OLEH:
PAMONA DWIRAHAYU (J1A112011)
Regresi Logistik
Ordinal
Demam Pengujian
Fungsi Pembobot Signifikansi
Berdarah
Parameter Model
Tingkat
Kerawanan Tipe Data
Wilayah
Uji Efek Spasial
Matriks Model Regresi
Turunan dan
Metode Maksimum
Turunan Parsial Fungsi Logaritma
Likelihood
Asli
METODE PENELITIAN
Bulan ke-
Kegiatan
1 2 3 4 5 6
Persiapan X
Pelaksanaan Penelitian X X X
Penyusunan Skripsi X X X
Daftar pustaka
Abadir,K.M. & J.N. Magnus. 2005. Matrix Algebra. Cambridge University Press, New York
Aedi, Nur. 2010. Pengolahan dan Analisis Data Hasil Penelitian. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Agresti, A. 2002. Categorical Data Analysis, Second Edition. John Wiley & Sons. New York.
Anselin, L. 1988. Spatial Econometrics: Methods and Models, Kluwer Academic Publishers. The Netherlands.
Anton, H. 1994. Aljabar Linier Elementer Edisi kelima. Erlangga. Jakarta.
Bain, L.J & M. Engelhardt. 1992. Introduction to Probability and Mathematical Statistics. Edisi-2. PT Belmont Company. California.
Departemen Kesehatan RI. 2007. Modul Pelatihan bagi Pengelola Program
Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan. Jakarta.
Fotheringham, A. S., Brunsdon, C., & Charlton, M. 2002. Geographically Weighted Regression : the Analysis of Spatially Varying
Relationships. Chichester : Wiley, England.
Fotheringham, A. S., Brunsdon, C., & Charlton, M. 2007. Qualitative Geography, Perspectives on Spatial Data Analysis. SAGE
Publications Asia-Pacific Pte Ltd. Singapore.
Gujarati, Damodar N dan Porter, Dawn C. 2010. Dasar-Dasar Ekonometrika. Salemba empat. Jakarta.
Hosmer, David W & lemeshow, Stanley. 2000. Applied Logistic Regression second edition. John Wiley & Sons, Inc. United States of
America.
Myers, Raymond H et al. 2010. Generalized Linear Models With Applications in Engineering and the Sciences Second Edition. John
Wiley & Sons. New Jersey.
O’connell, Ann A. 2006. Logistic Regression Models For Ordinal Response Variables. Sage Publications, Inc. United States of
America.
Pfeiffer, D et al. 2008. Spatial Analysis in Epidemiolog. Oxford University Press. New York.
Purcell, E.J., & D. Varberg. 1987. Kalkulus dan Geometri Analisis Jilid 1. Erlangga. Jakarta.
Tim Redaksi Kementrian kesehatan RI. 2010. Demam berdarah dangue. Pusat Data dan surveilans epidemiologi kementrian
kesehatan RI. Jakarta.
Tim Redaksi Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar. 2015. Profil Kesehatan Kabupaten Banjar Tahun 2014. Dinas Kesehatan Kabupaten
Banjar. Martapura.
Weisberg, Sanford. 2006. Applied Linear Regression Third Edition. John Wiley & Sons. New Jersey.
Penelitian SEBELUMNYA
Posisi topografi seperti inilah yang menyebabkan aliran air pada permukaan tanah di
kabupaten banjar kurang lancar sehingga mengakibatkan beberapa wilayah selalu
tergenang dan ada yang tergenang secara periodik. Kondisi tergenang inilah yang
menyebabkan mudahnya perkembangan nyamuk aedes yang dapat menimbulkan
penyebaran penyakit demam berdarah. Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Banjar
(2017), pada tahun 2015 terdapat 364 kasus penderita demam berdarah per 100.000
penduduk kemudian pada tahun 2016 meningkat menjadi 552 kasus penderita
demam berdarah per 100.000 penduduk.
Tingkat Kerawanan wilayah
Menurut Hidayati dkk (2009) Tingkat kerawanan wilayah dinyatakan dalam indeks
kerawanan yang ditentukan melalui tahapan analisis berikut
Menentukan bentuk sebaran data Incidence Rate (IR) bulanan yang nilainya lebih dari
nol
Membagi tingkat kejadian ke dalam kejadian ringan (r) pada peluang lebih dari 0%
hingga sama dengan 25%, kejadian sedang (s) pada tingkat peluang 25% hingga sama
dengan 75%, dan kejadian berat (b) pada tingkat peluang lebih dari 75%
Menentukan Indeks Kerawanan (IK) kejadian DBD bulanan untuk setiap kabupaten,
dengan formula:
𝐼𝐾 = 𝑤𝑟 𝐹𝑟 + 𝑤𝑠 𝐹𝑠 + 𝑤𝑏 𝐹𝑏 ∗ 𝐹𝐾
Dengan 𝐹𝐾 = (𝑚 + 𝑛)/(2 ∗ 𝑛 − 2)
matriks
Matriks yang sering digunakan dalam statistika di antaranya adalah matriks persegi,
matriks diagonal, matriks skalar, matriks identitas, dan matriks simetris.
