Anda di halaman 1dari 115

ASUHAN KEPERAWATAN

MENINGITIS
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III
KELAS B
Pengertian dan Klasifikasi
Meningitis
Nada Saskia (1610711028)
Pengertian
• Meningitis adalah radang dari selaput otak yaitu lapisan
aracnoid dan piameter yang disebabkan oleh bakteri dan
virus (Judha & Rahil, 2012).
• Meningitis adalah infeksi akut yang mengenai selaput
mengineal yang dapat disebabkan oleh berbagai
mikroorganisme dengan ditandai adanya gejala spesifik dari
sistem saraf pusat yaitu gangguan kesadaran, gejala rangsang
meningkat, gejala peningkatan tekanan intrakranial, & gejala
defisit neurologi (Widagdo, 2011).
Klasifikasi
1. Meningitis purulenta
Meningitis purulenta adalah radang selaput otak (aracnoid
dan piamater ) yang menimbulkan eksudasi berupa pus, disebabkan
oleh kuman non spesifik dan non virus. Penyakit ini lebih sering
didapatkan pada anak daripada orang dewasa. Meningitis purulenta
pada umumnya sebagai akibat komplikasi penyakit lain.

2. Meningitis serosa (tuberculosa)


Meningitis tuberculosa masih sering dijumpai di Indonesia,
pada anak dan orang dewasa. Meningitis tuberculosa terjadi akibat
komplikasi penyebab tuberculosis primer, biasanya dari paru paru.
Meningitis bukan terjadi karena terinpeksi selaput otak langsung
penyebaran hematogen, tetapi biasanya skunder melalui
pembentukan tuberkel pada permukaan otak, sumsum tulang
belakang atau vertebra yang kemudian pecah kedalam rongga
archnoid.
Tuberkulosa ini timbul karena penyebaran mycobacterium
tuberculosa. Pada meningitis tuberkulosa dapat terjadi pengobatan
yang tidak sempurna atau pengobatan yang terlambat.
Klasifikasi
3. Meningitis Bakteri
Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah
hemofilus influenza, diplococcus pneumonia, streptococcus grup A,
stapilococcus aurens, E.coli, klebsiela, dan pseudomonas. Tubuh
akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon
dengan terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit
dan limfosit.

4. Meningitis virus
Tipe dari meningitis ini sering disebut aseptic meningitis. Ini
biasanya disebabkan oleh berbagai jenis penyakit yang disebabkan
oleh virus, seperti : herpes simplek dan herpes zoster. Eksudat yang
biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada
meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan
otak. Peradangan terjadi pada seluruh kortek serebri dan lapisan
otak. Mekanisme atau respon dari jaringan otak terhadap virus
bervariasi tergantung pada jenis sel yang terlibat.
Daftar Pustaka

Judha, M., & Rahil, N. H., (2011). Sistem Persyarafan dalam


Asuhan Keperawatan. Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Prevalensi meningitis

Siti Anisatur Rokhmah 1610711113


• Sekitar 1,2 juta kasus meningitis bakteri
terjadi setiap tahunnya didunia, dan tingkat
kematiannya mencapai 135.000 jiwa. Secara
keseluruhan tingkat kematian pasien
meningitis bakteri antara 2-30% tergantung
dari bakteri penyebab meningitis
(Mitropoulos, et al, 2008). Setidaknya
terdapat 25.000 kasus baru meningitis bakteri,
tetapi penyakit ini jauh lebih sering ditemukan
di negara-negara sedang berkembang.
• Di Indonesia pada tahun 2010 jumlah kasus
meningitis terjadi pada laki-laki sebesar 12.010
pasien, pada wanita sekitar 7.371 pasien, dan
dilaporkan pasien yang meninggal dunia sebesar
1.025 (Menkes RI, 2011).
• Jumlah pasien meningitis di RSUD Dr. Soetomo
pada tahun 2010 sebesar 40 pasien, 60%
diantaranya adalah laki-laki dan 40% diantaranya
adalah wanita, dan dilaporkan sekitar 7 pasien
meninggal dunia. Pada tahun 2011 dilaporkan 36
pasien dengan diagnosis meningitis, dan 11
pasien meninggal dunia, sekitar 67% pasien
berjenis kelamin laki-laki dan sekitar 33% adalah
wanita.
• Berdasarkan penelitian Saharsodan Hidayati
(2000) menyatakan bahwa angka kematian
Meningoensefalitis di RSUD Dr. Soetomo pada
tahun 1981 di Jakarta sekitar 41,8%, di Surabaya
pada tahun 1993-1998 adalah sebesar 13-18%,
dan menurut Purwitosari (2007) di Yogyakarta
sekitar 30,6%.
• Di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, meningitis
merupakan kasus yang paling banyak ditemui
pada tahun 2012, yaitu sebanyak 21 kasus (35%)
yang kemudian 15 kasus (71,4%) meninggal dunia
(Sunderajan, Satiti, dan Sukorini, 2012).
Etiologi

