Kelompok 5:
PENYESUAIAN
ANTIBIOTIK OBAT HERBAL
DOSIS
Cyclosporine A (CS-A)
Dose adjustment :
Cyclosporine dengan GFR < 50 dengan penyesuaian sampai tahap
pemberhentian
(Singh, 2003)
Cyclosporine A (CS-A)
Pembesaran JGA
(Loh and
Bagian ini berfokus pada perubahan glomerular. Baik Cohen, 2009)
cyclosporine A (CNIs pertama yang ada di pasaran)
dan tacrolimus memiliki efek samping toksik dan lesi
histologis yang serupa. Pada tingkat fungsional, CNIs
berinteraksi dengan sistem renin-angiotensin,
menyebabkan vasokonstriksi dan hiperplasia /
hipertrofi aparatus juxtaglomerular (JGA) pada hewan
laboratorium.Efeknya pada JGA manusia kurang jelas,
pembesaran JGA (Gbr. 5) dengan peningkatan jumlah
butiran renin tidak jarang pada allografts ginjal. Glomerular TMA
Manifestasi JGA yang diperbesar adalah penebalan
arteriol aferen dan eferen serta sel-sel lacis yang (Loh and Cohen,
menonjol 2009)
(Loh and Cohen, 2009)
FENITOIN
FENITOIN
Penggunaan :
COX-1 terdapat pada lambung, ginjal dan usus oral, 75-150 mg/hari dalam 2-3 dosis,
sebaiknya setelah makan.
COX-2 terdapat pada makrofag (Sel darah putih),
diinduksi saat inflamasi
(Kusumawati, 2002) (Pionas, 2015)
Produksi prostaglandin berperan penting untuk Inhibitor NSAID & COX-2 dapat mempengaruhi fungsi
menjaga aliran darah ginjal dan melindungi laju ginjal dengan menghalangi produksi prostaglandin
filtrasi glomerulus (GFR) dengan mengurangi autoregulatori, yang mengakibatkan penurunan GFR
resistensi arteri pra-glomerulus (Luciano & yang pada akhirnya dapat mengakibatkan Acute Kidney
Perazella, 2015) Injury (AKI)(Luciano & Perazella, 2015)
Rifampisin
Golongan: antivirus
IV (selama 1 jam):
5 mg/kg bb setiap 8 jam biasanya untuk 5 hari,
digandakan menjadi 10mg/kg bb setiap 8 jam untuk varicella zoster (PIONAS, 2015)
Antivirus: Acyclovyr
Indikasi : untuk mengobati kanker jenis tertentu, mengontrol psoriasis parah atau
pengobatan rheumatoid arthritis
Golongan : antimetabolit
(PIONAS, 2015)
Dosis :
MTX merupakan zat kimia yang bekerja dengan menghambat enzim asam dihidrofolik
reduktase, yang mengkatalisis konversi asam folat menjadi asam folat aktif dari asam
folat, dengan mengikatnya (Widemann dan Peter, 2006)
MTX paling banyak dibersihkan (diekskresi) melalui ginjal dengan kadar sekitar 60 -
90% dosis. MTX dapat menyebabkan kerusakan ginjal (gagal ginjal akut) yang
dimediasi oleh pengendapan MTX dan metabolitnya dalam tubulus ginjal atau melalui
efek toksik langsung MTX pada tubulus ginjal. Pengendapan dalam ginjal dapat
dikurangi dengan hidrasi oral dan alkalinisasi urin (metotreksat adalah asam lemah dan
cenderung presipitasi pada urin PH di bawah 6,0).
Indikasi:
septikemia dan sepsis pada neonatus, meningitis dan infeksi SSP lainnya, pielonefritis dan prostatitis akut,
endokarditis karena Streptococcus viridans atau Streptococcus faecalis (bersama penisilin),pneumonia
nosokomial, terapi tambahan pada meningitis karena listeria. (Pionas,2015)
Dosis:
injeksi intramuskuler, intravena lambat atau infus, 2-5 mg/kg bb/hari (dalam dosis terbagi tiap 8
jam).
