Anda di halaman 1dari 27

BAB IV

GEOTEKNIK

4.1. Prinsip Dasar Analitik Kestabilan Lereng


Kestabilan lereng, baik lereng alami maupunmaupun lereng batuan (batan lereng
manusia) serta lereng timbunan, di pengaruhi beberapa faktoryang dapat
dinyatakan secara sederhana sebagai gaya gayapenahan dan gaya gaya penggerak
yang pertanggung jawb terhadap kestabilan lereng tersebut. Pada kondisi gaya
penahan (terhadap longsoran) lebih besar dari gaya penggerak, lereng tersebut
akan berbeda dalam kondisi yang stabil (aman). Namun, apabila gaya penahan
lebih kecil dari gaya pengerakanya, longsoran merupakan suatu proses alami yang
terjadi untuk mendapatkan kondisi kestabiln lereng yang baru (keseimbangan
bary), di mana gaya penahan besar labih dari gaya penggerakanya.

Untuk menyatakan tingkat kestabilan suatu lereng , dikenal istilahFaktor


Keamanan(Sofetri Factor).Faktor keaman di perlukan untuk mengetahui
kemantapan suatu lereng untuk mencegah bahaya longsoran di waktu waktu yang
akan datang.

Gaya Penggerak (F)

Gaya Berat Gaya Penahan (F*)

Sumber : Buku Kestabilan Lereng Ir. Irwandy


Gambar 4.1
Prinsip Dasar Kestabilan Lereng

Dari gambar diatas dapat di lihat bahwa gaya yang bekerja pada suatu lereng
adalah gaya berat, kemudian di hasilkan gaya pengerak dan gaya penahan. Untuk

187
188

menjaga agar benda di lereng tidak jatuh (failure), di perlukan perhitungan


terhadap kemiringan sesuai dengan (failure),di perlukan perhitungan terhadap
kemiringan sesuai dengan faktor keamanan yang diinginkan. Secara mekanik
sederhana, Faktor keamanan (FK) dapat di rumuskan sebagai berikut:

𝑔𝑎𝑦𝑎𝑝𝑒𝑛𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑓∗
Faktor keamanan (FK) =𝑔𝑎𝑦𝑎𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘 = 𝑓

𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛𝑝𝑒𝑛𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑓∗𝑥𝑟
= = =
𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘 𝑓𝑥𝑟

𝑘𝑒𝑘𝑢𝑎𝑡𝑎𝑛𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟 𝐹∗/𝐴 𝜏∗
= = =𝜏
𝑔𝑎𝑦𝑎𝑝𝑒𝑛𝑔𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘 𝐹𝑥𝐴

Kekuatan Geser =c+σ ntan Φ

Dengan perhitungan lebih rinci didapatkan faktor keamanan sebagai berikut.

𝑐.𝐴+σ n.A.tan Φ
Faktor keamanan (FK) = 𝑊 sin 𝜑𝑓

𝑐.𝐴+𝑊𝑐𝑜𝑠𝜑𝑓 tan 𝛷
=
𝑊 sin 𝜑𝑓

Apabila nilai FK untuk suatu lereng > 1,0 (gaya penahan >gaya penggerak)
lereng tersebut berada dalam kondisi stabil. Namun apabila harga F < 1,0 (gaya
penahan < gaya penggerak), lereng tersebut berada dalam kondisi tidak stabil dan
mungkin akan terjadi longsoran pada lereng tersebutbila FK = 1,0 MPa.

Untuk mendapatkan, mengolah, serta mengatur informasi mengenai kestabilan


lereng, pada pembahasan selanjutnya akan di berikan penjelasan mengenai
analisis kestabilan lereng, metode metode kan penjelasan mengenai analisis
kestabilan lereng, metode metode untuk menjaga kestabilan lereng, pemantuan
lereng tersebut, serta studi kasus, baik untuk lereng tambang yang aktif maupun
untuk lereng tambang final.

Geoteknik tambang merupakan aplikasi dari rekayasa geoteknik pada kegiatan


tambang terbuka dan tambang bawah tanah. Aplikasi geoteknik melibatkan
disiplin ilmu mekanika tanah, mekanika batuan, geologi dan hidrologi. Peranan
189

geoteknik dalam perancangan tambang adalah melakukan pendekatan kepada


kondisi massa tanah dan batuan yang kompleks, menggunakan teknik-teknik dan
instrument-instrument yang tersedia dlam rekayasa geoteknik, sehingga sifat-sifat
dan perilaku massa tanah dan batuan betul-betul telah dikuasai, sepenuhnya
sebelum membangun suatu struktur (lereng, terowongan, sumuran) pada massa
tanah dan batuan tersebut.Tujuan utama program penyelidikan geoteknik dalam
suatu proyek pertambangan adalah untuk :
1. Memperoleh data kuantitatif kondisi geologi, hidrologi, hidrogeologi,sifat
fisik dan mekanik.
2. Mengetahui karakteristik massa batuan atau tanah sebagai dasar perancangan
penambangan.
3. Menyusun suatu klasifikasi dari berbagai tipe urutan stratigrafi batuan atap
atau lantai, dan untuk mengkaji stabilitas relatifnya dibawah tegangan
terinduksi akibat penambangan.
4. Mengembangkan rancangan lereng yang stabil untuk tambang terbuka atau
rancangan masuk/pilar (untuk tambang bawah tanah) untuk penambangan
yang akan datang berdasarkan analisis sensitivitas terhadap kondisi geoteknik
dari strata atau kedalaman overburden.