Ulpa Susanti 1610711004


Lisa Septiani 1610711103
Bakteri
Merupakan penyebab tersering dari meningitis,
adapun beberapa bakteri yang secara umum diketahui
dapat menyebabkan meningitis adalah :
• Nesseria Meningitis (meningococcal)
• Haemophillus influenza
• Diplococcus Pneumoniae (pneumococca)
• Streptococus, grup A
• Staphylococcus aureus
• Escherichia coli
• Klebsiella pneumonia
• Proteus
• Peudomonas aeruginosa
Hampir semua bakteri yang memasuki tubuh dapat menyebabkan
meningitis. Bakteri yang paling sering adalah meningococcus (Neisseria
meningitides), pneumococcus (streptococcus pneumonia) dan
haemophillus influenzae. Organisme tersebut seringnya berada di
nasofaring. S.pneumoniae dan N.meningitidis ditemukan paling sering
pada orang dewasa. Factor-faktor yang berperan pada meningitis bacterial
tersebut situasi-situasi yang menyebabkan gangguan pada dura, seperti
cidera otak terbuka atau operasi otak, infeksi sistemik, gangguan anatomis
dari tenggorokan, gangguan imunitas, dan penyakit sistemik lainnya.
Lingkungan padat penduduk, kebersihan yang buruk, serta malnutrisi juga
meningkatkan resiko.
Rute masuknya bakteri kedalam SSP yang utuh masih belum
diketahui. Infasi dapat terjadi melalui pleksuskoroidalis (melewati sawar
darah otak) atau langsung melalui bukaan di dura. Organisme akan
berkoloni di CSS menyebabkan inflamasi di meningen yang mengandung
koloni tersebut. Akan terbentuk eksudat dan meningen menebal, lalu
terjadi adhesi yang menyebabkan hidrosefalus. Arteri-arteri yang
menyuplai rongga subarokhnoid mungkin juga menjadi terkena inflamasi,
menyebabkan rupture atau thrombosis dan pembuluh darah tersebut. Jika
cukup parah, otak di bawahnya akan ikut menjadi inflamasi, menyebabkan
edema serebral dan meningkatkan TIK, serta vaskulitis dan infak serebral.
CSS dan meningen tidak memiliki pertahanan imun yang efektif, sehingga
infeksi di daerah ini dapat menyebar dengan cepat.
Virus
Disebut juga dengan meningitis aseptic, terjadi sebagai akibat
akhir/sequele dari berbagai penyakit yang disebabakan oleh virus
seperti campak, mumps, herpes simplex dan herpes zoster. Pada
meningitis virus ini tidak terbentuk exudat dan pada pemeriksaan
CSF tidak ditemukan adanya organisme. Inflamasi terjadi pada
korteks serebri, white matter dan lapisan meninges. Terjadinya
kerusakan jaringan otak tergantung dari jenis sel yang terkena. Pada
herpes simplex, virus ini akan mengganggu metabolisme sel,
sedangkan jenis virus lain bisa menyebabkan gangguan produksi
enzyme neurotransmitter, dimana hal ini akan berlanjut
terganggunya fungsi sel dan akhirnya terjadi kerusakan neurologist.
Merupakan penyebab sering lainnya selain bakteri. Infeksi
karena virus ini biasanya bersifat “self-limitting”, dimana akan
mengalami penyembuhan sendiri dan penyembuhan bersifat
sempurna. Contohnya virus, toxoplasma gondhii dan rickettsia
Jamur
Meningitis cryptococcal merupakan
meningitis karena jamur yang paling sering,
biasanya menyerang SSP pada pasien dengan
AIDS. Gejala klinisnya bervariasi tergantung
dari system kekebalan tubuh yang akan
berefek pada respon inflamasi. Gejala
klinisnya bisa disertai demam atau tidak,
tetapi hampir semua klien ditemukan sakit
kepala, nausea, muntah dan penurunan status
mental
Protozoa
Agen penyebab

Invasike SSP melalui aliran darah

Bermigrasi kelapisan subarahnoid

Respon inflamasi di piamatter, arahnoid,CSF dan ventrikuler

Exudatmenyebar di seluruhsaraf cranial dan saraf spinal

Kerusakan neurologist
An’nisaa Eka Rahmawati
1610711072
Faktor resiko meningitis
TANDA DAN GEJALA
MENINGITIS
Lemas

Aulya Shobah
16107110
NYERI KEPALA

Leni Marlia
1610711073
Demam

Nedya Asnurianti
1610711003
• Hubungan demam dengan meningitis yang
disebabkan karena infeksi bakteri atau virus
akan menyebabkan peningkatan suhu badan.
• Maka penyebab utama infeksi tersebut
disebabkan karena masuknya virus atau
bakteri ke tubuh dan menyebabkan tubuh
mengalami demam dan bila ditangani
terlambat akan membahayakan.
• Meningitis yang perlu diwaspadai adalah
ketika disebabkan oleh bakteri meski hal ini
jarang terjadi namun kalian perlu mengetahui
gejala nya agar kerusakan otak dapat dicegah.
Mual dan Muntah

Devia Febriani
1610711051
Gangguan neurologik

Mencetuskan impuls di korteks serebri

Melalui nervus vagus & simpatis

Merangsang pusat muntah di medulla oblongata

Otot abdomen & diafragma berkontraksi

Distensi lambung

Mual muntah

Intake nutrisi

Anoreksia

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


TAKIKARDI

Cintya Veronica
1610711069
Kompensasi jantung

Vasodilatasi (otak)

Denyut jantung

Kerja jantung

Beban jantung

Aliran darah di pembuluh darah

Nadi cepat (>100 x/menit)

Takikardi
MENGGIGIL

Cintya Veronica
1610711069
Akumulasi monosit, makrofag, sel T helper, fibroblas

Pelepasan pirogen endogen (sitokin)

Melepas IL-1, IL-6, TNF-α

Merangsang saraf vagus

Membentuk prostaglandin otak

Merangsang hipotalamus

Metabolisme suhu

Menggigil, suhu basal

Hipertermi
Proses terjadinya kernig sign

Erliana Mandasari
1610711074
Kaku kuduk

Hannisah Rizky
• Kaku kuduk adalah perasaan kaku yang terjadi
pada bagian leher, hal ini dapat
memnyebabkan sensasi pegal yang sangat
menyiksa bagi pengidap kaku kuduk
KAKU KUDUK
Bakteri meningitis
(neisseria meningitis, respirasi Pembuluh
sterptococus
darah
pneumonia,
heaemophilus
influenza )
Bakteri Daya tahan Menginfeksi
invasif / aktif tubuhnya semakin sistem saraf
lemah pusat

Bakteri
Terbentukn N. IX
menyerang selaput
ya eksudat assesoris
dan korda spinalis
terganggu

