Anda di halaman 1dari 49

HUKUM ACARA PERDATA

Dr. Hj. St. Naisjiah, S.H.,


M.H.
SAP Hukum Acara Perdata
1. PENGERTIAN HUKUM ACARA PERDATA
2. SUMBER HUKUM ACARA PERDATA
3. AZAS-AZAS HUKUM ACARA PERDATA
4. KEKUASAAN KEHAKIMAN
5. CARA MENGAJUKAN TUNTUTAN HAK
6. UPAYA-UPAYA UNTUK MENJAMIN HAK
7. PEMERIKSAAN DI PERSIDANGAN
8. PEMBUKTIAN
9. PUTUSAN
10. UPAYA HUKUM
11. PELAKSANAAN PUTUSAN
Pengertian Hukum Perdata
Soediman Kartohadiprodjo, S.H;
• Hukum perdata adalah peraturan hukum yang mengatur kepentingan
perseorangan yang satu dengan perseorangan yang lainnya.
Sudikno Mertokusumo;
• Hukum antar perseorangan yang mengatur hak dan kewajiban
perseorangan yang satu terhadap yang lain didalam hubungan
berkeluarga dan dalam pergaulan masyarakat.
Prof. R. Soebekti, S.H.
• Semua hak yang meliputi hukum privat materiil yang mengatur
kepentingan perseorangan.
Pengertian Hukum Acara Perdata

Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H.


Hukum acara perdata adalah peraturan hukum
yang mengatur bagaimana caranya menjamin di taatinya
hukum perdata materil dengan perantaraan hakim.
Dengan kata lain hukum acara perdata adalah
peraturan hukum yang menentukan bagaiman caranya
menjamin pelaksanaan hukum perdata materil. Lebih
kongkrit lagi dapat di katakan, bahwa hukum acara
perdata mengatur tentang bagaiman caranya mengajukan
tuntutan hak, memeriksa serta memutuskan dan
pelaksanaannya dari putusanya.
Tuntutan hak dalam hal ini tidak lain adalah
tindakan yang bertujuan memperoleh perlindungan
hukum yang di berikan oleh pengadilan untuk
mencegah “eigenrichting” atau tindakan
menghakimi sendiri
Tindakan Menghakimi Sendiri

1. Menurut Van Boneval Faure :


Tindakan menghakimi sendiri itu sama sekali tidak
dibenarkan. Alasanya ialah, bahwa oleh karena hukum acara
telah menyediakan upaya-upaya untuk memperoleh
perlindungan hukum bagi para pihak melalui pengadilan, maka
tindakan-tindakan diluar upaya-upaya tersebut yang dapat di
anggap sebagai tindakan menghakimi sendiri, dilarang.
2. Menurut Cleveringan :
Tindakan menghakimi sendiri pada asasnya di
bolehkan atau di benarkan, dengan pengertian, bahwa
yang melakukanya di anggap melakukan perbuatan
melawan hukum.
3. Menurut Rutten :
Tindakan menghakimi sendiri pada asasnya tidak
di benarkan, akan tetapi apabila peraturan yang ada tidak
cukup member perlindungan, maka tindakan
menghakimi sendiri itu secara tidak tertulis di benarkan.
Jenis Tuntutan Hak

Ada 2 macam :
• Gugatan : tuntutan hak yang mengandung
sengketa, dimana terdapat sekurang-kurangnya
dua pihak.
• Permohonan : tuntutan hak yang tidak
mengandung sengketa, dimana hanya terdapat
satu pihak
Jenis Peradilan dalam HAP

1. Peradilan volunter (volunteer juristictie) :


Peradilan yang bersifat suka rela atau peradilan yang
tidak sesungguhnya.seperti tuntutan hak yang tidak
mengandung sengketa yang merupakan permohonan.
2. Peradilan contentious (contentious jurisdictie) :
Peradilan yang sesungguhnya. seperti gugatan yang
mengandung sengketa.
Sumber Hukum Acara Perdata
1. RV (reglement op de Burgerlijk Rechtsvordering)untuk golongan Eropa
2. HIR (Herzeine Indlandsch Reglement) untuk golongan Bumiputera daerah Jawa dan
Madura
3. RBg (Reglement voor de Buitengewesten) untuk golongan Bumiputera luar Jawa dan
Madura.
4. UU No 1 Tahun 1974 tentang Pokok Perkawinan
5. UU No 4 Tahun 2004 tentang Pokok Kehakiman jo ……
6. UU No 5 Tahun 2004 tentang Mahkamah Agung jo…..
7. Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku ke-IV tentang Pembuktian dan Daluarsa
8. Yurisprudensi.
9. SEMA
10. Hukum Adat
11. Doktrin
Objek dari hukum acara perdata ialah
keseluruhan peraturan yang bertujuan
melaksanakan dan mempertahankan atau
menegakkan hukum perdata materil dengan
perantaraan kekuasaan Negara.
Tahap Tindakan dalam HAP