Menurut Kepmen Pertambangan dan Energi Nomor : 555K/26/M.PE/1995


Pasal 241 yang dimanan menjelaskan sebagai berikut :
a. Kemiringan, tinggi dan lebar teras harus dibuat dengan baik dan aman untuk
keselamatan para pekerja agar terhindar dari material atau benda jatuh.
b. Tinggi jenjang (bench) untuk pekerjaan yang dilakukan pada lapisan yang
mengandung pasir, tanah liat, kerikil, dan material lepas lainnya harus:
a) Tidak boleh lebih dari 2,5 meter apabila dilakukan secara manual;
b) Tidak boleh lebih dari 6 meter apabila dilakukan secara mekanik dan
c) Tidak boleh lebih dari 20 meter apabila dilakukan dengan menggunakan
clamshell, dragline, bucket wheel excavator atau alat sejenis kecuali
mendapat persetujuan Kepala Pelaksanaan Inspeksi Tambang.
190

c. Tinggi jenjang untuk pekerjaan yang dilakukan pada material kompak tidak
boleh lebih dari 6 meter, apabila dilakukan secara manual.
d. Dalam hal penggalian dilakukan sepenuhnya dengan alat mekanis yang
dilengkapi dengan kabin pengaman yang kuat, maka tinggi jenjang maksimum
untuk semua jenis material kompak 15 meter, kecuali mendapat persetujuan
Kepala Pelaksanaan Inspeksi Tambang.
e. Studi kemantapan lereng harus dibuat apabila:
a) Tinggi jenjang keseluruhan pada sistem penambangan berjenjang lebih
dari 15 meter, dan
b) Tinggi setiap jenjang lebih dari 15 meter
f. Lebar lantai teras kerja sekurang-kurangnya 1,5 kali tinggi jenjang atau
disesuaikan dengan alat-alat yang digunakan sehingga dapat bekerja dengan
aman dan harus dilengkapi dengan tanggul pengaman (safety bem) pada tebing
yang terbuka dan diperiksa pada setiap gilir kerja dari kemungkinan adanya
rekahan, tekanan, atau kelemahan lainnya.

4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketidakstabilan Lereng


Kemantapan (stabilitas) lereng merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam
pekerjaan yang berhubungan dengan penggalian dan penimbunan tanah, batuan
dan bahan galian, karena menyangkut persoalan keselamatan manusia (pekerja),
keamanan peralatan serta kelancaran produksi. Kemantapan (stabilitas) lereng
merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam pekerjaan yang berhubungan
dengan penggalian dan penimbunan tanah, batuan dan bahan galian, karena
menyangkut persoalan keselamatan manusia (pekerja), keamanan peralatan serta
kelancaran produksi.

4.2.1 Lereng tambang


Ketidakstabilan lereng tambang dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain :
geometri lereng, kekuatan massa batuan lereng, struktur batuan, air tanah, beban
luar dan tegangan insitu. Factor-faktor tersebut dapat juga dipergunakan untuk
mengenali tanda-tanda suatu potensi kelongsoran lereng.
191

a. Geometri lereng
Penentuan geometri lereng tambang mempertimbangkan factor keamanan dan
nilai keekonomian. Pada kondisi batuan yang sama, semakin besar kemiringan
dan tinggi suatu lereng maka kemantapannya semakin kecil. Pembentukan lereng
yang landau akan memerlukan biaya tinggi dalam hal pengupasan batuan penutup,
meskipun lereng tersebut lebih stabil.

Sumber : Dede Rusdin, 2014


Gambar 4.2
Pengaruh Geometri Lereng dan kehadiran bidang lemah terhadap
kestabilan lereng
b. Kekuatan massa batuan
Kekuatan massa batuan pembentuk lereng sangat berpengaruh terhadap kestabilan
lereng yang dinyatakan dengan kuat tekan, kuat tarik, kuat geser, kohesi (c) dan
sudut geser dalam (phi), semakin besar kekuatan massa batuan, maka lereng
tambang akan semakin stabil

c. Struktur batuan
Struktur batuan yang sangat mempengaruhi ketidakstabilan lereng adalah bidang-
bidang sesar, pelapisan, dan rekahan. Struktur batuan tersebut merupakan bidang
lemah (diskontinuitas) dan juga sebagai zona rembesan air, sehingga batuan lebih
mudah longsor.

d. Air tanah
Pengaruh air tanah terhadap kestabilan lereng terletak pada adanya tekanan air
pori yang akan mengurangi kekuatan geser, dan juga kandungan air tanah
meningkatkan berat batuan yang akan menjadi beban terhadap lereng.
192

Sumber : Dede Rusdin, 2014


Gambar 4.3
Pengaruh Air Tanah Terhadap Kekuatan Geser Bidang Lemah

e. Beban luar
Beban luar yang dapat mempengaryuhi ketidakstabilan lereng antara lain :
1) Beban dinamik, beban alat berat yang bekerja di sekitar lereng, getaran dari
akibat peledekan dan gempa bumi.
2) Beban static yaitu berupa beban bangunan/infrastruktur, koam, dll
3) Tegangan insitu

Pada tambang terbuka yang sangat dalam atau mempunyai lereng tambang sangat
tinggi, maka tegangan (stress) insitu dapat menyebabkan ketidakstabilan lereng.

2. Lereng timbunan
Pada lereng timbunan batuan penutup yang merupakan tumpukan batuan pecah
(broken rocks), bentuk longsoran yang mungkin terjadi adalah mendekati circular
failure atau sering juga disebut longsoran busur.
Factor-faktor yang mempengaruhi ketidakstabilan lereng timbunan adalah

a. Beban dinamik peralatan.


b. Material penyusun timbunan
c. Geometri lereng
d. Air permukaan, dan air tanah
e. Fondasi timbunan (tapak yang tidak stabil berupa jenis lumpur)
193

f. Laju dan jenis penimbunan (tingkat kelajuan timbunan yang tinggi


mengakibtkanketidakstabilan lereng timbunan).

4.3 Penyelidikan Lapangan


Penyelidikan geoteknik yang dilakukan di lokasi Pertambangan PT. Andreas Eka
Adi Pamungkas berupa analisis data pemboran dan analisis massa batuan.
Analisis data pemboran meliputi analisis profil lapisan tanah yang ada di daerah
IUP PT. Andreas Eka Adi Pamungkas, serta menganalisis sifat fisik dan sifat
mekanik litologi penyusun di daerah tersebut. Analisis massa batuan meliputi
mengelompokkan batuan dan mengetahui jenis, karakter atau data-data lain
mengenai batuan tersebut.

4.3.1 Data Pemboran Geoteknik


Pengeboran untuk keperluan pengambilan sample telah dilakukan pada 12 lubang
bor di wilayah IUP PT. Andreas Eka Adi. Kedalaman pengeboran masing-masing
lubang borbervariasi antara 50 m. Data lubang bor dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1
Data Litologi Pemboran Geoteknik
Elevation Max Depth Depth From Depth To Thick
Hole Id Nort East Lithology
(m) (m) (m) (m) (m)
0 2 2 Sand Stone
2 7.1 5.1 clay stone
DHS01 311411 9579768 148.5 50
7.1 13.44 6.45 coal
13.44 43.25 29.81 clay stone
0 1.5 1.5 Sand Stone
DHS05 311434 9579544 170.62 50 1.5 41.15 39.65 clay stone
41.15 45.99 4.84 coal
0 1.5 1.5 Sand Stone
DHS06 311153 9579618 136.15 50 1.5 12.77 11.27 clay stone
12.77 18.33 5.56 coal
0 1.5 1.5 Sand Stone
DHS15 311179 9579575 145.3 50 1.5 32 30.5 clay stone
32 34.78 2.78 coal
Sumber : Data Litologi PT. AEAP Tbk
194

Tabel 4.2
Tabel Perhitungan RQD per 2 Meter
No. Hole Id RQD (%)
1 DHS 01 47.76
2 DHS 05 42.38
3 DHS 06 48.18
4 DHS 15 46.36
Rata-rata 46.17
Sumber : Data PerhitunganPT. AEAP Tbk

Berdasarkan data RQD yang dapat dilihat pada tabel 4.2, maka didapatkan RQD
rata rata sebesar 82.88 yang termasuk dalam kategori baik.

4.3.1.1 Rekapitulasi Data Hasil Pemboran


Rekapitulasi hasil pemboran dapat dilihat Penampangdibawah ini.

Sumber : Data PT. AEAP Tbk


Gambar 4.4
Litologi Pemboran Geoteknik

Pada Gambar 4.4merupakan interpretasi yang dilakukan oleh peneliti pada log
bor.Pada log terdapat 3 (tiga) litologi yaitu clay (lempung), sandstone (batupasir)
dan coal (batubara).
195

Profil diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :


1. Batu pasir, berwarna abu – abu hingga putih susu kecoklatan, setempat
berwarna kemerahan pengaruh oksidasi. Ukuran butir halus (1/8 – ¼ mm)
sampai pasir sangat halus (1/8 – 1/6 mm) skala wentworth (1992), terpilah
baik, keras tertutup. Mineral dominan berupa kuarsa dan feldspar, serta
material karbon pada beberapa singkapan. Teramati dari STA 10 sampai STA
18. Tebal berkisar 0,5 m – 4 m. Tingkat kekuatan batuan tergolong menengah
(medium strong rock) hingga kuat (strong rock). Tingkat pelapukan tergolong
segar (fresh) sampai lapuk rendah. Struktur sedimen meliputi laminal paralel,
laminasi konvolut, laminasi silang-siur gelembur, load cast, perlapisan flaser
– wavy lenticular, scour mark, channel nodul konkresi, burrow serta
bioturbasi.

2. Batu lempung, berwarna abu – abu hingga hitam keabuan. Ukuran butir
lempung (<1/126 mm) skala wentworth (1992), terpilah baik, kemas tertutup.
Mineral dominasi berupa kuarsa dan feldspar serta material karbon pada
beberapa singkapan. Teramati dari STA 2 sampai STA 17. Tebal berkisar 0,2
m – 4 m. Tingkat kekuatan batuan sangat lemah (very weak) hingga lemah
(weak). Tingkat pelapukan tergolong lapuk menengah – segar. Struktur
sedimen meliputi nodul, konkresi scoured surface, perlapisan gradasi, rootlets

3. Batubara, berwarna hitam, gores warna hitam kecoklatan, kilap tanah sampai
kaca. Tingkat kekerasan rapuh sampai keras. Pecahan conchoidal, univen.
Pengotor (parting) berupa batu lempung dan batu lanau. Cleat memiliki tebal
0,3 – 4 cm terisi material lempung. Kontak dengan litologi di atasnya atau di
bawahnya berbentuk datar, tidak beraturan. Ketebalan lapisan tipis sampai
tebal 0,5 m – 5 m

4.3.2 Kondisi Massa Batuan


Untuk mengklasifikasikan massa batuan, peneliti menggunakan pengaplikasian
rock mass rating (RMR) oleh Bieniawski (1989) yang menggunakan lima
parameter utama, yaitu:
196

1. Kuat Tekan Batuan


a. PLI ( Point Load Indeks )
Uji dengan alat PLI untuk memperoleh kuat tekannya, dimana sebelumnya
diukur terlebih dahulu dimensi dari sampel tersebut.
b. UCS (Uniaxsial Compressive strength)
Pengujian ini menggunakan mesin tekan (compressive machine) untuk
memecahkan batuan yang berbentuk silinder, balok atau prisma dari satu
arah (uniaxsial) dengan luas perconto A dan panjang perconto l. Pada
pengujian ini gaya (kN) dan perpindahan (mm) menurut sumbu aksial dan
lateral direkam hingga batuan pecah yang dihasilkan dari pengujian ucs
yaitu kuat tekan uniaksial (σc), modulus young (Е), poison ratio (v).

2. RQD (Rock Quality Designation)


Menurut Deere et al., (1967, dalam Hoek, 1995) kualitas massa batuan dapat
dinilai dari harga RQD, yaitu suatu pedoman secara kuantitatif berdasarkan pada
perolehan inti yang mempunyai panjang 100 mm atau lebih tanpa rekahan. RQD
dapat didefinisikan seperti pada. Nama lain dari RQD adalah suatu penilaian
kualitas batuan secara kuantitatif berdasarkan kerapatan kekar. Nilai RQD
diperoleh dari presentase jumlah kekar yang terdapat dalam suatu lubang buka
terowongan yang panjangnya lebih dari 10 cm

𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔𝑐𝑜𝑟𝑒>10 𝑐𝑚
RQD= 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔𝑐𝑜𝑟𝑒 (𝑙𝑢𝑏𝑎𝑛𝑔𝑏𝑜𝑟) x 100%

3. Jarak antar kekar


Kekar adalah bentuk-bentuk ketidakmenerusan massa batuan, seperti kekar,
bedding atau foliasi, shear zones, sesar minor, atau bidang lemah lainnya. Jarak
antar kekar dapat diartikan sebagai jarak rekahan bidang-bidang yang tidak sejajar
dengan bidang-bidang lemah lain. Sedangkan spasi bidang kekar adalah jarak
antar bidang yang diukur secara tegak lurus dengan bidang diskontinuitas.

4. Kondisi kekar
Kondisi kekar merupakan suatu parameter yang terdiri dari beberapa sub-sub
parameter, yakni kemenerusan bidang diskontinuitas (persistence), lebar rekahan
197

bidang diskontinuitas (aperture), kekasaran permukaan bidang diskontinuitas


(roughness), material pengisi bidang diskontinuitas (infilling), dan tingkat
pelapukan dari permukaan bidang diskontinuitas (weathered).
a. Panjang kekar
Panjang kekar didefinisikan sebagai panjang dari kekar pada massa batuan
dan dapat diukur panjangnya.
b. Rengangan
Regangan adalah jarak tegak lurus yang memisahkan batuan dinding dari
kekar yang terbuka.
c. Kekasaran
Kekasaran merupakan komponen penting dalam kuat geser terutama untuk
kekar yang mengalami pergeseran atau yang terisi oleh material lain.
Kekasaran yang saling mengunci dan menempel akan mempertinggi kuat
geser.
d. Material Pengisi
Material pengisi kekar antara lain: kalsit, klorit, lempung, lanau, kuarsa dan
lain sebagainya.
e. Tingkat Pelapukan
Seringkali massa batuan di sisi bidang kekar mengalami pelapukan dan
kadang teralterasi oleh proses hidrotermal.

5. Kondisi Air Tanah


Air tanah sangat berpengaruh terhadap lubang bukaan suatu terowongan, sehingga
posisi muka air tanah terhadap posisi lubang bukaan sangat perlu diperhatikan.
Kondisi air tanah dapat dinyatakan secara umum, yaitu kering (dry), lembab
(damp), basah (wet), menetes (dripping), dan mengalir (flowing). Dalam
pembuatan terowongan sebaiknya diukur kecepatan aliran air tanah dalam liter /
menit per panjang 10 m penggalian.
198

Tabel 4.3
Parameter Klasifikasi Massa Batuan

Parameter Selang nilai


Untuk nilai yg kecil
Kuat PLI (Mpa) >10 4 - 10 2-4 1–2
dipakai hasil UCS
1 tekan
UCS (Mpa) >250 100 - 200 50 - 100 25 - 50 5-25 1-5 <1
Pembobotan 15 12 7 4 2 1 0
RQD (%) 90-100 75-90 50-75 25-50 25
2
Pembobotan 20 17 13 8 3
200 - 600
Spasi antar kekar >2m 0,6 – 2 m 60-200 < 60 mm
3 mm
Pembobotan 20 15 10 8 5
Panjang <1m 1–3m 3-10 m 10-20 m > 20 m
Pembobotan 6 4 2 1 0
Regangan Tidak ada < 0,1 mm 0,1 – 1 mm 1 – 5 mm > 5 mm
Pembobotan 6 5 4 1 0
Kekasaran Sangat kasar kasar Sedikit kasar halus Polesan/licin
Kondisi Pembobotan 6 5 3 1 0
4
kekar Isian keras < Isian keras > Isian lunak <
Isian Tidak ada Isian lunak > 5 mm
5 mm 5 mm 5 mm
Pembobotan 6 4 2 2 1
Derajat Terlapuk Sangat Terlapukan
Tidak ada Sedikit lapuk
pelapukan sedang terlapukan sempurna
Pembobotan 6 5 3 1 0
Aliran / 10 m
panjang tunnel ( Tidak ada < 10 10 - 25 25 - 125 > 125
L/min)
Kondisi
Tekanan pori
5 air tanah
dibagi tegangan 0 < 0,1 0,1 – 0,2 0,2 – 0,5 > 0.5
utama

