Anda di halaman 1dari 39

PEMODELAN TINGKAT KERAWANAN DEMAM BERDARAH DI

KABUPATEN BANJAR DENGAN METODE ANALISIS REGRESI LOGISTIK


ORDINAL YANG TERBOBOTI GEOGRAFIS

OLEH:
PAMONA DWIRAHAYU (J1A112011)

PEMBIMBING I: PEMBIMBING II:


DEWI SRI SUSANTI, S.Si, M.Si ONI SOESANTO,S.Si, M.Si

PROGRAM STUDI MATEMATIKA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2017
PEMODELAN
Latar TINGKAT KERAWANAN DEMAM
BERDARAH
RumusanDI KABUPATENTujuan Manfaat
BANJAR DENGAN
Belakang
Tinjauan
Metode Daftar
Jadwal Penelitian
METODEMasalah
ANALISIS REGRESI
Penelitian
LOGISTIK ORDINAL
Pustaka
Penelitian Penelitian Pustaka
YANG TERBOBOTI GEOGRAFIS
Latar Belakang

Demam Berdarah Data Spasial

Regresi Logistik Regresi Terboboti


Geografis

Regresi Logistik
Ordinal

PEMODELAN TINGKAT KERAWANAN DEMAM


BERDARAH DANGUE DENGAN PENDEKATAN REGRESI
LOGISTIK ORDINAL YANG TERBOBOTI SECARA
GEOGRAFIS
RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana prosedur pengujian parameter pada


model regresi logistik ordinal yang terboboti secara
geografis?

2. Bagaimana model Tingkat Kerawanan Demam


Berdarah di Kabupaten Banjar dengan Pendekatan
Regresi Logistik Ordinal yang Terboboti Secara
Geografis?
TUJUAN PENELITIAN

1. Menjelaskan prosedur pengujian parameter pada


model regresi logistik ordinal yang terboboti secara
geografis.
2. Menjelaskan terbentuknya Model Tingkat
Kerawanan Demam Berdarah di Kabupaten Banjar
dengan Pendekatan Regresi Logistik Ordinal yang
Terboboti Secara Geografis.
MANFAAT PENELITIAN

1. untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang


mempengaruhi tingkat kerawanan suatu wilayah
terhadap penyakit DBD di kabupaten Banjar
2. memberikan informasi tentang perumusan dari
model regresi logistik ordinal yang terboboti secara
geografis dan prosedur pengujian parameternya.
TinJAUAN PUSTAKA

Demam Pengujian
Fungsi Pembobot Signifikansi
Berdarah
Parameter Model
Tingkat
Kerawanan Tipe Data
Wilayah
Uji Efek Spasial
Matriks Model Regresi

Turunan dan
Metode Maksimum
Turunan Parsial Fungsi Logaritma
Likelihood
Asli
METODE PENELITIAN

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian adalah:


• Mengumpulkan data dengan variabel yang telah ditentukan ke BPS, Dinas Kesehatan atau
puskesmas dilingkup Kabupaten Banjar.
• Menyajikan deskripsi data.
• Mendeteksi pemenuhan asumsi dari data yang telah dikumpulkan yaitu pemenuhan sifat
heterogenitas spasial.
• Mengaplikasikan dan mengestimasi parameter pada model regresi logistik ordinal terboboti
secara geografis menggunakan metode Maximum Likelihood Estimation (MLE) dan metode
iterasi numerik Newton Raphson
• Menguji parameter yang bersesuaian dengan metode Regresi Logistik Ordinal yang
Terboboti secara Geografis.
• Membuat peta tematik dan menginterpretasikan hasil analisis data.
JADWAL PENELITIAN

Bulan ke-
Kegiatan
1 2 3 4 5 6

Persiapan X

Pelaksanaan Penelitian X X X

Penyusunan Skripsi X X X
Daftar pustaka

Abadir,K.M. & J.N. Magnus. 2005. Matrix Algebra. Cambridge University Press, New York
Aedi, Nur. 2010. Pengolahan dan Analisis Data Hasil Penelitian. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Agresti, A. 2002. Categorical Data Analysis, Second Edition. John Wiley & Sons. New York.
Anselin, L. 1988. Spatial Econometrics: Methods and Models, Kluwer Academic Publishers. The Netherlands.
Anton, H. 1994. Aljabar Linier Elementer Edisi kelima. Erlangga. Jakarta.
Bain, L.J & M. Engelhardt. 1992. Introduction to Probability and Mathematical Statistics. Edisi-2. PT Belmont Company. California.
Departemen Kesehatan RI. 2007. Modul Pelatihan bagi Pengelola Program
Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan. Jakarta.
Fotheringham, A. S., Brunsdon, C., & Charlton, M. 2002. Geographically Weighted Regression : the Analysis of Spatially Varying
Relationships. Chichester : Wiley, England.
Fotheringham, A. S., Brunsdon, C., & Charlton, M. 2007. Qualitative Geography, Perspectives on Spatial Data Analysis. SAGE
Publications Asia-Pacific Pte Ltd. Singapore.
Gujarati, Damodar N dan Porter, Dawn C. 2010. Dasar-Dasar Ekonometrika. Salemba empat. Jakarta.
Hosmer, David W & lemeshow, Stanley. 2000. Applied Logistic Regression second edition. John Wiley & Sons, Inc. United States of
America.
Myers, Raymond H et al. 2010. Generalized Linear Models With Applications in Engineering and the Sciences Second Edition. John
Wiley & Sons. New Jersey.
O’connell, Ann A. 2006. Logistic Regression Models For Ordinal Response Variables. Sage Publications, Inc. United States of
America.
Pfeiffer, D et al. 2008. Spatial Analysis in Epidemiolog. Oxford University Press. New York.
Purcell, E.J., & D. Varberg. 1987. Kalkulus dan Geometri Analisis Jilid 1. Erlangga. Jakarta.
Tim Redaksi Kementrian kesehatan RI. 2010. Demam berdarah dangue. Pusat Data dan surveilans epidemiologi kementrian
kesehatan RI. Jakarta.
Tim Redaksi Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar. 2015. Profil Kesehatan Kabupaten Banjar Tahun 2014. Dinas Kesehatan Kabupaten
Banjar. Martapura.
Weisberg, Sanford. 2006. Applied Linear Regression Third Edition. John Wiley & Sons. New Jersey.
Penelitian SEBELUMNYA