1. Pendahuluan : merupakan persiapan menuju kepada


penentuan atau pelaksanaan.
2. Penentuan : dalam tahap penentuan diadakan
pemeriksaan peristiwa dan pembuktian sekaligus sampai
kepada putusanya.
3. Pelaksanaan : diadakannya pelaksanaan dari pada
putusan.
Asas-Asas HAP
1) Hakim bersifat menunggu inisiatif mengajukan tuntutan hak
diserahkan sepenuhnya kepada yang berkepentingan (Pasal 118
HIR/142 RBg)
2) Hakim bersifat Pasif, ruang lingkup atau luas pokok perkara
ditentukan para pihak berperkara tidak hakim. Hakim tidak
boleh menjatuhkan putusan melebihi dari yang dituntut
3) Persidangan terbuka untuk umum setiap orang dibolehkan
hadir dan mendengarkan pemeriksaan perkara, walaupun ada
beberapa perkara yang dilakukan pemeriksaannya secara
tertutup. Contoh dalam perkara perceraian
4) Mendengarkan kedua belah pihak
5) Putusan harus disertai dengan alasanalasan.
6) Berperkara dikenai biaya.
7) Beracara tidak harus diwakilkan, bisa langsung pihak yang
berperkara beracara di pengadilan atau dapat diwakilkan.
1. Hakim bersifat menunggu Psl.118 HIR
dan Psl 142 RBg.
Inisiatif untuk mengajukan tuntutan hak diserahkan
sepenuhnya kepada yang bersangkutan.Jadi apakah akan ada
proses atau tidak, apakah suatu perkara atau tuntutan hak itu
akan diajukan atau tidak semuanya diserahkan kepada pihak
yang berkepentingan, sedangkan hakim bersifat menunggu
datangnya tuntutan hak yang diajukan kepadanya.
Akan tetapi sekali perkara diajukan kepadanya, Hakim
tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadilinya,
sekalipun dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas
(Pasal 16 UU No.4 Tahun 2004).
Larangan untuk menolak memeriksa perkara
disebabkan anggapan bahwa hakim tahu
hukumnya (ius curi novit), kalau sekiranya ia tidak
dapat menemukan hukum tertulis, maka ia wajib
menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai
hukum yang hidup dalam masyarakat (Pasal 28
UU No. 4 Tahun 2004).
2. Hakim Pasif
Hakim di dalam memeriksa perkara perdata bersikap pasif
dalam arti kata bahwa ruang lingkup atau luas pokok
sengketa yang diajukan kepada Hakim untuk diperiksa
pada azasnya ditentukan oleh para pihak yang berperkara
dan bukan oleh Hakim. Hakim hanya membantu para
pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan
dan Rintangan untuk dapat tercapainya peradilan (Pasal 4
ayat (2) UU No.48 Tahun 2009.
Hakim harus aktif memimpin sidang, melancarkan
jalannya persidangan, membantu kedua belah pihak
dalam mencari kebenaran, tetapi dalam memeriksa
perkara perdata hakim harus bersikap tut wuri.
Disamping itu para pihak dapat mengakhiri sendiri
sengketa yang telah diajukannya ke Pengadilan, sedang
hakim tidak dapat menghalang halanginya. Hal ini dapat
berupa perdamaian atau pencabutan gugatan (Pasal 130
HIR, 154 RBg).
Hakim wajib mengadili semua gugatan dan dilarang
menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut,
atau mengabulkan lebih dari yang dituntut atau
mengabulkan lebih daripada yang dituntut (Psl 178 ayat
ayat 2 dan 3 HIR, 189 ayat 2 dan 3 Rbg).
Apakah yang bersangkutan akan mengajukan banding
atau tidak, itupun bukan kepentingan dari hakim (Pasal 6
UU 20/1947, 199 Rbg).
Jadi pengertian pasif disini hanyalah berarti bahwa hakim
tidak menentukan luas dari pokok sengketa. Hakim tidak
boleh menambah atau menguranginya.
Hakim berhak untuk memberi nasihat kepada
kedua belah pihak serta menunjukkan upaya hukum dan
memberi keterangan kepada mereka (Psl. 132 HIR, 159
Rbg).
Hakim sebagai tempat pelarian terakhir bagi para
pencari keadilan dianggap bijaksana dan tahu akan
hukumnya, bahkan menjadi tempat bertanya segala
macam soal bagi rakyat. Dari padanya diharapkan
pertimbangan sebagai orang yang tinggi pengetahuan dan
martabatnya serta berwibawa.Diharapkan dari hakim
sebagai orang yang bijaksana dan aktif dalam pemecahan
masalah.
3.Sifat Terbukanya Persidangan
Sidang pemeriksaan pengadilan pada azasnya adalah
terbuka untuk umum, yang berarti bahwa setiap orang
dibolehkan hadir dan mendengarkan pemeriksaan di
