Anda di halaman 1dari 22

MONITORING PENGGUNA AN OBAT DAN

PELAPORAN,PENYIMPANAN

NAMA KELOMPOK :

1. LIA MITHA EFFENDI 1504015207


2. NUR AMYRA 1504015277
3 . S Y I F A F A U Z I YA H 1504015403
4 . TA M A R A D W I V E R A N T H Y 1504015406

KELAS : 6S

KELOMPOK : 1
PEMANTAUAN PENGGUNAAN OBAT
Pemantauan Penggunaan Obat adalah suatu proses yang meliputi semua fungsi yang perlu untuk
menjamin terapi obat kepada pasien yang aman efektif atau rasioanal dan ekonomis .

Fungsinya :
 Pengamatan obat pilihandokter terhadap kondisi diagnosanya
 Pengamatan pemakaian obat
 Jaminan ketepatan dosis ( jumlah, frekuensi, rute dan bentuk obat )
 Pengenalan respon terapi obat saat itu cukup atau kurang
 Penilaian adverse effect (reaksi yang merugikan) potensial yang terjadi
 Alternatif atau perubahan –perubahan direkomendasikan dalam terapi apabila situasi tertentu
mengharuskan.
SASARAN

• Mengoptimalkan terapi obatdengan memastikan secara efektif,


efisien, efekasi terapi.
• Meminimalkan toksisitasdan memberikan solusi masalah yang
merusak / mengurangi akses seorang pasien ke atau patuh pada
suatu regimen terapi obat tertentu
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EFEKASI
TERAPI

Faktor Obat : • Toleransi


• Dosis yg diberikan • Efek samping
• Multi efek • Idiosinkrasi (hipersensitif)
• Absorbsi • Batas keamanan
• Nasib metabolit • Perhatian
• Rute • Kontraindikasi
• Kebiasaan • Sifat farmasetika
• Ketagihan • Sifat kimia
• Interaksi obat
Faktor Pasien : Faktor Dokter :
• Jenis kelamin • Pelatihan
• Usia • Keterampilan diagnosis
• Ukuran dan berat badan • Keterampilan terapi
• Kehamilan • Pengalaman dengan obat
• Faktor farmakogenetik • Terapi bersamaan
• Status nutrisi • Sikap terhadap terapi obat
• Status biokimia • Sikap terhadap penyakit
• Metabolisme obat • Pengaruh lingkungan
• Penyakit
• Hipersensitif
• Harga/biaya
• Pengaruh lingkungan
PEMANTAUAN TERAPI OBAT
MENCAKUP PENGKAJIAN DARI :
• Ketepatan terapi dari regimen obat pasien
• Ketepatan penggunaan obat
• Ketepatan rute, jadwal dan metode pemberian dosis obat
• Ketepatan informasi yang diberikan pada pasein
• Tingkat keptuhan pasien dengan regimen obat yang tertulis
• Interaksi obat-obat, obat-makanan, obat-uji laboratorium dan obat-penyakit
• Data laboratorium klinik dan farmakokinetik untuk mengevaluasi efek samping,
toksisitas/efek merugikan
• Tanda fisik dan gejala klinik yang relevan dg terapi obat pasien
STANDAR PEMANTAUAN TERAPI OBAT
Standar 1 Standar 3 :
• IFRS harus memiliki kegiatan
• Kegiatan PTO dikelola oleh IFRS dengan
pendukung yamg tepat untuk
dukungan dan petunjuk staf medik yang melaksanakan pemantauan terapi
tepat obat.
• Pelaksananya adalah farmasis yang
memenuhi syarat dan mampu Standar 4
menunjukkan pengguanaan obat yang • Membuat kebijakan & prosedur tertulis
terutama prosedur kegiatan PTO
tepat di Rumah Sakit
dilaksanakan serta membuat tanggung
jawab & akuntabilitas
Standar 2
• Kegiatan PTO memperoleh legitimasi Standar 5 :
mekanisme pengembangan keputusan • Mekanisme jaminan mutu harus
merefleksikan dampak dari kegiatan
terapi dan kebijakan dalam Rumah
PTO pada perawatan pasien
Sakit • Informasi ini digunakan oleh mekanisme
pengembangan keputusan terapi dan
kebijakan obat dalam RS
PENDEKATAN UMUM DALAM PTO :
• Identifikasi obat yang ditulis dokter
• Identifikasi masalah atau diagnosis yang menyebabkan dokter menulis obat-obat tersebut
dengam mengkaji catatan perawat atau kunjungan pasien
• Uraikan suatu daftar parameter objektif & subjektif untuk mengevaluasi hasil
• Pastikan pasien mengkonsumsi obat sesuai instruksi
• Komunikasikan dengan dokter jika respon terapi yang diinginkan tidak terjadi dan teliti
proses terapi
• Jika dalam proses PTO tidak mencapaisasaran yang diinginkan gunakan alternatif lain dan
komunikasikan dengan dokter sebelum dilaksanakan
• Kaji proses ini sebagai suatu rangkaian kesatuan yang menuntun ketekunan setiap hari
• Mengkaji data laboratorium klinik dan farmakokinetik untuk mengevaluasi terapi obat
serta antisipasi efek samping, toksisitas atau efek merugikan
• Penyalahgunaan obat
• Merekomendasikan perubahan alternatif dlm terapi jika situasi tertentu diperlukan
• Tanda-tanda fisik dan gejala klinik yang relevan dengan terapi obat pasien
PENYUSUNAN PRIORITAS SELEKSI PASIEN

Seleksi pasien berdasarkan keadaan Seleksi pasien berdasarkan terapi obat :


penyakit : • Pasien dg masalah kompleks dan
• Pasien yg masuk RS dg “Multiple ditangani polifarmasi
Desease” • Pasien yg menerima obat dg resiko tinggi
• Pasien dg masalah memerlukan reaksi toksisitas
bahan obat yg bersifat racun (toksis)
• Pasien kelainan organ tubuh
• Pasien berusia lanjut atau balita yg
mempunyai resiko pengobatan yg
meningkat
DASAR RASIONAL BAGI PEMAKAIAN OBAT-OBATAN
• Pengalaman
pengalaman yg diperoleh dari seberapa banyak bergaul dg pasien dan mengamati
perkembangan pasien setiap hari di bangsal akan dapat membantu kita di dalam
menentukan pengobatan yg tepat bagi pasien
• Judgement
pembuatan suatu keputusan tetntang makna klinik dari suatu masalah demi keamanan
pasien
• Referensi ilmiah dari sumber yg tepat
untuk melengkapi pengetahuan dalam penetuan ketepatan terapi yg spesifik dapat
dilakukan dg membaca berbagai referensi buku, misalnya America Hospital Formulary
Service, Farmakologi Klinik, Phatofisiologi, Pharmacoterapi, Farmakokinetika Klinik, dll
DATA YG DIPERTIMBANGKAN UNTUK SASARAN TERAPI
YANG TEPAT

