Anda di halaman 1dari 46

PAJAK BUMI

DAN
BANGUNAN
Pengertian PBB

PBB adalah pajak yang bersifat kebendaan dalam arti


besarnya pajak terutang ditentukan oleh keadaan objek
yaitu bumi/tanah dan atau bangunan. Keadaan subjek
(siapa yang membayar) tidak ikut menentukan besarnya
pajak.
Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan

UU No. 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diubah menjadi


UU No. 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.

KMK No.201/KMK.04/2000 Tentang Penyesuaian Besarnya


Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak Sebagai Dasar
Penghitungan Pajak Bumi dan Bangunan.

KMK No. 523/KMK.04/1998 Tentang Penentuan Klasifikasi


dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar
Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan.
Asas Pajak Bumi dan Bangunan

1.Memberikan kemudahan dan kesederhanaan


2.Adanya kepastian hukum
3.Mudah dimengerti dan adil
4.Menghindari pajak berganda
Objek Pajak Bumi dan Bangunan

Yang menjadi objek pajak adalah bumi atau


bangunan.

Bumi dan bangunan adalah pengelompokan


bumi dan bangunan menurut nilai jualnya dan
digunakan sebagai pedoman, serta untuk
memudahkan perhitungan pajak yang terutang.
Pengecualian Objek Pajak
1.Digunakan semata-mata untuk kepentingan umum dan
tidak untuk mencari keuntungan
2.Digunakan sebagai tempat penyimpanan peninggalan
purbakala
3.Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata,
taman nasional, dan lain-lain.
4.Dimiliki oleh Perwakilan Diplomatik berdasarkan asas
timbal balik dan Organisasi Internasional yang ditentuikan
oleh Menteri Keuangan.
Subjek Pajak Bumi dan Bangunan

Yang menjadi subjek PBB adalah orang atau badan yang secara
nyata :

1.Mempunyai hak atas bumi/tanah, dan/atau


2.Memperoleh manfaat atas bumi/tanah dan/atau
3.Memiliki, menguasai atas bangunan dan/atau
4.Memperoleh manfaat atas bangunan
Tarif Pajak
Tarif pajak yang dikenakan atas obyek pajak adalah sebesar 0,5%

1. Dasar pengenaan pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)

2. Besarnya NJOP ditetapkan setiap tiga tahun oleh kepala kantor wilayah direktorat jenderal pajak atas nama
menteri keuangan dengan mempertimbangkan pendapat gubernur/Bupati/Walikota (Pemda) setempat
serta memerhatikan asas self assessment. Dasar perhitungan pajak adalah yang ditetapkan serendah-
rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari NJOP

3. Besarnya presentasi ditetapkan dengan peraturan pemerintah dengan memerhatikan kondisi ekonomi
nasional.

Penetapan NJOP adalah 3 tahun sekali namun untuk daerah tertentu karena perkembagan pembangunan
mengakibatkan kenaikan NJOP cukup besar, maka penetapan nilai jual ditetapkan setahun sekali.
Tahun Pajak, Saat, Dan Tempat Yang Menentukan Pajak Terutang

Tahun pajak adalah jangka waktu satu tahun takwim. Jangka waktu satu tahun
takwim adalah dari 1 januari sampai 31 desember.

Saat menentukan pajak terutang adalah menurut keadaan objek pajak pada
tanggal 1 Januari.

Tempat pajak yang terutang :


a. Untuk daerah Jakarta, di wilayah daerah khusus Ibu Kota Jakarta
b. Untuk daerah lainnya, di wilayah Kabupaten atau Kota.
Tempat pajak yang terutang untuk Batam, di wilayah Provinsi Riau.
SPOP, SPPT dan SKP

Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) PBB adalah surat yang digunakan oleh
subjek pajak atau Wajib Pajak untuk melaporkan data objek pajak dan subjek pajak
atau Wajib Pajak PBB Sektor Lainnya ke Direktorat Jenderal Pajak

Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) adalah Surat Keputusan Kepala KPP
mengenai pajak terutang yang harus dibayar dalam 1 (satu) tahun pajak.
Mendapatkan penjelasan berkaitan dengan ketetapan PBB dalam hal Wajib Pajak
meminta

Surat Ketetapan Pajak (SKP) adalah Surat Keputusan Kepala Kantor Pelayanan Pajak
Pratama yang memberitahukan besarnya pajak yang terutang termasuk denda
administrasi, kepada Wajib Pajak (WP)
Dalam rangka pendataan, subjek pajak wajib mendaftarkan
objek pajak dengan mengisi SPOP.

SPOP harus diisi dengan jelas, benar, lengkap dan tepat waktu
serta ditandatangani dan disampaikan kepada dirjen pajak
yang wilayah kerjanya meliputi letak objek pajak selambat-
lambatnya 30 hari setelah tanggal diterimanya SPOP oleh
subjek pajak.
Dirjen pajak akan menerbitkan SPPT berdasarkan SPOP yang diterimanya.

Direktur jendral pajak dapat mengeluarkan surat ketetapan pajak dalam


sebagai berikut:

a. Apabila SPOP tidak disampaikan dan setelah ditegur secara tertulis tidak
disampaikan sebagaimana ditentukan dalam surat teguran.

b. Apabila hasil pemeriksaan ternyata jumlah pajak yang terutang


(seharusnya) lebih besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan
SPOP yang disampaikan oleh wajib pajak.
c.Wajib pajak yang tidak menyampaikan SPOP pada waktunya, walaupun sudah
ditegur secara tertulis juga tidak menyampaikan dalam jangka waktu yang
ditentukan dalam surat teguran itu, direktur jendral pajak menerbitkan SKP
secara jabatan.

d.Berdasarkan pemeriksaan, ternyata jumlah pajak yang terutang lebih besar


dari jumlah pajak dalam SPPT yang dihitung atas dasar SPOP yang disampaikan
wajib pajak direktur jendral pajak menerbitkan SKP secara jabatan
Jumlah pajak yang terhutang dalam SKP yang dimaksud dalam no 4 huruf a
adalah pokok pajak ditambah dengan denda administrasi sebesar 25%
dihitung dari pokok pajak.

Jumlah pajak yang terhutang dalam SKPKB dimaksud dengan no4 huruf b,
selisih pajak yang terhutang berdasarkan hasil pemeriksaan dengan pajak
yang terutang dihitung berdasarkan SPOP ditambah denda administrasi
sebesar 25% dari selisih pajak yang terutang.
Tata cara pembayaran dan penagihan

Pajak yang terutang berdasarkan SPPT harus dilunasi selambat-lambatnya


6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak.

Pajak yang terutang berdasarkan SKP harus dilunasi selambat-lambatnya 1


(satu) bulan sejak tanggal diterimannya SKP oleh wajib pajak.
Pajak yang terutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar
atau kurang dibayar, dikenakan denda administrasi sebesar 2% (dua
persen) sebulan yang dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari
pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.

Denda administrasi sebagaimana dimaksud dalam no (3) diatas, ditambah


dengan utang pajak yang belum atau kurang dibayar ditagih dengan Surat
Tagihan Pajak(STP) yang harus dilunasi selambat-lambatnya (satu) bulan
sejak tanggal diterimanya STP oleh wajib pajak
Pajak yang terutang dapat dbayar di Bank, Kantor Pos dan Giro, dan tempat
lain yang ditunjukkan oleh Menteri Keuangan.

Tata cara pembayaran dan penagihan pajak diatur oleh Menteri Keuangan.

Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), surat ketetapan pajak, dan Surat
Tagihan Pajak(STP) merupakan dasar penagihan pajak.

Jumlah pajak yang terutang berdasarkan STP yang tidak dibayarkan pada
waktunya dapat ditagih dengan Surat Paksa berdasarkan UU no. 19 tahun
2000 tentang Penagihan Pajak dengan surat Paksa.
KEBERATAN DAN BERBANDING

KEBERATAN

Wajib pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jendral Pajak atas SPPT dan SKP
Keberatan terhadap SPPT dan SKP harus diajukan masing-masing dalam satu Surat keberatan tersendiri
untuk setiap tahun pajak.

Wajib pajak dapat mengajukan keberatan atas SPPT atau SKP :


a. Wajib pajak menganggap luas objek bumi dan/atau bangunan, klasifikasi atau Nilai Jual Objek bumi
dan/atau bangunan yang tercantum dalam SPPT atau SKP tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya.
b. Terdapat perbedaan penafsiran undang-undang dan peraturan perundang-udangan antara wajib
pajak dengan fiskus.
Keberatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi
dan Bangunan yang menerbitkan SPPT dan SKP dengan menyatakan alasan secara jelas.
Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya
SPPT atau SKP oleh wajib pajak, kecuali apabila wajib pajak dapat menunjukkan bahwa
jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaanya.

Tanda terima Surat Keberatan yang diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan
Bangunan atau tanda pengiriman Surat Keberatan melalui pos tercatat atau sejenisnya
merupakan tanda bukti Surat Keberatan tersebut bagi kepentingan wajib pajak.

Apabila diminta oleh wajib pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur
Jenderal Pajak wajib memberikan secara tertulis hal-hal yang menjadi dasar
pengenaan pajak.
Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pihak.

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atau Kepala Kantor


Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunandalam jangka waktu paling lambat
12(dua belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima, harus
memberikan keputusan atau keberatan.

Sebelum surat keputusan diterbitkan wajib pajak dapat menyampaikan


alasan tambahan atau penjelasan tertulis.
Keputusan Kepala Kantor Wilayah DIrektur Jenderal Pajak atau Kepala Kantor
pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan atas keberatan dapat berupa:
a.Tidak dapat diterima;
b.Menolak;
c.Menerima seluruhnya atau sebagian;
d.Menambah besarnya jumlah pajak yang terutang;

Dalam hal wajib pajak mengajukan keberatan atau keputusan sebagaimana dalam
surat ketetapan pajak, wajib pajak yang bersangkutan harus dapat membuktikan
ketidakbenaran ketetapan pajak tersebut.

Apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulah telah lewat dan Direktur Jenderal
Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka keberatan tersebut dianggap diterima.
BANDING

Ketentuan banding Pajak Bumi dan Bangunan mengikuti ketentuan


tentang banding Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan.
Pengurangan Pajak

1. Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada
hubungannya dengan subjek pajak dan/atau karena sebab-sebab tertentu lainnya,
seperti:
a.Objek pajak berupa lahan pertanian/perkebunan/peternakan yang hasilnya
sangat terbatas yang dimiliki, dikuasai dan/atau dimanfaatkan oleh wajib pajak
orang pribadi
b.Objek pajak yang dimiliki, dikuasai atau dimanfaatkan oleh wajib pajak orang
pribadi yang berpenghasilan rendah yang nilai jualnya meningkat akibat adanya
pembangunan atau perkembangan lingkungan
c. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai atau dimanfaatkan oleh wajib pajak orang
pribdi yang penghasilanya semata-mata berasal dari pensiunan, sehingga
kewajiban PBBnya sulit dipenuhi
d. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai atau dimanfaatkan oleh wajib pajak orang
pribadi yang berpenghasilan rendah sehingga kewajiban PBBnya sulit dipenuhi
e. Objek pajak yang dimiliki, dikuasai atau dimanfaatkan oleh wajib pajak veteran
pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan

Pengurangan diberikan setinggi-tingginya 75% dari besarnya pajak terutang, dan


ditetapkan berdasarkan pertimbangan kondisi objek pajak serta penghasilan wajib
pajak.
2. Wajib Pajak Orang Pribadi atau Badan dalam hal objek pajak yang terkena
bencana alam atau sebab-sebab lain yang luar biasa (kebakaran,kekeringan,
wabah penyakit dan hama tanaman). Dalam hal ini dapat diberikan sampai
dengan 100% dari besarnya pajak terutang.

Wajib Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela


kemerdekaan. Besarnya penguranga ditetapkan sebesar 75% (tujuh puluh lima
persen) dari besarnya pajak terutang.
Cara Mengajukan Permohonan

1. Permhonan pengurangan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia


kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang menerbitkan
SPPT dan SKP dengan mencantumkan besaarnya presentase pengurangan
dimhonkan.
2. Pemohonan pengurangan diajukan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan
terhitung
a. Sejak tanggal diterimanya SPPT atau SKP, atau
b. Sejak terjadinya bencana alam atau sebab-sebab lain yang luar biasa.
3. Permohonan pengurangan pajak terutang dapat diajukan secara kolektif atau
perseorangan.
4. Permohonan pengurangan pajak terutang serta secara perseorangan harus
dilampiri
a. Foto copy SPPT/SSKP dari tahun pajak yang diajuka permohonan
pengurangannya dan
b. Foto copy tanda anggota Veteran, bagi anggota veteran.
5. Permohonan pengurangan pajak terutang secara kolektif dapat diajukan sebelum
SPPT diterbitkan, selambat-lambatnya tanggal 10 Januari untuk tahun pajak yang
bersangkutan melalui;
a. Pemerintah Daerah setempat; atau
b. Organisasi Legiun Veteran Republik Indonesia, bagi anggota Veteran.
6. Permohonan pengurangan pajak terutang untuk wajib pajak badan harus dilampiri
dengan:
a. Foto copy SPPT/SKP dari tahun pajak yang diajukan permohonan pengurangannya;
b. Foto copy SPT PPh tahun pajak terakhir beserta lampiranynya dan
c. Laporan Keuangan
7. Permohonan pengurangan pajak terutang dalam hal objek pajak yang
terkena bencana alam atau sebab-sebab lain yang luar biasa dilampiri
Surat Keterangan dari Pemerintah Daerah setempat atau Instansi terkait.
8. wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan pajak
terutang apabila telah melalui PBB untuk tahun sebelumnya atau objek
pajak yang sama.
9. Permohonan dapat disampaikan secara langsung atau dikirim melalui pos.
10.Tanggal tanda terima Surat Permohonan tersebut diatur sebagai berikut:
a. Apabila disampaikan secara langsung maka tanggal tanda terima adalah pada
saat surat permohonan tersebut secara lengkap diterima oleh Kantor Pelayanan
Pajak Bumi dan Bangunan.

b. Apabila Dikirimkan melalui pos atau sarana pengiriman lainnya maka tanggal
tanda terima adalah saat surat permohonan tersebut secara lengkap diterima
oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, bukan pada tanggal pengiriman
surat permohonan.
Keputusan Pengurangan

1. Keputusan pengurangan dapat berupa;


a. Mengabulkan seluruhnya.
b. Mengabulkan sebagian.
c. menolak.
2. keputusan atas permohonan pengurangan pajak harus diterbitkan selambat-lambatnya 3(tiga) bulan
sejak diterimanya permohonan pengurangan Wajib Pajak jangka waktu sebagaimana tersebut
terhitung sejak:
a. Tanggal tanda terima Surat Permohonan dalam hal Surat Permohonan disampaikan secara
langsung.
b. Tanggal stempel pos, dalam Surat Permohonan dikirimkan melalui pos,(biasa maupun tercatat)
atau sarana pengiriman lainnya.
3. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat dan keputusan belum
diterbitkan, maka permohonan pengangguran pajak dianggap
dikabulkan.
4. keputusan pengurangan berlaku untuk tahun pajak yang
bersangkutan.
Pengurangan Denda Administrasi

Atas permintaan wajib pajak. Dirjen Pajak dapat mengurangkan


denda administrasi karena hal-hal tertentu.

Ketentuan ini memberi kesempatan kepada wajib pajak untuk


meminta pengurangan denda administrasi kepada Direktur Jendral
Pajak. Direktur Jendral Pajak dapat mengurangkan sebagian atau
seluruhnya denda administrasi tersebut.
Sanksi
Bagi Wajib Pajak

1. Apabila SPOP tidak disampaikan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan
sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran, ditagih dengan Surat Keterangan Pajak
(SKP).
2. Pajak yang terutang yang pada saat jatuh tempo pembayaran tidak dibayar atau kurang
dibayar, dikenakan denda administrasi 2%(dua persen) sebulan, yang dihitung dari saat
jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran untuk jangka waktu paling lama 24 (dua
puluh empat) bulan.
3. Karena kesengajaannya sehingga menimbulkan kerugian pada Negara, dalam hal:
a. Tidak mengembalikan/menyampaikan SPOP kepada Direktorat Jenderal Pajak.
b. Menyampaikan SPOP, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap
c. Memperlihatkan surat palsu atau dipalsukan
d. Tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan surat atau dokumen lainnya.
e. Tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan.
Untuk sebab kealpaan:
Dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda
setinggi-tingginya sebesar 2(dua) kali pajak yang terutang.

Untuk sebab kesengajaan:


Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 2(dua) tahun atau denda setinggi-
tingginya 5(lima) kali pajak yang terutang.
Bagi pejabat

Sanksi Umum
Apabila tidak memenuhi kewajiban seperti yang telah diuraikan dimuka dikenakan sanksi menurut
peraturan perundangan yang berlaku, yaitu antara lain:
Peraturan Pemerintah No. 53 tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, Staatsblad 1860
No. 3 tentang Peraturan Jabatan Notaris.
Sanksi Khusus
Bagi pejabat yang tugas pekerjaanya berkaitan langsung atau ada hubungannya dengan objek
pajak ataupun pihak lainya, yang:
1.Tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan dokumen yang diperlukan.
2.Tidak menunjukkan data atau tidak menyampaikan keterangan yang diperlukan.
Dipidana dengan kurungan selama-lamanya 1 tahun atau denda setinggi-tingginya Rp 2.000.000
(Dua Juta Rupiah).
PBB Pedesaan Dan Perkotaan
Tarif PBB

Tarif PBB pedesaan dan perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3%. Tarif PBB Pedesaan
dan Perkotaan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Nilai Jual Objek Pajak (NJOP)


Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual beli yang
terjadi secara wajar dan bila tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP ditentukan melalui
perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis atau nilai perolehan baru atau NJOP
pengganti.
Besarnya NJOP ditentukan berdasarkan klasifikasi :
a. Objek pajak sektor pedesaan dan perkotaan
b. Objek pajak sektor perkebunan
c. Objek pajak usaha bidang perikanan laut.
d. Objek pajak sektor kehutanan atas hak pengusahaan hutan tanaman industry
e. Objek pajak sektor pertambangan minyak dan gas bumi.
Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP)

Besarnya NJOPTKP ditetapkan paling rendah sebesar Rp 10.000.000


untuk setiap wajib pajak. NJOPTKP ditentukan oleh masing-masing
pemerintah kabupaten/kota dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Contoh Kasus :

Pak Ahmad punya aset di daerah Semarang sebagai berikut :

- Luas Tanah 500 M2 (NJOP Rp 1.000.000)

- Luas Rumah 400 M2 (Rumah tingkat 2, per lantai luasnya 200 M2, NJOP Rp 2.500.000)

- Pagar Rumah 600 M2 (NJOP Rp 3.000.000)

- Kolam Renang 100 M2 (NJOP Rp 4.000.000)

Tarif Pajak Bumi dan Bangunan ditetapkan melalui Peraturan Daerah Kota semarang sebesar 0,5%
dan NJOPTKP ditetapkan sebesar Rp 20.000.000

Berapakah Pajak Bumi dan Bangunan yang harus dibayar Pak Ahmad?
Jawab :
Perhitungan NJKP

NJKP = NJOP – NJOPTKP


Perhitungan NJOP
= Rp 3.700.000.000 - Rp 20.000.000
- Tanah -> 500 x Rp 1.000.000 = Rp 500.000.000
= Rp 3.500.000.000
- Rumah -> 400 x Rp 2.500.000 = Rp 1.000.000.000

- Pagar -> 600 x Rp 3.000.000 = Rp 1.800.000.000 Perhitungan Pajak Bumi dan Bangunan

- Kolam -> 100 x Rp 4.000.000 = Rp 400.000.000 PBB Terutang = Tarif x NJKP

Total NJOP Rp 3.700.000.000 = 0,5% x Rp 3.500.000.000

= Rp 17.500.000

Jadi, Untuk aset senilai Rp 2.650.000.000, Pajak Bumi dan Bangunan yang harus dibayar Pak Ahmad sebesar Rp
17.500.000
Contoh Kasus :

Somad memiliki rumah seluas 36 meter persegi yang berdiri diatas


sebidang tanah seluas 72 meter persegi. Diketahui harga tanah
tersebut adalah 2.000.000 per meter dan bangunan dihargai Rp
1.000.000 per meter persegi. Selain itu, terdapat taman yang luasnya
36 meter persegi, Taman tersebut permeternya senilai Rp 500.000
Dan jika Nilai Jual Objek Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) ditetapkan
sebesar Rp 10.000.000.
Berapakah Somad harus membayar PBB nya ?
Jawab : Tanah : 72 x 2.000.000 = 144.000.000
Bangunan : 36 x 1.000.000 = 36.000.000
Taman : 36 x 500.000 = 18.000.000

1. Menghitung Nilai Bangunan


Nilai Bangunan = Bangunan + Taman - NJOPTKP

Bangunan : Rp 36.000.000
Taman : Rp 18.000.000 (+)
RP 54.000.000
NJOPTKP : Rp 10.000.000 (-)
Nilai Bangunan : Rp 44.000.000
2. Menghitung NJOP (Nilai Jual Objek Pajak)

Nilai Bangunan : Rp 44.000.000


Nilai Tanah : Rp 144.000.000 (+)
NJOP Rp 188.000.000

3. Menghitung Pajak Bumi dan Bangunan


Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) :

Nilai Bangunan : 0,5% x 20% x Rp 44.000.000 = Rp 44.000


Nilai Tanah : 0,5% x 20% x Rp 144.000.000 = Rp 144.000(+)
Pajak Bumi dan Bangunan Rp 188.000
Tuan Poneng adalah seorang pengusaha terkenal memiliki 2 buah
rumah yang terletak di Blitar. Objek pertama terletak di jalan
semeru dan objek kedua terletak di jalan raya rinjani. Diketahui
objek pertama NJOP bumi sebesar Rp. 1.000.000.000,- (1 M) dan
NJOP bangunan Rp. 3.500.000,- (3,5 M) sedangkan untuk yang
kedua diketahui NJOP bumi sebesar Rp. 1.000.000.000,- (1 M) dan
NJOP Bangunan sebesar Rp. 4.500.000.000,- (4,5 M). Hitunglah
PBB terhutang Tuan Poneng atas kedua objek tersebut.
NJOP terbesar adalah terletak pada NJOP di Jalan Raya Rinjani dengan :
NJOP Bumi = Rp. 1. 000.000.000,-
NJOP Bangunan = Rp. 4.500.000.000,- +
NJOP sbg dasar
Pengenaan PBB = Rp. 5.500.000.000,-
NJOPTKP = Rp. 12.000.000,- (-)
NJOP utk
Perhitungan PBB Rp. 5.488.000.000,-
Jl. Semeru :
NJOP Bumi = Rp. 1.000.000.000,-
NJOP bangunan = Rp. 3.500.000.000,- +
NJOP sbg dasar
Pengenaan PBB = Rp. 4.500.000.000,-
NJOPTKP = Rp. 0,- (-)
NJOP utk
Perhitungan PBB = Rp. 4.500.000.000,-

NJOP = NJOP Bumi + NJOP Bangunan


= Rp. 5.488.000.000 + Rp.4.500.000.000,-
= Rp.9.988.000.000.

PBB Terhutang = Tarif x NJKP = Tarif x (NJOP-NJOPTKP)


= 0,5% x 40% x 9.988.000.000.
= Rp. 19.970.000,-

Anda mungkin juga menyukai