Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN KASUS

KEPANITERAAN KLINIK TERINTEGRASI


SEORANG PENDERITA DENGAN SINDROM OBSTRUKTIF PASCA TUBERKULOSIS

Oleh :
XXVII-N

Pembimbing :
Dr. dr. Mohamad Isa, Sp. P (K) | dr. H. Adenan, M.Kes | dr. Fathia Arsyana, Sp. KFR |dr. Rahmiati, M. Kes, Sp. MK

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER | FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


Januari 2019

1
PENDAHULUAN
TUBERKULOSIS Mycobacterium tuberculosis

Merupakan salah satu penyakit


yang telah lama dikenal dan sampai saat ini
masih menjadi penyebab utama kematian di dunia

Gejala sisa yang paling sering ditemukan Patogenesis timbulnya SOPT sangat
yaitu gangguan faal paru dengan kompleks, kemungkinan
kelainan obstruktif yang memiliki penyebabnya adalah akibat infeksi
gambaran klinis mirip Penyakit Paru TB yang dipengaruhi oleh reaksi
Obstruktif Kronik (PPOK). Inilah yang imunologis perorangan sehingga
dikenal sebagai Sindrom
Obstruksi terjadi mekanisme makrofag aktif
yang menimbulkan reaksi
Pasca TB (SOPT) peradangan nonspesifik yang luas
DATA PASIEN
IDENTIFIKASI PASIEN
• Nama : Ny.I
• Usia : 56 tahun
• Jenis Kelamin : Perempuan
• Alamat : Jl. Kelayan B Gg Harapan Mulia RT 21
• Agama : Islam
• Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
ANAMNESIS
2008:
Keluhan batuk muncul kembali,
1998:
disertai keluar dahak bercampur Desember 2018 :
Batuk berdahak kuning
darah, keringat malam, penurunan Batuk berdahak muncul,
kental, disertai darah.
berat badan. semakin memberat, tidak
Sesak nafas, muncul
Pasien kemudian didiagnosis TB relaps bercampur darah, sesak
perlahan dan semakin
dan menjalani pengobatan sampai nafas muncul sejak satu
parah, keringat malam
tuntas. Dan dinyatakan sembuh minggu

2016: 2016 :
Keluhan batuk
Desember 2018
Pasien masuk IGD Ulin
muncul perlahan Banjarmasin dan dirawat Keluhan tidak ada
semakin memberat, selama 5 hari di ruang dahlia
berdahak, darah (+) paru kemudian diberikan obat Home visite, Intervensi
minum selama 9 bulan, obat
suntik 2 bulan
PEMERIKSAAN FISIK KU: sedang ,CM
TD: 130/100mmHg, N :118x/menit,
RR: 32x/menit, T (aksila): 36.7oC, SpO2:
27 Desember 2018 97%
TB: 152 cm BB: 27 kg IMT : 11
Kepala
CA : (-), SI: (-)
Leher
I : Peningkatan
Pulmo
JVP (-)
I : simetris, retraksi (-)
P: fremitus ka=ki P : kaku kuduk (-),
P: sonor pulmo dex & sin pembesaran KGB &
A: vesikuler +/+, rhonkhi (+) tiroid (-)
basah kasar, wheezing (-/-),
stridor (-/-)
Cor
I : IC tak tampak
P : IC teraba di SIC V 3cm lateral LMCS
Abdomen
P : RHM ICS IV 2cm lat LPS dex, LHM ICS
I : hiperpigmentasi (-), simetris, V LAA sin
kemerahan (-) distensi (-) A : S1-2 reguler, bising (-)
P : tidak teraba massa, splenomegali (-
), hepatomegali (-), nyeri (-)
P : timpani Extremitas
Auskultasi : bising usus (+) normal Edema : - -
- -
Akral hangat
PEMERIKSAAN PENUNJANG
LAB HEMATOLOGI
18 DESEMBER 2018

Laboratorium • Hasil :
Darah
• Anemia
(18-12-2018)
PEMERIKSAAN PENUNJANG
MIKROBIOLOGI
20 DESEMBER 2018

• Pada
pemeriksaan
Sputum BTA BTA SPS
SPS didapatkan
BTA - - -
PEMERIKSAAN PENUNJANG
RONTGEN THORAX AP
• Kesan :
• Terdapat
jaringan fibrotik
Radiologi pada apex
paru sinistra
dan gambaran
atelektasis paru
PEMERIKSAAN PENUNJANG
GENE EXPERT
22 DESEMBER 2018

• Hasil :
• MTB Not
GENE Detected (Tidak
EXPERT ditemukan
adanya MTB)
STATUS KESEHATAN KELUARGA
No Nama Hubungan Umur L/P Tingkat Pekerjaan Agama Ket
dengan KK Pendidikan

1 Idawati - 56 th P SD IRT Islam Pasien


2 Fery Fadli Menantu 33 th L SD Swasta Islam -

3 Siti Anak 28 th P SD IRT Islam PMO


Hasanah
4 Fadilah Cucu 8 th L SD Pelajar Islam -

5 Alfa Rizki Cucu 2 bulan L - - Islam -


PENGAMATAN
PENGAMATAN

PERUMAHAN

EKONOMI

PELAYANAN KESEHATAN

SUMBER AIR, LIMBAH DAN SAMPAH


PERUMAHAN

Gambar 1. Keadaan rumah pasien nampak depan dan lingkungan sekitar


Dapur = 4 x 2 m

Jarak antar rumah


Jarak antar rumah
Ruang keluarga = 4 x 2 m

1,5 m
1,5 m
Kamar = 2,5 x 2,5 m
Lorong =
1,5 x 2,5

Ruang tamu 4 x 2,5 m

Lebar rumah/ panjang pelatar = 4 m

Lebar jalan 1,5 m

Gambar 2. Denah rumah


PERUMAHAN

Gambar 3. Bagian dalam rumah pasien


PENGAMATAN

EKONOMI

PELAYANAN KESEHATAN

SUMBER AIR, LIMBAH DAN SAMPAH


EKONOMI
No Pekerjaan Jumlah Persentase (%)
1 Buruh 22.303 56,81
2 Petani 122 0,31
3 Nelayan 94 0,24
4 Pengrajin 1245 3,17
5 Pedagang 3302 8,41
6 Karyawan Swasta 9445 24,06
7 Pegawai Negeri Sipil (PNS) 2293 5,84
8 TNI/ POLRI 302 0,77
9 Lain-lain 153 0,39
Jumlah 39.259 100

Tabel 5. Distribusi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Wilayah Kerja Puskesmas Kelayan
Timur Tahun 2017
PENGAMATAN

PELAYANAN KESEHATAN

SUMBER AIR, LIMBAH DAN SAMPAH


PELAYANAN KESEHATAN

Gambar 5. Peta Wilayah Kerja Puskesmas Kelayan Timur


PELAYANAN KESEHATAN
Sarana Kesehatan
Kelurahan
Puskesmas Rumah Sakit Umum
Kelayan Timur 1 0
Jumlah 1 0

Tabel 2. Jumlah Sarana Kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Kelayan Timur Tahun 2017
PENGAMATAN

SUMBER AIR, LIMBAH DAN SAMPAH


ANALISIS
KONSEP TERJADINYA PENYAKIT

Buku Epidemiologi Lingkungan Poltekkes Kemenkes Jakarta II.


Nadjib, M.Bustan. 2012.Pengantar Epidemiologi.Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Penyakit dapat terjadi karena adanya ketidakseimbangan antar ketiga komponen
tersebut. Model ini lebih dikenal dengan model triangle epidemiologi atau triad
epidemilogi

Pada laporan kasus kali ini, model triad


Epidemiologi adalah kepekaan
penjamu terhadap agen yang
meningkat akibat faktor lingkungan 
Buku Epidemiologi Lingkungan Poltekkes Kemenkes Jakarta II. mengakibatkan pasien beberapa kali
Nadjib, M.Bustan. 2012.Pengantar Epidemiologi.Jakarta : Rineka Cipta. mengalami TB relaps
Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.
FAKTOR HOST (PENJAMU)
Pada laporan kasus kali ini didapatkan status gizi pasien yang
rendah, dimana berat badan pasien adalah 27 kg dan IMT
pasien 11. Status gizi pasien yang kurang menjadi salah satu faktor
sakit pada pasien ini  mempengaruhi imunitas pasien.
Karakteristik host terbagi menjadi 3 yaitu
Resistensi: kemampuan Host untuk bertahan hidup terhadap infeksi (agent)
Imunitas: kemampuan Host mengembangkan sistem kekebalan tubuh, baik didapat
maupun alamiah
Infectiousness: potensi Host yg terinfeksi untuk menularkan penyakit yang diderita kepada
orang lain

Terdapat 3 faktor pada laporan kasus kali ini.


FAKTOR LINGKUNGAN
dari hasil anamnesis dan kunjungan langsung ke rumah pasien,
didapatkan kondisi perumahan pasien di sekitar sungai , kumuh dan
gaya hidup yang tidak higenis dimana untuk kegiatana mandi, buang
air besar, buang air kecil dan mencuci baju menggunakan air sungai di
sekitar rumah pasien.

Individu dengan status ekonomi yang rendah memiliki risiko status gizi
yang kurang sehingga mempengaruhi sistem imun, lingkungan rumah
yang padat penduduk, rumah dengan ventilasi yang kurang,
kelembaban rumah yang tinggi, dan polusi udara di dalam ruangan,
sehingga memiliki risiko yang lebih besar untuk terinfeksi TB. Lingkungan
tempat tinggal pasien yang padat dan keadaan rumah pasien yang
lembab serta kurang penerangan dari cahaya matahari juga menjadi
risiko terhadap penyakit TB yang diderita pasien.
Banjarmasin sebagai
Wilayah Lahan Basah

Wilayah Banjarmasin pada


umunya adalah tanah rawa dan
lahan basah. Lahan basah
adalah daerah buatan atau
alami berair yang bersifat tetap

banjarmasin atau sementara.


Airnya bersifat stagnan/menetap
atau pun mengalir. Airnya bersifat
tawar, asin, payau. Lahan basah
mencakup kawasan mangrove,
kawasan lumpur lepas pantai
(mudfat), lahan gambut, dataran
banjir, waduk dan sawah.
Penyakit-Penyakit Lahan Basah
daerah lahan basah juga identik dianggap sebagai sumber penyakit seperti tempat
berkembang biaknya nyamuk.
Sehingga banyak menimbulkan penyakit contohnya malaria, demam berdarah, demam
kuning, dan penyakit yang berkaitan dengan lahan basah lainya, seperti salah satunya
TBC.

Pada laporan kasus kali ini, SOPT pada pasien ini tidak berkaitan dengan kondisi lahan
basah di Banjarmasin, dan secara khusus daerah tempat tinggal pasien di Kelayan Timur.
Pemeriksaan
Fisik

Anamnesis
Pemeriksaan
Penunjang
Seorang Penderita
dengan
Sindrom Obstruktif Pasca
Tuberkulosis Pelayanan
Kesehatan
Lingkungan

Perilaku
Psikososial
Pengetahuan
Pasien pada laporan kasus kali ini awalnya didiagnosis dengan suspek TB
Relaps. Namun diagnosis ini disingkirkan karena hasil BTA pasien negatif.

Pasien kemudian didiagnosis


dengan SOPT. Meskipun tidak
ada pemeriksaan spirometri
namun diagnosis SOPT
ditegakkan dari hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik
dan hasil foto rontgen dimana
didapatkan trakea dan
mediastinum tertarik ke arah
kiri, dimana pada lapangan
paru kiri terdapat jaringan
fibrotik akibat penyakit TB yang
telah lama diderita pasien ini.

Adapun gejala utama pada


pengidap TBC dan SOPT berupa:
Batuk Berdahak
Sesak napas
Penurunan ekspansi sangkar toraks
Gejala lainnya adalah demam
tidak tinggi atau meriang, dan
penurunan berat badan
TATALAKSANA
TEORI Laporan Kasus

• Pilihan terapi untuk SOPT, adalah:10,11 • selama dirawat di bangsal paru dahlia RSUD
• Bronkodilator: Ulin Banjarmasin, pasien mendapatkan
• golongan antikolinergik : ipratropium terapi ceftazidime , ranitidin, furosemide,
bromida (0,5mg) NACl caps, dan combivent nebul.
• golongan agonis β-2 : salbutamol (2,5mg) • Terapi yang diberikan sesuai dengan teori
dimana diberikan bronkodilator yaitu
• kombinasi : ipratropium bromida (0,5mg)
combivent nebul.
dengan salbutamol (2,5mg)  nebulasi
• Namun pasien tidak diberikan antiinflamasi,
• golongan xantin : aminofilin (200mg)10
padahal inflamasi merupakan patogenesis
• Antiinflamasi : prednison atau terjadiny SOPT pada pasien ini. Antiiflmasi
metilprednisolon tidak diberikan pada pasien ini karena
• Anti-oksidan : N-acetyl cystein steorid akan memberikan efek
• Antibiotika (hanya diberikan jika terdapat imunodepresan sehingga dikhawatirkan
infeksi) : golongan β-lactam dan makrolid akan menyebabkan relaps. Pasien juga
• Terapi oksigen mendapatkan antioksidan dan antibiotika
• Rehabilitasi medik9 sesuai dengan teori. Pasien mendapatkan
terapi dari rehabilitasi medik dimana pasien
diberikan latihan pernapasan. 11,12
Pursed lip breathing
COUGHING
EXERCISE
Paduan OAT kategori 2 ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati
sebelumnya yaitu : pasien kambuh, pasien gagal, pasien dengan pengobatan
setelah putus berobat (default).