Keadaan umum kering lembab basah menetes Mengalir

Pembobotan 15 10 7 4 0

Sumber : Mekanika Batuan, Bieniawski 1977


199

Tabel 4.4
Kelas Massa Batuan yang ditentukan dari Pembobotan Total
Pembobotan 100 - 81 80 - 61 60 - 41 40 - 1 < 20

No. Kelas I II III IV V

Sangat
Deskripsi Sangat Baik Baik Sedang Jelek
Jelek
Sumber : Mekanika Batuan, Bieniawski 1977

Tabel 4.5
Data Klaifikasi Massa Batuan Metode RMR
No. Parameter Nilai Rating
1 Kuat Tekan 12.02 MPa 2
2 RQD 46.17 % 8
3 Jarak antar kekar 200-600 mm 10
4 Kondisi kekar Renggangan 1 – 5 mm 11
5 Kondisi air tanah Lembab 10
Total 41
Sumber : Data PT. AEAP Tbk

Setelah di lakukan penghitungan RMR dan pembobotan rating maka telah di dapat nilai
RMR yaitu 41, yang dimana ada pada golongan III karena nilaii 41 ada diantara 41-60
dan memiliki deskripsi batuan yang sedang.

4.4 Pengujian Laboratorium


Pengujian sifat fisik dan mekanik batuan di laboratorium pada umumnya
dilakukan terhadap percontoh (sample) yang diambil di lapangan. Satu percontoh
dapat digunakan untuk menentukan kedua sifat batuan tersebut. Pertama-tama
adalah penentuan sifat fisik batuan yang merupakan pengujian tak merusak (non
destructive test), kemudian dilanjutkan dengan pengujian sifat mekanik yang
merupakan pengujian merusak (destructive test) sehinggga batuan percontoh
hancur.
200

4.4.1 Uji Sifat Fisik


Batuan mempunyai sifat-sifat tertentu yang perlu diketahui dalam Mekanika
batuan misal seperti sifat fisik batuan seperti bobot isi ,berat jenis, porositas ,
absorpsi, dan void ratio.

Pertama-tama adalah penentuan sifat fisik batuan yang merupakan uji tanpa
merusak (non destructive test) , kemudian dilanjutkan dengan penentun sifat
mekanik batuan yang merupakan uji merusak (destructive test) sehingga contoh
hancur.

Pembuatan contoh di laboratorium dilakukan dari blok batuan yang diambil di


lapangan yang di bor dengan penginti laboratorium . Contoh yang didapat
berbentuk silinder dengan diameter pada umumnya antara 50 - 70 mm dan
tingginya dua kali diameter tersebut. Ukuran contoh dapat lebih kecil maupun
A
lebih besar dari ukuran yang disebut di atas tergantung dari maksud uji.

a. Berat percontoh asli (natural) (Wn)


b. Berat percontoh kering (setelah di oven selama 24 jam(Wo)
c. Berat percontoh jenuh (setelah dijenuhkan selama 24 jam) (Ww)
d. Berat jenuh tergantung dalam air (Ws)
e. Volume percontoh tanpa pori-pori (Wo – Ws)
f. Volume percontoh total (Ww – Ws)

Adapun sifat-sifat fisik dari batuan tersebuta adalah sebagai berikut :

Wn
a) Bobot isi asli (natural density)
W  Ws
= w
Wo
b) Bobot isi kering (dry density)
W  Ws
= w
Ww
c) Bobot is jenuh (saturated density)
W  Ws
= w
Wn
W  Ws / bobot isi air
d) Berat jenis semu (apparent specific gravity) = w
201

Wo
e) Berat jenis sejati (true specific gravity) =
Wo  Ws /bobot isi air

Wn  Wo
x100%
f) Kadar air Asli (natural watter content) = W o

Ww  Wo
x100%
g) Saturated water content (absorption) =
W o

Wn  Wo
x100%
h) Derajat kejenuhan =
Ww  Wo

Ww  Wo
X 100%
i) Porositas , n =
Ww  Ws

n
j) Void ratio, e = n 1

Setelah di dapat data hasil uji fisik maka data tersebut di lakukan pengolahan
sehingga dapat menentukan data sebagai berikut :

Tabel 4.6
Uji Sifat Fisik Sandstone
Nama percontoh Sandstone
Nomor percontoh : 1/1
Berat percontoh asli Wn 41.28 Gr
Berat percontoh kering Wo 37.75 Gr
Berat percontoh jenuh Ww 42.74 Gr
Berat percontoh jenuh tergantung dlm air Ws 24.15 Gr
Volume percontoh tanpa pori-pori Wo – Ws 13.6 Cc
Volume percontoh total Ww – Ws 18.59 Cc
Sumber : Data PT. AEAP Tbk
202

Tabel 4.7
Uji Sifat Fisik Claystone
Nama percontoh Claystone
Nomor percontoh :½
Berat percontoh asli Wn 40.38 Gr
Berat percontoh kering Wo 37.75 Gr
Berat percontoh jenuh Ww 40.84 Gr
Berat percontoh jenuh tergantung dlm air Ws 24.25 Gr
Volume percontoh tanpa pori-pori Wo – Ws 13.50 Cc
Volume percontoh total Ww – Ws 16.59 Cc
Sumber : Data PT. AEAP Tbk

Tabel 4.8
Uji Sifat Fisik Batubara

Nama percontoh Batubara


Nomor percontoh : 1/3
Berat percontoh asli Wn 78.51 gr
Berat percontoh kering Wo 75.29 gr
Berat percontoh jenuh Ww 82.42 gr
Berat percontoh jenuh tergantung dlm air Ws 42.08 Gr
Volume percontoh tanpa pori-pori Wo - Ws 33.21 Cc
Volume percontoh total Ww - Ws 40.24 Cc
Sumber : Data PT. AEAP Tbk
Tabel 4.9
Hasil Pengolahan Data Uji Sifat Fisik
No. Hasil Sifat Fisik Sand stone Clay stone lunak Batubara
1 Bobot isi asli 2.22055 2.434 1.9462
2 Bobot isi kering 2.03066 2.2755 1.8664
3 Bobot isi jenuh 2.29909 2.4617 2.0431
4 Berat jenis semu 2.03066 2.2755 1.8664
5 Berat jenis murni 2.77574 2.7963 2.2671
6 Kandungan air asli 0.09351 0.0697 0.0428
7 Kandungan air jenuh 0.13219 0.0819 0.0947
8 Derajat kejenuhan 0.70741 0.8511 0.4516
9 Porositas 0.26842 0.1863 0.1767
10 Angka pori 0.36691 0.2289 0.2147
Sumber : Data PT. AEAP Tbk
203

4.4.2 Uji Sifat Mekanik


1. UCS(Unconfined Compressive Strength Test)
Uji ini menggunakan mesin tekan (compression machine) untuk menekan contoh
batu yang berbentuk silinder, balok atau prisma dari satu arah (uniaxial).
Penyebaran tegangan di dalam contoh batu secara teoritis adalah searah dengan
gaya yang dikenakan pada contoh tersebut. Tetapi dalam kenyataannya arah
tegangan tidak searah dengan gaya yang dikenakan pada contoh tersebut karena
ada pengaruh dari plat penekan mesin tekan yang menghimpit contoh. Sehingga
bentuk pecahan tidak berbentuk bidang pecah yang searah dengan gaya melainkan
berbentuk kerucut. Uji Kuat Tekan (Uniaxial Compressive Strength), untuk :
a. Kuat tekan ( σc = F/A)
b. Modulus elastisitas (Е= ∆σ/εa)
c. Poisson’s Ratio (v = εl/εa)

Tabel 4.10
Data UCS PT. AEAP Tbk
Kuat Tekan E(MPa)
No Hole Id Litologi
(MPa)
DHS01 Sand Stone 13.56 5.100
clay stone 9.76 4.600
1 Coal 26.34 8.400

clay stone 13.54 4.700


DHS05 Sand Stone 13.53 4.700
2 clay stone 9.7 4.200
Coal 7.500
26.29
DHS06 Sand Stone 13.56 5.100
3 clay stone 9.77 4.700
Coal 8.200
27.28
DHS15 Sand Stone 13.34 5.300
4 clay stone 9.67 3.300
Coal 9.100
27.25
Sumber : Data PT. AEAP Tbk
204

2. Kuat Geser
Uji Geser Langsung (Direct Shears Test), untuk menentukan :
Kuat geser (σt=P/Π.D.L)
𝑝ℎ𝑖
Sudut geser dalam ( = x 180)
𝜋
1−sin 𝑝ℎ𝑖
Kohesi (c= a ( )
1 .cos 𝑝ℎ𝑖

Tabel 4.10
Sifat Mekanik Kuat Geser

No Hole Id Litologi Kuat Geser Sudut Geser Dalam (o) Kohesi


DHS01 Sand Stone 46 25.4 5.1
clay stone 31 38.9 0.5
1 Coal 65 51.1 15.4
39.9 0.6
clay stone
43
DHS05 Sand Stone 41 26.1 5.8
2 clay stone 39 33.1 0.45
Coal 55.7 18.1
71
DHS06 Sand Stone 42 27.4 6.1
3 clay stone 39 35.9 0.61
Coal 60.6 19.1
70.2
DHS15 Sand Stone 38.2 28.3 4.3
4 clay stone 41.5 40.39 0.8
Coal 61.3 23.6
68.1
Sumber : Data PT. AEAP Tbk

3. Triaksial
Salah satu uji yang terpenting di dalam mekanika batuan untuk menentukan
kekuatan batuan di bawah tiga komponen tegangan adalah uji triaksial. Contoh
yang digunakan berbentuk silinder dengan syarat-syarat sama uji kuat tekan.Uji
Triaksial (Triaxial Test), untuk menentukan :
205

a. Kuat geser (σt=P/Π.D.L)


𝑝ℎ𝑖
b. Sudut geser dalam ( = x 180)
𝜋
1−sin 𝑝ℎ𝑖
c. Kohesi (c= a ( )
1 .cos 𝑝ℎ𝑖

Berikut cara perhitungan kuat geser, sudut geser dalam dan kohesi :
Tabel 4.11
Sifat Mekanik Triaksial
Sudut Geser Kohesi
No Hole Id Litologi Kuat Geser
Dalam (o)
DHS01 Sand Stone 45 25.4 5.1
clay stone 41 38.9 0.9
1 Coal 65 51.1 15.4
39.9 0.9
clay stone
43
DHS05 Sand Stone 41 26.1 5.8
2 clay stone 39 33.1 0.45
Coal 55.7 18.1
71
DHS06 Sand Stone 42 27.4 6.1
3 clay stone 39 35.9 0.61
Coal 60.6 19.1
70.2
DHS15 Sand Stone 38.2 28.3 4.3
4 clay stone 41.5 40.39 0.8
Coal 61.3 23.6
68.1
Sumber : Data PT. AEAP Tbk

4. Kuat Tarik
Uji Kuat Tarik Tidak Langsung (σt = 2.F/Π.D.L) (Brazillian Test), untuk
menentukan kuat tarik tidak langsung. Uji ini dilakukan untuk mengetahui kuat
tank (tensile strength) dari contoh batu berbentuk silinder secara tak langsung.
Uji cara ini dikenal sebagai uji tarik Brazil. Alat yang digunakan adalah mesin
tekan seperti pada uji kuat tekan
206