KAKU Tulang leher Spasme otot,


terasa kaku ligamen, sendi
KUDUK
dan tulang leher
Kernig Sign
Erliana Mandasari
1610711074
Proses iritasi meninges yang menimbulkan
gambaran meningismus terjadi akibat refleks spasme
otot-otot paravertebral. Posisi medulla spinalis yang
terletak di bagian belakang vertebra membuat medulla
spinalis meregang apabila terjadi gerakan fleksi. Oleh
karena batang otak relative terfiksir, menyebabkan
hanya medulla spinalis dan menginges yang inflamasi
semakin tertarik keatas. Regangan maksimal terjadi
pada struktur paling bawah dari vertebra, seperti
nervus femoralis dan nervus sciatik yang melalui cauda
ekuina. Pada pasien dengan inflamasi dan iritasi
meninges, peregangan pada struktur yang mengalami
inflamasi memberikan stimulasi pada radiks nervus
afferent dan kemudian pada pusat refleks intraspinal.
Stimulasi ini mengakibatkan impuls tonik pada
muskulus aksialis posterior yang menimbulkan spasme
muskulus ekstensor sebagai mekanisme protektif.
Manifestasi klinis dari spasme otot inilah yang disebut
kaku kuduk, oleh karena manuver yang meregangkan
elemen neural dan meninges pada canalis spinalis
memberikan mekanisme protektif untuk meminimalisir
tekanan pada struktur yang terinflamasi. Sebagai
contoh, spasme otot servikal menimbulkan kaku kuduk,
dan spasme otot-otot lumbal bermanifestasi sebagai
Kernig’s sign.
Kernig sign terjadi karena peningkatan
Tekanan Intra Karnial (TIK) yang menyebabkan
penekanan pada system saraf pusat/SSP (Otak)
yang mengakibatkan gangguan neurologis dan
menganggu fungsi N-XI mengakibatkan
peningkatan eksitasi neuron dan menekan area
fokal kortikal yang mengakibatkan kerusakan
saraf daerah lumbal sehingga kernig sign (+)
Refleks Patologi

Fina Alfya Syahri 1610711058


Davita APRILIA PRATIWI 1610711107
REFLEK PATOLOGIS
Refleks patologis adalah refleks-refleks yang
tidak dapat dibangkitkan pada orang-rang yang sehat,
kecuali pada bayi dan anak kecil. Kebanyakan merupakan
gerakan reflektorik defendif atau postural yang pada
orang dewasa yang sehat terkelola dan ditekan oleh
akifitas susunan piramidalis.
Refleks-refleks patologik itu sebagian bersifat
refleks dalam dan sebagian lainnya bersifat refleks
superfisialis. Reaksi yang diperlihatkan oleh refleks
patologik itu sebagian besar adalah sama, akan tetapi
mendapatkan julukan yang bermacam-macam karena
cara membangkitkannya berbeda-beda. Adapun
refleks-refleks patologik yang sering diperiksa di dalam
klinik antara lain refleks Hoffmann, refleks Tromner dan
ekstensor plantar response atau tanda Babinski.
Refleks patologis merupakan respon
yang tidak umum dijumpai pada individu
normal.
Refleks patologis pada ekstemitas bawah
lebih konstan, lebih mudah muncul, lebih
reliable dan lebih mempunyai korelasi secara
klinis dibandingkan pada ekstremitas atas.
Dasar Pemeriksaan Refleks

1) Selain dengan jari -jari tangan untuk


pemeriksaan reflex ekstremitas atas,bisa
juga dengan menggunakan reflex hammer.
2) Pasien harus dalam posisi enak dan santai
3) Rangsangan harus diberikan dengan cepat
dan langsung
Jenis Refleks Patologis
Jenis Refleks Patologis Untuk
Ekstremitas Superior adalah sebagai
berikut :
Refleks Tromner
Tangan pasien ditumpu oleh tangan pemeriksa. Kemudian ujung
jari tangan pemeriksa yang lain disentilkan ke ujung jari tengah tangan
penderita. Reflek positif jika terjadi fleksi jari yang lain dan adduksi ibu jari
Cara: pada jari tengah gores pada bagian dalam
+ : bila fleksi empat jari yang lain
Refleks Hoffman
Cara : pada kuku jari tengah digoreskan
+ : bila fleksi empat jari yang lain
Leri
Fleksi maksimal tangan pada pergelangan tangan, sikap lengan
diluruskan dengan bagian ventral menghadap ke atas.
Respon : tidak terjadi fleksi di sendi siku.
Mayer : Feksi maksimal jari tengah pasien ke arah telapak
tangan. Respon : tidak terjadi oposisi ibu jari.
HOFFMAN
REFLEX
THOMNER
REFLEX
Jenis RefleksPatologis Untuk Ekstremitas
Inferior adalah sebagai berikut :
1. Babinski : gores telapak kaki di lateral dari bawah ke atas ==> +
bila dorsofleksi ibu jari, dan abduksi ke lateral empat jari lain
– Bila bagian lateral telapak kaki seseorang dengan SSP utuh digores,
maka terjadi kontraksi jari kaki dan menarik bersama-sama. Pada
pasien yang mengalami penyakit SSP pada sistem motorik, jari-jari
kaki menyebar dan menjauh. Keadaan ini normal pada bayi tetapi bila
ada pada orang dewasa keadaan ini abnormal. Beberapa variasi
refleks-refleks lain memberi informasi. Dan yang lainnya juga perlu
diperhatian tetapi tidak memberi informasi yang teliti. Lakukan
goresan pada telapak kaki dari arah tumit ke arah jari melalui sisi
lateral. Orang normal akan memberikan resopn fleksi jari-jari dan
penarikan tungkai. Pada lesi UMN maka akan timbul respon jempol
kaki akan dorsofleksi, sedangkan jari-jari lain akan menyebar atau
membuka.
2. Chaddok :
Gores bagian bawah malleolus medial Jika positif maka akan
timbul refflek seperti babinski
3. Oppenheim : gores dengan dua sendi interfalang jari
tengah dan jari telunjung di sepanjang os tibia/cruris Jika
positif maka akan timbul refflek seperti babinski
4. Gordon : pencet/ remas gastrocnemeus/ betis dengan keras jika
positif maka akan timbul reflek seperti babinski
5. Schaeffer : pencet/ remas tendo achilles Jika positif maka akan
timbul refflek seperti babinski
6. Gonda : fleksi-kan jari ke 4 secara maksimal, lalu lepas Jika
positif maka akan timbul refflek seperti babinski
7. Bing : tusuk jari kaki ke lima pada metacarpal/ pangkal Jika
positif maka akan timbul refflek seperti babinski
8. Stransky : penekukan (lateral) jari longlegs ke-5. Respon :
seperti babinsky.
9. Rossolimo : pengetukan ada telapak kaki. Respon : fleksi
jari-jari longlegs pada sendi interfalangeal.
10. Mendel-Beckhterew : pengetukan dorsum pedis pada daerah os
coboideum. Respon : seperti rossolimo.
OPPENHEIM

BABINS CHADD
KI OK

SCHAEFF
ER
GONDA BING
STRANSKY

ROSSOLIMO
DAFTAR PUSTAKA
• Ganong, William F. 2003. A Lange Medical
Book:
• Review of Medical Physiology -21st Edition,
USA: McGraw-Hill Companies, Inc. Hal ; 566-67
• Guyton, Arthur C., and John E. Hall. 2006.
Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi ke-9.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
• Sherwood,Lauralee.2001.Fisiologi Manusia dari
Sel ke Sistem.EGC
Refleks Fisologis

Vera septiana 1610711115


Naziah prihandini 1610711122
• Refleks Fisiologis adalah reflex regang otot (muscle
stretch reflex) yang muncul sebagai akibat rangsangan
terhadap tendon atau periosteum atau kadang -
kadang terhadap tulang, sendi, fasia atau aponeurosis.
Refleks yang muncul pada orang normal disebut
sebagai refleks fisiologis.
• Pemeriksaan reflek fisiologis merupakan satu kesatuan
dengan pemeriksaan neurologi lainnya, dan terutama
dilakukan pada kasus-kasus mudah lelah, sulit berjalan,
kelemahan/kelumpuhan, kesemutan, nyeri otot
anggota gerak, gangguan trofi otot anggota gerak, nyeri
punggung/pinggang gangguan fungsi otonom.
Dasar pemeriksaan refleks
1. Pemeriksaan menggunakan alat refleks hammer
2. Penderita harus berada dalam posisi rileks dan
santai. Bagian tubuh yang akan diperiksa harus dalam
posisi sedemikian rupa sehingga gerakan otot yang
nantinya akan terjadi dapat muncul secara optimal.
3. Rangsangan harus diberikan secara cepat dan
langsung;keras pukulan harus dalam batas nilai ambang,
tidak perlu terlalu keras.
4. Oleh karena sifat reaksi tergantung pada tonus otot,
maka otot yang diperiksa harus dalam keadaan sedikit
kontraksi.
Jenis Refleks fisiologis
1. Refleks Biceps (BPR)- ketukan pada jari pemeriksa yang
ditempatkan pada tendon m.biceps brachii, posisi lengan
setengah diketuk pada sendi siku.
2. Refleks Triceps (TPR)- ketukan pada tendon otot
triceps, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit
pronasi.
3. Refleks Periosto Radialis -ketukan pada periosteum
ujung distal os symmetric posisi lengan setengah fleksi
dan sedikit pronasi, maka akan terjadi gerakan fleksi
pada lengan bawah pada sendi siku dan supinasi.
4. Refleks Periostoulnaris- ketukan pada periosteum
prosesus styloid ilna, posisi lengan setengah fleksi dan
antara pronasi supinasi.
5. Refleks Patela (KPR)-ketukan pada tendon
patella dengan hammer.
6. Refleks Achilles (APR)-ketukan pada tendon
achilles.
7. Reflek kornea : Dengan cara menyentuhkan
kapas pada limbus
8. Reflek faring : Faring digores dengan spatel
9. Reflek Abdominal : Menggoreskan dinding
perut dari lateral ke umbilicus, hasil negative
pada orang tua, wanita multi para, obesitas
DAFTAR PUSAKA

Guyton, Arthur C., and John E. Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran Edisi ke-9. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
8. Pemeriksaan Penunjang
Nabila Yuniar Putri - 1610711105
Dewi Astri Yulianti - 1610711118
1. Pemeriksaan Pungsi Lumbal
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk
menganalisa jumlah sel dan protein cairan
cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan
adanya peningkatan tekanan intrakranial.
• Pada Meningitis Serosa terdapat tekanan yang bervariasi, cairan
jernih, sel darah putih meningkat, glukosa dan protein normal,
kultur (-).

• Pada Meningitis Purulenta terdapat tekanan meningkat, cairan


keruh, jumlah sel darah putih dan protein meningkat, glukosa
menurun, kultur (+) beberapa jenis bakteri.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Darah Rutin
Dilakukan pemeriksaan
kadar hemoglobin, jumlah
leukosit,Laju Endap Darah (LED), kadar glukosa,
kadar ureum, elektrolit dan kultur.
• Pada Meningitis Serosa didapatkan peningkatan leukosit
saja. Disamping itu, pada Meningitis Tuberkulosa
didapatkan juga peningkatan LED.

• Pada Meningitis Purulenta didapatkan peningkatan leukosit.


3. Pemeriksaan Radiologis
• Pada Meningitis Serosa
dilakukan foto dada,
foto kepala, bila
mungkin dilakukan CT
Scan.

• Pada Meningitis
Purulenta dilakukan foto
kepala (periksa mastoid,
sinus paranasal, gigi
geligi) dan foto dada
FARMAKOLOGIS

NONFARMAKOLO
GIS
FARMAKOLOGIS

1. Penggunaan Antibiotik

- Bersifat bakterisidal pada organisme yang dicurigai .


- Harus segera dimulai sambil menunggu hasil tes diagnostik dan
nantinya dapat diubah setelah ada temuan laboratorik.
- Jika pemberian antibiotik ditunda lebih dari 3 jam sejak pasien
masuk RS, maka mortalitas akan meningkat secara bermakna
- Antibiotik harus segera diberikan bila ada syok sepsis
Yang harus
dilakukan
Lini pertama :
- Ceftriaxone 100mg/kgBB IV-drip selama 30 – 60
menit setiap 12 jam
- Cefotaxim 50mg/kgBB IV, setiap 6 jam

Lini kedua:
- Kloramfenikol 25 mg/kgBB IM atau IV setiap 6
jam ditambah ampicilin 50 mg/kgBB IM atau IV
setiap 6 jam

.WHO merekomendasikan terapi antibiotik paling


sedikit selama 5 hari pada situasi nonepidemik
atau jika terjadi koma atau kejang yang bertahan
selama lebih dari 24 jam
APA SAJA
ANTIBIOTIK NYA • DEXAMETHA
SON
?
Menurunkan respons inflamasi di ruang subaraknoid
yang secara tak langsung dapat menurunkan risiko
edema serebral, peningkatan tekanan intrakranial,
gangguan aliran darah otak, vaskulitis, dan cedera
neuron
diberikan selama 4 hari dengan
dosis 10 mg setiap 6 jam secara
intravena
Dapat diberikan Tidak menurunkan angka mortalitas
pada etiologi dan morbiditas secara bermakna
apapun
• Terapi Antibiotik Empirik