persidangan.
Tujuan dari azas ini tidak lain untuk memberi perlindungan
hak-hak azasi manusia dalam bidang peradilan serta untuk lebih
menjamin objektivitas peradilan dengan mempertanggung
jawabkan pemeriksaan yang fair, tidak memihak serta
menjatuhkan putusan yang adil bagi masyarakat. (Psl 13 ayat (1)
dan 2 UU No.48 Tahun 2009.
Apabila putusan diucapkan dalam sidang yang
tidak terbuka untuk umum maka putusn tersebut tidak
sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum serta
mengakibatkan batalnya putusan itu menurut hukum.
Akan tetapi di dalam praktik, meskipun hakim
tidak menyatakan persidangan terbuka untuk umum,
kalau di dalam berita acara persidangan dicatat bahwa
persidangan dinyatakan terbuka untuk umum, maka
putusan yang telah dijatuhkan tetap sah.
4. Mendengar Kedua Belah Pihak
Psl.5(1) UU No.4/2004 dan Psl.132a, 121(2) HIR dan Psl.145(2), 157 Rbg
serta Psl.47 RV.
Didalan hukum acara perdata kedua belah pihak haruslah
diperlakukan sama, tidak memihak dan didengar bersama-sama.
Bahwa pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak
membeda-bedakan orang, dimana pihak yang berperkara harus
sama-sama diperhatikan, berhak atas perlakuan yang sama dan adil
serta masing-masing harus diberi kesempatan untuk memberi
pendapatnya. Begitu juga dengan pengajuan alat bukti harus
dilakukan dimuka sidang yang dihadiri oleh kedua belah pihak.
5. Putusan Harus disertai Alasan-Alasan
Semua putusan pengadilan harus memuat alasan-
alasan putusan yang dijadikan dasar untuk mengadili
(Psl.50(1) UU No.48 Tahun 2009, Psl 184(1),319 HIR,195
Rbg).
Alasan-alasan atau argumentasi itu dimaksudkan
sebagai pertanggungjawaban hakim pada putusannya
terhadap masyarakat, dan para pihak yang mempunyai
nilai objektif sehingga putusan tersebut mempunyai wibawa
Betapa pentingnya alasan-alasan sebagai dasar putusan
dapat kita lihat dari beberapa putusan MA yang
menetapkan, bahwa putusan yang tidak lengkap atau
kurang cukup dipertimbangkan merupakan alasan untuk
mengajukan kasasi dan harus dibatalkan.
6. Beracara Dikenakan Biaya
Untuk berperkara pada azasnya dikenakan biaya
(Psl.2(2) UU No.48 Th.2009,121(4), 182 HIR,145(4),192-194
Rbg).
Biaya perkara meliputi biaya kepaniteraan dan
biaya untuk panggilan, pemberitahuan para pihak serta
biaya materai. Disamping itu apabila diminta bantuan
seorang pengacara, harus pula dikeluarkan biaya.
Bagi mereka yang tidak mampu untuk membayar biaya
perkara dapat mengajukan perkara secara Cuma-Cuma (pro deo)
dengan mendapatkan izin untuk membebaskan dari pembayaran
biaya perkara dengan mengajukan surat keterangan tidak mampu
yang dibuat oleh kepala polisi (Psl.237 HIR, 237 Rbg) akan tetapi
dalam prkatek surat keterangan tidak mampu dibuat oleh Camat
yang membawahi daerah tempat tinggal yang berkepentingan.
Permohonan perkara secara pro deo akan ditolak oleh
pengadilan apabila penggugat ternyata bukan orang yang tidak
mampu.
7. Tidak ada keharusan mewakilkan.
HIR tidak mewajibkan para pihak untuk mewakilkan
kepada orang lain sehingga pemeriksaan dipersidangan terjadi
secara langsung terhadap para pihak yang berkepentingan.
Akan tetapi, para pihak dapat dibantu atau diwakili oleh
kuasanya kalau dikehendakinya (Psl 123 HIR, 147 Rbg).
Dengan memeriksa para pihak yang berkepentingan
secara langsung hakim akan dapat mengetahui lebih jelas
persoalannya karena para pihak yang berkepentinganlah yang
mengetahui seluk beluk peristiwanya,
sedangkan jika para pihak menguasakan kepada seorang
kuasa, tidak jarang kuasa kurang mendalami peristiwa yang
menjadi sengketa secara terperinci, sehingga ia hanya siap
dengan surat jawabannya dan jika ada pertanyaan hakim
yang diajukan padanya, ia masih harus berkonsultasi lagi
dengan pihak Yang diwakilinya. Lagipula berperkara di
pengadilan secara langsung tanpa seorang kuasa akan jauh
lebih ringan biayanya daripada menggunakan seorang kuasa,
karena masih akan mengeluarkan honorarium untuknya.
Perbedaan H.A.Pidana dengan H.A.perdata