injeksi intratekal: 1 mg/hari, dapat dinaikkan sampai 5 mg/hari disertai pemberian intramuskuler 2-4 mg/kg
bb/hari dalam dosis terbagi tiap 8 jam. Profilaksis (Pionas, 2015)
Mekanisme Kerja Aminoglikosida:
Memiliki daya untuk menembus dinding bakteri dan mengikat diri pada ribosom didalam sel. Proses
translasi (RNA dan DNA) diganggu sehingga biosentasa protein terganggu. Untuk menembus dinding
bakteri mencapai ribosom, aminoglikosida yang bermuatan kation positif akan berikatan secara pasif
dengan membran luar dinding bakteri gram negatif yang mengandung muatan negatif (Radigan dkk, 2009)
Mekanisme Aminoglikosida menginduksi Ginjal
Konsentrasi gentamisin yang tinggi pada sel-sel epitel tubulus sehingga gentamisin mengakibatkan proses
nekrosis melalui aktivasi pada mitokondria dengan mengganggu produksi ATP. Mekanisme tersebut
mengganggu rantai pernapasan dan menghasilkan oksidatif stres akibat terjadinya peningkatan anion
superoksida dan hidroksil radikal yang selanjutnya dapat mengakibatkan kematian sel.(Lopez, 2011)
Secara mikroskopik, toksisitas aminoglikosida terhadap ginjal ditunjukkan oleh adanya nekrosis sel-sel epitel
tubulus yang merupakan penyebab utama terjadinya gangguan fungsi ginjal. Penelitian pada tikus Wistar
yang diinduksi gentamisin memperlihatkan perubahan morfologik ginjal berupa apoptosis sel-sel epitel
tubulus, robeknya membran basalis, proliferasi selsel mesangial, dan menyempitnya ruang Bowman.(Hewitt
WR, 1991)
Nefrotoksisitas ringan dan reversibel dapat terjadi pada 5-25% pasien yang menggunakan obat ini selama 3-
5 hari. Beratnya nefrotoksisitas berhubungan dengan kadar obat yang tinggi dalam plasma. Insiden gagal
ginjal akut disebabkan karena nefrotoksisitas sebesar 15%. Diperkirakan 10 % dari semua kasus gagal ginjal
akut disebabkan karena penggunaan antibiotik aminoglikosida. (De Souza, 2009)
(JHA, 2010).
Asam Aristolochic
● Asam aristholochic ditemukan pada akar, batang, daun, dan buah dari tanaman
Aristholocia dan Asarum genera.
● Laporan kasus muncul dari wanita di Belgia yang mengonsumsi AA sebagai suplemen
penurun berat badan, mengalami gagal ginjal yang berkembang pesat berupa nefritis
tubulointerstitial yang terbukti dengan biopsi. Sebelumya, tidak ada wanita yang
memiliki riwayat penyakit ginjal.
● Konstituen utama Aristolochia adalah asam aristolochic. Beberapa berspekulasi bahwa
asam aristolochic juga dapat dikaitkan dengan Balkan nefropati endemik, meskipun
hubungan yang pasti masih belum terbukti. Selain itu, paparan asam aristolochic
meningkatkan risiko keganasan urothelial.
● Para peneliti menyimpulkan bahwa paparan kumulatif terhadap 200 g asam aristolochic
secara signifikan meningkatkan risiko keganasan selaput otak.
(Gabardi, et al., 2007).
(JHA, 2010).
Mekanisme
● Mekanisme pasti nefrotoksisitas dan karsinogenesis akibat AA tidak sepenuhnya ditentukan.
Sebagian besar kasus kanker telah dicatat pada pasien dengan AAN, tetapi laporan kasus dari tumor
yang diinduksi AA pada individu tanpa penyakit ginjal menunjukkan bahwa mungkin ada pemisahan
antara efek tumorigenik dan nefrotoksik dari AA.
● Injeksi AA secara intraperitoneal pada kelinci dalam dosis 0,1 mg / kg selama 17–21 bulan
menyebabkan fibrosis interstitial ginjal hiposeluler yang berat, atipia urothelial, dan tumor. Pada Tikus
Wistar, pemberian harian 10 mg / kg AA menginduksi gagal ginjal dengan fibrosis interstitial dan
karsinoma urothelial papiler setelah 35 hari pengobatan.
● Telah dikemukakan bahwa nefrotoksisitas adalah efek langsung AA sedangkan karsinogenesis
membutuhkan konversi metabolik AA menjadi spesies yang bereaksi dengan DNA. 'Aduksi DNA' ini
bertahan selama bertahun-tahun setelah penghentian konsumsi AA dan kehadiran mereka dapat
digunakan untuk mengkonfirmasi peran etiologis AA.
(JHA, 2010).