• Farmakokinetika Klinik
• Mekanisme Kerja Obat
• Indeks Terapi
• Farmakologi Klinik
• Toksisitas
• Efek samping yg tidak diinginkan
• Interaksi obat
• Metabolisme obat
• Faktor pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, penyakit)
LANGKAH-LANGKAH DALAM MELAKSANAKAN PTO
• Orientasi Masalah Dari Data Pasien
pengumpulan data pasien dan mengatur data kedalam format masalah
• Pengkajian Ketepatan Seleksi Terapi Obat dan Mengidentifikasi Data Terapi
hubungan terapi obat dg masalah tertentu atau status penyakit untuk menetapkan ketepatan
terapi tertentu
• Mengembangkan Sasaran-sasaran Terapi tertentu
• Menyusun / Mendesain Rencana Pemantauan Terapi Obat
– Pengembangan parameter spesifik pemantauan
– Penetapan titik akhir farmakoterapi
– Penetapan frekuensi pemantauan
• Identifikasi masalah dan atau kemungkinan untuk ROM (Reaksi Obat Merugikan)
• Pengembangan alternatif atau pemecahan masalah
• Pendekatan untuk intervensi dan tindak lanjut
• Penyampaian terapi dan rekomendasi
PELAPORAN
- Industri Farmasi yang memproduksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi wajib membuat,
menyimpan, dan menyampaikan laporan produksi dan penyaluran produk jadi Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi setiap bulan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala
Badan.
- PBF yang melakukan penyaluran Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat
jadi wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan pemasukan dan penyaluran Narkotika,
Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi setiap bulan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi dengan tembusan Kepala Badan/Kepala Balai.
- Instalasi Farmasi Pemerintah Pusat wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan
pemasukan dan penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi
kepada Direktur Jenderal dengan tembusan Kepala Badan.
- Instalasi Farmasi Pemerintah Daerah wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan
pemasukan dan penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi
kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi atau Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada
Kepala Balai setempat.
- Pelaporan paling sedikit terdiri atas:
a. nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan/atau Prekursor Farmasi;
b. jumlah persediaan awal dan akhir bulan;
c. tanggal, nomor dokumen, dan sumber penerimaan;
d. jumlah yang diterima;
e. tanggal, nomor dokumen, dan tujuan penyaluran;
f. jumlah yang disalurkan; dan
g. nomor batch dan kadaluarsa setiap penerimaan atau penyaluran
dan persediaan awal dan akhir.
- Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Lembaga Ilmu Pengetahuan, dan dokter praktik perorangan wajib membuat,
menyimpan, dan menyampaikan laporan pemasukan dan penyerahan/penggunaan Narkotika dan Psikotropika, setiap bulan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan Kepala Balai setempat.
- Pelaporan paling sedikit terdiri atas:
a. nama, bentuk sediaan, dan kekuatan Narkotika, Psikotropika, dan/atau Prekursor Farmasi;
b. jumlah persediaan awal dan akhir bulan;
c. jumlah yang diterima; dan
d. jumlah yang diserahkan.
- Puskesmas wajib membuat, menyimpan, dan menyampaikan laporan pemasukan dan penyerahan/penggunaan Narkotika dan Psikotropika
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Laporan dapat menggunakan sistem pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan/atau Prekursor Farmasi secara elektronik.
- Laporan disampaikan paling lambat setiap tanggal 10 bulan berikutnya.
PENYIMPANAN
Ada beberapa sistem atau tata cara penyimpanan obat yang diterapkan di Apotek, Instalasi Farmasi dan Gudang
Farmasi diantaranya adalah :
1. FIFO dan FEFO
FIFO (First in first out) yang artinya barang yang datang terlebih dahulu, dikeluarkan pertama. Biasanya
penyimpanan obat dengan menggunakan sistem FIFO ini digunakan untuk menyimpan obat tanpa memperhatikan tanggal
kadaluarsa.
FEFO (first expiry first out) yang artinya barang yang lebih dahulu kadaluarsa (ED), yang akan dikeluarkan
terlebih dahulu. Tempatkan obat dengan tanggal kadaluarsa yang lebih pendek di depan obat yang berkadaluarsa lebih
lama. Bila obat mempunyai tanggal kadaluarsa sama, tempatkan obat yang baru diterima di belakang obat yang sudah berada
di atas rak
2. Berdasarkan abjad
Penyimpanan obat berdasarkan abjad bertujuan untuk mempermudah pengambilan obat dan untuk penyimpanan
berdasarkan abjad ini juga harus berdasarkan bentuk sediaan. Misal sediaan tablet kita urutkan dari huruf A (Amoxilin), B
(Betametason), C (Ciproheptadin) dan seterusnya.
3. Berdasarkan generik dan non generik
Obat generik dan non generik dipisahkan dan disusun berdasarkan abjad dan berdasarkan bentuk sediaan, hal
tersebut untuk memudahkan pengambilan obat baik yang generik maupun non generik.
4. Berdasarkan kelas terapi obat
Obat ini dikelompokkan berdasarkan khasiat atau indikasi obat tersebut, misal golongan antibiotika dikelompokkan
jadi satu dengan golongan antibiotika, golongan analgetik-antipiretik dan lain sebagainya.
5. Berdasarkan bentuk sediaan
Dikarenakan ada macam-macam bentuk sediaan obat maka sebaiknya obat yang mempunyai kesamaan bentuk
sedian di simpan secara bersamaan di atas rak. Misal untuk obat oral di simpan dirak yang sama namun agar mudah
penyimpanannya obat oral dengan sediaan tablet atau kapsul bisa kita pisahkan dengan bentuk sediaan obat suspensi dll.
6. Berdasarkan Stabilitas Obat
Dikarenakan obat-obat yang kita simpan bisa mengalami kerusakan karena stabilitas obatnya terganggu maka
dalam penyimpanan kita juga harus memperhatikan unsur-unsur kestabilan obat diantaranya :
• Suhu
Obat yang membutuhkan penyimpanan dengan suhu tertentu harus disimpan sesuai dengan instruksi yang sesuai
dengan yang tertulis pada label atau box obat. Mis : untuk vaksin disimpan pada suhu 2-8 derajat C, jg untuk obat-obat
supositoria dan pervaginam harus disimpan dalam suhu yang sejuk (5-15° celsius, krn pada suhu tinggi, dapat
membuat obat ini meleleh). Obat-obatan tersebut jika tidak disimpan sesuai dengan persyaratan akan membentuk kristal dan
kehilangan aktivitas obatnya
• Cahaya
Hampir semua obat kestabilannya akan terpengaruh oleh sinar cahaya, sehingga untuk obat-obat tersebut
biasanya dikemas dalam kemasan tahan cahaya disimpan dalam wadah gelap. Contoh : epinefrin inj, vit c inj, vit k inj, impugan
inj
• Kelembaban
Karena Obat bersifat menghisap uap air udara sehingga menjadi lembab maka banyak obat dalam kemasan
disertai pengering (silica gel) agar tidak lembek . Contohnya obat dalam bentuk kapsul yang dalam kemasan seperti botol
biasanya disertai dengan silica gel agar tidak lembek dan lengket. Untuk itulah tidak disarankan untuk mengeluarkan obat
terutama dalam bentuk kapsul di telapak tangan dalam jangka waktu yang lumayan lama karena ditakutkan obat tersebut bisa
mengalami kerusakan
7. Berdasarkan Undang-Undang
Point terpenting pada penyimpanan obat ini adalah penyimpanan berdasarkan undang-
undang yang berhubungan dengan narkotika dan psikotropika. Obat-obat yang termasuk dalam
psikotropika dan narkotika harus disusun dan disimpan secara terpisah dengan obat-obat yang lain
dikarenakan ada pelaporan khusus yang harus kita serahkan ke dinas kesehatan setiap bulannya.
Obat narkotika disimpan pada almari narkotika yang terbuat dari kayu dengan ukuran 40x80x120

Almari narkotika ini diberi kunci ganda dan diletakkan menempel pada lantai, begitu pula untuk
lemari psikotropika juga harus terkunci.
PEMUSNAHAN NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya dilakukan dalam hal:
a. diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau tidak dapat diolah
kembali;
b. telah kadaluarsa;
c. tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau untuk pengembangan
ilmu pengetahuan, termasuk sisa penggunaan;
d. dibatalkan izin edarnya; atau
e. berhubungan dengan tindak pidana.

Pemusnahan dilaksanakan oleh Industri Farmasi, PBF, Instalasi Farmasi Pemerintah, Apotek,
Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Lembaga Ilmu Pengetahuan, Dokter atau Toko
Obat.
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut:
a. penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan kefarmasian/pimpinan
lembaga/dokter praktik perorangan menyampaikan surat pemberitahuan dan permohonan saksi
kepada:
• Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan, bagi Instalasi Farmasi Pemerintah
Pusat;
• Dinas Kesehatan Provinsi dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat, bagi
Importir, Industri Farmasi, PBF, Lembaga Ilmu Pengetahuan, atau Instalasi Farmasi Pemerintah
Provinsi; atau
• Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan
setempat, bagi Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Instalasi Farmasi
Pemerintah Kabupaten/Kota, Dokter, atau Toko Obat.
b. Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Dinas Kesehatan Provinsi, Balai
Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat, dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
menetapkan petugas di lingkungannya menjadi saksi pemusnahan sesuai dengan surat permohonan
sebagai saksi
c. Pemusnahan disaksikan oleh petugas yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada huruf b.
d. Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk bahan baku, produk antara, dan
produk ruahan harus dilakukan sampling untuk kepentingan pengujian oleh petugas yang berwenang
sebelum dilakukan pemusnahan
e. Narkotika, Psikotropika dan Prekursor Farmasi dalam bentuk obat jadi harus dilakukan pemastian
kebenaran secara organoleptis oleh saksi sebelum dilakukan pemusnahan.

Dalam hal Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dilakukan oleh
pihak ketiga, wajib disaksikan oleh pemilik Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dan saksi.
Penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan
kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan yang melaksanakan pemusnahan
Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi harus membuat Berita Acara Pemusnahan.
Berita Acara Pemusnahan paling sedikit memuat:
a. hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan;
b. tempat pemusnahan;
c. nama penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan
kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan;
d. nama petugas kesehatan yang menjadi saksi dan saksi lain badan/sarana tersebut;
e. nama dan jumlah Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi yang dimusnahkan;
f. cara pemusnahan; dan
g. tanda tangan penanggung jawab fasilitas produksi/fasilitas distribusi/fasilitas pelayanan
kefarmasian/pimpinan lembaga/dokter praktik perorangan dan saksi.

Berita Acara Pemusnahan dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dan tembusannya disampaikan kepada
Direktur Jenderal dan Kepala Badan/Kepala Balai menggunakan formulir

Anda mungkin juga menyukai