Tahap Lanjutan 3
kali seminggu Berat
Tahap Intensif tiap hari RHZE (150/75/400/275) + S
Berat badan RH (150/150) +
E(400)
Selama 56 hari Selama 28 hari selama 20 minggu
2 tab 4KDT + 500 mg 2 tab 2KDT + 2 tab
30-37 kg 2 tab 4KDT
Streptomisin inj. Etambutol
3 tab 4KDT + 750 mg 3 tab 2KDT + 3 tab
38-54 kg 3 tab 4KDT
Streptomisin inj. Etambutol
4 tab 4KDT + 1000 mg 4 tab 2KDT + 4 tab
55-70 kg 4 tab 4KDT
Streptomisin inj. Etambutol
5 tab 4KDT + 1000mg 5 tab 2KDT + 5 tab
≥71 kg 5 tab 4KDT
Streptomisin inj. Etambutol

Pasien pada laporan kasus kali ini pernah mendapatkan pengobatan OAT Kategori 2
akibat mengalami TB relaps
Pasien pada laporan kasus kali ini, tinggal bersama kedua cucunya.
Oleh karena itu perlu dilakukan Investigasi Kontak (IK) pada kedua
anak di rumah pasien.
Pada saat dilakukan IK dengan menggunakan skoring TB anak.
Didapatkan skor 0 sehingga tidak perlu dilakukan pemeriksaan
lanjutan namun perlu tetap diwaspadi dan dilakukan pemeriksaan
penunjang karena kedua anak tersebut pernah kontak langsung
dengan pasien yang mengidap TB.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.Petunjuk Teknis


Manajemen dan Tatalaksana TB Anak. Jakarta. 2016.
Alur investigasi kontak menurut
Petunjuk Teknis oleh Kementerian
Kesehatan, digunakan untuk
deteksi dini pada keluarga
pasien yang pernah kontak
langsung dengan pasien

Cucu pasien tidak menunjukkan


gejala TB, sehingga perlu
dilakukan observasi dan bisa
diberikan INH selama 6 bulan
Anemia
merupakan abnormalitas hematologi yang biasa terjadi pada pasien TB paru. Seluruh
infeksi kronik termasuk TB dapat menyebabkan anemia.

Respon sistem imun  melepaskan sitokin  mempengaruhi


fungsi normal tubuh  menganggu penyerapan besi +
menganggu produksi dan aktivitas eritropoietin  ANEMIA

Anemia dilaporkan terjadi pada 16-94% pasien dengan TB paru. Pasien pada laporan
kasus kali ini mengalami anemia yang sudah dibuktikan dengan hasil lab yaitu kadar
hemoglobin 9 g/dl. Anemia pada pasien ini adalah anemia karena penyakit kronis
namun perlu digali lebih dalam penyakit lain yang menyebabkan anemia pada pasien
ini

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.Petunjuk Teknis Manajemen dan Tatalaksana TB Anak. Jakarta. 2016.
Sadewo, Satrio Wahyu, et.al,. Gambaran Status Anemia pada Pasien Tuberkulosis Paru di Unit Pengobatan Penyakit Paru-Paru Provinsi Kalimantan Barat
Tahun 2010-2012. FK Universitas Tarumanegara. Jurnal Cerebellum. Volume 2. Nomor 3. Agustus 2016.
DIAGNOSIS HOLISTIK
KOMPREHENSIF DAN
INTERVENSI
DIAGNOSIS HOLISTIK KOMPREHENSIF DAN INTERVENSI
Diagnosis Aspek Personal dan Intervensi
No Diagnosis Aspek Personal Intervensi

1. Keluhan Utama: Sesak napas 1. Memberikan informasi mengenai penyakit


disertai dengan Batuk berdahak
sejak ± 1 minggu yang lalu SOPT yang dialami oleh pasien, penyebab,
gejala, pengobatan, dan pencegahan.
2. Kekhawatiran: Sesak yang diderita
2. Konseling kepada pasien tentang
tidak dapat disembuhkan dan
dapat membuat pasien meninggal penekanan faktor risiko terjadinya
kekambuhan mengenai penyakit yang
3. Persepsi : Sesak napas dan batuk dialami pasien.
yang berulang dapat di sembuhkan
3. Melakukan evaluasi terhadap keluhan,
karena setiap melakukan
pengobatan secara rutin pasien kekhawatiran, persepsi dan harapan dari
dinyatakan sembuh pasien.

4. Harapan : sesak napas dan batuk


lama berulang yang diderita dapat
disembuhkan
DIAGNOSIS HOLISTIK KOMPREHENSIF DAN INTERVENSI
Diagnosis Klinis dan Intervensi
No Diagnosis Klinis Intervensi
1.  Sindrom Obtruksi Pasca Tuberkulosis 1. Bronkodilator:
a. golongan antikolinergik : ipratropium bromida (0,5mg)
b. golongan agonis β-2 : salbutamol (2,5mg)
c. kombinasi : ipratropium bromida (0,5mg) dengan salbutamol
(2,5mg)  nebulasi
d. golongan xantin : aminofilin (200mg)8
1. Antiinflamasi : prednison atau metilprednisolon
2. Anti-oksidan : N-acetyl cystein
3. Antibiotika (hanya diberikan jika terdapat infeksi) : golongan β-
lactam dan makrolid
4. Terapi oksigen
5. Rehabilitasi medik9

 TB Paru relaps 1. Pemberian OAT kategori II 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3


2. Pengawasan menelan obat

 Ca Paru 1. Deteksi dini Ca Paru


2. Pemeriksaan penunjang Ca Paru
2. Anemia 1. Makan makanan yang tinggi zat besi
2. Melakukan skrining tentang anemia
Edukasi tentang gejala anemia
DIAGNOSIS HOLISTIK KOMPREHENSIF DAN INTERVENSI
Diagnosis Risiko Internal dan Intervensi

No Diagnosis Risiko Internal Intervensi

1. Daya tahan tubuh pasien yang Meningkatkan daya tahan tubuh dengan aktifitas seperti olahraga
rendah ringan secara rutin dan terkontrol, serta memberikan edukasi
tentang peningkatan imunitas tubuh
2 Status gizi yang buruk Edukasi mengenai gaya hidup sehat seperti mendapatkan asupan
gizi yang baik dan cukup
3. Pasien tinggal dengan menantunya Memberikan penekanan pada pasien agar tidak terpapar oleh
yang perokok aktif asap rokok dan memberikan edukasi mengenai efek samping dari
paparan rokok
4. Pengetahuan pasien yang kurang 1. Konseling kepada pasien tentang faktor risiko penyebab
mengenai penyakit yang di derita kambuh nya TB paru
adalah kekembuhan dari penyakit 2. Edukasi dan motivasi mengenai kekambuhan pada pasien
yang sudah pernah di alami pasien harus seger ditangani agar terjadi perbaikan penyakit pasien.
Dan tidak menjadi komplikasi yang lebih lanjut
5. Pengetahuan yang kurang tentang 1. Konseling mengenai penyakit TB pada pasien yang
penyakit TB Paru yang dapat menimbulkan gejala sisa
menimbulkan gejala sisa 2. Menyarankan kepada pasien untuk tidak melakukanaktivitas
berat
3. Terkontrolselalu melakukan latihan napas (breathing control)
dan melakukanlatihan fisik
DIAGNOSIS HOLISTIK KOMPREHENSIF DAN INTERVENSI
Diagnosis Risiko Internal dan Intervensi
6. Pengetahuan yang kurang mengenai 1.Konseling mengenai pencegahan dan penularan penyakit TB yang
pentingnya tindakan pengobatan berdampak pada orang disekitarnya dalam satu komunitas
preventif dibandingkan kuratif 2. Pemberian obat profilaksis INH (Isoniazide) pada balita dan anak usia
>5th sesuai dengan pedoman penatalaksanaan TB Nasional

7 Pengetahuan yang kurang tentang Konseling mengenai penyakit SOPT yang diakibatkan oleh gejala sisa TB
gejala sisa pada TB paru yaitu SOPT dapat menimbulkan keluhan sesak pada pasien sehingga pasien dapat
mengurangi keluhan dengan cara:
saat pasien akan tidur malam, pasien disarankan untuk menggunakan
posisioning atau posisi saat tidur yang tepat guna menjaga bronkus atau
menghindari penumpukan mukus pada saluran pernapasan, yaitu
dengan posisi kepala lebih rendah dari pada dada dan pasien
disarankan untuk banyak mengkonsumsi air putih
8 Pengetahuan yang kurang tentang Konseling kepada pasien untuk makan makanan yang bergizi berupa
efektivitas terapi gizi terhadap tinggi kalori dan tinggi protein
perkembangan perbaikan klinis SOPT
DIAGNOSIS HOLISTIK KOMPREHENSIF DAN INTERVENSI
Diagnosis Risiko Eksternal dan Psikososial dan Intervensi
No Diagnosis Risiko Eksternal Intervensi
dan Psikososial
1. Psikososial keluarga : 1. Memberikan edukasi kepada keluarga
keluarga kurang memahami mengenai gejala sisa penyakit TB dan edukasi
tentang penyakit pasien mengenai pentingnya peran keluarga terhadap
tentang gejala sisa TB paru, kesembuhan pasien
namun memberi dukungan 2. Mengingatkan pasien untuk melakukan
yang baik serta bersedia fisioterapi untuk mengurangi gejala yang
menjadi pengawas minum membuat pasien tidak nyaman seperti timbulnya
obat sesak napas
2. Lingkungan tempat tinggal : 1. Memberikan edukasi terhadap seluruh anggota
keadaan rumah dengan keluarga terhadap pentingnya menjaga
ventilasi dan pencahayaan kebersihan, khususnya kebersihan rumah.
serta kepadatan hunian 2. Memberikan edukasi mengenai pentingnya
yang tidak sesuai dengan pencahayaan dan ventilasi
kriteria rumah sehat
DIAGNOSIS HOLISTIK KOMPREHENSIF DAN INTERVENSI
3. Lingkungan sekitar: riwayat Memberikan edukasi mengenai tindakan preventif
kontak dengan tetangga untuk mencegah terjadinya penularan penyakit
yang mengalami batuk dari orang lain.
lama

4. Sosial ekonomi : biaya hidup Memberikan edukasi mengenai pentingnya


pasien ditanggung oleh menjaga kesehatan seperti gaya hidup bersih dan
anaknya yang cukup untuk sehat , jauh dari paparan rokok dan anggota
memenuhi kebutuhan keluarga tidak merokok, makan makanan yang
sehari-hari tinggi energi tinggi protein agar terhindar dari
penyakit
DIAGNOSIS FUNGSIONAL
Kondisi kesehatan
Sindroma obstruksi pasca tuberkulosis

Fungsi dan Struktur Tubuh Aktivitas Partisipasi


1. Impairments pada sistem respirasi Terdapat limitasi pada kegiatan Terdapat hambatan dalam partisipasi
2.sesak sampai tidak dapat sefang – berat. Saat ini aktivitas di masyarakat misalnya gotong
beraktifias pasien hanya cuci piring dan royong,
3. rontgen thorax didapatkan cuci baju
konsolidasi pada apex paru

Faktor Lingkungan Faktor Personal


1. Ventilasi dan keadaan rumah 1. Pasien merupakan perokok pasif
serta lingkungannya yang kurang 2. Gizi yang kurang
baik
2. riwayat terpapar dengan
tetangga yang pernah batuk lama
FOLLOW UP
FOLLOW UP
FOLLOW UP
FOLLOW UP
SARAN
Perlunya dilakukan penyuluhan secara
langsung kepada masyarakat baik itu oleh
IDI, Puskesmas, maupun instansi kesehatan
masyarakat lain agar edukasi pengenai
penyakit TB lebih efektif.

Perlu dilakukannya penyebaran pesan


edukatif dan menarik, baik itu berupa
acara bakti sosial, penyebaran leaflet dan
SARAN poster, dan berbagai kegiatan lainnnya
agar masyarakat lebih tertarik untuk
mengenal penyakit TB dan
penatalaksanaannya.

Perlu dilakukannya penyuluhan secara


langsung kepada masyarakat tentang
pentingnya makanan bergizi dan makanan
murah yang bergizi agar masyarakat
mengerti dan dapat mencukupi kebutuhan
gizinya.
POSTER DAN LEAFLET
DOKUMENTASI KEGIATAN

Anda mungkin juga menyukai