Anda di halaman 1dari 28

ANTIBIOTIK AMINOGLIKOSIDA

FEBRI LUSIANA
1011013040
 Antibiotika golongan aminoglikosida dihasilkan oleh
berbagai jenis Srteptomyces dan Micromonospora.

 Yang pertama ditemukan adalah Streptomisin dari


Streptomyces griseus pada tahun 1943.

 Dari segi kimia senyawanya merupakan gula amino


dengan ikatan glikosidik yang larut dalam air.

 Garam sulfat dan HCl nya berupa kristal.


Yang termasuk antibiotika golongan
aminoglikosida

 Sreptomisin dari Streptomyces griseus th 1943


 Neomisin Streptomyces fradiae 1949
 Framisetin Streptomyces lavandulae 1953
 Kanamisin Streptomyces kanamyceticus 1957
 Paromomisin Streptomyces rimosus 1959
 Gentamisin Micromonospora purpurea 1963
 Tobramisin Streptomyces tenebrarius 1968
 Amikasin Asilasi kanamisin A 1972
Karakteristik aminoglikosida
1. Tidak satupun aminoglikosida diabsorpsi secara
memadai pada pemberian oral.

2. Mekanisme kerjanya identik satu sama lain

3. Spektrum aktivitas terutama terhadap bakteri gram neg

4. Toksisitas utama adalah ototoksis pada saraf otak ke


8 dan nefrotoksik.

5. Resistensi terhadap aminoglikosida terhadap dapat


terjadi melalui 3 mekanisme yaitu:
a. Mutasi protein pada ribosom bakteri
b. Kegagalan penetrasi aminoglikosida
c. Inaktivasi aminoglikosida oleh enzim bakteri.
Diantara kelompok aminoglikosida dapat
terjadi resistensi silang.

Bakteri yang sudah resisten adalah:


* E.Coli,
* Pseudomonas
* Enterobacter dan
* Serratia.
 Bila ada meningitis distribusi ke cairan otak meningkat
dari 10% pada plasma menjadi 20% pada otak, namun
masih belum dapat mengobati meningitis yang
disebabkan bakteri Gram neg.
 Pada neonatus pemberian sistemik aminoglikosida
dapat mengobati meningitis karena sawar darah-otak
yang belum matang memudahkan aminoglikosida
menembusnya
 Distribusinya sampai ke korteks ginjal, endolimfe dan
perilimfe dari telinga dalam.
Spektrum kerja aminoglikosida
 Secara in vitro senyawa aminoglikosida aktif terhadap bakteri
gram neg aerob.
 Diantara bakteri Gram positif hanya Staphylococcus yang
dapat diinhibisi oleh aminoglikosida.
 Tidak aktif terhadap bakteri anaerob seperti Clostridia,
Rickettsia, jamur dan virus.
Mekanisme kerja aminoglikosida
 Aminoglikosida berdaya kerja bakterisida.
 Aminoglikosida terikat pada sub unit 30 S dari ribosom
sehingga sub unit 70 S nya tidak terbentuk maka terjadi
inhibisi sintesis protein karena salah baca kode genetik ,
asam amino yang salah yang disambungkan pada rantai
polipeptida sehingga terbentuk protein yang berbeda.
 Disamping itu ada mekanisme lain yaitu merusak
membran sel bakteri sehingga bakteri mati.
Aminoglikosida Parenteral

 Bentuk garam sulfatnya diberikan secara intra muscular


karena absorpsinya baik sekali.
 Kadar puncak dalam plasma dicapai setelah ½ - 2 jam.
 Streptomisin seluruhnya masuk ke dalam plasma,hanya
sedikit yang masuk ke eritrosit maupun makrofag, sukar
masuk ke dalam sel.
 Penetrasi pada sekret dan jaringan rendah.
 Penetrasi pada saluran nafas buruk.
 Ekskresinya melalui ginjal terutama dengan filtrasi
glomerulus.

 Gangguan fungsi ginjal menghambat ekskresi, mempercepat


efek nefrotoksik.

 Pada bayi neonatus atau prematur, usia lanjut juga cepat


menimbulkan nefrotoksik.

 Pada gangguan fungsi ginjal waktu paruh cepat meningkat


dari 2-3 jam menjadi 50-100 jam.
Aminoglikosida non sistemik
 Neomisin, paromomisin dan framisetin tidak digunakan secara parenteral karena
terlalu toksik.

 Neomisin yang diberikan 10 g secara selama 3 hari tidak mencapai kadar toksik
dalam darah. Dosis 4-8 g sehari kadar dalam darah sudah sama dengan pemberian
parenteral.

 Pada insufisiansi ginjal kadar neomisin dalam darah cepat meningkat sehingga
menimbulkan nefrotoksik.

 Dosis harus dikurangi atau diganti kanamisin yang aktivitasnya sama tetapi kurang
toksik.

 Neomisin pada anak-anak harus dibatasi, dosis 100 mg/kg BB jangan lebih dari 3
minggu.

 Neomisin yang tidak diabsorpsi dalam usus akan keluar bersama feses dalam keadaan
utuh.
Efek samping
Alergi
 Potensinya untuk menimbulkan alergi rendah.
 Kadang-kadang dapat terjasi reaksi kulit memerah,
eosinofilia, demam, kelainan darah, dermatitis, angioudem,
stomatitis dan syok anafilaksis.

Reaksi iritasi:
 Reaksi iritasi berupa rasa nyeri di tempat penyuntikan.
 Suntikan diikuti radang dan peningkatan suhu 0,5-1,5
derajat C.
Misal: pada penyuntikan sreptomisin i.m.
Efek Toksik
 Reaksi toksik dapat terjadi pada SSP berupa
*Efek Ototoksik (gangguan pendengaran dan
keseimbangan)
*Efek Nefrotoksik (gangguan pada ginjal)

 Gejala lain pada SSP adalah gangguan pernafasan.

 Kadar plasma yang menimbulkan efek toksik tidak jauh dari kadar yang
dibutuhkan untuk efek terapi.

 Penyesuaian dosis dapat dilakukan dengan memperpanjang interval


pemberian atau mengurangi dosis, atau keduanya.
Efek Ototoksik:
 Efek ototoksik terjadi pada saraf otak ke 8 (nervus auditorius) yang
mengenai komponen vestibular dan akustik.

 Setiap aminoglikosida berpotensi menyebabkan dua efek toksik dalam


derajat yang berbeda.

 Streptomisin dan gentamisin lebih mempengaruhi vestibular.

 Neomisin, kanamisin, amikasin dan dihidrostreptomisin lebih


mempengaruhi akustik.

 Tobramisin mempengaruhi akustik dan vestibular.


EFEK NEFROTOKSIK.
 Kerusakan taraf permulaan ditandai dg ekskresi enzim dr brush border tubulus
renal (alanin-aminopeptidase, fosfatase alkali dan b-D-glukosaminidase).
Setelah beberapa hari, terjadi defek kemampuan konsentrasi ginjal, proteinuria
ringan dan terdptnya hialin serta silinder granular, filtrasi glomerulus menurun
setelahnya.
 Potensi nefrotoksik terkuat dimiliki oleh neomisin, sedangkan yg terlemah
ialah streptomisin. Kanamisin dan gentamisin berada di antara keduanya;
frekuensi kejadian untuk gentamisin ialah 2-10 %, atau rata-rata sekitar 4%.
NEUROTOKSIK LAINNYA.
 Pemberian streptomisin secara intraperitoneal sewaktu bedah abdomen dapat
menimbulkan gangguan pernapasan akibat hambatan konduksi neuromuskular.
Selain dengan streptomisin, sifat kurariform ini dimiliki juga oleh kanamisin,
gentamisin dan neomisin, aminoglikosid lain sebaiknya dianggap dianggap
potensi demikian pula.
Gangguan vestibular:
 Gejala:- sakit kepala
- pusing
- mual
- muntah
- gangguan keseimbangan

 Pemulihan : 12-18 bulan ada yang menetap, dapat meluas ke


ujung serabut saraf kohlea.

 Dosis toksik: 2 g sehari selama 60-120 hari


kejadian toksik sampai 75%
1 g sehari selama 60-120 hari
kejadian toksik sampai 25 %
Gangguan akustik:

 Gangguan tidak selalu di kedua telinga sekaligus ttp bertahap. Dapat


berkembang jadi tuli saraf.
 Kerusakan berupa degenarasi sel rambut organ corti.
 Gangguan akustik terjadi pada anak-anak.
 Gejala awal : tinnitus

 Frekuensi kejadian:
Streptomisin 4-15%
Gentamisin, amikasin, tobramisin 25 %
Kanamisin 30%

 Neomisin paling sering menimbulkan tuli saraf.


 Neomisin topikal 5% juga dapat menimbulkan tuli saraf.
Efek nefrotoksik:
 Gejala:- Kemampuan ginjal menurun
- Protein uria ringan
- Filtrasi glomerulus menurun
- Nekrosis tubuli berat ditandai dengan kenaikan
kreatinin, hipokalemia, hipokalsemia.
- Gangguan terjadi reversibel
 Nefrotoksik terkuat : Neomisin
Terlemah : Streptomisin

Efek neurotoksik lain: Streptomisin i.p menyebabkan


gangguan pernafasan.

Perubahan biologi:
 Gangguan mikroflora tubuh dan absorpsi usus.
 Dapat menyebabkan superinfeksi pseudomonas: kanamisin

Kandidiasis: Penggunaan oral gentamisin


Indikasi
 Walaupun spektrum luas, jangan digunakan untuk setiap infeksi karena:
- Resistensi cepat berkembang
- Toksisitas relatif tinggi
- Tersedianya antibiotika lain yang efektif tapi toksisitasnya
rendah.

 Streptomisin SO4:
Tuberkulosis, pneumonia, bruselosis. Bentuk bubuk ,
Larutan
 Neomisin SO4 :
Infeksi mata, telinga, kulit, diare krn E.coli.
Bentuk salep, krem, larutan, tablet, bubuk steril untuk i.m.
 Kanamisin:
Enteritis dan sirosis hati
 Gentamsin dan tobramisin;
Infeksi abdomen, jar. Halus, tulang, sendi, sal.kemih,
pneumonia dan meningitis
Interaksi
Kombinasi Interaksi

Aminoglikosida dg as. etakrinat Ototoksik meningkat

Aminoglikosida dg furosemid Ototoksik meningkat

Aminiglikosida/antikoagulan Produksi vit K di usus berkurang

Neomisin/Penisilin V Absorpsi penisilin berkurang

Aminoglikosida/relaksan otot Efek relaksan meningkat


rangka
Aminoglikosida/aminoglikosid Ototoksik dan nefrotoksik aditif

Gentamisin/Karbenisilin Inaktivasi gantamisin

Tobramisin/Heparin Aritmia jantung

Aminoglikodida/karbenisilin Nefrotoksik meningkat

Aminoglikosida/sefalodporin Nefrotoksik meningkat


Farmakokinetik Aminoglikosida
 Absorbsi
diabsorbsi baik jika diinjeksi intramuscular
Lebih baik diberikan melalui injeksi intramuscular bila
kondisi pasien normal (perfusi darah ke intramuscular
baik) Pemberian one daily lebih dipilih dari pada twice
daily.
Post antibiotical Effect (PAE) selama <2 jam untuk bakteri
gram negatif dan 2-7 jam untuk bakteri gram positif (16)
 Bioavailabilitas 100%
 Distribusi
 Dapat menembus plasenta
 Dapat menembus CSF dengan adanya inflamasi karena
meningitis 15-24% sedangkan pada normal meningeas: 10-
20%
 Larut dalam ASI
 Pregnancy risk factor, tidak aman untuk ibu hamil,Dapat
digunakan untuk terapi meningitis Kontraindikasi pada
wanita menyusui
Metabolisme
 Tidak dimetabolisme sehingga aman untuk penderita
gangguan hepar dan tidak terpengaruh oleh bahan-bahan yang
bersifat inducer/inhibitor enzim
Ekskresi
 Melalui ginjal 94-98%
 Perlu dosis adjustment untuk penderita renal impairment
 ClCR .60 ml/menit: pemberian setiap 8 jam
 ClCR 40-60 ml/menit: pemberian setiap 12 jam
 ClCR 20-40 ml/menit: pemberian setiap 24 jam
 CLCR < 20 ml/menit : loading dosis
 Protein Binding : 0 – 11 %
Waktu Paruh Eliminasi
 Infant
Berat bayi baru lahir rendah (1-3 hari) : 7-9 jam :
selanjutnya > 7 hari : 4-5 jam
• Anak : 1,6 -2,5 jam
• Dewasa :
Fungsi ginjal normal : 1,4 – 2,3 jam
penyakit ginjal : 28 – 86 jam
* Kadar Puncak : I.M : 45 – 120 menit
Parameter Monitoring
 Urinalysis, serum kreatin, konsentrasi kadar puncak,, tanda
vital, suhu badan,berat badan, pendengaran. Beberapa derivat
penisillin dapat mempercepat degradasi aminoglisida secara
in -vitro
Tabel . FARMAKOKINETIK AMINOGLIKOSIDA
SEDIAAN DAN POSOLOGI
 Sediaan aminoglikosid dpt dibagi dlm kelompok :
1) sediaan aminoglikosid sistemik pemberian im atau iv yaitu amikasin,
gentamisin, kanamisin dan streptomisin,
2) aminoglikosid topikal terdiri dari aminosidin, kanamisin, neomisin, gentamisin
dan streptomisin.
 Dlm kelompok topikal ini termsk semua aminoglikosid yg diberikan per oral
utk mendptkan efek lokal dlm lumen saluran cerna. Sediaan aminoglikosid pd
umumnya sbg garam sulfat.
 1. Streptomisin
 2. Gentamisin
 3. Kanamisin
 4. Amikasin
 5. Tobramisin
 6. Netilmisin
 7. Neomisin
 8. Lain-lain: paromomisin (aminosidin) dan sisomisin.

Anda mungkin juga menyukai