NURUL QAMARIAH ( ESTIMASI PARAMETER REGRESI GEOGRAFIS DENGAN STUDI


KASUS KESEJAHTERAAN PENDUDUK DI KABUPATEN BANJAR)

INDAH SETIAWATI ( ANALISIS REGRESI POISSON TERBOBOTI SECARA GEOGRAFIS


DENGAN STUDI KASUS JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI KALSEL TAHUN 2015)
SEKIAN DAN TERIMAKASIH
DEMAM BERDARAH

Menurut Tim Redaksi Kementrian Kesehatan RI (2010) Demam berdarah merupakan


penyakit yang banyak ditemukan didaerah tropis dan sub tropis. Sejak tahun 1968
sampai 2009 penyakit demam berdarah di Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia
Tenggara menurut World Health Organization (WHO). Penyakit ini disebabkan oleh
virus dangue yang disebarkan nyamuk aedes yang terinfeksi oleh virus dangue

Posisi topografi seperti inilah yang menyebabkan aliran air pada permukaan tanah di
kabupaten banjar kurang lancar sehingga mengakibatkan beberapa wilayah selalu
tergenang dan ada yang tergenang secara periodik. Kondisi tergenang inilah yang
menyebabkan mudahnya perkembangan nyamuk aedes yang dapat menimbulkan
penyebaran penyakit demam berdarah. Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar
(2017), pada tahun 2015 terdapat 364 kasus penderita demam berdarah per 100.000
penduduk kemudian pada tahun 2016 meningkat menjadi 552 kasus penderita
demam berdarah per 100.000 penduduk.
Tingkat Kerawanan wilayah

Menurut Hidayati dkk (2009) Tingkat kerawanan wilayah dinyatakan dalam indeks
kerawanan yang ditentukan melalui tahapan analisis berikut
Menentukan bentuk sebaran data Incidence Rate (IR) bulanan yang nilainya lebih dari
nol
Membagi tingkat kejadian ke dalam kejadian ringan (r) pada peluang lebih dari 0%
hingga sama dengan 25%, kejadian sedang (s) pada tingkat peluang 25% hingga sama
dengan 75%, dan kejadian berat (b) pada tingkat peluang lebih dari 75%
Menentukan Indeks Kerawanan (IK) kejadian DBD bulanan untuk setiap kabupaten,
dengan formula:
𝐼𝐾 = 𝑤𝑟 𝐹𝑟 + 𝑤𝑠 𝐹𝑠 + 𝑤𝑏 𝐹𝑏 ∗ 𝐹𝐾

Dengan 𝐹𝐾 = (𝑚 + 𝑛)/(2 ∗ 𝑛 − 2)
matriks

Definisi 5.3 (Anton, 1994)


Matriks adalah susunan segi empat siku-siku dari bilangan-bilangan. Bilangan-bilangan
dalam susunan tersebut dinamakan entri dalam matriks.
Anton (1994) menyatakan bahwa ukuran-ukuran matriks dijelaskan dengan menyatakan
banyaknya garis (garis horizontal) dan banyaknya kolom (garis vertical) yang terdapat
dalam matriks tersebut. Sebagai gambaran matriks dibawah ini mempunyai m baris dan n
kolom sehingga ukurannya adalah m kali n (yang dituliskan 𝑚 × 𝑛)
𝑎11 𝑎12 … 𝑎1𝑛
𝑎21 𝑎22 … 𝑎2𝑛
𝑨𝑚×𝑛 = ⋮ ⋮ ⋮ … (5.1)

𝑎𝑚1 𝑎𝑚2 … 𝑎𝑚𝑛
Atau dapat juga ditulis:
𝑨𝑚×𝑛 = 𝑎𝑖𝑗 ; 𝑖 = 1,2,3, … , 𝑚 ; 𝑗 = 1,2,3, … , 𝑛
Dengan 𝑎𝑖𝑗 adalah entri-entri matriks A.
matriks

Matriks yang sering digunakan dalam statistika di antaranya adalah matriks persegi,
matriks diagonal, matriks skalar, matriks identitas, dan matriks simetris.
Menurut Pangesti (2008), matriks persegi adalah suatu matriks yang banyaknya
baris dan kolom sama. Dan matriks diagonal adalah matriks persegi dengan semua
elemennya bernilai nol, kecuali diagonalnya.
𝑑1 0 … 0
0 𝑑2 … 0
𝑫𝑛𝑥𝑛 = … (5.2)
⋮ ⋮ ⋮
0 0 … 𝑑𝑛
Sedangkan, matriks identitas adalah matriks diagonal dengan elemen diagonal
utama semua sama dengan 1. Matriks identitas atau matriks satuan ditulis dengan
notasi I.
1 0 … 0
… 0
𝑰𝑛𝑥𝑛 = 0 1 … (5.3)
⋮ ⋮ ⋱ ⋮
0 0 … 1
Operasi Matriks

Definisi 5.4.1 (Anton, 1994)


Jika A dan B adalah sebarang dua matriks yang ukurannya sama, maka jumlah 𝐴 + 𝐵
adalah matriks yang diperoleh dengan menambahkan bersama-sama entri yang bersesuaian
dalam kedua matriks tersebut. Matriks-matriks yang ukurannya berbeda tidak dapat
dijumlahkan.

Definisi 5.4.2 (Anton, 1994)


Jika A adalah suatu matriks dan c adalah suatu skalar, maka hasil kali cA adalah matriks
yang diperoleh dengan mengalikan masing-masing entri dari A dengan c.

Definisi 5.4.3 (Anton, 1994)


Jika A adalah matriks 𝑚 × 𝑟 dan B adalah matriks × 𝑛 , maka hasil kali AB adalah matriks
𝑚 × 𝑛 yang entri-entrinya ditentukan sebagai berikut. Untuk mencari entri dalam matriks
baris i dan kolom j dari AB. Pilihlah baris I dari baris matriks A dan kolom j dari matriks B.
kalikan entri-entri yang bersesuaian dari baris dan kolom tersebut bersama-sama dan
kemudian tambahkanlah hasil kali yang dihasilkan.
Operasi Matriks

Definisi 5.4.4 (Anton, 1994)


Jika A adalah sebarang matriks 𝑚 × 𝑛, maka transpose A dinyatakan dengan 𝑨′ dan
didefiniskan dengan matriks 𝑛 × 𝑚 yang kolom pertamanya adalah baris pertama dari
A. kolom keduanya adalah baris kedua dari A, demikian juga dengan kolom ketiga
adalah baris ketiga dari A, dan seterusnya.

Definisi 5.4.5 (Anton, 1994)


Jika A dan B merupakan matriks persegi dan B dapat ditentukan sedemikian sehingga
AB=BA=1, maka A dapat dibalik dan B disebut invers dari A.

Definisi 5.4.6 (anton, 1994)


Jika A adalah matriks persegi. Fungsi determinan dinyatakan oleh det, dan didefinisikan
det(A) sebagai jumlah semua hasil kali elementer bertanda dari A. jumlah det(A)
dinamakan determinan A.
Operasi Matriks

Definisi 5.4.6 (anton, 1994)


Jika A adalah matriks persegi. Fungsi determinan dinyatakan oleh det, dan didefinisikan
det(A) sebagai jumlah semua hasil kali elementer bertanda dari A. jumlah det(A)
dinamakan determinan A.
Definisi 5.4.7 (anton, 1994)
Jika A adalah matriks persegi maka minor entri 𝒂𝒊𝒋 dinyatakan oleh 𝑴𝒊𝒋 dan didefinisikan
menjadi determinan submatriks yang tetap setelah baris ke I dan kolom ke j dihilangkan
dari A. Bilangan −𝟏 𝒊+𝒋 𝑴𝒊𝒋 dinyatakan oleh 𝑪𝒊𝒋 dan dinamakan kofaktor entri 𝒂𝒊𝒋 .
Definisi 5.4.8 (anton, 1994)
Jika A adalah sebarang matriks persegi dan 𝑪𝒊𝒋 adalah kofaktor 𝑎𝑖𝑗 maka matriks
𝑎11 𝑎12 … 𝑎1𝑛
𝑎21 𝑎22 … 𝑎2𝑛
⋮ ⋮ ⋮ … (5.4)

𝑎𝑛1 𝑎𝑛2 … 𝑎𝑛𝑛
Dinamakan matriks kofaktor A. transpose matriks ini dinamakan adjoint A dan dinyatakan
dengan adj(A).
Teorema 5.4.9 (Anton, 1994)
Jika A adalah suatu matriks yang dapat dibalik, maka
𝟏
𝑨−𝟏 = 𝒅𝒆𝒕 𝑨 𝒂𝒅𝒋(𝑨) … (5.5)
Turunan dan fungsi logaritma
asli

5.5.1 Turunan
Definisi 5.5.1 (Purcell & Varberg, 1987)
Turunan (deferensial) fungsi dari f adalah fungsi f’ (dibaca ‘f aksen’) yang nilainya pada
sembarang bilangan c adalah
𝑓 𝑐 + ℎ − 𝑓(𝑐)
𝑓 ′ 𝑐 = lim , 𝑎𝑠𝑎𝑙𝑘𝑎𝑛 𝑙𝑖𝑚𝑖𝑡𝑛𝑦𝑎 𝑎𝑑𝑎
ℎ→0 ℎ
Atau

