INHALASI ANESTESI
Disusun Oleh :
Ali Subekti
G1A218022
Pembimbing :
dr. Andy Hutariyus.Sp. An
Dalamnya anestesi bergantung pada kadar anestetik di sistem saraf pusat, dan kadar
ini ditentukan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi transfer anestetik dari alveoli
paru ke darah dan dari darah ke jaringan otak.
Tetapi, bila ventilasi alveoli terganggu, misalnya pada emfisema paru, pemindahan
anestetik akan terganggu pula.
Factor yang menentukan kecepatan transfer anestetik di jaringan otak
ditentukan oleh:
Kelarutan zat anestetik
Kadar anestetik dalam udara yang dihirup pasien (tekanan parsial
anestetik)
Ventilasi paru
Aliran darah paru
Perbedaan antara tekanan parsial anestetik di darah arteri dan di
darah vena
Tekanan Parsial
Anestetik yang sukar larut (N2O, desfluran, dan sevofluran) koefisien partisinya
sangat rendah, sedangkan koefisien partisi dietileter dan metoksifluran yang
mudah larut, sangat tinggi.
Ketika berdifusi dalam darah, anestetik yang sukar larut, hanya membutuhkan
sedikit molekul untuk menaikkan tekanan parsialnya sehingga tekanan parsial
gas di dalam darah segera naik dan induksi anesthesia terjadi lebih cepat.
2. Kadar anestetik dalam udara inspirasi
Tekanan parsial N2O dalam arteri mencapai 90% tekanan parsial dalam udara
yang dihirup setelah 20 menit, sedangkan untuk eter dicapai sesudah 20jam.
Untuk mempercepat induksi, anestetik yang tingkat kelarutannya
sedang (enfluran, isofluran, halotan) dikombinasikan dengan
anestetik yang sukar larut (N2O) dengan cara meninggikan dulu
tekanan parsial dalam udara yang dihirup.
Darah vena yang kembali ke paru mengandung anestetik yang lebih sedikit
daripada darah arteri.
Di otak, jantung, hati, ginjal yang perfusinya sangat baik, kadar anestetik
awal dalam darah vena rendah sekali sehingga perbedaan kadar
anestetik dalam arteri vena sangat besar, makan keseimbangan kadar
anestetik dalam darah arteri akan tercapai dengan lambat.
Farmakodinamik
Dasar dari terjadinya stadium anesthesia adalah adanya perbedaan
kepekaaan berbagai bagian SSP terhadap anestetik.
Sel-sel substantia gelatinosa di kornu dorsalis medulla spinalis peka sekali
terhadap anestetik.
Penurunan aktivitas neuron di daerah ini menghambat transmisi sensorik
dari rangsang nosiseptik, inilah yang menyebabkan terjadinya tahap
analgesia.
Stadium II terjadi akibat aktivitas neuron yang kompleks pada kadar anestetik
yang lebih tinggi di otak.
Selanjutnya, depresi hebat pada jalur naik di system aktivasi reticular dan
penekanan aktivitas reflex spinal menyebabkan pasien masuk ke stadium III.
Neuron di pusat napas dan pusat vasomotor relative tidak peka terhadap
anestesi kecuali pada kadar yang sangat tinggi.
Apa yang menyebabkan perbedaan kepekaan berbagai bagian SSP ini masih
perlu diteliti.
Konsenterasi Alveolar Minimum
Konsentrasi alveolar minimum atau minimum alveolar concentration (MAC) anestetik inhalasi
adalah konsentrasi alveolar yang dapat menghambat gerakan pada 50% pasien terhadap
stimulus standar seperti insisi bedah.
MAC merupakan ukuran yang berguna karena merefleksikan tekanan parsial anestetik di
otak, sehingga dapat membandingkan secara langsung potensi setiap anestetik sekaligus
memberikan standar baku untuk penelitian.
Meskipun demikian, nilai MAC tetap saja hanya merupakan angka statistikal belaka pada
saat menangani pasien; masing-masing pasien merupakan individu yang unik dan oleh
karena itu memerlukan pendekatan yang bersifat individual pula, misalnya pada saat
menentukan dosis induksi.
Berbagai sifat anestesi inhalasi
Berdasarkan kemasannya, obat anestesia umum inhalasi ada 2 macam,
yaitu :
1. Obat anestesia umum inhalasi yang berupa cairan yang mudah menguap
A.Derivat halogen hidrokarbon.
(Halothan,Trikhloroetilen,Khloroform )
B.Derivat eter.
