Anda di halaman 1dari 9

Nama Kelompok :

Putra Tri R J
Dayang Probo P
Rudi Prayogo
Fiqhi Riza
Rusdin
• Menurut PP No. 74 Tahun 2001 : bahan yang karena sifat dan
atau konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung dapat mencemarkan dan atau merusak
lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan lingkungan
hidup, kesehatan, serta mahkluk hidup lainnya.
• B3 berdasarkan BAPEDAL (1995) : setiap bahan sisa (limbah)
suatu kegiatan proses produksi yang mengandung bahan
berbahaya dan beracun (B3) karena sifat (toxicity,
flammability, reactivity, dan corrosivity) serta konsentrasi atau
jumlahnya yang baik secara langsung maupun tidak langsung
dapat merusak, mencemarkan lingkungan, atau membahayakan
kesehatan manusia.
• Sedangkan definisi menurut OSHA (Occupational Safety and
Health of the United State Government) B3 adalah bahan yang
karena sifat kimia maupun kondisi fisiknya sangat berpotensi
menyebabkan gangguan pada kesehatan manusia, kerusakan
properti dan atau lingkungan.
• Menurut Kelompok Kami : sisa suatu usaha atau kegiatan yang
mengandung bahan berbahaya atau beracun karena sifat
konsentrasi atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dapat mencemarkanatau merusak lingkungan hidup,
dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lain.
• Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Nomor 1 Tahun 1995 tentang Tata Cara dan Persyaratan
Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
• Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun
2009 tentang Tata Cara Perizinan Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun;
• Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 30 Tahun
2009 tentang Tata Laksana Perizinan dan Pengawasan
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun serta
Pengawasan Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3) oleh Pemerintah Daerah;
 Yang bertanggung jawab untuk mengeluarkan izin lokasi
pengolahan adalah kepala kantor pertanahan kabupaten/kota
(pasal 42) sesuai dengan rencana tata ruang berdasarkan
rekomendasi Kepala instansi yang bertanggung jawab.

 Dan untuk penghasil limbah bertindak pula sebagai pengolah


limbah dan kegiatan tersebut dilakukan pada lokasi yang
sama, maka analisis dampak lingkungannya dibuat teritegrasi
dengan kegiatan utamanya dengan persyaratan yang berlaku.
• Definisi PENGELOLAAN LIMBAH B3 adalah kegiatan yang meliputi
pengurangan penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan,
pengolahan, dan/atau penimbunan.

• Bagi perusahaan yang sudah menerapkan Sistem Manajemen Lingkungan


ISO 14001-2004 atau ikut dalam kegiatan PROPER (Program Penilaian
Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan) dari
Kementrian Lingkungan Hidup atau ikut sertifikasi RSPO ( Roundtable on
Sustainable Palm Oil ) atau ISPO ( Indonesia Sustainable Palm Oil ), maka
diharuskan melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya.

• Dalam peraturan terbaru yakni Peraturan Pemerintah no 101 Tahun 2014


tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun ( Limbah B3 )
dinyatakan dalam pasal 3 bahwa ” Setiap Orang yang menghasilkan
Limbah B3 wajib melakukan Pengelolaan Limbah B3 yang dihasilkannya.“.
Penanganan limbah B3 secara umum dapat dilakukan dengan cara,
diantaranya :
Daur ulang atau recovery dengan memanfaatkan kembali bahan
baku dengan metoda daur ulang atau recovery.
Pembakaran (Insinerator) yaitu memusnahkan dengan cara
pembakaran pada alat pembakar khusus.
Proses detoksifikasi dan netralisasi dengan mengurangi kadar racun.
Penimbunan/penanaman(Landfill).Penanganan secara penimbunan
dilakukan terhadap limbah padat dan residu dari proses solidifikasi,
sisa dari proses daur ulang, sisa pengolahan fisik-kimia, katalis, ter,
lumpur padat (sludge) dan berbagai limbah yang tidak dapat diolah
atau diproses lagi.
• Perusahaan tambang yang menerapkan pembuangan limbah
tailingnya ke laut (Sub Marine Tailing Disposal). Pertama, adalah
Newmont Minahasa Raya (NMR) sejak 1996 di Kabupaten Minahasa,
Sulawesi Utara dan kemudian menyusul PT Newmont Nusa Tenggara
(NNT) di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat sejak 1999. Setiap harinya
2.000 metrik ton tailing berbentuk pasta dibuang ke Perairan Buyat
di Minahasa dan 120.000 metrik ton di Teluk Senunu, Sumbawa.
Pada akhirnya dari proses ini terjadi berbagai dampak yang
berujung kepada turunnya kualitas lingkungan hidup dan kualitas
hidup manusia.
• Papua. PT Freeport beroperasi dari tahun 1967 telah menimbulkan
dampak hancurnya Gunung Grasberg, tercemarnya Sungai Aigwa,
meluapnya air danau Wanagon, Tailing mengkontaminasi : 35.820
hektar daratan dan 84.158 hektar Laut Arafura.

Anda mungkin juga menyukai