𝑓 𝑥 − 𝑓(𝑐)
𝑓 𝑐 = lim
𝑥→𝑐 𝑥−𝑐
Dimana titik 𝑐 + ℎ = 𝑥 dan 𝑥 − 𝑐 menggantikan h
Penulisan turunan juga dapat dituliskan dengan operator D, sehingga turunan dari
f(c) dituliskan Df(c) atau dapat juga di notasikan dengan notasi 𝐷𝑥 . Menurut Purcell &
Varberg (1987) jika lebih dari satu variabel dan untuk menunjukan variabel mana yang
diturunkan, misal 𝐷𝑥 𝑦 yang menyatakan turunan y terhadap x. Proses pencarian turunan
suatu fungsi langsung dapat diselesaikan dengan beberapa cara, salah satunya adalah
dengan menggunakan aturan rantai. Aturan-aturan dalam proses pencarian turunan
digunakan untuk memperpendek proses pencarian turunan yang panjang sehingga dapat
diperoleh turunan dari suatu fungsi yang sederhana hingga fungsi yang rumit.
Turunan dan fungsi logaritma
asli

Teorema 5.5.2 (Purcell & Varberg, 1987)


(Aturan Rantai). Andaikan 𝑦 = 𝑓(𝑏) dan 𝑏 = 𝑔(𝑎) dengan fungsi komposit 𝑦 =
𝑓 𝑔 𝑎 = (𝑓𝑜𝑔)(𝑎), jika g terdiferensialkan di a dan f terdeferensialkan di 𝑏 = 𝑔(𝑎),
maka 𝑓𝑜𝑔 terdeferensialkan di 𝑥 dan 𝑓𝑜𝑔 ′ 𝑎 = 𝑓 ′ 𝑔 𝑎 𝑔′(𝑎)
Pada fungsi exp 𝑢 = 𝑒 𝑢 , jika 𝑓 ′ 𝑢 = 𝑒 𝑢 , 𝑢 = 𝑔 𝑥 , maka menurut aturan
rantai
𝑓𝑜𝑔 𝑥 = 𝑓′(𝑔 𝑥 )𝑔′ 𝑥 = 𝑒 𝑢 𝑔′(𝑥)
…(5.6)

5.5.2 Fungsi Logaritma Asli


Definisi 5.5.3 (Purcell & Varberg, 1987)
Fungsi logaritma asli yang ditulis sebagai ln, didefinisikan dengan:
𝑥1
ln 𝑥 = ‫׬‬1 𝑡 𝑑𝑡, 𝑥 > 0
1
Sehingga turunan logaritma asli yaitu: 𝐷 ln 𝑥 = 𝑥 , 𝑥>0
Turunan dan fungsi logaritma
asli

Teorema 5.5.4 (Purcell & Varberg, 1987)


Jika 𝐹 ′ 𝑥 = 𝐺 ′ (𝑥) untuk semua x dalam (a,b), maka terdapat konstanta C sedemikian
sehingga F(x)=G(x)+C untuk semua x dalam (a,b)
Teorema 5.5.5 (Purcell & Varberg, 1987)
Jika a dan b bilangan-bilangan positif dan r sebuah bilangan rasional, maka
1. ln 1 = 0
2. ln 𝑎𝑏 = ln 𝑎 + ln 𝑏
𝑎
3. ln 𝑏 = ln 𝑎 − ln 𝑏
4. ln 𝑎 𝑟 = r ln a
Turunan parsial

Purcell & Varberg (1987) menyatakan bahwa, andaikan f suatu fungsi dua peubah x dan y,
jika y dijadikan konstan misal 𝑦 = 𝑦0 , maka 𝑓(𝑥, 𝑦0 ) menjadi fungsi satu peubah x dan jika
diturunkan juga di 𝑥 = 𝑥0 maka disebut turunan parsial f terhadap x di (𝑥0 , 𝑦0 ) dapat
dinyatakan sebagai
𝑓 𝑥0 + ∆𝑥, 𝑦0 − 𝑓 𝑥0 , 𝑦0
𝑓𝑥 𝑥0 , 𝑦0 = lim … 5.7
∆𝑥→0 ∆𝑥
Sedangkan untuk turunan parsial f terhadap y di (𝑥0 , 𝑦0 ) dapat dinyatakan sebagai
𝑓𝑦 𝑥0 , 𝑦0 yaitu:
𝑓 𝑥0 , 𝑦0 + ∆𝑦 − 𝑓 𝑥0 , 𝑦0
𝑓𝑦 𝑥0 , 𝑦0 = lim … (5.8)
∆𝑦→0 ∆𝑦

Misal 𝑧 = 𝑓(𝑥, 𝑦) untuk turunannya terhadap x dan y dapat juga ditulis dengan lambang 𝜕
yaitu tanda untuk turunan parsial, sehingga penulisannya:
𝜕𝑧 𝜕𝑓 𝑥, 𝑦
𝑓𝑥 𝑥, 𝑦 = = … (5.9)
𝜕𝑥 𝜕𝑥
𝜕𝑧 𝜕𝑓(𝑥, 𝑦)
𝑓𝑦 𝑥, 𝑦 = = … (5.10)
𝜕𝑦 𝜕𝑦
Turunan parsial

Menurut Purcell & Varberg (1987) andaikan f suatu fungsi tiga peubah x, y, dan z. Turunan
parsial f terhadap x di (x, y, z) dinyatakan oleh 𝑓𝑥 (𝑥, 𝑦, 𝑧) atau 𝜕𝑓(𝑥, 𝑦, 𝑧)Τ𝜕𝑥 dan
didefinisikan oleh:
𝑓 𝑥 + ∆𝑥, 𝑦, 𝑧 − 𝑓(𝑥, 𝑦, 𝑧)
𝑓𝑥 𝑥, 𝑦, 𝑧 = lim … (5.11)
∆𝑥→0 ∆𝑥
Jadi, 𝑓𝑥 (𝑥, 𝑦, 𝑧) boleh diperoleh dengan memperlakukan 𝑦 dan 𝑧 sebagai konstanta dan
menurunkan terhadap x, begitu juga terhadap 𝑦 dan 𝑧 turunan parsialnya dilakukan dengan
cara yang sama.
Secara umum, karena turunan parsial suatu fungsi 𝑥 dan 𝑦 adalah fungsi lain dari dua peubah
yang sama, maka turunan tersebut dapat diturunkan secara parsial terhadap 𝑥 atau 𝑦 untuk
memperoleh empat buah turunan parsial kedua fungsi f, yaitu:
𝜕 𝜕𝑓 𝜕2𝑓 𝜕 𝜕𝑓 𝜕2𝑓
𝑓𝑥𝑥 = = 2 ; 𝑓𝑦𝑦 = = 2 … (5.12)
𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑦
𝜕 𝜕𝑓 𝜕2𝑓 𝜕 𝜕𝑓 𝜕2𝑓
𝑓𝑥𝑦 = 𝑓𝑥 𝑦 = = ; 𝑓𝑦𝑥 = 𝑓𝑦 𝑥 = = … (5.13)
𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑦𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑥𝜕𝑦
MATRIKS HESSIAN

Menurut Abadir dan Magnus (2016) matriks Hessian adalah matriks persegi dari turunan
parsial orde kedua. Misal didefinisikan fungsi real 𝑓(𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 ), jika turunan parsial
orde kedua untuk semua 𝑓 terdefinisi, maka matriks Hessian dari fungsi 𝑓 adalah sebagai
berikut:
𝜕2𝑓 𝜕2𝑓 𝜕2𝑓

𝜕𝑥12 𝜕𝑥1 𝜕𝑥2 𝜕𝑥1 𝜕𝑥𝑛
𝜕2𝑓 𝜕2𝑓 𝜕2𝑓
𝐇 𝑓(𝑥) = 𝜕𝑥2 𝜕𝑥1 … … (5.14)
𝜕𝑥22 𝜕𝑥2 𝜕𝑥𝑛
⋮ ⋮ ⋮
𝜕2𝑓 𝜕2𝑓 ⋱ 2
𝜕 𝑓

𝜕𝑥𝑛 𝜕𝑥1 𝜕𝑥𝑛 𝜕𝑥2 𝜕𝑥𝑛2
TIPE DATA

Menurut Aedi (2010) berdasarkan skala pengukuran data dibagi empat yaitu:
1. Data nominal adalah data berskala nominal adalah data yang diperoleh melalui
pengelompokkan obyek berdasarkan kategori tertentu. Perbedaan kategori obyek hanyalah
menunjukkan perbedaan kualitatif. Walaupun data nominal dapat dinyatakan dalam bentuk
angka, namun angka tersebut tidak memiliki urutan atau makna matematis sehingga tidak
dapat dibandingkan.
2. Data ordinal adalah data yang berasal dari suatu objek atau kategori yang telah disusun
secara berjenjang menurut besarnya. Setiap data ordinal memiliki tingkatan tertentu yang
dapat diurutkan mulai dari yang terendah sampai tertinggi atau sebaliknya. Namun demikian,
jarak atau rentang antar jenjang yang tidak harus sama. Dibandingkan dengan data nominal,
data ordinal memiliki sifat berbeda dalam hal urutan.
3. data berskala interval adalah data hasil pengukuran yang dapat diurutkan atas dasar kriteria
tertentu serta menunjukan semua sifat yang dimiliki oleh data ordinal. Kelebihan sifat data
interval dibandingkan dengan data ordinal adalah memiliki sifat kesamaan jarak (equality
interval) atau memiliki rentang yang sama antara data yang telah diurutkan. Karena
kesamaan jarak tersebut, terhadap data interval dapat dilakukan operasi matematik
penjumlahan dan pengurangan ( +, - ). Namun demikian masih terdapat satu sifat yang belum
dimiliki yaitu tidak adanya angka Nol mutlak pada data interval.
TIPE DATA

4. data rasio adalah data yang menghimpun semua sifat yang dimiliki oleh data nominal,
data ordinal, serta data interval. Data rasio adalah data yang berbentuk angka dalam arti
yang sesungguhnya karena dilengkapi dengan titik Nol absolut (mutlak) sehingga dapat
diterapkannya semua bentuk operasi matematik ( + , - , x, : ).

Berdasarkan tipe pengambilan data terhadap gugus data dibagi:


1. Menurut Fotheringham (2002), data Spasial adalah data yang memuat informasi lokasi
dimana data tersebut diambil. Data untuk analisis spasial memiliki dua komponen yaitu
lokasi objek yang diamati dan karakteristik dari objek tersebut. Menurut Rajabidfard dan
Williamson Suryantoro (2009), data spasial adalah salah satu item dari informasi dimana di
dalamnya terdapat informasi mengenai bumi, termasuk permukaan bumi, di bawah
permukaan bumi, perairan, kelautan dan bawah atmosfir. Dengan kata lain, data spasial
adalah data yang berkaitan dengan lokasi berdasarkan geografi yang terdiri dari lintang-
bujur dan wilayah.
TIPE DATA

2. Menurut Gujarati dan Porter (2009) data time series adalah kumpulan nilai-nilai
pengamatan dari suatu variabel yang diambil pada waktu yang berbeda. Data jenis ini
dikumpulkan pada interval waktu tertentu, misalnya harian, mingguan, bulanan, dan tahunan.

