat menimbulkan hipoksia jaringan sehingga dapat menyebabkan asidosis. Perdarahan dapat terlihat nyata seperti hematemesis dan melena, namun dapat tersembunyi (occult/concealed bleeding) yang pada umumnya terjadi di dalam rongga usus. Sebelum feses yang berwarna hitam keluar untuk pertama kali, perdarahan usus sulit diketahui. Seperti rasa tidak enak di perut, distensi perut, penurunan peristaltik/bising usus dapat merupakan tanda adanya perdarahan tersembunyi di rongga usus. Indikator lain adanya perdarahan dengan melalui pemeriksaan hematokrit berkala, dan diperiksa pada saat masuk, setelah resusitasi cairan, dan selanjutnya setiap 4-6 jam. Bila pada pemeriksaan selanjutnya hematokrit menurun atau pada pemeriksaan awal hematokrit tidak tinggi namun disertai kondisi hemodinamik yang tidak stabil, harus dicurigai adanya perdarahan. Transfusi dapat berupa darah segar (fresh whole blood) dengan dosis 10 Ml/kgBB atau fresh packed red cell dengan dosis 5 mL/kg BB. Kalsium berperan penting untuk kontraktilitas otot polos dan otot skeletal. Kalsium glukonat diberikan dengan dosis 1mg/kgBB dilarutkan dua kali, diberikan secara intravena perlahan-lahan (apabila diperlukan dapat diulang setiap 6 jam), dosis maksimal 10 mL. Bila terjadi hipoglikemia yang disebabkan asupan yang rendah akibat nafsu makan yang menghilang atau muntah. Dan hipoglikemia yang tidak dikoreksi bisa menimbulkan gangguan kesadaran, kejang,aritmia bahkan henti jantung. Sehingga hipoglikemia merupakan keadaan darurat medis dan harus segera dikoreksi dengan larutan glukosa dengan dosis glukosa 0,5-1,0g/kgBB diberikan secara bolus. Apabila hematokrit masih tetap tinggi atau meningkat, berikan bolus kedua. Sebaiknya dipilih larutan koloid dengan jumlah cairan 10- 20 mL/kgBB dalam waktu 10-20 menit. Apabila tidak ada dapat diberikan larutan kristaloid isotonik. Apabila syok teratasi, pertahankan jumlah cairan 10 mL/kgBB/jam selama 1-2 jam, setelah itu jenis cairan diganti dengan larutan kristaloid dengan jumlah cairan dikurangi secara bertahap menjadi 7,5,5,3,1,5 mL/kgBB/jam. Namun apabila tidak teratasi, pasien dapat jatuh ke dalam profound shock, maka seringkali diperlukan bantuan napas buatan dan pemberian obat inotropik, dan memerlukan perawatan di unit perawatan intensif.