Anda di halaman 1dari 24

JOURNAL READING

The Combination of Overweight and Smoking Increases The


Severity of Androgenetic Alopecia

Pembimbing:
dr. Reni Fajarwati, Sp.KK

Syifa Silviyah
1710221036

Kepaniteraan Klinik Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Minggu
Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta
Identitas Jurnal
Judul : The Combination of Overweight and
Smoking Increases The Severity of Androgenetic
Alopecia

Authors : Cristina Fortes1, PhD, Simona Mastroeni1,


MSc, Thomas J. Mannooranparampil1, MD, and
Marcella Ribuffo2, M

Tahun : 2017
ABSTRAK
 PENDAHULUAN : AGA paling sering terjadi. Faktor yang
berkaitan ??

 TUJUAN PENELITIAN : meneliti faktor resiko dari tingkat


keparahan AGA.

 METODE : studi cross-sectional

 HASIL : BMI 25 atau lebih dan merokok memiliki peningkatan


resiko keparahan AGA derajat sedang s.d berat hingga 6
kali lipatnya

 KESIMPULAN : kombinasi dari kelebihan berat badan dengan


merokok berkaitan dengan peningkatan derajat keparahan
alopesia androgenik.
PENDAHULUAN
 AGA adalah kondisi yang tergantung pada usia

 prevalensinya sangatlah beragam pada berbagai kelompok etnis/ras.

 pria (14-53%) > wanita (15-30%).

 Pada pria, prevalensi AGA meningkat mulai dari 31% pada usia 40-55 tahun
s.d 53% pada usia 65-69 tahun.

 Pada pria, tiga area kulit kepala turut dipengaruhi oleh AGA (area
bitemporal, frontal dan vertex)
 wanita garis rambut bagian frontal biasanya masih ada dan rambut yang
rontok jarang progresif menjadi kebotakan total.

 AGA dicirikan dengan adanya miniaturisasi dari folikel rambut dengan


transformasi folikel rambut terminal menjadi bentuk seperti vellus.

 Peningkatan kadar testosterone ditemukan terdapat pada pria yang alami


AGA fase dini.

 Wanita tidak memiliki androgen darah yang tinggi, namun memiliki kadar
alfa reduktase 5 tipe I dan tipe II yang lebih besar, lebih banyak reseptor
androgen, dan enzim aromaterase yang lebih rendah.
 Su dan rekan (2007) : merokok berkaitan dengan AGA.

 penelitian di Australia menemukan bahwa tidak ada hubungan antara merokok


dengan AGA.

 penelitian di taiwan menunjukkan adanya peningkatan resiko dari AGA pada subjek
penelitian dengan BMI senilai 24 atau lebih, sedangkan severi dan rekan menemukan
bahwa tidak ada hubungan antara BMI dengan AGA.

 Defisiensi nutrien berkaitan dengan kerontokan.

 Oleh karena itu, tujuan penelitian ini adalah untuk meneliti faktor resiko yang mungkin
terlibat pada keparahan AGA diantara populasi ras kaukasian berjenis kelamin pria
dan wanita.
MATERIAL DAN METODE

Data mengenai
sosiodemografi dan
Data diambil karakter klinis pasien
Studi cross-
dari RS rawat
sectional
jalan

Pada
penderita Usia 18 / > BB,TB, Penyakit
AGA Kronik dislipid, HT,
riw. Keluarga AGA,
meroko, diet dan
sumplemen die
•Tidak pernah •<25 •memiliki •suplemen yang

Suplemen diet
Merokok

Riw. Keluarga
BMI
•Sudah berhenti •≥25 keluarga tingkat menggunakan
•Merokok <10 pertama yang multivitamin dan
batang per hari alami AGA asam amino.
•Merokok ≥10 •didefinisikan
batang rokok sebagai
per hari konsumsi reguler
baik vitamin dan
•Dan status
atau asam
merokok (tidak
amino
pernah,
sekarang ini
perokok, dan
sudah berhenti).
Dokter spesialis kulit mengklasifikasikan pola rambut berdasarkan skala
hamilton baldness, yang dimodifikasi oleh norwood

Untuk pria
•Ringan (klasifikasi hamilton-norwood I-III)
•Sedang/berat (klasifikasi hamilton-norwood IV-VII)

Untuk wanita
•Ringan (ludwig tipe I)
•Sedang/berat (ludwig tipe II dan III)

Trikoskopi digunakan untuk mengkonfirmasi diagnosis AGA.


 Untuk meneliti hubungan antara diet dan AGA, kuisioner frekuensi makanan turut
digunakan. Frekuensi intake dari seluruh kelompok makanan didefinisikan
berdaskan point dengan skala 7 sebagai berikut :
 Tidak pernah
 Kurang dari sebulan sekali
 Kurang dari seminggu
 Satu hingga dua kali seminggu
 T iga sampai empat kali seminggu
 Lima sampai tujuh kali seminggu
 Lebih dari sehari
 Variabel yang dikombinasikan diciptakan untuk menilai konsumsi buah dan sayur
pada penelitian kami (tinggi= konsumsi buah dan sayur lebih dari sekali sehari) vs
rendah = sekali sehari atau kurang)
ANALISIS STATISTIK

menggunakan regresi
logistik tanpa syarat untuk Outcome penelitian ini
memperkirakan odd ratio adalah keparahan AGA menggunakan perangkat
(OR) dan interval (AGA sedang dan berat vs lunak PC-STATA versi 11
kepercayaan 95% untuk AGA ringan).
keparahan AGA.
HASIL
DISKUSI

Penelitian kami menunjukkan bahwa kombinasi antara kelebihan


berat badan dan merokok berkaitan dengan peningkatan resiko
keparahan AGA hingga 6 kali lebih besar. Merokok dan BMI secara
independen dan sinergis turut berperan dalam peningkatan resiko
keparahan AGA. Subjek dengan BMI sebesar 25 atau lebih dan
perokok (≥10 rokok) memiliki resiko hingga 6 kali lebih besar
terhadap peningkatan resiko keparahan AGA derajat s.d berat (OR:
6.72; 95% CI: 2.57–17.6). pada model multivariat, tingkat pendidikan,
adanya dislipidemia, suplementasi diet, dan konsumsi alkohol
ternyata tidak signfikan secara statistik.
 Beberapa penelitian : tingginya BMI (yang dan rekan, 2014) serta
merokok berkaitan dengan keparahan AGA pada pria asia..
 penelitian su dan rekan menunjukkan bahwa merokok berkaitan dengan
keparahan AGA derajat sedang/berat pada pria.
 Penelitian kami adalah penelitian pertama yang menunjukkan bahwa
kombinasi antara BMI yang besar dengan merokok meningkatkan resiko
keparahan AGA pada populasi kaukasian baik pria maupun wanita
setelah mengontrol faktor perancu yang potensial seperti jenis kelamin,
usia, tingkat pendidikan, suplementasi diet, dan penyakit kronik.
 Penelitian yang dilakukan ditempat lain juga menunjukkan bahwa
riwayat keluarga dengan kerontokan berkaitan dengan keparahan AGA.
Pada penelitian kami, kami tidak menemukan adanya hubungan antara
riwayat keluarga dengan AGA dan keparahan AGA.
 Beberapa penelitian : tingginya konsumsi alkohol berkaitan
dengan peningkatan keparahan AGA. Meskipun begitu, mereka
tidak mengontrol faktor perancu yang berpotensi mempengaruhi
penelitian. Pada penelitian kami, konsumsi anggur/alkohol yang
tinggi namun tidak mengontrol minuman alkohol yang lain juga
berkaitan dengan keparahan AGA pada analisis univariat.
Meskipun begitu, pada analisis multivariat, efek ini malah
menghilang.
 Resiko tinggi berkaitan dengan kombinasi antara
perokok dengan kelebihan berat badan/obesitas
dengan keparahan AGA juga tidak diketahui. Meskipun
begitu, penjelasan yang mungkin mendasari nya
adalah karena adanya imflamasi yang berkaitan
dengan merokok dan obesitas. Sebuah penelitian yang
dilakukan terhadap 727 pria muda yang alami alopesia
onset dini menunjukkan adanya hubungan antara nilai
BMI yang tinggi, derajat keparahan AGA, dan imflamasi
derajat rendah. Diketahui juga bahwa mikroimflamasi
folikular tampak pada kerontokan dan dapat sebagian
dijelaskan karena adanya efek pro-oksidasi dari
merokok. Penjelasan yang mungkin lainnya adalah
adanya hubungan antara merokok dengan keparahan
AGA yang menyatakan bahwa genotoksikan dari rokok
dapat merusak DNA dari folikel rambut.
 Ditunjukkan juga bahwa konsumsi tinggi dari sayur dan
buah dapat memberikan efek protektif terhadap
imflamasi. Namun pada penelitian kami, dimana kami
juga turut mempertimbangkan faktor diet, khususnya
konsumsi konsumsi buah dan sayur, sebagai faktor
protektif untuk keparahan AGA; meskipun begitu,
ternyata tidak ada efek protektif dari konsumsi tinggi
buah dan sayur yang tampak pada keparahan AGA
berdasarkan penelitian kami.
 Suplementasi diet juga dianggap dapat menurunkan kerontokan rambut.
Pada penelitian kami, efek protektif tampak pada analisis univariat, namun
efek ini menghilang pada analisis multivariat.
 BMI, merokok, dan obesitas telah secara luas dianggap sebagai penyebab
morbiditas dan mortalitas yang dapat dicegah. Meskipun AGA bukanlah
kondisi yang mengancam jiwa, penyakit ini dapat dijadikan sebagai silent
indikator dari resiko penyakit kronik yang lebih besar, khususnya penyakit
jantung. Penelitian yang dilakukan oleh lotufo dan rekan (2000) meneliti
hubungan antara kebotakan dengan CHD pada kohort retrospektif dari
22071 dokter pria. Dibandingkan dengan pria yang tidak alami rambut
rontok, subjek dengan kebotakan derajat sedang hingga berat memiliki
peningkatan resiko CHD 30% kali lebih besar. Penelitian terbaru juga
menunjukkan bahwa keparahan AGA dapat memprediksi perubahan
pada koroner dan pergeseran arteri pada pria hipertensi yang tidak
diobati.
 Keterbatasan penelitian ini adalah kurangnya data mengenai biopsi kulit
kepala dan biomarker penanda imflmasi dan atau stres oksidatif dengan
merokok, BMI, dan AGA.
 Peningkatan kesadaran publik terhadap berbagai faktor resiko untuk
keparahan AGA dan hubungannya dengan penyakit jantung mungkin
turut berperan dalam mengidentifikasi subjek yang beresiko alami CHD
pada lingkungan dermatologi, ketika tidak ada lagi tanda lain yang
dikeluhkan pasien. terakhir, penurunan paparan terhadap berbagai faktor
ini (seperti BMI dan merokok) dapat bermanfaat tidak hanya untuk
keparahan AGA tapi juga mencegah penyakit jantung.

Anda mungkin juga menyukai