Anda di halaman 1dari 68

OLEH: KELOMPOK 11

RAHMATULHUSNA ATIKAH G1A116084


M. RIZQI ADHOWAHIRI G1A116085
BELLA MEITA MAYASARI G1A116086
PELANGI RIZQEETA G1A116087
YUNI PUSPITA SARI MANULANG G1A116088
HERENDA TIARA FIRSTI G1A116089
KARTIKA JUNIATI RAMBE G1A116090
ANNISA G1A116091
 Hiperaldosteronisme primer adalah salah
satu hipertensi sekunder, merupakan sindrom
yang disebabkan oleh hipersekresi aldosteron
yang tidak terkendali, umumnya berasal dari
kelenjar korteks adrenal.
 Hiperaldosteronisme primer secara klinis
dikenal dengan trias terdiri dari hipertensi,
hipokalemia dan alkalosis metabolik.
 Sindrom ini dilaporkan pertama kali tahun
1955 oleh Jerome W. Conn.
 Setengah sampai tigaperempat pasien mengalami
adenoma adrenal soliter, kecil, dengan
penampang berwarna kuning. Sisanya mengalami
hiperplasia adrenokortikal mikro atau
makronoduler. Gambaran patologi disebabkan
oleh hipertensi atau hipokalemia.
 Ada 6 subtipe hiperaldosteronisme primer, yaitu:
1. Aldosterone-producing adrenal adenomas (APA)
2. Idiopathic hyperaldosteronism (IHA)
3. Primary adrenal hyperplasia (PAH) unilateral
4. Aldosterone-producing adrenocortical
carcinoma
5. Familial hyperaldosteronism
6. Ectopic aldosterone-producing
adenoma/carcinoma
 Sel kelenjar adrenal yang mengalami hiperplasia atau
adenoma menghasilkan hormon aldosteron secara
berlebihan.
 Peningkatan kadar serum aldosteron akan merangsang
penambahan jumlah saluran natrium yang terbuka pada sel
prinsipal membran luminal dari duktus kolektikus bagian
korteks ginjal.
 Akibat penambahan jumlah ini, reabsorbsi natrium
mengalami peningkatan. Absorbsi natrium juga membawa
air sehingga tubuh menjadi cenderung hipervolemia.
 Sejalan dengan ini, lumen duktus kolektikus ini berubah
menjadi bermuatan lebih negatif yang mengakibatkan
keluarnya ion kalium dari sel duktus kolektikus masuk ke
dalam lumen tubuli melalui saluran kalium.
 Akibat peningkatan ekskresi kalium di urin, terjadi kadar
kalium darah berkurang.
 Peningkatan ekskresi kalium juga dipicu oleh peningkatan
aliran cairan menuju tubulus distal.
 Hal ini mengakibatkan tubuh kekurangan kalium dan
timbul gejala seperti lemas.
 Hipokalemia yang terjadi akan merangsang
peningkatan ekskresi ion H di tubulus proksimal
melalui pompa NH3+, sehingga reabsorbsi bikarbonat
meningkat di tubulus proksimal dan kemudian terjadi
alkalosis metabolik.
 Hipokalemia bersama dengan hiperaldosteron juga
akan merangsang pompa H-K-ATPase di tubulus distal
yang mengakibatkan peningkatan ekskresi ion H,
selanjutnya akan memelihara keadaan alkalosis
metabolik pada pasien ini.
 Kadar renin plasma pada pasien ini sangat rendah.
Hipervolemia yang terjadi akibat reabsorbsi natrium
dan air yang meningkat akan menekan produksi renin
sehingga kadar renin plasma tertekan.
 Hal ini berbeda dengan hiperaldosteronisme
sekunder di mana terjadi peningkatan kadar renin
maupun aldosteron darah.
 Hiperaldosteronisme sekunder didapatkan pada
hipertensi renovaskular atau pemberian diuretik pada
pasien hipertensi.
 Hipertensi yang terjadi pada pasien ini sebagian besar
disebabkan oleh hipervolemia yang menetap.
 Dapat timbul gejala yang berhubungan dengan
hipokalemia, seperti kelemahan otot, kram.
 Gejala lain yang tidak spesifik, seperti sakit
kepala, kelelahan, palpitasi dan poliuria.
 Tidak ada dijumpai tanda spesifik pada
pemeriksaan fisik pada hiperaldosteronisme
primer.
 Kebanyakan pasien mengalami hipertensi, dapat
ringan sampai berat, tetapi dapat juga normal.
 Edema jarang ditemukan.
 Tanda-tanda kerusakan organ, seperti retinopati,
proteinuria, dan hipertrofi ventrikel kiri,
berhubungan dengan keparahan dan lamanya
hipertensi.