3. Menurut Gujarati dan Porter (2009) data Cross-section adalah data dari satu variabel atau
lebih yang dikumpulkan pada waktu tertentu secara bersamaan.
MODEL REGRESI

Myers et al, (2010) menyebutkan analisis regresi adalah kumpulan teknik-teknik statistika
untuk memodelkan dan mengetahui hubungan antara variabel respon (𝑌) dengan variabel
penjelas (𝑋). Secara umum model regresi dapat dituliskan sebagai:

𝑌𝑖 = 𝛽0𝑖 + 𝛽1𝑖 𝑋1𝑖 + 𝛽2𝑖 𝑋2𝑖 + ⋯ + 𝛽𝑘𝑖 𝑋𝑘𝑖 + 𝜀𝑖 ; 𝑖 = 1,2, … , 𝑛 …(5.15)

dengan 𝛽0𝑖 , 𝛽1𝑖 , … , 𝛽𝑘𝑖 adalah parameter model yang tidak diketahui atau koefisien regresi.
Nilai rata-rata atau ekspektasi dari variabel respon 𝑌 adalah

𝐸 𝑌𝑖 = 𝛽0𝑖 + 𝛽1𝑖 𝑋1𝑖 + 𝛽2𝑖 𝑋2𝑖 + ⋯ + 𝛽𝑘𝑖 𝑋𝑘𝑖 …(5.16)

Sehingga model regresi dapat dituliskan sebagai:

𝑌𝑖 = 𝐸 𝑌𝑖 + 𝜀𝑖 …(5.17)
MODEL REGRESI LOGISTIK ORDINAL

Agresti (2002) menyatakan bahwa regresi logistik ordinal adalah suatu regresi untuk
menganalisis variabel respon yang mempunyai skala data ordinal yang terdiri lebih dari dua
kategori. Variabel penjelasnya dapat berupa data kategori maupun kontinu yang berjumlah
dua variabel atau lebih. Ada beberapa kasus yang dapat melibatkan hasil ordinal salah
satunya adalah kasus tingkat kesehatan, contoh : sehat, sakit ringan, sakit parah. Model yang
dapat digunakan untuk menyelesaikan regresi logistik ordinal adalah model logit. Berikut ini
deskripsi dari model logit.

Model logit yang dimaksudkan adalah model logit kumulatif, pada model ini terdapat sifat
ordinal dari respon Y yang dituangkan dalam peluang kumulatif sehingga model logit
kumulatif merupakan model yang didapatkan dengan cara membandingkan peluang
kumulatif yaitu peluang kurang dari atau sama dengan ketegori respon ke-j pada p variabel
prediktor yang dinyatakan dalam 𝑥𝑖 , dengan 𝑥𝑖 = 𝑥𝑖1 𝑥𝑖2 … 𝑥𝑖𝑝 𝑇 dengan 𝑖 =
1,2, … , 𝑛, maka model komulatifnya dinyatakan dalam:

𝑙𝑜𝑔𝑖𝑡 𝑃 𝑌𝑖 ≤ 𝑗ȁ𝑥𝑖 = 𝛼𝑗 + 𝑥𝑖𝑇 𝛽, j=1,2,…,J-1 …(5.18)


MODEL REGRESI LOGISTIK ORDINAL

Dengan 𝑃 𝑌𝑖 ≤ 𝑗ȁ𝑥𝑖 adalah peluang komulatif kategori ke-g terhadap 𝑥𝑖 , { 𝛼𝑗 } adalah


parameter intersep dan memenuhi 𝛼1 ≤ 𝛼2 ≤ ⋯ ≤ 𝛼𝐽−1 dan 𝛽 = [𝛽1 𝛽2 … 𝛽𝑝 ]^𝑇
adalah vector koefisien regresi yang bersesuaian dengan 𝑥𝑖 . Logit komulatif didefinisikan
sebagai berikut:
𝑃 𝑌𝑖 ≤𝑗 ȁ𝑥𝑖
𝑙𝑜𝑔𝑖𝑡 𝑃 𝑌𝑖 ≤ 𝑗ȁ𝑥𝑖 = 𝑙𝑛 , 𝑗 = 1,2, … , 𝐽 − 1 …(5.19)
1−𝑃 𝑌𝑖 ≤𝑗 ȁ𝑥𝑖
Berdasarkan persamaan (5.18) dan (5.19) maka model regresi logistik ordinal dapat
dinyatakan:
𝑃 𝑌𝑖 ≤𝑗 ȁ𝑥𝑖
𝑙𝑜𝑔𝑖𝑡 𝑃 𝑌𝑖 ≤ 𝑗ȁ𝑥𝑖 = 𝑙𝑛 = 𝛼𝑗 + 𝑥𝑖𝑇 𝛽 dengan j=1,2,…,J-1
1−𝑃 𝑌𝑖 ≤𝑗 ȁ𝑥𝑖
MODEL REGRESI TERBOBOTI SECARA
GEOGRAFIS (RTG)

Menurut Fortheringham et al (2002), model RTG merupakan model regresi linier lokal yang
menghasilkan penafsiran parameter model bersifat lokal untuk setiap titik atau lokasi dimana
data dikumpulkan. Model RTG dapat dituliskan sebagai berikut:
𝑘

𝑦𝑖 = 𝛽0 𝑢𝑖 , 𝑣𝑖 + ෍ 𝛽𝑗 𝑢𝑖 , 𝑣𝑖 𝑥𝑗𝑖 + 𝜀𝑖 , 𝑖 = 1,2 … , 𝑛 … 5.20


𝑗=1

Fortheringham et al (2002) menyatakan estimasi parameter model RTG menggunakan


metode Weighted Least Squares (WLS) yaitu dengan memberikan pembobot yang berbeda
untuk setiap lokasi dimana data tersebut dikumpulkan. Sehingga penafsiran model (5.20)
untuk setiap lokasinya didapatkan dalam bentuk matriks sebagai berikut:
෡ 𝑢𝑖 , 𝑣𝑖 = (𝑿𝑇 𝑾 𝑢𝑖 , 𝑣𝑖 𝑿)−1 𝑿𝑇 𝑾 𝑢𝑖 , 𝑣𝑖 𝒚
𝜷 … (5.21)
Dengan:
I : 1,2,…,n
W(𝑢𝑖 , 𝑣𝑖 ) : Matriks Pembobot
X : Matriks variabel penjelas dengan elemen kolom pertamanya
Y : vektor dari variabel respon
𝛽መ 𝑢𝑖 , 𝑣𝑖 : Matriks estimasi dari 𝛽 𝑢𝑖 , 𝑣𝑖
METODE MAKSIMUM LIKELIHOOD

Definisi 5.12.1 (Bain & Engelhardt, 1992)


Fungsi likelihood merupakan fungsi peluang bersama dari n variabel acak 𝑋1 , 𝑋2 , … , 𝑋𝑛
yang teramati pada 𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 , misalkan 𝑓(𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 ; 𝜃) yang merupakan fungsi
Likelihood. Fungsi Likelihood 𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 dengan fungsi 𝜃 dinotasikan dengan 𝐿(𝜃). Jika
𝑋1 , 𝑋2 , … , 𝑋𝑛 merupakan sampel acak dari 𝑓(𝑥; 𝜃) yang memiliki fungsi kepadatan
peluang bersama, yaitu 𝑓(𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 ; 𝜃) maka fungsi Likelihoodnya adalah:
𝐿 𝜃 = 𝑓 𝑥1 ; 𝜃 𝑓 𝑥2 ; 𝜃 … 𝑓 𝑥𝑛 ; 𝜃

Definisi 5.12.2 (Bain & Engelhardt, 1992)


jika 𝐿 𝜃 = 𝑓 𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 ; 𝜃 , 𝜃 ∈ Ω merupakan fungsi kepadatan peluang bersama dari
𝑋1 , 𝑋2 , … , 𝑋𝑛 . Untuk pengamatan 𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 , suatu nilai 𝜃መ dalam Ω yang merupakan
𝐿 𝜃 maksimum disebut Maximum Likelihood Estimate (MLE) dari 𝜃. 𝜃መ adalah nilai
penduga dari 𝜃 yang memenuhi
𝑓 𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 ; 𝜃መ = 𝜃∈
𝑚𝑎𝑥
Ω𝑓 𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 ; 𝜃
METODE MAKSIMUM LIKELIHOOD

Bain & Engelhardt (1992) menyatakan Misalkan variabel acak dari populasi 𝑓(𝑥; 𝜃), dengan
𝜃 merupakan suatu fungsi dari parameter yang tidak diketahui, maka langkah-langkah untuk
mengestimasi parameter 𝜃 dengan menggunakan metode maksimum Likelihood adalah
sebagai berikut:
Menentukan fungsi likelihood
𝐿 𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 ; 𝜃𝑖 = ς𝑛𝑖=1 𝑓 𝑥𝑖 ; 𝜃𝑖 = 𝑓 𝑥1 ; 𝜃1 … 𝑓 𝑥𝑛 ; 𝜃𝑛 …(5.22)
Membentuk logaritma natural likelihood
ln 𝐿 𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 ; 𝜃𝑖 = 𝑙 𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 ; 𝜃𝑖 …(5.23)
Menurunkan persamaan logaritma natural likelihood, kemudian disamadengankan dengan
nol, karena pada saat turunan pertamanya sama dengan nol diperoleh nilai parameter 𝜃መ𝑖 yang
diduga akan memaksimumkan fungsi likelihoodnya.
𝜕𝓁 𝑥1 ,𝑥2 ,…,𝑥𝑛 ; 𝜃𝑖
𝜕𝜃𝑖
=0 …(5.24)
Menurunkan kembali persamaan logaritma natural likelihood. Turunan kedua dari fungsi
logaritma natural likelihood ini menyatakan bahwa jika turunan keduanya kurang dari nol
atau bernilai negatif maka nilai dugaan maksimum 𝜃መ𝑖 yang diperoleh pada turunan
pertamanya adalah merupakan nilai yang maksimum.
FUNGSI PEMBOBOT

Fotheringham et al (2002) menyatakan bahwa estimasi parameter di setiap lokasi tidak


hanya bergantung pada data yang diperoleh dari lokasi tersebut tetapi juga berdasarkan pada
pemilihan kernel (pembobot) dan bandwidth untuk kernel. fungsi kernel adalah suatu fungsi
pembobot yang memberikan hasil pendugaan parameter yang berbeda-beda pada setiap
lokasi selain data yang diperoleh untuk setiap lokasi. Sedangkan bandwidth adalah lingkaran
radius dari titik pusat lokasi pengamatan. pembobot yang digunakan untuk mengestimasi
parameter dalam model regresi poisson terboboti secara geografis adalah fungsi kernel
bisquare, yaitu:
2 2
𝑑𝑖𝑗
1− , 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑑𝑖𝑗 ≤ ℎ
𝒘𝒊𝒋 𝒖𝒊 , 𝒗𝒊 = ℎ … (5.25)
0, 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑑𝑖𝑗 > ℎ
dengan 𝑑𝑖𝑗 jarak antara lokasi 𝑢𝑖 , 𝑣𝑖 ke lokasi 𝑢𝑗 , 𝑣𝑗 yaitu:
𝑑𝑖𝑗 = (𝑢𝑖 − 𝑢𝑗 )2 +(𝑣𝑖 − 𝑣𝑗 )2
Pengujian signifikasi
parameter model

Myers, et al (2010) menyatakan pengujian signifikansi parameter adalah pengujian yang


digunakan untuk mengetahui parameter mana saja yang signifikan mempengaruhi model.
Pengujian masing-masing parameter dalam model regresi Poisson terboboti secara geografis
dilakukan dengan uji-t, dengan hipotesis:
𝐻0 : β෠ j = 0 ; 𝑗 = 0,1,2, … , 𝑘
𝐻1 : minimal terdapat satu β෠ j ≠ 0
Statistik uji yang digunakan untuk menguji hipotesis tersebut adalah:
𝛽መ𝑗
𝑡𝑗 = … (5.27)
𝑆𝑒(𝛽መ𝑗 )

dengan 𝑆𝑒(𝛽መ𝑗 ) adalah nilai standar error 𝛽መ𝑗 . Kriteria pengujian hipotesis tersebut adalah tolak
H0 pada tingkat signifikansi 𝛼 jika 𝑡𝑗 > 𝑡𝛼;𝑛−(𝑝+1).
2
FUNGSI PEMBOBOT

dan h adalah parameter non-negatif yang diketahui dan biasanya disebut parameter penghalus
(bandwidth). Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan nilai bandwidth optimum
adalah metode Akaike Information Criterion (AIC), yaitu:
𝐴𝐼𝐶 = 𝐷 ℎ + 2𝐾 ℎ … (5.26)
Fortheringham et al, (2002) menyatakan dengan D(h) adalah nilai devians model dengan
bandwidth h dan K(h) adalah jumlah parameter dalam model dengan bandwidth h. Myers, et
al (2010) menyatakan devians merupakan hasil dari dua kali selisih log-likelihood antara
model yang digunakan dengan model global. Bandwidth optimum yang dipilih adalah
bandwidth dengan nilai AIC terkecil. Selain dapat digunakan dalam pemilihan bandwidth
optimum, AIC juga dapat digunakan dalam pemilihan model terbaik. Semakin kecil nilai
AIC, maka model akan semakin baik.
UJI EFEK SPASIAL

Pengujian Efek spasial dilakukan untuk mengetahui adanya efek spasial yaitu dependensi
spasial dan heterogenitas spasial. Pengujian dependensi spasial menggunakan uji Lagrange
Multiplier (LM), sedangkan pengujian heterogenitas spasial dilakukan dengan uji Breusch-
Pagan (Anselin L, 1988).
1. Uji Lagrange Multiplier
Dependensi spasial atau korelasi spasial antara setaip variabel dapat diuji dengan Uji
Lagrange Multiplier. Hipotesis pada uji Lagrange Multiplier adalah:
H0 : tidak ada dependensi spasial
H1 : terdapat dependensi spasial
2
𝑒𝑇 𝑾 1 𝑦
𝑠2
Statistik ujinya adalah 𝐿𝑀𝑙𝑎𝑔 = ൙𝑾 𝑇 𝑴 𝑾 𝑿𝜷 +𝑇𝑠2
1 𝑿𝜷 1
𝑠2
2
Dengan pengambilan keputusannya adalah H0 ditolak jika 𝐿𝑀𝑙𝑎𝑔 > 𝒳𝛼,1 atau P-value < 𝛼
(Anselin L, 1988).
UJI EFEK SPASIAL

2. Uji Breusch-Pagan
Heterogenitas spasial dapat diuji dengan menggunakan uji Breusch-Pagan yang mempunyai
hipotesis sebagai berikut:
H0 : Terdapat homogenitas spasial
H1 : Terdapat heterogenitas spasial
Nilai uji Breusch-Pagan adalah:
1
𝐵𝑃 = 𝒇𝑇 𝒁(𝒁𝑻 𝒁)−𝟏 𝒁𝑻 𝒇~𝒳𝑷𝟐 … (5.28)
2
𝑒𝑖2
Dengan elemen vektor f adalah 𝑓𝑖 = 𝜎2 − 1 , dengan 𝑒𝑖2 adalah galat untuk observasi ke-i,
dan Z adalah matriks berukuran n x (p+1) yang berisi vektor yang sudah distandarkan (z)
2
untuk setiap observasi. Pengambilan keputusan tolak H0 jika BP > 𝒳𝛼,1 (Anselin L, 1988).

Anda mungkin juga menyukai