Menurut Pangesti (2008), matriks persegi adalah suatu matriks yang banyaknya
baris dan kolom sama. Dan matriks diagonal adalah matriks persegi dengan semua
elemennya bernilai nol, kecuali diagonalnya.
𝑑1 0 … 0
0 𝑑2 … 0
𝑫𝑛𝑥𝑛 = … (5.2)
⋮ ⋮ ⋮
0 0 … 𝑑𝑛
Sedangkan, matriks identitas adalah matriks diagonal dengan elemen diagonal
utama semua sama dengan 1. Matriks identitas atau matriks satuan ditulis dengan
notasi I.
1 0 … 0
… 0
𝑰𝑛𝑥𝑛 = 0 1 … (5.3)
⋮ ⋮ ⋱ ⋮
0 0 … 1
Operasi Matriks
5.5.1 Turunan
Definisi 5.5.1 (Purcell & Varberg, 1987)
Turunan (deferensial) fungsi dari f adalah fungsi f’ (dibaca ‘f aksen’) yang nilainya pada
sembarang bilangan c adalah
𝑓 𝑐 + ℎ − 𝑓(𝑐)
𝑓 ′ 𝑐 = lim , 𝑎𝑠𝑎𝑙𝑘𝑎𝑛 𝑙𝑖𝑚𝑖𝑡𝑛𝑦𝑎 𝑎𝑑𝑎
ℎ→0 ℎ
Atau
′
𝑓 𝑥 − 𝑓(𝑐)
𝑓 𝑐 = lim
𝑥→𝑐 𝑥−𝑐
Dimana titik 𝑐 + ℎ = 𝑥 dan 𝑥 − 𝑐 menggantikan h
Penulisan turunan juga dapat dituliskan dengan operator D, sehingga turunan dari
f(c) dituliskan Df(c) atau dapat juga di notasikan dengan notasi 𝐷𝑥 . Menurut Purcell &
Varberg (1987) jika lebih dari satu variabel dan untuk menunjukan variabel mana yang
diturunkan, misal 𝐷𝑥 𝑦 yang menyatakan turunan y terhadap x. Proses pencarian turunan
suatu fungsi langsung dapat diselesaikan dengan beberapa cara, salah satunya adalah
dengan menggunakan aturan rantai. Aturan-aturan dalam proses pencarian turunan
digunakan untuk memperpendek proses pencarian turunan yang panjang sehingga dapat
diperoleh turunan dari suatu fungsi yang sederhana hingga fungsi yang rumit.
Turunan dan fungsi logaritma
asli
Purcell & Varberg (1987) menyatakan bahwa, andaikan f suatu fungsi dua peubah x dan y,
jika y dijadikan konstan misal 𝑦 = 𝑦0 , maka 𝑓(𝑥, 𝑦0 ) menjadi fungsi satu peubah x dan jika
diturunkan juga di 𝑥 = 𝑥0 maka disebut turunan parsial f terhadap x di (𝑥0 , 𝑦0 ) dapat
dinyatakan sebagai
𝑓 𝑥0 + ∆𝑥, 𝑦0 − 𝑓 𝑥0 , 𝑦0
𝑓𝑥 𝑥0 , 𝑦0 = lim … 5.7
∆𝑥→0 ∆𝑥
Sedangkan untuk turunan parsial f terhadap y di (𝑥0 , 𝑦0 ) dapat dinyatakan sebagai
𝑓𝑦 𝑥0 , 𝑦0 yaitu:
𝑓 𝑥0 , 𝑦0 + ∆𝑦 − 𝑓 𝑥0 , 𝑦0
𝑓𝑦 𝑥0 , 𝑦0 = lim … (5.8)
∆𝑦→0 ∆𝑦
Misal 𝑧 = 𝑓(𝑥, 𝑦) untuk turunannya terhadap x dan y dapat juga ditulis dengan lambang 𝜕
yaitu tanda untuk turunan parsial, sehingga penulisannya:
𝜕𝑧 𝜕𝑓 𝑥, 𝑦
𝑓𝑥 𝑥, 𝑦 = = … (5.9)
𝜕𝑥 𝜕𝑥
𝜕𝑧 𝜕𝑓(𝑥, 𝑦)
𝑓𝑦 𝑥, 𝑦 = = … (5.10)
𝜕𝑦 𝜕𝑦
Turunan parsial
Menurut Purcell & Varberg (1987) andaikan f suatu fungsi tiga peubah x, y, dan z. Turunan
parsial f terhadap x di (x, y, z) dinyatakan oleh 𝑓𝑥 (𝑥, 𝑦, 𝑧) atau 𝜕𝑓(𝑥, 𝑦, 𝑧)Τ𝜕𝑥 dan
didefinisikan oleh:
𝑓 𝑥 + ∆𝑥, 𝑦, 𝑧 − 𝑓(𝑥, 𝑦, 𝑧)
𝑓𝑥 𝑥, 𝑦, 𝑧 = lim … (5.11)
∆𝑥→0 ∆𝑥
Jadi, 𝑓𝑥 (𝑥, 𝑦, 𝑧) boleh diperoleh dengan memperlakukan 𝑦 dan 𝑧 sebagai konstanta dan
menurunkan terhadap x, begitu juga terhadap 𝑦 dan 𝑧 turunan parsialnya dilakukan dengan
cara yang sama.
Secara umum, karena turunan parsial suatu fungsi 𝑥 dan 𝑦 adalah fungsi lain dari dua peubah
yang sama, maka turunan tersebut dapat diturunkan secara parsial terhadap 𝑥 atau 𝑦 untuk
memperoleh empat buah turunan parsial kedua fungsi f, yaitu:
𝜕 𝜕𝑓 𝜕2𝑓 𝜕 𝜕𝑓 𝜕2𝑓
𝑓𝑥𝑥 = = 2 ; 𝑓𝑦𝑦 = = 2 … (5.12)
𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑦 𝜕𝑦
𝜕 𝜕𝑓 𝜕2𝑓 𝜕 𝜕𝑓 𝜕2𝑓
𝑓𝑥𝑦 = 𝑓𝑥 𝑦 = = ; 𝑓𝑦𝑥 = 𝑓𝑦 𝑥 = = … (5.13)
𝜕𝑦 𝜕𝑥 𝜕𝑦𝜕𝑥 𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑥𝜕𝑦
MATRIKS HESSIAN
Menurut Abadir dan Magnus (2016) matriks Hessian adalah matriks persegi dari turunan
parsial orde kedua. Misal didefinisikan fungsi real 𝑓(𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 ), jika turunan parsial
orde kedua untuk semua 𝑓 terdefinisi, maka matriks Hessian dari fungsi 𝑓 adalah sebagai
berikut:
𝜕2𝑓 𝜕2𝑓 𝜕2𝑓
…
𝜕𝑥12 𝜕𝑥1 𝜕𝑥2 𝜕𝑥1 𝜕𝑥𝑛
𝜕2𝑓 𝜕2𝑓 𝜕2𝑓
𝐇 𝑓(𝑥) = 𝜕𝑥2 𝜕𝑥1 … … (5.14)
𝜕𝑥22 𝜕𝑥2 𝜕𝑥𝑛
⋮ ⋮ ⋮
𝜕2𝑓 𝜕2𝑓 ⋱ 2
𝜕 𝑓
…
𝜕𝑥𝑛 𝜕𝑥1 𝜕𝑥𝑛 𝜕𝑥2 𝜕𝑥𝑛2
TIPE DATA
Menurut Aedi (2010) berdasarkan skala pengukuran data dibagi empat yaitu:
1. Data nominal adalah data berskala nominal adalah data yang diperoleh melalui
pengelompokkan obyek berdasarkan kategori tertentu. Perbedaan kategori obyek hanyalah
menunjukkan perbedaan kualitatif. Walaupun data nominal dapat dinyatakan dalam bentuk
angka, namun angka tersebut tidak memiliki urutan atau makna matematis sehingga tidak
dapat dibandingkan.
2. Data ordinal adalah data yang berasal dari suatu objek atau kategori yang telah disusun
secara berjenjang menurut besarnya. Setiap data ordinal memiliki tingkatan tertentu yang
dapat diurutkan mulai dari yang terendah sampai tertinggi atau sebaliknya. Namun demikian,
jarak atau rentang antar jenjang yang tidak harus sama. Dibandingkan dengan data nominal,
data ordinal memiliki sifat berbeda dalam hal urutan.
3. data berskala interval adalah data hasil pengukuran yang dapat diurutkan atas dasar kriteria
tertentu serta menunjukan semua sifat yang dimiliki oleh data ordinal. Kelebihan sifat data
interval dibandingkan dengan data ordinal adalah memiliki sifat kesamaan jarak (equality
interval) atau memiliki rentang yang sama antara data yang telah diurutkan. Karena
kesamaan jarak tersebut, terhadap data interval dapat dilakukan operasi matematik
penjumlahan dan pengurangan ( +, - ). Namun demikian masih terdapat satu sifat yang belum
dimiliki yaitu tidak adanya angka Nol mutlak pada data interval.
TIPE DATA
4. data rasio adalah data yang menghimpun semua sifat yang dimiliki oleh data nominal,
data ordinal, serta data interval. Data rasio adalah data yang berbentuk angka dalam arti
yang sesungguhnya karena dilengkapi dengan titik Nol absolut (mutlak) sehingga dapat
diterapkannya semua bentuk operasi matematik ( + , - , x, : ).
2. Menurut Gujarati dan Porter (2009) data time series adalah kumpulan nilai-nilai
pengamatan dari suatu variabel yang diambil pada waktu yang berbeda. Data jenis ini
dikumpulkan pada interval waktu tertentu, misalnya harian, mingguan, bulanan, dan tahunan.
3. Menurut Gujarati dan Porter (2009) data Cross-section adalah data dari satu variabel atau
lebih yang dikumpulkan pada waktu tertentu secara bersamaan.
MODEL REGRESI
Myers et al, (2010) menyebutkan analisis regresi adalah kumpulan teknik-teknik statistika
untuk memodelkan dan mengetahui hubungan antara variabel respon (𝑌) dengan variabel
penjelas (𝑋). Secara umum model regresi dapat dituliskan sebagai:
dengan 𝛽0𝑖 , 𝛽1𝑖 , … , 𝛽𝑘𝑖 adalah parameter model yang tidak diketahui atau koefisien regresi.
Nilai rata-rata atau ekspektasi dari variabel respon 𝑌 adalah
𝑌𝑖 = 𝐸 𝑌𝑖 + 𝜀𝑖 …(5.17)
MODEL REGRESI LOGISTIK ORDINAL
Agresti (2002) menyatakan bahwa regresi logistik ordinal adalah suatu regresi untuk
menganalisis variabel respon yang mempunyai skala data ordinal yang terdiri lebih dari dua
kategori. Variabel penjelasnya dapat berupa data kategori maupun kontinu yang berjumlah
dua variabel atau lebih. Ada beberapa kasus yang dapat melibatkan hasil ordinal salah
satunya adalah kasus tingkat kesehatan, contoh : sehat, sakit ringan, sakit parah. Model yang
dapat digunakan untuk menyelesaikan regresi logistik ordinal adalah model logit. Berikut ini
deskripsi dari model logit.
Model logit yang dimaksudkan adalah model logit kumulatif, pada model ini terdapat sifat
ordinal dari respon Y yang dituangkan dalam peluang kumulatif sehingga model logit
kumulatif merupakan model yang didapatkan dengan cara membandingkan peluang
kumulatif yaitu peluang kurang dari atau sama dengan ketegori respon ke-j pada p variabel
prediktor yang dinyatakan dalam 𝑥𝑖 , dengan 𝑥𝑖 = 𝑥𝑖1 𝑥𝑖2 … 𝑥𝑖𝑝 𝑇 dengan 𝑖 =
1,2, … , 𝑛, maka model komulatifnya dinyatakan dalam:
Menurut Fortheringham et al (2002), model RTG merupakan model regresi linier lokal yang
menghasilkan penafsiran parameter model bersifat lokal untuk setiap titik atau lokasi dimana
data dikumpulkan. Model RTG dapat dituliskan sebagai berikut:
𝑘
Bain & Engelhardt (1992) menyatakan Misalkan variabel acak dari populasi 𝑓(𝑥; 𝜃), dengan
𝜃 merupakan suatu fungsi dari parameter yang tidak diketahui, maka langkah-langkah untuk
mengestimasi parameter 𝜃 dengan menggunakan metode maksimum Likelihood adalah
sebagai berikut:
Menentukan fungsi likelihood
𝐿 𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 ; 𝜃𝑖 = ς𝑛𝑖=1 𝑓 𝑥𝑖 ; 𝜃𝑖 = 𝑓 𝑥1 ; 𝜃1 … 𝑓 𝑥𝑛 ; 𝜃𝑛 …(5.22)
Membentuk logaritma natural likelihood
ln 𝐿 𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 ; 𝜃𝑖 = 𝑙 𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑛 ; 𝜃𝑖 …(5.23)
Menurunkan persamaan logaritma natural likelihood, kemudian disamadengankan dengan
nol, karena pada saat turunan pertamanya sama dengan nol diperoleh nilai parameter 𝜃መ𝑖 yang
diduga akan memaksimumkan fungsi likelihoodnya.