 Padapemeriksaan laboratorium dapat
ditemukan hipokalemia, alkalosis metabolik,
dan hipernatremia ringan. Hipokalemia dapat
spontan atau didapat dari penggunaan
diuretik. Sedikit pasien dengan
normokalemia.
 Tindakan diagnosis pada hiperaldosteronisme
primer terdiri dari tahap menentukan adanya
hiperaldosteronisme primer dan mengetahui
kausanya.
 Bila dicurigai terdapat hiperaldosteronisme
primer maka dilakukan pemeriksaan plasma
aldosterone concentration (PAC) dan plasma
renin activity (PRA) secara bersamaan.
 Pemeriksaan ini dilakukan pagi hari dan pasien
tidak perlu harus berbaring. Sebelum tes
dilakukan, perlu diketahui apakah pasien sedang
mengkonsumsi obat yang dapat mempengaruhi
hasil pemeriksaan seperti antagonis aldosteron,
yang harus dihentikan 6 minggu sebelum
dilakukan pemeriksaan.
 Rasio antara PAC (ng/dl) dengan PRA (ng/ml
per jam) yang disebut sebagai aldosterone
renin ratio (ARR) memiliki nilai diagnostik
yang bermakna.
 Nilai ARR > 100 dianggap sebagai nilai
diagnostik yang sangat bermakna untuk
terdapatnya hiperaldosteronisme.
 Perlu diperhatikan pada penghitungan ARR
sangat bergantung pada nilai PRA.
 Bila menggunakan reagen yang dapat
mengukur kadar PRA konsentrasi rendah,
maka ARR akan semakin besar. Karena itu
disarankan menggunakan reagen yang dapat
mengukur kadar PRA yang rendah.
 Kombinasi PAC 20 ng/dl (555 pmol/l) dan ARR >
30 memiliki spesifisitas 90% dan sensitivitas 91%
untuk mendeteksi hiperaldosteronisme.
 Peningkatan serum aldosteron dan ARR saja tidak
berarti didapatkan hiperaldosteronisme primer.
 Perlu dilakukan pemeriksaan untuk menunjukkan
adanya sekresi kelenjar adrenal yang berlebihan,
Untuk itu dilakukan tes supresi kelenjar
aldosteron dengan memberikan garam NaCl.
 Terdapat dua cara melakukan tes supresi yaitu
secara oral dan pemberian NaCl isotonis.
 Diagnostik lain adalah dengan terdapatnya
peningkatan ekskresi kalium dalam urin 24 jam
(> 30 mEq/l). Syarat pemeriksaan ini adalah
pasien tidak boleh dalam keadaan hipovolemia
atau dalam keadaan diet rendah natrium (kadar
natrium urin kurang dari 50 mEq per 24 jam). Tes
captoril juga digunakan sebagai tes skrining.
 Pemeriksaan lain pada hiperaldosteronisme
primer adalah pemeriksaan analisis gas darah
yang menunjukkan gambaran alkalosis metabolik
yang disebabkan peningkatan reabsorbsi
bikarbonat di tubulus proksimal karena
peningkatan kadar aldosteron.
 Pemeriksaan berikutnya adalah untuk
menentukan subtipe hiperaldosteronisme primer.
Pemeriksaan pencitraan berupa CT-scan atau MRI
dapat membedakannya.
 Bila didapatkan ukuran kelenjar > 4 cm, maka
kecurigaan adanya karsinoma adrenal perlu
dipikirkan.
 Bila didapatkan kelenjar adrenal membesar satu sisi
maka diagnostik terdapat APA.
 Bila didapatkan kedua kelenjar membesar maka
penyebab hiperaldosteronisme primer adalah
hiperplasia adrenal.
 Tujuan terapi adalah menormalkan tekanan
darah, serum kalium dan kadar serum
aldosteron.
 Pada hiperplasia kelenjar aldosteron, hal ini
dicapai dengan pemberian obat antagonis
aldosteron.
 Pemberian spironolakton 12,5-25 mg biasanya
sudah cukup efektif mengendalikan tekanan
darah dan menormalkan kadar kalium plasma.
 Sayangnya, obat spironolakton yang diberikan
dalam jangka panjang mempunyai efek samping
seperti impotensi, ginekomastia, gangguan haid
dan gangguan traktus gastrointestinal sehingga
pemberian jangka panjang spironolakton
mempunyai banyak kendala.
 Saat ini ada obat baru eplerenon dengan cara
kerja memblok reseptor aldosteron secara
selektif, dengan dosis dua kali 25 mg per hari
dengan efek samping yang lebih ringan daripada
spironolakton, sehingga dapat diberikan dalam
jangka panjang, walaupun harganya relatif
mahal.

 Selain terapi farmakologi perlu dikurangi asupan


garam dalam makanan, berolahraga secara
teratur, menormalkan berat badan dan
menghindari konsumsi alkohol.
 Bila pasien tidak toleran dengan spironolakton,
dapat diberikan amiloride hingga dosis 15 mg dua
kali sehari. Amiloride hanya dipakai untuk
menormalkan kadar kalium dan tidak dapat
menurunkan tekanan darah oleh karena itu perlu
ditambahkan obat antihipertensi lain.
 Total adrenalektomi unilateral adalah pilihan
terapi pada APA dan PAH.
 Adrenalektomi laparoskopi dapat mempersingkat
lama rawat inap dan menurunkan kematian
dibandingkan dengan operasi terbuka.
 Dianjurkan untuk mengontrol tekanan darah dan
memperbaiki hipokalemia dengan spironolakton
sebelum operasi.
 Pada APA, keadaan hipokalemia diperbaiki secara
cepat setelah adrenalektomi.
 Adrenalektomi pada adenoma adrenal akan
menormalkan kadar aldosteron plasma serta
menormalkan tekanan darah tanpa
membutuhkan spironolakton, suplementasi
kalium atau obat antihipertensi yang lain.
 Cushing sindrome adalah hiperaktivitas atau
hiperfungsi kelenjar adrenal sehingga
mengakibatkan hipersekresi hormon glukokortikoid
(kortisol)

 Merupakan pola khas obesitas yang disertai dengan


hipertensi, akibat dari kadar kortisol darah yang
tinggi secara abnormal karena hiperfungsi korteks
adrenal
 Dari luar tubuh
sindroma chusing latrogenik yaitu akibat konsumsi obat
kortikosteroid (seperti prednison) dosis tinggi dalam waktu lama