(Dietil eter,Metoksifluran,Enfluran,Isofluran )
Dosis untuk induksi inhalasi adalah 2-4%, anak1.5 – 2%. Pada induksi inhalasi kedalaman
yang cukup terjadi setelah 10 menit. pemeliharaan adalah 1 – 2%, anak 0.5 – 2%. Waktu
pulih sadar sekitar 10 menit setelah obat dihentikan.
Obat anestesi inhalasi di absorbsi di paru, setelah itu di distribusikan ke seluruh tubuh.
METABOLISME
Metabolism obat anestesi inhalasi secara oksidasi dan reduksi
di dalam reticulum endoplasma hepar.
ELIMINASI
Eliminasi sebagian besar secara ekshalasi lewat paru,
sebagian kecil melalui urin. Hasil metabolism sebagian besar
diekskresi lewat urin sebagian kecil diekskresi lewat paru.
EFEK FARMAKOLOGI
Terhadap SSP
Menimbulkan depresi pada SSP di semua komponen otak. Depresi pusat
kesadaran menimbulkan hipnotik, depresi pada pusat sensorik menimbulkan
khasiat analgesia dan depresi pada pusat motorik menimbulkan kelemahan
otot.
Terhadap pembuluh darah otak menyebabkan vasodilatasi, sehingga aliran
darah otak meningkat, oleh karena itu tidak dipilih untuk anestesi pada
kraniotomi. Peningkatan tekanan intracranial dapat diturunkan dengan
hiperventilasi.
Terhadap sistem KV
Tergantung dosis, tekanan darah menurun akibat depresi pada otot jantung,
makin tinggi dosisnya depresi makin berat. Pada bayi, halotan menurunkan
curah jantung.
Halotan dapat menyebabkan Ventrikel Ekstra Sistole (VES), Ventrikel
Takikardia (VT) dan Ventrikel Fibrilasi (VF).
Terhadap sistem respirasi
Pada konsentrasi tinggi, menimbulkan depresi pusat nafas, sehingga pola
nafas menjadi cepat dan dangkal.
Terhadap ginjal
Halotan pada dosis lazim secara langsung akan
menurunkan aliran darah ke ginjal dan laju filtrasi
glomerulus.
Terhadap hati
Pada konsentrasi 1,5 vol%, halotan akan menurunkan
aliran darah pada lobules sentral hati sampai 25-30%.
PENGGUNAAN KLINIK
EFEK FARMAKOLOGIK
Terhadap SSP
Pada dosis tinggi menimbulkan “twitching” (tonik-klonik) pada otot muka dan
anggota gerak. Hal ini terutama dapat terjadi bila pasien mengalami
hipokapnia.
Terhadap respirasi
Pada system respirasi tidak meningkatkan sekresi bronchial dan ludah, tidak
meningkatkan iritabilitas faring dan laring.
Terhadap ginjal
Enfluran menurunkan aliran darah ginjal, menurunkan laju filtrasi glomerolus
dan akhirnya menurunkan diuresis.
Terhadap system KV
Enfluran menimbulkan depresi kontraktilitas miokard, disritmia jarang terjadi,
tidak meningkatkan sensitifitas miokard terhadap katekolamin. Hipotensi
dapat terjadi akibat menurunnya curah jantung.
Terhadap hati
Terjadi gangguan fungsi hati yang ringan setelah pemakaian enfluran
yang sifatnya reversible.
Terhadap uterus
Menimbulkan depresi tonus otot uterus, namun respon uterus terhadap
oksitosin tetap baik selama dosis enfluran rendah.
Terhadap otot
Meningkatkan relaksasi, tapi untuk laparotomi masih perlu
penambahan pelumpuh otot.
Isofluran
Isofluran adalah obat anestesi isomer dari enfluran, merupakan cairan
tidak berwarna dan berbau tajam, menimbulkan iritasi jalan nafas jika
dipakai dengan konsentrasi tinggi menggunakan sungkup muka.
Tidak mudah terbakar, tidak terpengaruh cahaya dan proses induksi dan
pemulihannya relatif cepat dibandingkan dengan obat-obat anestesi
inhalasi yang ada pada saat ini tapi masih lebih lambat dibandingkan
dengan sevofluran.
DOSIS
- Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 2-
3% bersamasama dengan N2O.
- Pada pasien yang mendapat anestesi isofluran kurang dari 1 jam akan
sadar kembali sekitar 7 menit setelah obat dihentikan. Sedangkan pada
tindakan 5-6jam, kembali sadar sekitar 11 menit setelah obat dihentikan.
EFEK FARMAKOLOGI
Terhadap system KV
Menurunkan resistensi vascular sistemik, menyebabkan turunnya tekanan
darah.
Peningkatan konsentrasi desfluran dengan cepat menyebabkan
peningkatan tekanan darah, laju jantung, dan katekolamin.
Keadaan ini bisa dikurangi dengan memberikan klonidin, fentanil, atau
esmolol. Desfluran tidak meningkatkan aliran darah koroner.
Terhadap sistem respirasi
Menyebabkan menurunnya volume tidal dan meningkatnya frekuensi nafas
sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan CO2.
PENGGUNAAN KLINIK
Paling sedikit 20%atau 30% oksigen harus diberikan sebagai campuran, karena
konsentrasi N2O lebih besar dari 70-80% dapat menyebabkan hipoksia.
koefisien partisi darah / gas yang rendah, efek anagesi pada konsentrasi
subanestetik, kecilnya efek kardiovaskuler, toksisitasnya minimal dan tidak
mengiritasi jalan napas sehingga ditoleransi baik untuk induksi dengan masker.
Pemberian N2O akan menyebabkan peningkatan konsentrasi alveolar dari zat anestesi lain
dengan cepat, oleh karana sifat “efek gas kedua” dan “efek konsentrasi” dari N2O.
Efek konsentrasi terjadi saat gas diberikan dengan konsentrasi tinggi. Semakin tinggi konsentrasi
gas diinhalasi, maka semakin cepat peningkatan tekanan arterial gas tersebut.
Seorang pasien menerima 70-75% N2O akan menyerap sampai 1.000 ml/menit N2O saat fase
awal induksi. Pemindahan volume N2O dari paru ke darah, menyebabkan aliran gas segar seperti
disedot masuk dari mesin anestesi ke dalam paru-paru, sehingga meningkatkan laju gas lain.
MAC bangun N2O adalah 65% diatas konsentrasi tersebut pasien tidak sadar atau lupa terhadap
tindakan pembedahan. Analgesia yang dihasilakan oleh 50% N2O kira-kira sama dengan 10 mg
morfin.
Efek Farmakologi
Terhadap sistem saraf pusat
Analgesia dan tidak mempunyai khasiat hipnotik. Khasiat analgesianya relatif
lemah akibat kombinasinya dengan oksigen.
Pada konsentrasi 25% N2O menyebabkan sedasi ringan. Peningkatan
konsentrasi menyebabkan penurunan sensasi perasaan khusus seperti
ketajaman, penglihatan, pendengaran, rasa, bau dan diikuti penurunan respon
sensasi somatik seperti sentuhan, temperatur, tekanan dan nyeri.
Penurunan perasaan membuat agen ini cocok untuk induksi sebelum
pemberian agen lain yang lebih iritatif. N2O menghasilkan analgesi sesuai
besarrnya dosis. N2O 50% efek analgesinya sama dengan morfin 10 mg.
Terhadap sitem kardiovaskuler
Depresi ringan kontraktilitas miokard terjadi pada rasio N2O : O2 = 80% : 20%.
N2O tidak menyebabkan perubahan laju jantung dan curah jantung secara
langsung. Tekanan darah tetap stabil dengan sedikit penurunan yang tidak
bermakna.
Terhadap sistem respirasi
pengaruh terhadap sistem pernapasan minimal. N2O tidak mengiritasi epitel paru
sehingga dapat diberikan pada pasien dengan asma tanpa meningkatkan
resiko terjadinya spasme bronkus.
Terhadap sistem gastrointestinal
N2O tidak mempengaruhi tonus dan motilitas saluran cerna. Distensi
dapat terjadi akibat masuknya N2O ke dalam lumen usus. Pada
gangguan fungsi hepar, N2O tetap dapat digunakan.
Terhadap ginjal
N2O tidak mempunyai pengaruh yang signifikan pada ginjal maupun
pada komposisi urin.
KESIMPULAN
Faktor yang mempengaruhi kecepatan transfer anestesik jaringan ke otak
ditentukan oleh :
(1) kelarutan zat anestetik,
(2) kadar anestetik dalam udara yang dihirup oleh pasien atau disebut
tekanan parsial anestetik,
(3) ventilasi paru,
(4) aliran darah paru ,
(5) perbedaan antara tekanan parsial anestetik di darah arteri dan di
darah vena.
Anestesia inhalasi yang sempurana adalah yang:
(a) masa induksi dan masa pemulihannya singkat dan nyaman,
(b) peralihan stadium anestesinya terjadi cepat,
(c) relaksasi ototnya sempurna,
(d) berlangsung cukup aman
(e) tidak menimbulkan efek toksik atau efek samping yang berat dalam dosis
anestetik yang lazim.