1. Menghitung EGFR/ClCr
a. Persamaan Cockcroft and Gault
Freire KM, Bresolin NL, Farah AC, Carvalho FL, Góes JE. 2010.Acute kidney injury in children: incidence and prognostic factors in critical ill
patients. Rev Bras Ter Intensiva. .22: 166-174
Gabardi, S., Munz, K., and Ulbricht, C. 2007. A Review of Dietary Supplement–Induced Renal Dysfunction. Clinical Journal American Society of
Nephrology, 2: 757–765. doi: 10.2215/CJN.00500107.
Daftar Pustaka
Ghane Shahrbaf F and Assadi F. 2015. Drug-Induced Renal Disorders. J Renal Inj Prev. 4(3): 57-60.
Hewitt WR, Goldstein RS, Hook JB. Toxic responses of the kidney. In: Amdes MO, Doull J, Klaassen CD, editors. 1991.Casarett and Doull’s
Toxicology The Basic Science of Poisons. (Fourth Edition). New York: Mc. Graw Hill, Inc., p.334-79
JHA, V. 2010. Herbal Medicines and Chronic Kidney Disease. Nephrology, 15: 10-17. doi:10.1111/j.1440-1797.2010.01305.x. Available online at
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/pdf/10.1111/j.1440-1797.2010.01305.x.
Kusumawati W. 2002. Penghambat Siklooksigenase-2: Obat Analgesik Anti Inflamasi Non-Steroidal Drugs (NSAIDs). Mutiara
Medika. Vol 2 No 1.
Loh, Alwin HL and Arthur H Cohen. 2009. Drug-induced Kidney Disease – Pathology and Current Concepts. Annals Academy of
Medicine. Vol. 38 No. 3
Lopez-Novoa JM, Yaremi Q, Vicente L, Morales AI, Lopez-Hernandez FJ. 2011. New Insights into the mechanism of
aminoglycoside nephrotoxicity: an integrative point of view. Kidney International79:33-45
Daftar Pustaka
Luciana R, Perazella MA (2015): NSAIDs: acute kidney injury (acute renal failure). In: UpToDate, Basow, DS
Meulen JVD, Jong GMTD, Westenend JP. 2009. Acute intertitial nephritis during rifampicin theraphy can be a paradoxical response. BMC
Nephrology. 2(4): 1-3.
Miller G, Myers GL, Ashwood ER, Killeen AA, Wang E, Thienpont LM, et al. 2005. Creatinine measurement. Arch Pathol Lab Med. ; 129:
297-304.
Min HK, Kim EO, Lee SJ, Chang YK, Suh SY ,Yang CW, Kim SY, Hwang HS. 2013. Rifampin- associated tubulointersititial nephritis and
Fanconi syndrome presenting as hypokalemic paralysis. BMC Nephrology. 13(14):1-5.
Pazhayattil, G. Shirali, A. 2014. Drug-induced impairment of renal function. International Journal of Nephrology and Renovascular Disease. 7: 457-468.
Pionas, 2015. Acyclovir. Tersedia online di http://pionas.pom.go.id/monografi/asiklovir [diakses pada tanggal 26 Maret 2019}.
Pionas, 2015. Gentamisin. Tersedia online di http://pionas.pom.go.id/monografi/gentamisin [diakses pada tanggal 26 maret 2019].
Pizzo, P., dan Poplack, D. 2002. Principles and Practice of Pediatric Oncology. 4th ed. Philadelphia, Pennsylvania: Lippincott Williams & Wilkins
Sheth KJ, Casper JT, Good TA. 1977. Interstitial nephritis due to phenytoin hypersensitivity. J Pediatr. 91: 438-441.
Toussaint, N. 2012. Screening for early chronic kidney disease. The CARI guidelines. Australia: Saunder; p.30-55.
Usman, A., dan Zebua, N. F. 2017. Rancang Bangun Aplikasi Penetapan Dosis Obat Individual Menggunakan Pemrograman Visual Basic.Net
Berdasarkan Perhitungan Data Farmakokinetika. Jurnal dan Penelitian Teknik Informatika, Vol. 2 No. 2; 44-48.
Widemann,B.C., dan Peter C. A., 2006. Understanding and managing Methotrexate Nephrotoxicity. The Oncologist. vol.11 (6) : 694-703
Wilson, C.B. 1989. Study of the immunopathogenesis of tubulointerstitial nephritis using model systems.Kidney Int. 35: 938–953