Terapi obat untuk organisme penginfeksi dan


antimikroba yang belum diketahui
N Karakter Pasien Etiologi Pilihan
o Tersering Antibiotik
1 Neonatus Streptococcus grup Ampicilin 150-
B 200mg (400gr) /
L. monocytogenesis kg/24 jam IV, 4-
Eshercia coli 6kali sehari , plus
cefotaxime
3 Usia 2 bulan – 18 tahun Neisseria Ceftriaxone atau
menigitidis cefotaxime, dapat
Streptococcus ditambahkan
pneumonia vancomycin
Haemophilus
influenza
4 Usia 18 – 50 tahun S. pneumonia Ceftriaxone,
N. meningitidis dapat
ditambahkan
vancomycin

5 Usia > 50 tahun S. pneumonia Vancomycin plus


L. monocytogenes ampicilin plus
Bakteri gram negatif ceftriaxone

6 Kondisi immunocompromised S. pneumonia Vancomycin plus


N. meningitidis ampicilin plus
S. aureus cefepime atau
Salmonella spp meropenem
Basil gram negatif
aerob (P.
Aeruginosa)
7 Fraktur basis kranium S. pneumonia Vancomycin
H. influenza plus
Group A beta – cefotaxime
hemolytic atau
streptococci ceftriaxone

8 Cedera kepala; pasca bedah otak Stafilococcus Vancomycin plus


Basil gram negatif ceftazidime,
aerob (P. cefepime, atau
Aeruginosa) meropenem
• Terapi Antibiotik Spesifik

terapi obat untuk organisme penginfeksi dan


antimikroba yang sudah pasti diketahui

N Mikroorganisme Terapi Standard Terapi Aternatif


o
1 Haemophilus influenza B – Ampicilin Sefalosporin
laktamase negatif generasi III;
kloramfenikol
2 Haemophilus influenza B – Sefalosporin Kloromfenikol;
laktamase positif generasi III sefepim

3 Neisseria meningitidis Penisilin G atau Sefalosporin


ampicilin generasi III;
kloramfenikol
4 Streptococcus pneumoniae Sefalosporin Vancomycin;
generasi III meropenem

5 Enterobacteriaceae Sefalosporin Meropenem atau


generasi III sefepim

6 P. aeruginosa Seftazinim atau Meropenem;


sefepim piperisilin

7 L. monocytogenes Ampisilin atau Trimetoprim/


penisilin G sulfametoksazol

8 Streptococcus agalactiae Ampisilin atau Sefalosporin


penisilin G generasi III;
vancomycin
9 Streptococcus aureus sensitif Nafsilin atau Vancomycin
metisillin oksasilin
10 Streptococcus aureus resisten Vancomycin Linezolid;
metsilin daptomisin
11 Streptococcus epidermidis Vancomycin
Meningitis akibat :
• S. Pneumonia, N. Meningitidis, H. Influenzae sukses
diterapi antibiotik selama 7 – 14 hari.
• L. Monocytogenes, Grup B Streptococci dan Basil G
Enterik sukses diterapi selama 14 – 21 hari
2. Terapi Antikonvulsan (untuk kejang)

Obat yang digunakan untuk mengembalikan


kestabilan rangsangan sel saraf sehingga dapat
mencegah atau mengatasi kejang.

Kondisi pasien harus dipertahankan dalam status


normoglikemia dan normovolemia.

Obatnya ?

Diazepam IV 0,2 – 0,5 mg/kg/dosis, atau


melalui rektal 0,4 – 0,6/mg.kg/dosis yang
kemudian dilanjutkan dengan fenitoin
(dilantin) 5mg/kg/24 jam, 3 kali sehari
3. Obat Antipiretik
Untuk menurunkan demam : parasetamol atau
salisilat 10mg/kg/dosis sambil di kompres

4. Proton Pump Inhibitor (PPIs)


Untuk mencegah stress-induced gastritis. Obat
yang paling banyak digunakan dan berada di daftar
paling atas WHO adalah omeprazol.

5. Imunisasi S. pneumoniae, H. influenza dan N.


meningitidis
Imunisasi dapat menurunkan insiden meningitis
secara bermakna
6. Terapi Kortikosteroid
• Kortikosteroid dapat menghambat kerja sistem imun normal
dan menekan proses inflamasi.
• Jika dipakai dalam jangka panjang, kotikosteroid dapat
menimbulkan beberapa infeksi oportunistik akibat dari
kerjanya
• Maka dari itu, mulailah terapi kortikosteroid dengan dosis
dan potensi serendah mungkin tanpa mengabaikan efikasi
• Sebelum memulai terapi kortiksteroid jangka panjang,
pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan sebagai data
dasar
• Selanjutnya, pemeriksaan darah lengkap harus dilakukan
setiap 3 bulan (selama pasien masih dalam terapi
kortikosteroid) untuk melihat adanya kemungkinan infeksi
yang belum bermanifestasi spesifik.
NONFARMAKOLOGIS

Terapi cairan untuk mengatasi dehidrasi dan


syok yang diakibatkan oleh meningitis bakterial

Prosedur Ventrikulostomi
Pemasangan alat dikepala tepatnya pada bagian ventrikel guna
mengisap cairanserebrospinal yang menumpuk (hidrosefalus)
Melakukan elevasi kepala (posisi
kepala di dongakkan) 30 derajat
dan hiperventilasi untuk
mempertahankan PaCO2

Analisis Cairan Serebrospinal


(CSS) Ulangan atau Pungsi
Lumbal
Jika kondisi klinis pasien belum
membaik dalam 48 jam setelah
terapi antibiotik dimulai, maka
analisis CSS ulang harus
dilakukan.
1. Kaji status neurologis dan tanda-tanda vital secra
kontinu. Tentukan oksigenisasi dari nilai gas darah
arteri dan oksimetri denyut nadi.
2. Masukan slang endotrakea bermanset ( atau
trakeostomi), dan posisikan pasien pada ventilasi
mekanis sesuai program

3. Kaji tekanan darah untuk mendeteksi syok


insipien, yang terjadi sebelum gagal jantung atau
pernafasan.
4. Penggantian cepat cairan IV dapat diprogramkan, tetapi
hati-hati jangan sampai menghindari pasien secara
berlebihan karna pasien berisiko mengalami edema
serebral

5. Turunkan demam yang tinggi untuk mengurangi


beban kebutuhan oksigen pada jantung dan otak

6. Lindungi pasien
dari cedera 7. Pantau berat badan setiap
sekunder akibat hari; elektrolit serum; dan
aktivitas kejang atau volume, berat jenis), dan
perubahan tingkat osmolitas urine, terutama
kesadaran (LOC) jika pasien diduga mengalami
sindrom ketidak tepatan
hormon antidiuretik
(SIADH)
8. Cegah komplikasi
yang disebabkan oleh
imobilitas seperti ulkus
tekan dan pneumonia

9. Lakukan upaya 10. Informasikan


pengendalian infeksi keluarga mengenai
sampai 24 jam setelah kondisi pasien dan
di mulai nya terapi izinkan keluarga
antibiotik (rabas oral melihat pasien pada
dan nasal dianggap interval waktu yang
menular) tepat.
KOMPLIKASI MENINGITIS
• Indah Nopiyanti
• Yustika Damayanti
• Hidrosefalus

Gangguan keseimbangan produksi dan absorbsi CSS didalam ventrikel


Otak. Setiap gangguan produksi dan absorbsi CSS akumulasi CSS dalam
ventrikel meningkat.Ventrikel mengalami dilatasi dan menekan
substansi otak ke tulang kranial (neonatus) akan menyebabkan
pembesaran otak. ( Muttaqin,2010 )
• Hipertermi
Suatu keadaan dimana seseorang mengalami atau berisiko untuk
mengalami kenaikan suhu tubuh secara terus-menerus lebih tinggi dari
370C (peroral) atau 38.80C (perrektal) karena peningkatan kerentanan
terhadap faktor-faktor eksternal. ( Muttaqin,2010)

• Kebutaan
Terjadi karena kelainan saraf cranial II tetapi dapat juga disebaabkan
karena infark yang luas dikortek serebri sehingga terjadi buta kortikal.

• Peningkatan TIK (Tekanan Intrakranial)


Yang menyebabkan penurunan kesadaran . penurunan alirah darah otak
yang disebabkan kaarena penyumbatan pembuluh darah otak oleh
thrombus dan adanya penurunan autoregulasi.
• Kejang atau konvulsi
Suatu kondisi medis saat otot tubuh mengalami fluktuasi konstraksi dan
peregangan dengan sangat cepat sehingga menyebabkan gerakan yang tidak
terkendali. Kejang secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 2 berdasarkan
etiologinya yakni Kejang Primer/idiopatik yang terjadi tanpa ada sebab yang
jelas ataupun penyakit yang mendasarinya. Kejang Sekunder/simptomatis yang
timbul sebagai suatu gejala dari penyakit yang diderita oleh pasien tersebut.
Contohnya penyakit infeksi ensefalitis. ( Muttaqin,2010 )
• Edema serebral
Adalah kondisi di mana terjadi peningkatan jumlah air yang
terkandung di dalam otak. Umumnya, edema serebral terjadi
akibat reaksi inflamasi di otak.Edema serebral merupakan
kondisi yang dapat mengancam jiwa. Kepala merupakan organ
yang memiliki bentuk yang tetap karena adanya tulang
tengkorak, sehingga saat terjadi pembengkakan maka tekanan
di dalam kepala akan meningkat. Tekanan yang meningkat
menyebabkan dorongan pada jaringan otak dan dapat
menyebabkan herniasi otak. ( Muttaqin,2010 )
• Herniasi otak
Adalah jaringan otak yang terdorong dan masuk ke lokasi
yang salah akibat perbedaan tekanan di dalam kepala.

• DIC (Dissemination Intravasculaar Coagulation)


Adalah suatu keadaan dimana bekuaan-bekuan daarah
kecil tersebar diseluruh aliran darah yang menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan
berkurangnya faktor pembekuaan yang diperlukan untuk
mengendalikan perdarahan. DIC masuk ke ginjal lalu
terakumulasi pada nefron ginjal. Nefron tidak berfungsi
dengan baik sehingga protein dan darah lolos dari proses
filtrasi sehingga juga terjadi albuminuria dan hematuria.
ASUHAN
KEPERAWATAN
S I N TA 1 6 1 0 7 1 1 0 5 4
S U S I L A W AT I 1 6 1 0 7 1 1 1 0 8
Pengkajian

• Anamnesa
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien
atau orang tua membawa anaknya untuk meminta
pertolongan kesehatan adalah panas badan tinggi,
kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.
• Riwayat penyakit saat ini
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk
mengetahui jenis kuman penyebab.Disni harus ditanya
dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti kapan mulai
serangan, sembuh, atau bertambah buruk.Pada pengkajian
klien meningitis, biasanya didapatkan keluhan yang
berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan
TIK.
• Riwayat penyakit dahulu
Pengakajian penyakit yang pernah dialami klien yang
memungkinkan adanya hubungan atau menjadi
predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah
klien mengalami infeksi jalan nafas bagian atas, otitis
media, mastoiditis, anemia sel sabit, dan
hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf, riwayat
trauma kepala, dan adanya pengaruh imunologis pada
masa sebelmunya
• Pengkajian psikologis klien meningitis meliputi beberapa dimensi
yang memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang
jelas mengenai status emosi, kognitif dan perilaku klien.
• Karena klien harus menjalani rawat inap maka apakah keadaan
ini memberi dampak pada status ekonomi klien, karena biaya
perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit.
Perawat juga memasukan pengkajian terhadap fungsi neurologis
dengan dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya
hidup indivudu.
• Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-
keluhan klien, pemeriksaan fisik sngat berguna untuk
mendukung data dari pengkajian anamnesis.
Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa tanda-tanda
vital.Pada klien meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu
tubuh lebih dari normal, yaitu 38-40oC, dimulai dari fase
sistemik, kemerahan, panas, kulit kering, berkeringat. Keadaan ini
biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dan iritasi
meningen yang sudah menggangu pusat pengaturan suhu tubuh.
B1 (breathing)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas, dan peninngkatan frekuensi
pernafasan yang sering didapatkan pada klien meningitis
yang disertai adanya gangguan pada sistem pernafasan.
B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler terutama dilakukan
pada klien meningitis pada tahap lanjut seperti apabila klien
sudah mengalami renjatan (syok).
B3 (brain)
Pengkajian brain merupakan pemeriksaan fokus
dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada
sistem lainnya.
• Tingkat kesadaran
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningtis
biasanya berkisar pada tingkat tinggi, stupor, dan
semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma
maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai
tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi memantau
pemberian asuhan keperawatan.
• Fungsi serebi
Status mental : observasi penampilan klien dan
tingkah lakunya, lain gaya bicara klien dan
observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik
yang pada klien meningitis tahap lanjut biasanya
status mental klien mengalami perubahan.
•PEMERIKSAAN SARAF
KRANIAL

• Saraf I. Biasanya pada klien meningitis tidak ada


kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan.
• Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi
normal.
• Saraf III,IV,VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pu[il pada
klien meningitis yang tidak disertai penurunan kesadaran
biasanya tanpa kelainan.
• Saraf V. Pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan
paralisis pada otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak
ada kelainan.
• Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
simetris.
• Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi
• Saraf IX dan X. Kemampuan menalan baik.
• Saraf XI. Tidak ada atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius.
Adanya usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk
(ringiditan nukal).
• Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi Indra pengecap normal.
• Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau
periasteum derajat refleks pada respon normal. Refleks patologis akan
didapatkan pada klien meningitis dengan tingkat kesadaran koma.
Adanya refleks Babisnkis (+)
• Gerakan Involunter
Tidak menemukan adanya tremor, kedutan saraf, dan distonia.Pada
keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama
pada anak dengan meningitis disertai peningkatan suhu tubuh yang
tinggi.
• Sistem sensorik
Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensasi
raba, nyeri, dan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal di
permukaan tubuh.
• Pemeriksaan fisik lainnya terutama yang berhubungan dengan
peningkatan TIK. Tanda-tanda peningktakan TIK sekunder akibat
eksudat purulen dan edema serebri terdiri atas perubahan
karakteristik tanda-tanda vital ( melebarnya tekan pulsa dan
bradikardia ), pernapasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan
penurunan tingkat kesadaran.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
a.Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan
peningkatan TIK ditandai dengan penurunan kesadaran, sakit
kepala, kaku kuduk, kejang, TD meningkat, gelisah.

b.Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan


suhu tubuh > 37,5°C, sakit kepala, kelemahan.

c. Risiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi serebral


sekunder akibat meningitis.
. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan
d

peningkatan TIK ditandai dngan sakit kepala, nyeri sendi, RR


meningkat, TD meningkat, nadi meningkat, wajah meringis
kesakitan, skala nyeri >0.

e. Gangguan rasa nyaman (mual) berhubungan dengan


peningkatan TIK ditandai dengan mual, muntah, nafsu makan
menurun.

f. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kekuatan dan


tahanan sekunder akibat gangguan neuromuskular ditandai
dengan tonus otot menurun, kekuatan menangis melemah.
Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kreteria NIC NOC
Hasil
Gangguan perfusi jaringan Setelah diberikan askep Mandiri Mandiri
serebral berhubungan selama (…x…) jam •Pertahankan tirah baring •Perubahan tekanan CSS
dengan peningkatan TIK diharapkan perfusi dengan posisi kepala datar mungkin merupakan
ditandai dengan jaringan serebral adekuat, dan pantau tanda vital potensi adanya risiko
penurunan kesadaran dengan out come : sesuai indikasi setelah herniasi batang otak yang
sakit kepala, kaku kuduk, •Tingkat kesadaran dlakukan pungsi lumbal. memerlukan tindakan
kejang, TD meningkat, membaik (GCS: E4 M6 •Pantau/catat status medis segera.
gelisah. V5). neurologis, seperti GCS. •Pengkajian
•Klien tidak sakit kepala. •Pantau tanda vital, kecenderungan adanya
•Klien tidak kaku kuduk. seperti tekanan darah. perubahan tingkat
•Tidak terjadi kejang.TD •Pantau frekuensi/irama kesadaran dan potensial
dalam batas normal jantung. peningkatan TIK adalah
•Pantau pernapasan, catat sangat berguna dalam
pola dan irama menentukan lokasi,
pernapasan. penyebaran/luasnya dan
•Pantau suhu dan juga perkembangan dari
atur suhu lingkungan kerusakan serebral.
sesuai kebutuhan. •Normalnya autoregulasi
•Berikan waktu istiahat mampu mempertahankan
antara aktivitas perawatan aliran darah serebral
dan batasi lamanya dengan konstan sebagai
tindakan tersebut. dampak adanya fluktuasi
pada tekanan darah
sistemik.
Mandiri Kolaborasi
- Pertahankan tirah baring dengan posisi •Peningkatan aliran vena dari kepala akan menurunkan
kepala datar dan pantau tanda vital sesuai TIK.
indikasi setelah dlakukan pungsi lumbal. •Meminimalkan fluktuasi dalam aliran vaskuler dan
- Pantau/catat status neurologis, seperti TIK.
GCS.
•Terjadinya asidosis dapat menghambat masuknya
- Pantau tanda vital, seperti tekanan darah.
oksigen pada tingkat sel yang memperburuk iskemia
- Pantau frekuensi/irama jantung.
serebral.
- Pantau pernapasan, catat pola dan irama
•Dapat menurunkan permeabilitas kapiler untuk
pernapasan.
- Pantau suhu dan juga atur suhu lingkungan
membatasi pembentukan edema serebral, dapat juga

sesuai kebutuhan. menurunkan risiko terjadinya “fenomena rebound”


- Berikan waktu istiahat antara aktivitas ketika menggunakan manitol.
perawatan dan batasi lamanya tindakan •Obat pilihan dalam mengatasi kelainan postur tubuh
tersebut. atau menggigil yang dapat meningkatkan TIK.
Kolaborasi : •Menurunkan metabolism selular/ menurunkan
- Tinggikan kepala tempat tidur sekitar 15-45 derajat konsumsi oksigen dan risiko kejang.
sesuai indikasi. Jaga kepala pasien tetap berada pada
posisi netral.
- Berikan cairan IV dengan alat control khusus.
- Pantau GDA. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan.
- Berikan obat sesuai indikasi seperti:
 Steroid; deksametason, metilprednison (medrol).
 Klorpomasin (thorazine).
 Asetaminofen (Tylenol)
Hambatan Setelah Mandiri Mandiri
mobilitas fisik bd diberikan - Hindari - Berbaring atau duduk
kekuatan dan askep selama berbaring atau dalam posisi yang
tahanan sekunder 3x24 jam duduk dalam sama dalam waktu
akibat gangguan diharapkan posisi yang lama dapat
neuromuskular klien dapat sama dalam meningkatkan
ditandai dengan melakukan waktu lama. kekakuan otot dan
tonus otot mobilitas menimbulkan risiko
menurun, secara - Ajarkan latihan dekubitus.
kekuatan mandiri rentang gerak - Untuk merelaksasikan
menangis dengan out aktif pada otot agar imobilitas
melemah. come : anggota gerak fisik perlahan-lahan
 Tonus yang sehat dapat teratasi
otot sedikitnya 4x - Untuk melatih otot
meningka sehari. agar terbiasa untuk
t - Anjurkan untuk mobilisasi
555 555 ambulasi, - Mandi air hangat
555 55 dengan atau dapat mengurangi
tanpa alat kekakuan tubuh pada
bantu. pagi hari dan
- Lakukan mandi memperbaiki
air hangat. mobilitas
Risiko Setelah Mandiri Mandiri
cedera bd diberikan - Gunakan tempat - Untuk menghindari
perubahan askep selama tidur yang rendah, cedera saat jatuh
fungsi (2x24) jam dengan pagar dari tempat tidur.
serebral diharapkan tempat tidur - Untuk menghindari
sekunder tidak terjadi terpasang. sesak saat kejang.
akibat cedera. - Longgarkan - Penggunaan matras
meningitis. pakaian bila ketat. pada lantai dapat
- Gunakan matras meminimalisasi
pada lantai. cedera bila terjatuh,
- Diskusikan dengan misalnya dari tempat
orang tua tidur.
perlunya - Pemantauan yang
pemantauan konstan dibutuhkan
konstan terhadap untuk menghindari
anak kecil. anak dari kecelakaan
yang dapat
Kolaborasi menyebabkan anak
- Berikan terapi cedera.
antikonvulsan. Kolaborasi
- Untuk mengatasi
kejang.
Hipertermi bd Setelah Mandiri Mandiri
proses inflamasi diberikan askep - Monitor temperatur - Peningkatan temperatur
ditandai dengan selama (2x24) setiap 1 sampai 2 jam secara tiba-tiba akan
suhu tubuh > jam diharapkan bila terjadi mengakibatkan kejang-
37,5°C, sakit suhu tubuh peningkatan secara kejang.
kepala, kembali normal tiba-tiba. - Kompres air efektif
kelemahan. dengan out - Berikan kompres menyebabkan tubuh
come : hangat. menjadi dingin melalui
 Suhu tubuh - Pantau asupan dan peristiwa konduksi.
36-37,5°C haluaran cairan. - Haluaran cairan yang
 Klien tidak berlebihan akibat
sakit kepala penguapan dapat
 Klien Kolaborasi menyebabkan dehidrasi.
merasa lebih - Berikan obat penurun - Peningkatan suhu tubuh
bertenaga panas sesuai indikasi. mengakibatkan
- Berikan antibiotik, jika penguapan tubuh
disarankan. meningkat sehingga
perlu diimbangi dengan
asupan cairan.
Kolaborasi
- Membantu menurunkan
suhu tubuh.
- Antibiotik sesuai dengan
petunjuk guna
mengobati organisme
penyebab.
Gangguan Setelah Mandiri Mandiri
rasa nyaman diberikan - Tawarkan - Untuk mengurangi rasa
(mual) bd askep selama makanan porsi penuh pada perut
peningkatan (...x…) jam kecil tapi sering. setelah makan, sehingga
TIK ditandai diharapkan mengurangi mual.
dengan mual teratasi, - Sajikan makanan - Untuk menghindari
mual, dengan dalam keadaan mual.
muntah, outcome: hangat.
nafsu makan  Tidak ada - Beri dorongan - Makan dengan
menurun. mual untuk makan ditemani orang lain
 Tidak ada dengan orang lain (keluarga, saudara,
muntah (keluarga, saudara, orang tua) apat
 Nafsu atau orang tua). membantu
makan meningkatkan
meningkat - Pertahankan keinginan untuk
kebersihan mulut makan.
yang baik. - Kebersihan mulut yang
baik dapat
meminimalisasi rasa
tidak enak saat makan.
- Suasana makan yang
nyaman dan bersih dapat
mengurangi rasa mual
klien ketika makan.
- Dorong klien untuk istirahat pada posisi - Cairan panas atau dingin, makanan
semi fowler setelah makan dan yang mengandung lemak atau
mengganti posisi dengan perlahan. serat,makanan berbumbu, dan kafein
- Ajarkan teknik untuk mengurangi mual dapat meningkatkan kerja lambung
: sehingga akan timbul rasa mual dengan
1. Batasi minum beserta makan. intensitas yang lebih besar.
2. Hindari bau makanan dan stimuli yang - Posisi semifowler membantu makanan
tidak mengenakan. masuk ke lambung dengan baik dan
3. Kendurkan pakaian sebelum makan. membantu klien dalam bersendawa.
4. Duduk di udara segar. - Teknik mengurangi rasa mual akan
- Hindari berbaring terlentang sedikitnya sangat membantu klien dalam
2 jam seteleh makan. memanajemen rasa mualnya.
- Untuk mengurangi rasa penuh pada
perut setelah makan, sehingga
mengurangi mual.
Gangguan rasa Setelah diberikan askep Mandiri
nyaman (nyeri) bd selama 3x24 jam - Pantau TTV terutama Nadi, RR,
peningkatan TIK diharapkan nyeri dan TD.
ditandai dengan teratasi dengan out - Beri posisi yang nyaman.
sakit kepala, nyeri come :
sendi RR meningkat,  Klien tidak sakit - Tingkatkan tirah baring, bantu
TD meningkat, nadi kepala kebutuhan perawatan diri yang
meningkat, wajah  Nadi, RR, dan TD penting.
meringis kesakitan, dalam batas normal - Berikan latihan rentang gerak
skala nyeri >0  Wajah tidak secara tepat dan masase otot.

meringis kesakitan - Ajarkan teknik manajemen nyeri

 Skala nyeri 0 (distraksi).


Kolaborasi
- Berikan analgetik sesuai
indikasi.

Anda mungkin juga menyukai