Anda di halaman 1dari 27

JOURNAL READING

“Penggunaan statin dan resiko untuk berkembangnya diabetes : hasil


penelitian yang berasal dari program pencegahan diabetes”

Pembimbing : dr. Pugud Samudro, Sp.PD. K-EMD

Oleh :
Syifa Silviyah
1710221036

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM


RS MARGONO SOEKARJO PURWOKERTO
ABSTRAK
Tujuan
Hasil Penelitian
• Beberapa percobaan klinik tentang pecegahan penyakit jantung
• pada 10penggunaan
dengan tahun percobaan, insidensi kumulatif
statin melaporkan dari
adanya peningkatan
pemberian statindiabetes
resiko kejadian sebelum melitus
didagnosis dengan
tipe diabetes
2 (T2DM) dengan
adalah
terapi sebesar
statin. 33-37% pada kelompok terandomisasi yang
diberikan statin (p=0,36).
Desain penelitian dan metode
Kesimpulan
• Insidensi diabetes dinilai menggunakan tes toleransi 75
grampopulasi
• pada glukosadengan
tahunan dan glukosa
resiko tinggi ini,puasa semi tahunan.
kami menginvestigasi
Profil lipid
tingginya dinilai
resiko setahun
diabetes sekali,
secara dengansetelah
signifikan pengobatan
diberikan
statin statin
terapi ditentukan oleh dokter
pada ketiga kelompokdaripengobatan.
peserta ituEfek
sendiri
dari
yang diluar
statin dalam dari protokol. resiko
meningkatkan Penggunaan
diabetesstatin dinilai
meluas padasaat
awal penelitian dan saat kunjungan semi tahunan.
populasi dengan resiko tinggi untuk terjadinya diabetes.
PENDAHULUAN
Bukti-bukti yang
terkumpul Efek diabetogenik dari
mengisyaratkan bahwa statin mungkin lebih
penggunaan statin penting pada individu
dapat meningkatkan dengan resiko diabetes
resiko berkembangnya yang lebih tinggi.
Dm tipe 2

Kami kemudian melakukan analisis


untuk mengevaluasi hubungan
antara statin dengan diabetes
menggunakan data dari Diabetes Terjadinya peningkatan
prevention program (DPP)/program resiko mungkin tampak
pencegahan diabetes, yang jelas pada peserta
melakukan penelitian kohort penelitian yang sudah
antara pasien yang overweight dan pre diabetes.
obese dengan resiko tinggi
diabetes, diikuti secara intens
terhadap insidensi diabetes.
METODE

 DPP merupakan percobaan klinik randomisasi yang melakukan intervensi untuk


mencegah serta mengambat perkembangan diabetes melitus pada individu beresiko
tinggi.
 Sebayak 27 pusat pengobatan di Amerika merekrut 3234 peserta dari kedua
gender
• Berusia ≥ 25 tahun
Kriteria Eksklusi
• BMI ≥ 24 kg/m2 (≥22kg/m2 • baru mengalami infark miokard
pada ras asia-amerika)
• gejala penyakit arteri koroner
• Dan kadar glukosa darah
puasanya antara 95 hingga • penyakit berat
125 dL serta kadar toleransi
glukosa darah terganggunya • pernah didiagnosis DM
(IGT) yakni 2 jam setelah sebelumnya, atau sedang dalam
pemberian glukosa 75 gram pengobatan penurun glukosa
adalah sebesar 140-19 darah
mg/dL).
• penggunaan obat obatan yang
dapat mengganggu tolrenasi
glukosa, dan kadar
trigliseridanya ≥ 600 mg/dL.