Tabel 4.12
Sifat Mekanik Kuat Tarik
No Hole Id Litologi σt
DHS01 Sand Stone 1,356
clay stone 0,976
1 Coal 2,634
clay stone 1,354
DHS05 Sand Stone 1,353
2 clay stone 0,97
Coal 2,629
DHS06 Sand Stone 1,356
3 clay stone 0.977
Coal 2,728
DHS15 Sand Stone 1,334
4 clay stone 0,967
Coal 2,725
Sumber : Data PT. AEAP Tbk

4.5 Analisis Kestabilan Lereng


4.5.1 Metode Kesetimbangan Batas
Analisis kemantapan lereng penambangan dilakukan untuk mengetahui dimensi
lerengyang mantap dalam bentuk tinggi lereng dan sudut kemiringan lereng. Data-
data yangdiperlukan untul analisis ini adalah data topografi, struktur geologi, serta
sifat fisik danmekanik dari batuan pembentuk lereng.Analisis kemantapan lereng
dilakukan pada penampang yang melewati lubang boruntuk perhitungannya,
dilakukan berdasarkan Metode Kestabilan atas (Metode Hoke & Bray).
Perhitungan tersebut dilakukan terhadap lereng tunggal(individual slope),lereng
keseluruhan (overall slope) penambangan, dan lereng timbunan.

4.5.1 Metode Analisa Kemantapan Lereng


Analisis stabilitas lereng yang digunakan pada daerah penelitian menggunakan
metode keseimbangan batas (The Limiting EquilibriumMethods). Metode ini
dapat dinyatakan dengan persamaan-persamaankeseimbangan dari satu atau
207

beberapa blok yang diasumsikan tidak terderformasi, dan mengurangi gaya-gaya


yang tidak diketahui (reaksi dari bagian stabil massa batuan atau gaya antara
blok), khususnya gaya geser yang bekerja pada permukaan longsor yang dipilih
sebelumnya. Dalam metode ini, lereng dibagi dalam beberapa segmen dengan
pusat gaya di titik tertentu, kemudian menganalisis gaya yang berkerja pada
lereng, saat terjadi longsor dan setiap bagian pada kondisi keseimbangan

Prinsip Dasar Metode Irisan Secara umum keruntuhan diasumsikan terjadi akibat
adanya pergerakan blok tanah pada suatu permukaan gelincir yang berbentuk
lingkaran atau tidak berbentuk lingkaran. Pada suatu lereng yang dianalisis yang
membaginya dalam n buah segmen / irisan, maka akan terdapat (5n-2) variabel
yang tidak diketahui, sementara hanya terdapat 3n buah persamaan statika yaitu:

a. Persamaan keseimbangan gaya normal


b. Persamaan keseimbangan gaya tangensial
c. Persamaan keseimbangan momen

Untuk dapat menyelesaikan masalah tersebut secara statis tertentu maka


diperlukan sejumlah asumsi. Secara umum terdapat tiga asumsi yang dapat dibuat,
yaitu:

1. Asumsi mengenai distribusi tegangan normal sepanjang bidang gelincir


2. Asumsi mengenai inklinasi gaya-gaya antar irisan
3. Asumsi mengenai posisi thrust line dari gaya-gaya antar irisan

Metode Fellenius (Ordinary Method of Slice) diperkenalkan pertama oleh


Fellenius (1927,1936) berdasarkan bahwa gaya memiliki sudut kemiringan paralel
dengan dasar irisan FK dihitung dengan keseimbangan momen. Fellenius
mengemukakan metodenya dengan menyatakan asumsi bahwa keruntuhan terjadi
melalui rotasi dari suatu blok tanah pada permukaan longsor berbentuk lingkaran
(sirkuler) dengan titik O sebagai titik pusat rotasi.

Metode ini juga menganggap bahwa gaya normal P bekerja ditengah-tengah slice.
Diasumsikan juga bahwa resultan gaya-gaya antar irisan pada tiap irisan adalah
208

sama dengan nol, atau dengan kata lain bahwa resultan gaya-gaya antar irisan
diabaikan. Jadi total asumsi yang dibuat oleh metode ini adalah:

a. Posisi gaya normal P terletak di tengah


b. alas irisan : n Resultan gaya antar irisan sama dengan
c. nol : n – 1 Total : 2n – 1 Dengan anggapan-anggapan ini maka dapat diuji
persamaan keseimbangan momen untuk seluruh irisan terhadap titik pusat
rotasi dan diperoleh suatu nilai Faktor Keamanan

Sumber : Jurnal Sipil Statik, 2014


Gambar 4.5
Lereng dengan busur lingkaran bidang longsor

Pada Gambar 4.5 diperlihatkan suatu lereng dengan sistem irisan untuk berat
sendiri massa tanah (W) serta analisis komponen gaya-gaya yang timbul dari berat
massa tanah tersebut, yang terdiri dari gayagaya antar irisan yang bekerja di
samping kanan irisan (Er dan Xt). Pada bagian alas irisan, gaya berat (W)
209

diuraikan menjadi gaya reaksi normal Pw yang bekerja tegak lurus alas irisan dan
gaya tangensial Tw yang bekerja sejajar irisan.

Besarnya lengan gaya (W) adalah x = R sin α, dimana R adalah jari-jari lingkaran
longsor dan sudut α adalah sudut pada titik O yang dibentuk antara garis vertikal
dengan jari-jari lingkaran longsor. Dengan menggunakan prinsip dasar serta
asumsi-asumsi yang telah dikemukakan di atas, maka selanjutnya dapat diuraikan
analisis Faktor Keamanannya sebagai berikut: Kriteria Keruntuhan Mohr–
Coulomb: s = c’ + σ’ tan Ø’ .......................................................................(1)
dengan:

s = Kuat geser tanah


c’ = Kohesi tanah efektif
σ’ = Tegangan normal efektif
Ø’ = sudut geser dalam tanah efektif

Tegangan Normal Efektif dinyatakan sebagai:

σ’ = σ - u .....................................................................................................(2)
dengan:
σ = Tegangan normal total
u = Tekanan air pori

Kemudian tegangan normal total yang bekerja pada bidang longsor dinyatakan
sebagai: σ = PW/L1....................................................................................(3)
dengan:
PW= Gaya normal akibat berat sendiri tanah
l = lebar alas irisan
1 = satu satuan lebar bidang longsor

Substitusi persamaan (2) ke dalam persamaan (1)


menghasilkan : s = c’ + (σ – u) tan Ø’.............................................................(4)
dan substitusi persamaan (2) pada persamaan (4)
210

menghasilkan : s = c’ + ( – u ) tan Ø .............................................................(5)


Agar supaya lereng menjadi stabil maka gaya-gaya yang diperlukan untuk
mengakibatkan longsor haruslah lebih kecil dari pada gaya-gaya yang ada
sehingga faktor keamanan akan menjadi lebih besar atau keamanan akan menjadi
lebih besar atau sama dengan satu.
𝑇𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑎𝑑𝑎
Dengan kata lain: FK= 𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑔𝑒𝑠𝑒𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑒𝑏𝑎𝑏 𝑙𝑜𝑛𝑔𝑠𝑜𝑟.........................................(6)

dengan:
FK > 1,5 menunjukkan lereng stabil
FK = 1,5 kemungkinan lereng tidak stabil
FK < 1,5 menunjukkan lereng tidak stabil

Atau dalam bentuk rumus dinyatakan sebagai: F = s/τ .................................(7) Dan


tegangan geser adalah: τ =s/F............................................................... (8) Gaya
geser yang diperlukan adalah: S = τ . l . 1 ...................................................(9)
dengan:
s = Tegangan geser
F = Gaya geser

Nilai Faktor Keamanan ini adalah sama dengan perbandingan antara seluruh
komponen momen penahan longsor dengan momen penyebab longsor untuk
seluruh irisan yang dapat dinyatakan sebagai berikut:

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑙𝑜𝑛𝑔𝑠𝑜𝑟


FMw = (Anderson dan Richard, 1987)
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑒𝑏𝑎𝑏 𝑙𝑜𝑛𝑔𝑠𝑜𝑟

Program Komputer Dalam analisis kestabilan lereng akan dilakukan perhitungan


yang cukup panjang dan berulang-ulang, sehingga apabila dilakukan perhitungan
secara manual akan membutuhkan waktu yang cukup lama, maka untuk
memudahkan perhitungan tersebut digunakan alat bantu berupa komputer.
Program komputer dibuat dengan menggunakan aplikasi. Aplikasi program
stabilitas lereng 2 dimensi untuk menganalisis stabilitas lereng yang berbentuk
lingkaran atau bukan lingkaran pada lereng tanah atau lereng berbatu.
211

Menganalisis stabilitas lereng menggunakan metode irisan vertikal keseimbangan


batas. Bidang longsor dapat dianalisa atau dicari dengan metode yang dapat
digunakan untuk menentukan bidang longsor kritis untuk sebuah lereng.

4.6 Hasil Analisa dan Pembahasan


Dari data yang telah ada, di lakukan perhitungan dan pengolahan data pada
komputer dengan menggunakan metode kesetimbangan batas. Prinsip untuk
komputerisasi yang di gunakan yaitu menggunakan data seperti kohesi, berat jenis
dari batuan yang ada pada lapisan daerah tersebut. Pengolahan data yang telah jadi
maka akan ditentukan ketinggian lereng, lebar pada lereng jenjnag, dan sudut
lereng yang baik dan tepat agar tidak longsor ketika kegiatan penambangan
berlngsung.
Dari penglahan dengan komputerisasi dilakukan pengolahan untuk lereng pada
area kerja tambang dan juga untuk disposl. Berikut akan ditampilkann design
untuk lereng penambangan.

Sumber : Pengolahan Data PT. AEAP Tbk


Gambar 4.6
Rancangan Gometri Overall Slope Lereng Penambanga
212

Dari gambar di atas, geometri lereng penambangan tersebut dapat di deskripsikan


bahwa lereng tersebut memiliki nilai faktor keamanan secara keeseluruhan
jenjaang yaitu 1.3 dengan tinggi seluruh lereng yaitu 21 meter, dengan lebar
jenjang sekitar 6.05 meter, dengan overall slope 1 O.

Sumber : Pengolahan Data PT. AEAP Tbk


Gambar 4.7
Rancangan Gometri Single Slope 1 Lereng Penambangan

Sumber : Pengolahan Data PT. AEAP Tbk


Gambar 4.8
Rancangan Gometri Single Slope 2 Lereng Penambangan
213

Sumber : Pengolahan Data PT. AEAP Tbk

Gambar 4.8
Rancangan Gometri Lereng Disposal (Lampiran 4.A)

Lereng disposal memiliki kemiringan 45O dengan tinggi lereng 6 meter dengan
FK 1.3, yang dimana lereng tersebut terdapat dua timbuna, dengan masing-masing
timbunan mempunya tinggi 6 meter.

Anda mungkin juga menyukai