𝜕𝓁 𝑥1 ,𝑥2 ,…,𝑥𝑛 ; 𝜃𝑖
𝜕𝜃𝑖
=0 …(5.24)
Menurunkan kembali persamaan logaritma natural likelihood. Turunan kedua dari fungsi
logaritma natural likelihood ini menyatakan bahwa jika turunan keduanya kurang dari nol
atau bernilai negatif maka nilai dugaan maksimum 𝜃መ𝑖 yang diperoleh pada turunan
pertamanya adalah merupakan nilai yang maksimum.
FUNGSI PEMBOBOT
dengan 𝑆𝑒(𝛽መ𝑗 ) adalah nilai standar error 𝛽መ𝑗 . Kriteria pengujian hipotesis tersebut adalah tolak
H0 pada tingkat signifikansi 𝛼 jika 𝑡𝑗 > 𝑡𝛼;𝑛−(𝑝+1).
2
FUNGSI PEMBOBOT
dan h adalah parameter non-negatif yang diketahui dan biasanya disebut parameter penghalus
(bandwidth). Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan nilai bandwidth optimum
adalah metode Akaike Information Criterion (AIC), yaitu:
𝐴𝐼𝐶 = 𝐷 ℎ + 2𝐾 ℎ … (5.26)
Fortheringham et al, (2002) menyatakan dengan D(h) adalah nilai devians model dengan
bandwidth h dan K(h) adalah jumlah parameter dalam model dengan bandwidth h. Myers, et
al (2010) menyatakan devians merupakan hasil dari dua kali selisih log-likelihood antara
model yang digunakan dengan model global. Bandwidth optimum yang dipilih adalah
bandwidth dengan nilai AIC terkecil. Selain dapat digunakan dalam pemilihan bandwidth
optimum, AIC juga dapat digunakan dalam pemilihan model terbaik. Semakin kecil nilai
AIC, maka model akan semakin baik.
UJI EFEK SPASIAL
Pengujian Efek spasial dilakukan untuk mengetahui adanya efek spasial yaitu dependensi
spasial dan heterogenitas spasial. Pengujian dependensi spasial menggunakan uji Lagrange
Multiplier (LM), sedangkan pengujian heterogenitas spasial dilakukan dengan uji Breusch-
Pagan (Anselin L, 1988).
1. Uji Lagrange Multiplier
Dependensi spasial atau korelasi spasial antara setaip variabel dapat diuji dengan Uji
Lagrange Multiplier. Hipotesis pada uji Lagrange Multiplier adalah:
H0 : tidak ada dependensi spasial
H1 : terdapat dependensi spasial
2
𝑒𝑇 𝑾 1 𝑦
𝑠2
Statistik ujinya adalah 𝐿𝑀𝑙𝑎𝑔 = ൙𝑾 𝑇 𝑴 𝑾 𝑿𝜷 +𝑇𝑠2
1 𝑿𝜷 1
𝑠2
2
Dengan pengambilan keputusannya adalah H0 ditolak jika 𝐿𝑀𝑙𝑎𝑔 > 𝒳𝛼,1 atau P-value < 𝛼
(Anselin L, 1988).
UJI EFEK SPASIAL
2. Uji Breusch-Pagan
Heterogenitas spasial dapat diuji dengan menggunakan uji Breusch-Pagan yang mempunyai
hipotesis sebagai berikut:
H0 : Terdapat homogenitas spasial
H1 : Terdapat heterogenitas spasial
Nilai uji Breusch-Pagan adalah:
1
𝐵𝑃 = 𝒇𝑇 𝒁(𝒁𝑻 𝒁)−𝟏 𝒁𝑻 𝒇~𝒳𝑷𝟐 … (5.28)
2
𝑒𝑖2
Dengan elemen vektor f adalah 𝑓𝑖 = 𝜎2 − 1 , dengan 𝑒𝑖2 adalah galat untuk observasi ke-i,
dan Z adalah matriks berukuran n x (p+1) yang berisi vektor yang sudah distandarkan (z)
2
untuk setiap observasi. Pengambilan keputusan tolak H0 jika BP > 𝒳𝛼,1 (Anselin L, 1988).