 Dari dalam tubuh


produksi kortisol di dalam tubuh yang berlebihan akibat produksi
pada salah satu atau kedua kelenjar adrenal, atau produksi hormon
ACTH (hormon yang mengatur produksi kortisol) yang berlebihan
dari kelenjar hipofise.
Kelebihan glukokortikoid dapat menyebabkan perubahan
berbagai kondisi di dalam tubuh khususnya fungsi metabolik
seperti :
 Metabolisme protein
 Metabolisme karbohidrat
 Metabolisme lemak
 Sistem kekebalan
 Sekresi lambung
 Fungsi otak
 Eritropoesis
 Sampel darah
 Test supresi deksametason
 Pengukuran kadar kortisol
 Stimulasi CRF ( Corticotropin – Releasing Faktor)
 Pemeriksaan Radioimunoassay ACTH plasma
 Pemindai CT, USG atau MRI
 Foto Rontgen tulang
 Pielografi
 Laminografi
 Arteriografi
 Scanning
 Ultrasonografi (USG)
 Foto Rontgen Kranium
 Stop exogenous glucocorticoid
 Surgery by source when possible
Adrenalectomy
Transphenoidal resection
Tumor Resection
 Radiation if surgery not possible
 Must have stress-dose steroids pre-, intra-, post-op
 Adrenal Enzyme Inhibitors
Ketoconazole – first line
Aminoglutethimide
Metyrapone
Etomidate
 Medical Adrenalectomy - Mitotane
 Glucocorticoid Antagonists - Mifepristone
 Somatostatin Analogues - Octreotide
• Sindrom Chusing yang tidak diobati akan fatal dalam beberapa
tahun oleh karena gangguan kardiovaskuler dan sepsis.
• Setelah pengobatan radikal kelihatan membaik, bergantung
kepada apakah gangguan kerusakan kardiovaskuler irreversibel.
• Pengobatan sustitusi permanen memberikan risiko pada waktu
pasien mengalami stres dan dipelrukan perawatan khusus.
• Karsinoma adrenal atau yang lainnya cepat menjadi fatal oleh
karena kakeksia dan atau metastasis.
 Primary Adrenal Insufficiency is also known as
Addison’s Disease in honor of Dr. Thomas
Addison
 Born in April 1793, at Long Benton, Newcastle-
upon-Tyne and died on June 29 1860, at 15
Wellington Villas, Brighton
 Dr. Addison is also credited with the discovery of
Pernicious Anemia
 Adrenocorticotropic Hormone (ACTH) is the
major factor in the secretion of cortisol and
androgenic steroids by the adrenal cortex
 ACTH secretion is regulated as a balance between
the stimulatory effects of CRH (mediated by the
CNS) and the negative feedback mediated by
circulating levels of glucocorticoids
 Arises when cortisol levels are not sufficient to
meet the needs of the body
 Cortisol aids in maintaining vascular tone, hepatic
gluconeogenesis, and in maintaining glycogen
 Inadequate cortisol in times of stress can lead to
hypotension, shock, and hypoglycemia
 Mineralocorticoid deficiency typically leads to
renal wasting of sodium, retention of potassium,
and reduced intravascular volume
 Most commonly is of an autoimmune etiology,
resulting from chronic destruction of the
adrenal cortex
 Typical histologic feature is lymphocytic
infiltration
 Antibodies to adrenal cortical antigens are
present early in the disease process
 Patients with autoimmune adrenal disease are
more likely to have polyglandular autoimmune
systems causing deficiency of other endocrine
glands
 Several Other Mechanisms Exist:
 Bilateral adrenal hemorrhage
 Infection: Tuberculosis, CMV, Histoplasmosis
 Metastatic Disease
 Deposition Diseases: Hemochromatosis,
Amyloidosis, Sarcoidosis
 Drug Induced: Ketoconazole, Etomidate, Rifampin,
Anticonvulsants
 Congenital Adrenal Hyperplasias
 Caused by pituitary failure of ACTH secretion
 Etiologies include:
 any cause of primary or secondary hypopituitarism
 Exogenous Glucocorticoid Therapy
 Megestrol, which has some glucocorticoid therapy
 Acute adrenal insufficiency (Adrenal Crisis)
should be expected in any patient acute,
unexplained volume depletion and shock
 Hyperkalemia, acidosis, and hypoglycemia may
also be accompanying
 Chronic insufficiency typically
develops more insidiously
 Symptoms may include weakness,
weight loss, nausea, vomiting,
anorexia, and postural hypotension
 Increased skin pigmentation can be
seen with primary adrenal
insufficiency secondary to
melanocyte stimulating activity
associated with ACTH
 Hyponatremia and Hyperkalemia
may develop secondary to a lack
of aldosterone
 Secondary Adrenal Insufficiency may present with
evidence of adrenal insufficiency as well as other
evidence of hypopituitarism
 Acute Adrenal insufficiency
 Various conditions can cause hypotension and or
shock
 Chronic Adrenal Insufficiency
 Chronic Starvation (anorexia nervosa)
 Gastrointestinal Disease secondary to inflammation
or malignancy
 Other causes of hyperpigmentation including drug
exposures
 Other causes of fatigue and malaise
 BaselineCortisol and ACTH levels should be
obtained in the early morning
 A morning cortisol level of <3 mg/dL is virtually
diagnostic
 A level of <10 mg/dL is highly suspicious
 A level of >18 mg/dL should rule out Adrenal
Insufficiency except in the setting of a critically ill
patient
 Cosyntropin Stimulation Test
 Measure morning cortisol level (pre-test level)
 Administer 1 mg dose Cosyntropin
 Measure a second cortisol level 1 hour after Cosyntropin
administration
 Normal response demonstrates a level of greater than 20
mg/dL after cosyntropin
 Patients with both primary and secondary adrenal
insufficiency will not demonstrate appropriate response
 Patients with primary insufficiency will fail to
respond to repeated administrations, however
patients with secondary insufficiency may show an
increased response to repeated testing/stimulation
 Further determination of primary vs. secondary adrenal
insufficiency will be based upon ACTH level
 High ACTH level expected in primary insufficiency
 Treat Acute Adrenal Insufficiency with Hydrocortisone
50-100 mg IV q8 hrs
 In addition, volume resuscitate with Normal Saline
 Hydrocortisone 20-30 mg po daily
 Typically divide dose 2/3 in am, 1/3 in pm
 May use Prednisone 5 mg po daily instead
 Fludrocortisone 0.05-0.1 mg po qam
 Not necessary in patients with secondary adrenal
insufficiency
 Provide instruction for periods of acute illness or
increased stress
1. Pearce, JMS. Thomas Addison. J R Soc Med. 2004 June; 97(6): 297–300.
2. Ontjes, DA. Disorders of the Adrenal Cortex. Netter’s Internal Medicine, 2nd ed.
2009; 321-4.
3. Adrenal Insufficiency. Little: Dental Management of the Medically Compromised
Patient, 7th ed. 2007.

4. Oelkers, W. Adrenal Insufficiency. N Engl J Med. 1996 Oct 17;335(16):1206-12.


KELOMPOK 11
PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS JAMBI
45 11/25/2018
11/25/2018 46
 Secara etimologi Feokromositoma berasal dari
bahasa Yunani. Phios berarti kehitaman, chroma
berarti warna dan cytoma berarti tumor.

 Pheochromocytoma adalah tumor neuroendokrin


dari medulla adrenal (dari sel chromaffin) atau
jaringan chromaffin ekstra-adrenal (paraganglioma)
yang gagal berkembang ketika lahir dan banyak
menghasilkan katekolamin, biasanya noradrenalin
( norephinephrin ) dan adrenalin (ephinephrin)

11/25/2018 47
11/25/2018 48
11/25/2018 49
 Masih belum diketahui tetapi banyak pendapat ( ± 10 –
20 % ) mengatakan adanya faktor genetik dan biasanya
sifat genetik ini bergabung dengan sindrom yang lain.
 mutasi pada kromosom 10q11.2 maka penderita
Pheochromosytoma juga memiliki penyakit lainnya
seperti MEN 2A dan sering disertai dengan ca thyroid.
 mutasi pada kromosom 3p25-26 selain menderita
pheochromocytoma juga menderita Von Hippel Lindau
Disease
 kelainan kromosom 17q11 terjadi pheochromocytoma
dengan neurofibromatosis 1 ( NF 1 ) disertai dengan
neurofibroma.

11/25/2018 50
 Feokromositoma menyerang 0,1% hingga 0,5% penderita
hipertensi dan dapat menyebabkan akibat yang fatal bila
tidak terdiagnosis atau terobati. Feokromositoma terjadi
kurang dari 2-8 diantara 1.000.000 orang, dapat menyerang
laki-laki dan perempuan dalam perbandingan yang sama
dan mempunyai insiden puncak antara usia 30 dan 50
tahun.
 Sekitar 90% tumor ini berasal dari sel kromafin medula
adrenalis, dan 10% sisanya dari ekstra adrenal yang
terletak di area retroperitoneal (organ Zuckerkandl),
ganglion messenterika dan seliaka, serta kandung kemih.
Feokromositoma biasanya jinak (pada 95% kasus), namun
dapat bersifat ganas dengan metastasis yang jauh.

11/25/2018 51
Istilah klasik mengikuti “rumus 10” yaitu ∼10% terjadi
bilateral, 10% terbentuk extraadrenal, 10% adalah malignant,
10% feokromositoma adrenal timbul pada masa anak, serta
10% feokromositoma timbul pada kelainan genetik tertentu,
seperti:2,4,11

11/25/2018 52
11/25/2018 53
 Stress akan menghantarkan impuls ke sistem saraf
otonom kemudian impuls tersebut akan diteruskan ke
medulla adrenal, yang selanjutnya akan merangsang
sel-sel kromaffin pada medulla adrenal untuk
menghasilkan hormon epinefrin dan norepinefrin, lalu
muncullah fight or flight respon (respon stress).
 Dalam kasus feokromositoma, terdapat tumor sel-sel
kromaffinnya sehingga terjadi sekresi yang berlebihan
dari hormon epinefrin dan norepinefrin, hal ini
menyebabkan terjadi hipertensi, akibat dari denyut
jantung yang cepat akibat hormon epinefrin yang
berlebihan.

