Anda di halaman 1dari 13

Geologi

Kuarter
Jawa Barat

Disusun Oleh :

- Aldre Y P (410016005)
- Dian Ibrahim (410016013)
- Arian Dani P (410016016)
- Sukri S (410016017)
- Dini Refiyanti (410016020)

(Sumber :Wikipedia.org )
Outline

1 Pendahuluan

2 Formasi Penciri
Geologi Kuarter
Daerah Jawa Barat 3 Batasan Umur

4 Fosil Penciri
2
Pendahuluan

Geologi Kuarter merupakan salah satu disiplin ilmu kebumian yang mempelajari proses -
proses geologi yang sudah, sedang dan akan berlangsung selama kurun waktu Kuarter. Pada
skala waktu geologi Zaman Kuarter juga dikenal sebagai zaman dimana tanda-tanda
kehidupan/peradaban manusia. Endapan Kuarter menutupi hampir 80 % wilayah Indonesia
dimana di atasnya terdapat kehidupan. . Endapan Kuarter tersebut dihasilkan oleh proses-
proses alam yang sangat kompleks berupa interaksi antara lithosfer, hydrosfer, atmosfer dan
biosfer. Ciri-ciri zaman kuarter :
1. Sudah terdapat manusia modern (Homo sapiens)
2. Berlangsung sekitar 600.000 tahun yang lalu
3. Keadaan alam masih liar dan labil
4. Bumi masih diselimuti es dan mencair pada akhir Kala Pleistosen
5. Daratan di bumi mulai terpecah karena es mencair
6. Manusia purba sudah punah
3
Plistosen

Zaman kuarter sendiri kemudian terbagi menjadi dua kala, yaitu


 Kala Pleistosen (Dilluvium) 1,8 – 0,01 Juta Tahun Lalu
Kala Pleistosen berlangsung sekitar 600.000 tahun yang lalu. Kala Pleistosen menjadi sangat penting karena
pada masa ini mulai muncul manusia purba. Keadaan alam pada masa ini masih liar dan labil karena silih
bergantinya dua zaman, yaitu Zaman Glasial dan Zaman Intraglasial. Di permulaan zaman kwarter, muncul
zaman es pertama suhu bumi menurun dan gletser menutupi sebagian besar daratan Asia, akibatnya banyak air
laut yang terambil, permukaan laut menjadi turun. Sebagian laut Jawa kering dan timbullah Paparan Sunda
yang menghubungkan benua Asia, Malaya, Sumatera, Kalimantan dan Jawa.Melalui periode glasial pertama
dengan timbulnya Paparan Sunda menjadi jembatan yang memungkinkan terjadinya migrasi manusia dan
hewan dari daratan Asia ke Nusantara bagian barat walaupun Paparan Sunda ini kemudian tenggelam
kembali, Zaman permulaan plestosin tengah berjalan seiring dengan glasial kedua daratan Asia, permukaan air
laut turun sedalam 125 meter; sehingga Paparan Sunda mencapai luas wilayah yang sangat besar dan sekali
lagi Jawa, Kalimantan dan Sumatera bersatu dengan daratan Malaya dan Asia, kembali terjadi migrasi
berbagai macam hewan.
4
Holosen

 Kala Holosen (Alluvium) 0,01 Juta Tahun Lalu – Sekarang


Pada awal Kala Holosen, sebagian besar es di kutub utara sudah lenyap, sehingga permukaan air laut naik lagi.
Tanah-tanah rendah di daerah Paparan Sunda dan Paparan Sahul tergenang air dan menjadi laut transgresi.
Dengan demikian munculah pulau-pulau di nusantara lalu manusia purba dan mastodon maupun mammoth
lenyap, kemudian muncul manusia cerdas (Homo sapiens) seperti manusia sekarang. Kala Holosen atau
alluvium, yaitu kala manusia merajai dunia, yang baru mulai 0,01 juta (10 ribu) tahun silam. Dari kala ini
peninggalan sejarah budaya manusia Zaman Paleolitikum (Zaman Batu purba) sampai Zaman Neolitikum
(Zaman Batu baru) yang ditemukan di Punung (Pacitan, Jawa Timur) dan Dago (Bandung, Jawa Barat). Di
Indonesia, khususnya di Jawa, dan di tempat-tempat lain di dunia ini batas bawah Plistosen atau zaman
Kuarter masih menimbulkan banyak problem yang menarik, batas antara Pliosen dan Plistosen masih
merupakan problem yang perlu diteliti lebih lanjut. Secara mendunia Kala Plistosen dipisahkan dari Kala
Pliosen berdasarkan atas beberapa fenomena, salah satunya adalah perubahan iklim. Pembentukan es yang
sangat luas di daerah kutub pada awal Plistosen sebagai bukti adanya perubahan iklim secara mencolok
secara mendunia pada kedua batas kala tersebut.
5
Kuarter Jabar

