Anda di halaman 1dari 25

CLINICAL SCIENCE

SESSION
RESPIRATORY DISTRESS SYNDROME

RIFQY MUSYAFFA ISMAN


12100118655

PRESEPTOR: HANA SHOFIA RACHMAN, DR., SP.A.


DEFINISI
 Suatu diagnosis klinis pada bayi premature
dengan kesulitan bernafas yang disebabkan oleh
defisiensi surfaktan yang ditandai dengan
takipnea (>60x/menit), retraksi dinding dada,
dan sianosis yang menetap dan progesif dalam
48-96j am kehidupan.

 Disebut juga “Hyalin Membrane Disease” karena


ditemukan membran hialin yang melapisi
permukaan alveolus.
EPIDEMIOLOGI
 44% bayi dengan berat lahir 501-1500 gr
 Terjadi pada 60 – 80 % bayi dengan usia
kehamilan < 28 minggu
 Terjadi pada 15 – 30 % bayi dengan usia
kehamilan 32 – 36 minggu
 Terjadi sangat jarang pada bayi dengan usia
kehamilan > 37 minggu
↑FAKTOR RISIKO
 Ibu dengan DM
 Kelahiran kurang bulan (Prematur)

 Bayi laki - laki

 Seksio sesar tanpa ada proses persalinan

 Asfiksia perinatal
↓ FAKTOR RISIKO
 Stres intrauterin kronis
 Ketuban Pecah Dini dalam waktu lama

 Hipertensi ibu

 Pemakaian heroin

 Kortikosteroid – Prenatal
ETIOLOGI
Defisiensi surfaktan  ↓ produksi dan sekresi
ROLE OF SURFACTANT
Suatu zat yang mempunyai kemampuan untuk
menurunkan tegangan permukaan (surface tension) suatu
medium

KOMPONEN SURFAKTAN:
• Dipalmitoyl phosphatidylcholine (Lecithin)
• Phosphatidyl glycerol
• Phosphatidyletanoalamine
• Phosphatidylinositol
• Surfactant associated protein
• Hidrofilik : SP-A, SP-D -> innate immunity
• Hidrofobik : SP –B, SP – C -> ↓ surface tension
Saat lahir, bayi membutuhkan “ high inspiratory
pressure” untuk dapat mengembangkan paru-paru
untuk pertama kali.

SAAT JUMLAH SURFAKTAN CUKUP :


- Paru-paru tidak akan kolaps pada akhir ekspirasi dan
akan mempertahankan 40 % residual volume pada
akhir ekspirasi
- Bayi tidak membutuhkan tekanan inspirasi yang
tinggi pada pernapasan – pernapasan selanjutnya
- Bayi akan bernapas dengan usaha minimal pada
pernapasan-pernapasan selanjutnya
SAAT JUMLAH SURFAKTAN TIDAK CUKUP :
 Tegangan permukaan alveolus meningkat

 Alveolus menjadi kolaps setiap akhir ekspirasi

 Bayi membutuhkan tekanan inspirasi yang tinggi


untuk setiap pernapasan selanjutnya
PATOGENESIS & PATOFISIOLOGI
MANIFESTASI KLINIS
 Takipnea
 Nasal flare

 Merintih

 Sianosis

 Retraksi interkostal dan subkostal

 Apnea
DIAGNOSIS
 ANAMNESIS  PEMERIKSAAN
 Riwayat kelahiran kurang FISIK
bulan, ibu DM  Takipnea
 Riwayat persalinan yang  Nasal flare
mengalami asfiksia
 Merintih
perinatal
 Sianosis
 Riwayat kelahiran
saudara kandung dengan  Retraksi interkostal dan
penyakit membran hialin subkostal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan Laboratorium:
 Analisis Gas darah: hipoksia? asidosis metabolik?
asidosis respiratorik? Saturasi oksigen?
 Gambaran darah lengkap dan biakan darah
 Kadar glukosa darah
 Rasio lesitin/sfingomielin pada cairan paru
 Rasio >2 : 1 -> matur
 Rasio <2 : 1 -> imatur
 Rasio <1,5 : 1 -> risiko tinggi
- Shake test (tes kocok)
• Pemeriksaan Rontgent dada
Gambaran yang khas berupa pola retikulogranular yang disebut
ground glass appearance, infiltrat halus dengan bronkogram udara
• Evaluasi
DIAGNOSIS BANDING
 Early-onset sepsis
 Pneumonia

 Sindroma aspirasi mekonium

 Efusi pleura

 TTN
TATALAKSANA

 Umum
 Jaga jalan napas tetap bersih dan terbuka
 Terapi oksigen
 Jaga kehangatan
 Pemberian infus cairan intravena dengan dosis
rumatan
 Pemberian nutrisi bertahap, diutamakan ASI.
 Antibiotik
 Analisis gas darah dilakukan berulang untuk
manajemen respirasi.
 Khusus
 Surfaktan
Surfaktan diberikan dalam 24 jam pertama jika
bayi terbukti mengalami RDS, diberikan dalam
dosis berulang melalui pipa endotrakea setiap
6 -12 jam untuk total 2 – 4 dosis.

Survanta (bovine survactant)


 Dosis total 4 ml/KgBB intratrakea

 Masing-masing 1 ml/kg berat badan untuk lapangan


paru depan kiri dan kanan serta belakang kiri dan
kanan),
 Terbagi dalam beberapa kali pemberian, biasanya 4
kali(masing-masing ¼ dosis total atau 1 ml/kg).
 Diberikan dalam jangka waktu 48 jam pertama
kehidupan dengan interval minimal 6 jam antar
pemberian.
 Bedah
Tindakan bedah dilakukan jika timbul
komplikasi yang bersifat fatal seperti
pneumothoraks, pneumomediastinum, empisema
subkutan. Tindakan yang segera dilaksanakan
adalah mengurangi tekanan rongga dada dengan
pungsi toraks.
 Suportif
 Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialis
lainnya, dll)
 Bila terjadi apneu berulang atau bantuan ventilator
maka harus dirujuk ke Rumah Sakit dengan fasilitas
Pelayanan Neonatal Level III yang tersedia fasilitas
NICU.
 Pemantauan Terapi
 Efektifitas terapi dipantau dengan memperhatikan
perubahan gejala klinis yang terjadi.
 Setelah BKB atau BBLR melewati masa krisis yaitu
oksigen sudah terpenuhi dengan oksigen
ruangan/atmosfer, suhu tubuh bayi sudah stabil
diluar inkubator, bayi dapat minum sendiri/menetek,
ibu dapat merawat dan mengenali tanda-tanda sakit
pada bayi dan tidak ada komplikasi atau penyulit
maka bayi dapat berobat jalan.
 Pada BBLR, ibu diajarkan untuk melakukan
perawatan metode kangguru (PMK).
 Pemantauan Tumbuh Kembang
 Bayi yang menderita gangguan napas dan berhasil
hidup tanpa komplikasi maka proses tumbuh
kembang anak selanjutnya tidak mengalami
gangguan.
 Apabila timbul komplikasi (hipoksia serebri, gagal
ginjal, keracunan O2, epilepsi,palsi serrebral, dll)
maka tumbuh kembang anak tersebut akan
mengalami ganngguan dari yang ringan sampai yang
berat termasuk gangguan penglihatan, sehingga
diperlukan pemantauan berkala pada maasa balita.
KOMPLIKASI
 Hipoksia yang bila berlangsung lama dapat
mengakibatkan gangguan pada organ vital
seperti otak,paru-paru, jantung dan ginjal.
 Asidosis metabolik (hipoglikemi, hipotermia).

 Problem hematologik (anemia, polisitemia).


PROGNOSIS
 RDS bertanggung jawab untuk 20% dari semua
kematian neonatus
 Penyakit paru kronis terjadi pada 29% BBLSR

Anda mungkin juga menyukai