11/25/2018 54
 Hipertensi menetap atau yang paroksismal disertai sakit
kepala, berdebar, dan berkeringat.
 Hipertensi dan riwayat freokromasitoma dalam
keluarga
 Hipertensi yang refrakter terdapat obat terutama disertai
berat badan menurun.
 Sinus takikardia
 Hipertensi ostostatik
 Aritimia rekuren
 Tipe MEN 2 atau MEN 3
 Krisis hipertensi yang terjadi selama pembedahan
anestesi
 Mempunyai respon kepada R-blocker

11/25/2018 55
 Neurofibromatosis
 Skelerosis fibrosis
 Sindrom sturge-weber
 Penyakit von Hippel-Lindau
MEN, tipe 2:
 Feokromasitoma
 Paratiroid adenoma
 Karsinoma tiroid medulla
MEN, tipe 3 :
 Feokromasitoma
 Karsinoma medulla tiropid
 Neuroma mukosa
 Ganglioma abdominalis
 Habitus marfanoid

11/25/2018 56
 katekolamin darah, atau urin, atau hasil
metabolitnya. (katekolamin 5-10 kali dari
normal)
 tes klonidin dimana akan terjadi penekanan
kadar norephineprin.
 tes profokasi lain yaitu: tes regitin (fentolamin)
dan tes stimulasi glukagon.
 pemeriksaan CT-scan dari kelainan adrenal.
 MRI mampu mendeteksi tumor (seperti bola
lampu )
11/25/2018 57
11/25/2018 58
 Sampel dari vena besar yang selektif
 MIBG
 Scan indium-labaled octreoide
 Mengukur kadar metanefrin bebas dalam darah
dan dibandingkan sample vena cava
 Scan tomografi emisi positron

11/25/2018 59
11/25/2018 60
Diagnosis Banding

11/25/2018 61
11/25/2018 62
 Antagonis alfa-adrenergik (Fenoksibenzamin
hidroklorid (dibenzilin) : 0,25-1 mg/kg/hari, yang
dibagi setiap 12 jam
 Fentolamin (Regitine), dosis 1 mg; dosis tersebut
dititrasi untuk mencegah atau mengendalikan hipertensi
setiap 4- 6 jam
 penghambat beta-adrenergik (propanolol) : Bila
terdapat takikardia signifikan yang menetap atau bila
aritmia sering kali berulang
 alfa-metil-p-tirosin (Metyrosin, Demser) 5-10
mg/kg/hari yang dibagi setiap 6 jam.
 Hipertensi intraoperasi paling sering diterapi dengan
natrium nitroprusid/Nipreide intravena
11/25/2018 63
 Pembedahan setelah hambatan aderenergik
prabedah dan rehidrasi giat.
 adrenalektomi bilateral pada pasien
feokromositoma familial
 kemoterapi kombinasi
 terapi simtomatik yang menggunakan
fenoksibenzamin dan AMPT
 Radiasi menurunkan nyeri dalam metastatis
tulang dan dosisi tinggi I-MIBG untuk terapi
paliatif atau tambahan.

11/25/2018 64
Manifestasi dominan pada feokromositoma adalah hipertensi,
sehingga untuk mengendalikan hipertensi penderita dianjurkan untuk
membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan seperti :
 Diet rendah garam

 Mengurangi berat badan

 Mengurangi lemak

 Mengurangi stress psikis

 Menghindari merokok

 Olahraga teratur

 Pasien disarankan untuk tindakan operasi adrenelektomi.

 Pasien diminta puasa untuk persiapan operasi dengan anestesi


umum.
 Setelah operasi, pasien masih mungkin mengalami hipertensi. Ini
dikarenakan nyeri atau koreksi berlebih terhadap hilangnya darah

11/25/2018 65
 Pada feokromositoma jinak setelah operasi biasanya
memberikan hasil yang memuaskan pada pasien dan
keluarganya.
 Tingkat ketahanan hidup 5 tahun untuk feokromositoma
non-ganas lebih dari 95%, tetapi untuk feokromositoma
ganas kurang dari 50%. Risiko keganasan agak lebih
tinggi bila pasien masih anak-anak. Rekuren setelah
operasi kurang dari 10% pada non-feokromositoma
malignan. Setelah operasi 75 % pasien dapat bebas dari
obat antihipertensi, sisanya 25 % hanya membutuhkan
minimal anti hipertensi.7

11/25/2018 66
 penyakit jantung iskemik infark miokard akut,
 Intracerebral haemmorrhage karena hipertensi yang tidak
terkontrol.
 aritmia jantung,
 kegagalan jantung karena cardiomyopathy beracun,
 edema paru.
 myocarditis
 cardiomyopati
 kerusakan saraf mata (ganas) tumor kanker jarang,
 pheochromocytoma kanker (ganas),
 dan sel-sel kanker menyebar ke bagian lain dari tubuh
(bermetastasis).
Sel-sel kanker dari pheochromocytoma atau paraganglioma paling
sering bermigrasi ke sistem getah bening, tulang, hati atau paru-paru.

11/25/2018 67

Anda mungkin juga menyukai