Daerah Jawa Barat dibagi menjadi 4 bagian berdasarkan karateristik morofologi dan tektoniknya yaitu
zona dataran Aluvial Jawa Utara, Zona Bogor, Zona Bandung, Zona peunungan selatan.

Sedangkan di Jawa Barat sendiri batas kala


pliosen dengan plistosen dalam formasi Citalang
.Hampir semua riset yang dilakukan di pulau
Jawa untuk mengetahui batas antara kala pliosen
dengan plistosen menggunakan beberapa metode
sebagai berikut:
 Lithostratigrafi
 Kronostratigrafi
 Biostratigrafi
Pembagian zona fisiografi Jawa Barat (Van Bemmelen, 1949), terdiri dari
 Paleomagnetik
Zona Bogor di bagian utara, Samudra Indonesia di bagian selatan, Zona
Pegunungan Selatan di bagian timur dan Zona Pegunungan Bayah di bagian
barat.
6
Kuarter Jabar
Pada zaman kuarter peristiwa geologi banyak diwarnai oleh aktivitas vulkanisme sehingga pada
seluruh permukaan tertutupi oleh satuan produk gunung api. Daerah Bandung mengalami
penyumbatan sungai Citarum oleh lava erupsi Tangkuban Perahu sehingga tergenang oleh air dan
terbentuk Danau Bandung. Selama tergenang maka daerah Bandung dan sekitarnya seperti
Padalarang dan Cimahi banyak terbentuk endapan-endapan danau. Sampai akhirnya Danau Bandung
bocor di daerah gamping Sang Hyang Tikoro dan selama itu terendapkan lagi produk-produk gunung
api dari Tangkuban Perahu.
Struktur regional Jawa Barat memiliki empat pola struktur akibat adanya empat aktifitas tektonik
yaitu : Struktur perlipatan dan pensesaran yang mempunyai arah barat ke timur. Diakibatkan oleh
pengangkatan yang berlangsung selama Miosen tengah Struktur perlipatan dan pensesaran yang
mempunyai arah sekitar N45oE. Struktur ini diakibatkan oleh pengangkatan yang disertai oleh
volkanisme pada Oligosen akhir sampai Miosen awal. Struktur di sebelah timur Jawa Barat
mempunyai arah sekitar N315oE, membentang ke barat di utara Bandung berarah timur-barat,
semakin ke barat maka struktur berarah umum barat daya. Struktur ini diakibatkan oleh aktivitas
tektonik yang berlangsung selama Kuarter.
Kuarter Jabar

8
Stratigrafi Regional

Berdasarkan peta geologi bersistem Jawa, lembar Bandung skala 1 : 100.000 yang diterbitakan oleh Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung (Silitonga, 1973),.Zona Bogor, yang merupakan daerah di kaki
perbukitan, yaitu berada di utara jalur pegunungan vulkanik dan merupakan antiklinorium dengan arah sumbu
umumnya hampir barat – timur. Memiliki ciri-ciri litologi untuk setiap formasi batuan tersebut dari tua ke muda
adalah sebagai berikut
• Formasi Subang (Msc)
Penamaan Formasi Subang pertama kali diajukan oleh Sudjatmiko (1972, dalam Silitonga, 1973) dan dipakai oleh
Silitonga (1973) dengan sinonim Cidadap Fasies Utara (Koolhoven, 1936, dalam Silitonga, 1973). Menurut
Silitonga (1973) Formasi Subang anggota batulempung terdiri dari batulempung beberapa mengandung
batugamping napalan yang keras, napal dan batugamping abu-abu tua, juga ada kadang-kadang sisipan batupasir
glaukonit hijau, mengandung fosil foraminifera. Menurut Martodjojo (1984) terdiri dari batulempung gampingan,
berwarna abu-abu sampai abu-abu kehijauan, mengandung foraminifera kecil dan sisipan tipis (3 - 8 meter)
batupasir tufan. Menurut Tjia (1963, dalam Silitonga, 1973) tebal dari anggota batulempung ini 2900 meter. Umur
dari formasi ini adalah Miosen Akhir (Silitonga, 1973). 9
Stratigrafi Regional

• Formasi Citalang dan Tambakan (Pt)


Menurut Silitonga (1973) ciri litologi ini adalah lapisan-lapisan napal tufan diselingi oleh batupasir tufan dan konglomerat.
Formasi ini adalah ekuivalen dengan Tambakan Beds (Formasi Tambakan), Koenigswald (1935, dalam Marks, 1957) yang
terdiri dari konglomerat andesitik, batupasir tufan, dan batulempung dengan sisipan lignit dan peat. Formasi ini terlipatkan
oleh pergerakan orogenik Plistosen. Menurut Marks (1957) mengatakan Formasi Tambakan berumur Plistosen Awal
dengan ditemukannya fosil vertebrata dan merupakan endapan darat. Ciri litologi ini adalah konglomerat dengan fragmen
andesit, batupasir tufan dan batulempung mengandung lignit. Terdapat perbedaan nama formasi setelah pengendapan
Formasi Kaliwangu,ada yang mengatakan setelah Formasi Kaliwangu diendapkan secara selaras Formasi Citalang,
diantaranya Djuri (1973, dalam Djuhaeni dan Martodjojo, 1989), Silitonga (1973), Martodjojo (1984). Beberapa
mengatakan setelah Formasi Kaliwangu diendapkan secara tidak selaras Formasi Tambakan, yaitu Marks (1957, dalam
Djuhaeni dan Martodjojo, 1989).
• Batupasir tufan, lempung, konglomerat (Qos)
Secara tidak selaras diendapkan Satuan Endapan Kuarter (Silitonga, 1973). Endapan ini mempunyai ciri-ciri litologi berupa
batupasir tufan, kadang- kadang mengandung batuapung, lempung mengandung sisa-sisa tumbuhan, konglomerat, breksi
dan pasir halus. Endapan ini berumur Plistosen. Secara bersamaan diendapkan pula breksi, lahar dan pasir tufan berlapis-
10

lapis dengan kemiringan yang kecil.


Stratigrafi Regional

• Aluvium (Qa)
Secara tidak selaras diendapkan aluvial endapan sungai berumur Holosen terdiri dari material lempung,
lanau, pasir, kerikil (Silitonga, 1973).
Dan yang menjadi penciri endapan kuarter adalah Formasi Citalang dengan litologi penyusun dan batas-
batas sebagai berikut:
 Batas bawah disusun lempung hitam dengan lapisan tipis tuff kaya akan moluska air tawar,fosil Stegodon
(gajah), Bovidae (kerbau), Cervidae (impala), buaya, Gaviale (kura-kura), dan fosil kotoran atau koprolit.
 Batas tengah disusun oleh batupasir kasar,konglomeratan dan sisa-sisa tumbuhan dan fosil Bovidae
(kerbau), gigi Cervidae (impala), buaya, Gaviale (kura-kura).
 Bagian atas disusun domian konglomerat, dan batupasir dengan beberapa lapisan lempung abu-abu.Pada
lapisan konglomerat kaya akan fosil fauna.

11
Fosil Penciri

Proses pengunian Pulau Jawa diperkirakan terjadi karena adanya zaman es yang diikuti oleh proses migrasi
manusia dan fauna dari daratan Asia ke kawasan Nusantara (Indonesia). Sebagai bukti adanya proses migrasi
awal oleh binatang dari daratan Asia ke wilayah Indonesia pada masa lalu, adalah ditemukannya situs
paleontologi tertua didaerah sebelah timur Ciamis (Jawa Barat). Fosil tersebut yaitu Mastodon Btaniayttensis
(spesies gajah) dan Rhinoceros Sonciakus (spesies badak). Bila dibandingkan dengan hasil binatang di
daratn Asia, fosil-fosil tersebut bermur lebih muda dari fosil-fosil yang terdapat dalam kelompok fauna
Siwalik di India.

12
Referensi

13

Anda mungkin juga menyukai