1. Dasar timbulnya gugatan


Perdata : timbulnya perkara krn terjadi pelanggaran hak yang diatur dalam
hukum perdata.
Pidana : timbulnya perkara krn terjadi pelanggaran terhadap perintah atau
larangan yang diatur dlm hkm pidana
2. Inisiatif berperkara
Perdata : datang dari salah satu pihak yang merasa dirugikan
Pidana : datang penguasa negara/pemerintah melalui aparat penegak
hukum seperti polisi dan jaksa
3.Istilah yang digunakan
Perdata : yang mengajukan gugatan=== penggugat pihak
lawannya/digugat ===== tergugat
Pidana : yang mengajukan perkara ke pengadilan ==== jaksa/penuntut
umum
pihak yang disangka === tersangka=== terdakwa===terpidana
4. Tugas hakim dalam beracara
Perdata : mencari kebenaran formil ==== mencari kebenaran sesungguhnya
yang didasarkan apa yang dikemukakan oleh para pihak dan tidak boleh
melebihi dari itu.
Pidana : mencari kebenaran materil ==== tidak terbatas apa saja yang telah
dilakukan terdakwa melainkan lebih dari itu. Harus diselidiki sampai latar
belakang perbuatan terdakwa. Hakim mencari kebenaran materil secara
mutlak dan tuntas
5. Perdamaian
Perdata : dikenal adanya perdamaian
Pidana : tidak dikenal perdamaian
6. Sumpah decissoire
Perdata : ada sumpah decissoire yaitu sumpah yang dimintakan
oleh satu pihak kepada pihak lawannya tentang kebenaran suatu
peristiwa.
Pidana : tidak dikenal sumpah decissoire.
7. Hukuman
Perdata : kewajiban untuk memenuhi prestasi (melakukan
memberikan dan tidak melakukan sesuatu
Pidana : hukuman badan ( kurungan, penjara dan mati), denda
dan hak..
Syarat dan isi gugatan dalam Perkara perdata

Syarat gugatan :
1. Gugatan dalam bentuk tertulis.
2. Diajukan oleh orang yang berkepentingan.
3. Diajukan ke pengadilan yang berwenang
Isi gugatan :
Menurut Pasal 8 BRv gugatan memuat :
1. Identitas para pihak
2. Dasar atau dalil gugatan/ posita /fundamentum
petendi berisi tentang peristiwa dan hubungan
hukum
3. Tuntutan/petitum terdiri dari tuntutan primer dan
tuntutan subsider/tambahan
Pemeriksaan perkara :
• Pengajuan gugatan
• Penetapan hari sidang dan pemanggilan
• Persidangan pertama : a. gugatan gugur b. verstek
c. perdamaian
• Pembacaan gugatan
• Jawaban tergugat :
a. mengakui c. referte
b. membantah d. eksepsi :- materil – formil
• Rekonvensi
• Repliek dan dupliek
• Intervensi
• Pembuktian
• Kesimpulan
• Putusan Hakim
Teori Pembuktian
1. Pembuktian bebas : di mana tidak menghendaki adanya
ketentuanketentuan yang mengikat hakim, sehingga
penilaian pembuktian seberapa dapat diserahkan kepada
hakim.
2. Pembuktian negatif : harus ada ketentuan-ketentuan yang
mengikathakim bersifat negatif, hakim terbatas sepanjang
yang dibolehkan undang-undang.
3. Pembuktian positif : hakim diwajibkan melakukan segala
tindakan dalam pembuktian kecuali yang dilarang dalam
undang-undang.
Pengajuan Gugatan
1. Diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang.
2. Diajukan secara tertulis atau lisan
3. Bayar preskot biaya perkara
4. Panitera mendaftarkan dalam buku register perkara dan
memberi nomor perkara
5. Gugatan akan disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri.
6. Ketua Pengadilan menetapkan Majelis Hakim
7. Verstek
• Pengertian verstek : putusan yang dijatuhkan di luar
hadirnya tergugat
• Syarat acara verstek :
a. Tergugat telah dipanggil dengan sah dan patut
- yang melaksanakan pemangilan juru sita
- surat panggilan
- jarak waktu pemanggilan dengan hari sidang
yaitu 8 hari apabila jaraknya tidak jauh, 14 hari
apabila jaraknya agak jauh dan 20 hari apabila
jaraknya jauh (Pasal 122 HIR/10Rv)
b. Tergugat tidak hadir tanpa alasan yang sah
c. Tergugat tidak mengajukan eksepsi kompetensi
Bentuk Putusan Verstek
1. Mengabulkan gugatan penggugat, terdiri dari:
a. mengabulkan seluruh gugatan
b. mengabulkan sebagian gugatan
Hal ini terjadi jika gugatan beralasan dan tidak melawan hukum.
2. Gugatan tidak dapat diterima, apabila :
- Gugatan melawan hukum atau ketertiban dan kesusilaan
(unlawful)
- Gugatan ini dapat diajukan kembali tidak berlaku asas
nebis in idem
3. Gugatan ditolak apabila gugatan tidak beralasan
- Gugatan ini tidak dapat diajukan kembali
- Upaya hukum dari verstek adalah verzet/perlawanan
Macam-macam Alat Bukti
• Pasal 164 HIR/284 RBG, ada 5 alat bukti yaitu :
1. Bukti tulisan/surat 4. Pengakuan
2. Saksi 5. Sumpah
3. Persangkaan

• Di luar Pasal 164 HIR/284 RBg :


1. Keterangan ahli
2. Pemeriksaan di tempat / obyek sengketa
Alat bukti tertulis/surat
• Dasar hukumnya :
Pasal 165, 167 HIR/285-305 RBg, stb No 29 Tahun
1867.
• Pengertian :
Surat adalah alat bukti tertulis yang memuat tanda-
tanda baca di mana menyatakan pikiran seseorang.
Akta
Akta otentik : akta yang dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang
berwenang.
Akta ini dapat dibagi 2 :
- Akta ambtelijk : pejabat yang berwenang menerangkan apa yang
dilihat dan dilakukannya. Contoh : akta kelahiran.
- Akta partai : selain pejabat menerangkan apa yang dilihat dan
dilakukannya, pihak yang berkepentingan juga mengakuinya
dengan membubuhkan tanda tangan mereka. Contoh : akta jual
beli.
Bentuk-bentuk upaya hukum
1. Upaya hukum biasa :
a. Verzet
b. Banding
c. Kasasi
2. Upaya hukum luar biasa :
a. Peninjauan kembali
b. derdenverzet
Bentuk-bentuk Eksekusi
1. Membayar sejumlah uang (Pasal 197 HIR/208 RBg)
Dilaksanakan melalui penjualan lelang terhadap barang-
barang milik yang kalah perkara.
2. Melakukan suatu perbuatan tertentu (Pasal 225 HIR/259 RBg).
Eksekusi ini dapat dinilai dengan sejumlah uang dengan
mengajukan permohonan kepada ketua pengadilan yang
memutus perkara.
3. Eksekusi Riil/ mengosongkan benda tetap (Pasal 1033 BRv).
Proses Pelaksanaan Eksekusi
• Diajukan oleh pihak yang menang.
• Diberitahukan kepada pihak yang kalah.
• Jika pihak yang kalah lalai atau tidak mau melaksanakan di panggil
ke pengadilan.
• Selambat-lambatnya 8 hari putusan hakim harus dilaksanakan.
• Jika tidak dilaksanakan maka dilakukan sita eksekutorial.
• Jika putusan membayar sejumlah uang barang sita akan dilelang .
• Pelelangan dapat dilakukan oleh pengadilan atau kantor lelang
negara.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai