Anda di halaman 1dari 23

Hidrosefalus

By: Wyssie Ika Sari


 Hidrosefalus adalah suatu keadaan patologis otak yang
mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinalis, disebabkan
baik oleh produksi yang berlebihan maupun gangguan absorpsi,
dengan atau disertai tekanan intrakanial yang meninggi sehingga
terjadi pelebaran ruangan-ruangan tempat aliran cairan
serebrospinalis (Darto Suharso,2009)
 Hidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan
bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan
tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran
ventrikel (Darsono, 2005:209). Pelebaran ventrikuler ini akibat
ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan
serebrospinal.
 Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau
kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan
kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan
ubun-ubun (DeVito EE et al, 2007:328).
 Hidrocephalus adalah sebuah kondisi yang disebabkan oleh produksi
yang tidak seimbang dan penyerapan dari cairan cerebrospinal
(CSS) di dalam sistem Ventricular. Ketika produksi CSS lebih besar
dari penyerapan, cairan cerebrospinal mengakumulasi di dalam
sistem Ventricular (nining,2008).

Definisi
A. Hidrosefalus nonkomunikans
 Biasanya diakibatkan obstruksi dalam system
ventrikuler yang mencegah bersikulasinya CSF.
Kondisi tersebut sering dijumpai pada orang lanjut
usia yang berhubungan dengan malformasi
congenital pada system saraf pusat atau diperoleh
dari lesi (space occuping lesion) ataupun bekas
luka.
 Pada klien dewasa dapat terjadi sebagai akibat dari
obstruksi lesi pada system ventricular atau
bentukan jaringan bekas luka didalam system
ventricular. Pada anak – anak dibawah usia 12 –
18 bulan dengan tanda – tanda dan gejala – gejala
kenaikan ICP dapat dikenali. Yaitu garis suturanya
tidak bergabung terdapat pemisahan / separasi
garis sutura dan pembesaran kepala.

Klasifikasi
Sirkulasi cairan cerebrospinal
B. Hidrosefalus komunikans
 Bila tekanan CSS yang meninggi tanpa
penyumbatan sistem untuk mengabsorbsi
CSventrikel. Terjadi karena produksi yang
berlebih/gangguan penyerapan, dapat terjadi
karena fleksus coroidalis neonatus yang
berkembang berlebihan atau villus arachnoid
F terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit
atau malfungsional. Sehingga cairan
tertimbun di dalam ventrikel dan di luar otak.
Dapat terjadi karena perdarahan, meningitis
,infeksi intar kranial.

Klasifikasi
Terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah
satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam
sistem ventrikel dan obstruksi dalam ruang arachnoid.
Penyumbatan di sebabkan :
A. Kelainan bawaan
Stenosis aquaductus sylvi
B. Spina bifida dan kranium bifida
penyumbatan sebagian atau total dari foramen magnum
C. Sindrom dandy walker
atresia kongenital foramen lushca dan megendie
D. Kista araknoid
E. Anomali pembuluh darah
Akibat aneurisma

Etiologi
3. Infeksi
◦ Akibat infeksi dapat timbul perlekatan
meningen shg terjadi obliterasi ruangan
subarachnoid yang mengakibatkan pelebaran
ventrikel.
4. Neoplasma
5. Perdarahan
◦ dapat menyebabkan penyumbatan

Etiologi
1. Perubahan TTV
2. Muntah
3. Perlingkaran kepala
4. Iritabilitas
5. Letargi
6. Kejang
7. Perubahan suara tangis

Manifestasi klinik
1. Kepala membesar 6. Bola mata terdorong
2. Fontanel anterior ke bawah oleh
menonjol tekanan dan
3. Vena pad kulit kepala penipisan tulang
dilatasi dan terlihat suborbita
saat bayi menangis 7. Lemah
4. Terdengar bunyi 8. Mudah terstimulasi
cracked pot 9. Perubahan kesadaran
5. Terdapat sunset sign 10. Ophistotonus
pada bayi (pada mata 11. Spastik pada
yang kelihatan hitam- ekstremitas bawah
hitamnya, kelopak
mata tertarik ke atas)

Masa bayi
1. TIK yang meninggi: muntah, nyeri kepala,
edema pupil (kerusakan saraf otak II)
2. Strabismus (juling)
3. Ataxia (gangguan
koordinasi/keseimbangan)
4. Mudah terstimulasi
5. Letargis
6. Apatis
7. Bingung

Masa kanak-kanak
1. Peningkatan TIK
2. Kerusakan otak
3. Infeksi
4. pembesaran kepala
5. Ekstremitas mengalami kelemahan,
inkoordinasi, sensibilitas kulit menurun
6. Kerusakan jaringan saraf

KOMPLIKASI
 Keluhan utama: dampak penyakit terhadap TIK (muntah,
gelisah, nyeri kepala, letargi, lelah, apatis, penglihatan
ganda, perubahan pupil.
 RPS: infeksi selaput otak dan meningens sebelumnya,
tingkat kesadaran menurun, kejang, muntah, sakit kepala,
wajah tampak kecil, lemah, kelemahan fisik umum,
aku,akumulasi sekret pada saluran nafas, adamya liquor
pada hidung, perubahan perilaku.
 RPD: adanya neoplasma otak, hidrosefalus sebelumnya,
kelainan bawaan pada otak, riwayat infeksi.
 Pengkajian psikososiospiritual:timbul ketakutan akan
kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas, biaya perawatan yg tidak sedikit.

Anamnesis
 Keadaan umum: penurunan kesadaran,
perubahan ttv
 B1 (breathing): (inaktivitas)
 inspeksi: batuk, peningkatan produksi
sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu
nafas, peningkatan frekuensi pernafasan,
pengembangan dada tidak simetris.
 Auskultasi : bunyi nafas tambahan stridor,
ronkhi

 B2 (blood) : nadi cepat dan lemah, bradikardia,


kulit pucat, hipotensi

Pemeriksaan fisik
 B3 (Brain)
 Kepala besar, ubun-ubun besar/ melebar,
tidak menutup pada waktunya, teraba
tegang/ menonjol, dahi tampak melebar
dengan kulit kepala menipis, tegang, dan
mengkilat dengan pelebaran vena kulit
kepala, sutura kepala blm menutup dan
teraba melebar, cracked pot sign, bola
mata terdorong ke bawah, sunset sign.
 Tingkat kesadaran: penurunan tingkat
kesadaran (letargi sampai koma)

Pemeriksaan fisik
 B3 (Brain)
 Pengkajian fungsi serebral:
 Status mental: penampilan, tingkah laku,
gaya bicara, ekspresi wajah, aktivitas
motorik pada dewasa.
 Fungsi intelektual: penurunan memori dan
ingatan, baik jangka pendek dan panjang
 Kerusakan lobus frontal: kerusakan fungsi
kognitif dan efek psikologik (lapang
perhatian terbatas, kesulitan dalam
pemahaman, lupa, kurang motivasi, pada
bayi dan anak tergantung tukem)

Pemeriksaan fisik
 B3 (Brain)
 Pengkajian syaraf kranial:
 N 1:kelainan fungsi penciuman
 N 2: edema pupil
 N 3, 4, 6: midriasis, paralisis otot2 okular, penurunan luas
lapang pandang, stabismus, nistagmus, alis mata dan bulu
mata keatas tetapi tidak bisa melihat keatas
 N 5: penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah dan menetek
 N 7: persepsi pengecapan berubah
 N 8: perubahan fungsi pendengaran
 N 9, 10: kemampuan menelan kurang baik, kesulitan
membuka mulut
 N 11: mobilitas terhambat
 N 12: perubahan pengecapan

Pemeriksaan fisik
 Pengkajian sistem motorik: kelemahan
umum, penurunan tonus otot, penurunan
kekuatan otot, kesulitan dalam berjalan
 Pengkajian reflek: reflek fisiologis pada
sisi yang lumpuh menghilang (fase akut)
 Pengkajian sistem sensorik: kehilangan
sensori, kehilangan propriosepsi, kesulitan
dalam menginterpretasikan stimuli visual,
taktil dan auditorius.

Pemeriksaan fisik
 B4 (Bladder):penurunan jumlah urine,
retensi urine, inkontenensia urine (tahap
lanjut)
 B5 (Bowel):kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual-muntah (fase akut),
konstipasi, inkontenensia alvi (tahap lanjut),
bising usus menurun (ileus paralisis)
 B6 (Bone):mobilitas terganggu (pembesaran
kepala), pucat pada wajah/ membran
mukosa (kadar hb rendah), dekubitus,
sianosis.

Pemeriksaan fisik
 CT SCAN
 MRI
 RONTGEN KEPALA
 PEMERIKSAAN CSS DAN LUMBAL FUNGSI

Pemeriksaan diagnostik
 Tirah baring total
 Observasi GCS dan TTV
 Medikamentosa (antieedema, antibiotika)
 Makanan dan cairan (infus dextrosa untuk
muntah)
 Pembedahan: merusak fleksus koroidalis
dan pemasangan shunt

Penatalaksanaan medis
 Ketidakefektifan perfusi jaringan otak dan perifer
 Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
 Nyeri
 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
 Mual
 Resti cidera
 Hambatan mobilitas fisik
 Ketakutan
 Ansietas
 Kurang pengetahuan
 Resti kerusakan integritas kulit
 Resti infeksi
 Resiko defisit volume cairan dan elektrolit

Masalah keperawatan

Anda mungkin juga menyukai