Kriteria Inklusi
 Peserta yang sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi kemudian
mendapatkan anjuran standar mengenai diet sehat dan aktifitas fisik, lalu
mereka secara acak menyetujui untuk dilakukan intervensi melalui gaya
hidup, pemberian metformin, serta plasebo
PENILAIAN TERHADAP PENGGUNAAN STATIN
 Pada DPP dan DPPOS, penggunaan statin dicatat bersama dengan obat
penyerta lainnya berdasarkan self-report. Informasi dikumpulkan saat awal
penelitian dan setiap kunjungan untuk follow up persemi tahunan rutin, berdasarkan
pertanyaan “apakah peserta mengkonsumsi obat obatan tertentu dalam kurun waktu 2
minggu?” peserta kemudian disuruh untuk membawa semua resep obatnya di setiap
kunjungan serta mencatat setiap nama obat yang mereka bawa. penggunaan obat
statin kumulatif didefinisikan berdasarkan jumlah kunjungan semi annual dengan
laporan penggunaan obat tersebut.
DIAGNOSIS DIABETES
 Diagnosis diabetes adalah titik akhir utama untuk penelitian DPP
/ DPPOS.
ANALISIS STATISTIK
 Perbandingan antar kelompok dilakukan menggunakan tes independen X²
untuk variabel kualitatif dan menggunakan analisis varians atau t-tes untuk
variabel kuantitatif. Model cox proportional hazard pada data univariat dan
multivariat digunakan untuk menilai hubungan--tergantung waktu antara
penggunaan statin dan risiko dari onset diabetes. Semua analisis statistik
dilakukan menggunakan perangkat lunak SAS V.9.4. Semua uji statistik yang
dilakukan berjenis two-sided dan nilai p kurang dari 0,05 dianggap signifikan
secara statistik, tanpa harus melalui penyesuaian terhadap uji-uji yang lain.
HASIL

Gambar 1 : insidensi kumulatif dari pemberian statin pada


kelompok pengobatan
 Ciri khas dari peserta yang menunggunakan statin adalah berusia
lebih tua dan kebanyakan pria, namun tidak ada perbedaan dalam hal
etnis/ras. Pengguna statin memiliki kadar glukosa plasma puasa
(FPG) dan HbA1c yang lebih tinggi dari nilai normal serta indeks
insulinogenik yang lebih rendah dari pada peserta penelitian yang
tidak menggunakan statin, sehingga tampak seolah peserta yang
menggunakan statin memiliki resiko yang lebih tinggi untuk terjadi diabetes
(BIAS). Nilai kolesterol LDL serta trigliserida dasar lebih tinggi
pada peserta yang mendapatkan statin dibandingkan yang tidak
mendapatkan terapi statin.
 Durasi penggunaan statin yang lebih lama secara signifikan berkaitan
dengan lebih besarnya risiko diabetes yang lebih besar pada kelompok
gaya hidup.
 Untuk menilai apakah potensi statin berkaitan dengan risiko diabetes,
kami mengelompokkan laporan penggunaan statin menjadi kategori
'potensi rendah' (pravastatin, lovastatin, fluvastatin, 19%) atau 'potensi
tinggi' (atorvastatin, simvastatin, rosuvastatin, cerivastatin, 81%).
 Tidak ada perbedaan resiko diabetes antara kelompok statin berpotensi
rendah dan kelompok statin berpotensi tinggi, dengan HR 0,96 (0,68-1,35),
menggunakan penyesuaian yang sama pada model 5.
 Penggunaan statin berkaitan dengan adanya sedikit perubahan dari kadar
glukosa puasa, glukosa 2 jam pp, HbA1c, serta BMI. Pada kelompok gaya
hidup, index insulinogenik menurun seiring dengan penggunaan statin,
dibandingkan dengan adanya sedikit peningkatan pada kelompok yang tidak diberikan
statin (p=0,013).
DISKUSI

 Jurnal ini merupakan laporan pertama yang mengevaluasi hubungan antara statin
dengan diabetes dalam bentuk percobaan klinik terandomisasi yang didesain dengan
teliti untuk memastikan insiden penyakit diabetes pada subjek yang beresiko tinggi
diabetes.
 Pada analisis ini, penggunaan statin berkaitan erat dengan peningkatan
resiko diabetes pada seluruh percobaan kohort, dengan estimasi nilai HR
menunjukkan adanya peningkatan resiko hingga mencapai 30%.
 Mungkin juga nilai HR yang lebih tinggi pada kelompok perlakuan aktif
merefleksikan lebih rendahnya respon peserta penelitian tersebut
terhadap intervensi pada mereka dengan resiko diabetes yang lebih
tinggi dari normal, yang juga cenderung lebih sering mendapatkan terapi
dengan statin
 Laporan terbaru tentang hubungan antara statin dengan diabetes
mengisyaratkan bahwa adanya efek protektif dari pravastatin dengan
insidensi diabetes, meskipun insidensi diabetes tidak ditentukan
menggunakan kriteria standar.
 Percobaan selanjutnya dari statin tidak mengkonfirmasi adanya efek
protektif ini, dan pada percobaan JUPITER (justification of the use of statin in
prevention:an intervention trial evaluating rosuvastatin), terapi statin berkaitan
dengan peningkatan resiko diagnosis diabetes oleh dokter. Pada enam
percobaan metaanalisis statin (termasuk JUPITER), penggunaan statin sekali
lagi berkaitan dengan peningkatan resiko diabetes.
 Temuan ini kemudian dikonfirmasi lagi oleh percobaan yang lain,termasuk
metanalisis berskala besar yang memasukkan 7 tambahan penelitian, yang
bersama-sama dengan lebih dari 90.000 peserta penelitian, dimana 4,9% nya
diberikan statin dan 4,5% nya diberikan plasebo-yang dapat merangsang
pembentukan diabetes. HR yang sama untuk statin terkait diabetes juga
dilaporkan oleh peneliti lain.
 Diketahui bahwa statin mungkin “mengungkap” adanya diabetes pada
individu dengan resiko tinggi, yang mana, pada populasi dasar, dapat
meningkatkan resiko diabetes. Sebuah analisis post hoc sebuah percobaan
dengan melakukan pengobatan dalam rangka mencapai target baru serta
menurunkan kadar lemak darah secara agresif menyatakan bahwa efek
statin dalam meningkatkan resiko diabetes memiliki bukti yang lebih kuat
diantara pasien yang sudah pre diabetes dari pada mereka yang tanpa pre
diabetes. Mirip dengan hal ini, pada percobaan JUPITER, sebanya 77%
peserta penelitian yang menjalani intervensi mengembangkan diabetes
selama follow up dan mengalami gangguan toleranasi glukosa saat mulai
penelitian, dan analisis selanjutnya menunjukkan peningkatan resiko
diabetes--penggunaan statin pada penelitian ini, terbatas hanya pada peserta
penelitian yang setidaknya memiliki faktor resiko diabetes mayor.
 Pada analisis dari tiga percobaan statin yang lain, kadar glukosa puasa,
trigliserida, BMI dan hipertensi muncul sebagai prediktor klinis dasar
terhadap insidensi diabetes. Semua observasi ini, begitu juga dengan
sejumlah estimasi yang lebih tinggi dari HR-terkait-statin juga diteliti pada
analisis kami pada peserta penelitian DPP, mengisyaratkan bahwa efek statin
lebih penting pada mereka dengan resiko diabetes yang baru didiagnosis.
Secara paradoksal, meskipun begitu, variasi dalam faktor resiko diabetes
awal gagal menjelaskan hubungan lebih lanjut antara terapi statin pada
percobaan kohort kami, dan estimasi HR yang lebih besar pada peserta
dikelompok intervensi gaya hidup, yang mengalami penurunan resiko
diabetes terkait penelitian berskala terbesar ini.
 Mekanisme yang turut berkontribusi dari efek statin terhadap modifikasi
resiko diabetes masih belum dimengerti. Sejumlah penelitian
mengidentifikasi adanya perubahan sensitifitas insulin (kebanyakan
menggunakan penilaian model homeostasis-resistensi insulin -HOMA-IR)
selama pengobatan statin. Sebuah penelitian berjenis meta analisis oleh
Baker dan rekan menunjukkan adanya perbedaan statin dan efeknya
terhadap sensitifitas insulin pada peserta penelitian yang tidak menderita
diabetes, dengan simvastatin dapat menurunkan sensitifitas insulin,
paravastatin meningkatkan sensitifitas, dan atorvastatin serta rosuvastatin
tidak menunjukkan efek sama sekali.
 Data invitro menunjukkan bahwa beberapa statin mungkin menggangu
pensinyalan insulin dan penurunan ekspresi transporter glukosa yakni
GLUT-4. Kami tidak melihat adanya bukti dari efek statin dalam
memodifikasi resistensi insulin, yang kami nilai dari kadar insulin darah saat
puasa. Statin dilaporkan dapat menurunkan sekresi insulin beta pankreas in
vitro, namun hubungan antara sekresi insulin in vivo masih belum diketahui.
Laporan terbaru dari pasien diabetes melitus tipe 2 yang diobati dengan
metformin menunjukkan adanya reduksi sekresi insulin (HOMA-β), tidak
ada efek setelah pengobatan 1 tahun dengan atorvastatin atau pravastatin
dalam sensitifitas insulin (dinilai dari klem euglikemik) dan berkurangnya
sedikit kontrol glikemik (HbA1c).
 Data kami menunjukkan pengurangan yang lebih nyata dari sekresi insulin
pada pengguna statin, meskipun secara statitik hanya ditunjukkan pada
subjek random di kelompok intervensi gaya hidup. Pola ini konsisten dengan
perubahan metabolik yang dijelaskan sebelumnya, yang melatarbelakangi
progresifitas diabetes pada pasien dengan resiko tinggi dan dengan observasi
kami bahwa peserta dalam kelompok intervensi gaya hidup DPP/DPPOS
yang mengalami progresifitas diabetes memiliki resiko genetik lebih tinggi,
yang sebagian besar merefleksikan adanya polimorfisme berkaitan dengan
fungsi sel beta. Secara keseluruhan, hal ini menunjukkan bahwa adanya
akselerasi dalam penurunan kadar glikemi dari pada mekanisme statin yang
unik atau spesifik.
 Kelebihan penelitian ini adalah adanya pemastian diabetes yang cermat,
follow up yang lebih lama serta informasi terbaru tentang penggunaan statin
tiap 6 bulan sekali. Keterbatasan penelitian ini adalah pengobatan dengan
statin tidak menggunakan protokol dan tidak dilakukan secara randomisasi,
namun berdasarkan penilaian dokter yang bukan bagian dari penelitian
tentang perlunya pengobatan statin berdasarkan faktor-faktor yang terkait
dengan risiko CVD/cardivascular disease/penyakit jantung.
 Hubungan yang diamati tentang hubungan antara penggunaan statin dengan resiko
diabetes pada populasi ini tidak secara signifikan dilemahkan setelah dilakukan
pengontrolan pada faktor perancu terkait indikasi penggunaan statin. Selain itu,
penggunaan statin hanya berdasarkan self-report saja, yang bisa membuat beberapa
kesalahpahaman dan kesalahan klasifikasi. Intensitas terapi statin dilaporkan dapat
mempengaruhi risiko diabetes, tetapi karena dosis statin tidak tersedia pada kohort
ini, kemampuan kami untuk menilai hal ini pun menjadi terbatas. Untuk pasien
perorangan, potensi peningkatan risiko diabetes yang sederhana jelas perlu
diseimbangkan dengan pengurangan resiko infark miokard, stroke dan kematian
kardiovaskular yang konsisten dan sangat signifikan yang terkait dengan pengobatan
statin. Meskipun demikian, status glukosa harus terus dipantau dan
penerapan perilaku gaya hidup sehat yang harus terus digalakkan pada
pasien berisiko tinggi yang diresepkan statin untuk profilaksis CVD.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai