Anda di halaman 1dari 17

DUCHENE MUSCULAR

DYSTROPHY
R5
Definisi

• Dunchene muscular distrophy (DMD) : penyakit X-


linked yang bersifat progresif kelainan bawaan
yang bersifat heterogen, ditandai dengan nekrosis
serbut otot yang menunjukan degenerasi dan
kelemahan otot

Butterworth J., Mackey D., Wasnick J,2013


Epidemiologi

 1: 3.500-6000 kelahiran bayi laki-laki yang


hidup
 diketahui pada umur 3-5 tahun.

Butterworth J., Mackey D., Wasnick J,2013


Miller, 2015
PATOFISIOLOGI
• Normal muscle contraction depends on an increase in intracellular
(sarcoplasmal) calcium (Ca2+). Upon membrane depolarization, Ca2+
is released from the sarcoplasmic reticulum into the sarcoplasma via
the dihydropyridine and ryanodine receptors, both of which are
voltage-gated ion channels.

• Dystrophin is citoskeletal protein, with others sarkolema will


stabilized skeletal muscle membrane

STOELTING,
2013
• During relaxation, level of Calsium in the
sarcoplasma is low, because calsium ion are
pumpedinto sarcoplasmic reticulum by active
transport pumps T0RTORA,
2013
JENIS DMD
Intraoperatif

• Regional anestesi memiliki keuntungan signifikan


dalam manejemen anestesi pasien DMD untuk
menghindari penggunaan obat anestesi dan
komplikasi post operasi terutama pasien dengan
penurunan fungsi respirasi

Miller, 2015
Race, et all, Recomendation For Anesthesia And Perioperative Management Of Patent With Neuromuscular Disease, 2013
Intraoperatif
 Monitoring sangat diperlukan
• Saturasi oksigen, NIBP, ECG, capnography, menit
ventilasi, monitor suhu tubuh, pemasangan monitor
invasive, pemeriksaan analisa gas darah secara
reguler, elektrolit dan myonglobin urin

Ross, Nicola.,Marsh Sarah, Neuromuscular Disorder & Anesthesy,2009


Intraoperatif

• Total intravenous anestesi (TIVA) → menghindari


gas anestesi
• Namun harus tetap dicermati karena depresi
cardiac dan respirasi dapat terjadi pada
penggunaan agen intravena dan opioid.

Race, et all, Recomendation For Anesthesia And Perioperative Management Of Patent With Neuromuscular Disease, 2013
Mekanisme gas Inhalasi

MILLER,
2015
Komplikasi
 Hipertermi maligna: peningkatan PCO2, asidosis
metabolik, takikardi, takipneu, rigiditas otot, dan
peningkatan temperatur lebih dari 38,8°C
 Rhabdomyolisis akibat paparan sarkolema oleh
inhalasi agen atau succinilcholin, menarik
permukaan membran sel otot dan meningkatkan
membran tidak stabil dan permeabilitas meningkat

Guarney, Malignant Hypertermia And Muscular Distrophy, 2009


Manajemen
Hipertermi Maligna
Periksa AGD, elektrolit, kreatinin kinase, myoglobin
darah dan urin:
Koreksi asidosis metabolik (Na bikarbonat 1-2
mEq/kgBB iv sesuai pH arteri)
Obati hiperkalemia
Periksa profil koagulasi tiap 6-18 jam
Pertahankan urine out put >2cc/kgbb/jam
Evaluasi kebutuhan akan monitoring invasif dan
pemakaian ventilasi mekanik
Observasi pasien di ICU paling tidak 36 jam.
Manajemen
Hipertermi Maligna
• A. Terapi symtomatis
Hentikan penggunaan gas anestesi dan
succinylcholine
 Tingkatkan ventilasi semenit untuk menurunkan
ETCO2
Minta bantuan
Lakukan pendinginan
Obati aritmia. Miller, 2015
Rosenberg, H. et al, Malignant Hyperthermia: a Review. Orphaned Journal of Rare Disease; 2007
Manajemen
Hipertermi Maligna
Dantrolene (2-3 mg/kgBB iv) sebagai dosis bolus
awal, dilanjutkan dengan dosis ulangan tiap 5-10
menit sampai gejala terkontrol
Cegah kekambuhan lagi dengan Dantrolene 1
mg/kgBB tiap 6 jam selama 48-72 jam.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai