Anda di halaman 1dari 45

CLINICAL SCIENCE SESSION

INHALASI ANESTESI
Disusun Oleh :
Ali Subekti
G1A218022
Pembimbing :
dr. Andy Hutariyus.Sp. An

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ILMU ANESTESI RSUD RD MATTAHER JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
PENDAHULUAN
 Istilah anestesi dimunculkan pertama kali oleh dokter Oliver Wendell
Holmes (1809-1894) berkebangsaan Amerika, diturunkan dari dua kata
Yunani : An berarti tidak, dan Aesthesis berarti rasa atau sensasi nyeri.

 Anestesi ialah keadaan hilangnya rasa terhadap suatu rangsangan.


Pemberian anestetikum dilakukan untuk mengurangi dan menghilangkan
rasa nyeri baik disertai atau tanpa disertai hilangnya kesadaran.

 Obat-obatan anestesi inhalasi adalah obat-obat anesthesia yang berupa


gas atau cairan mudah menguap, yang diberikan melalui pernapasan
pasien.
TINJAUAN PUSTAKA
Farmasi Klinik Anestesi Inhalasi
 Farmakologi obat dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu farmakokinetik dan
farmakodinamik.
 1.Farmakodinamik dapat diartikan dengan apa yang dilakukan obat
terhadap tubuh. Termasuk di dalamnya efek yang diingikan dan efek samping
dari obat, serta perubahan di tingkat molekul dan sel untuk mencapai efek
tersebut.
 2.Farmakokinetik adalah apa yang dilakukan tubuh terhadap obat, yang
meliputi bagaimana perjalanan obat, bagaimana obat ini bertransformasi,
dan mekanisme seluler dan molekuler yang mendasari proses ini.
Farmakokinetik

 Dalamnya anestesi bergantung pada kadar anestetik di sistem saraf pusat, dan kadar
ini ditentukan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi transfer anestetik dari alveoli
paru ke darah dan dari darah ke jaringan otak.

 Kecepatan induksi bergantung pada kecepatan dicapainya kadar efektif zat


anestetik di otak, begitu pula masa pemulihan setelah pemberian obat dihentikan.
Membrane alveoli dengan mudah dapat dilewati zat anestetik secara difusi dari
alveoli ke aliran darah dan sebaliknya.

 Tetapi, bila ventilasi alveoli terganggu, misalnya pada emfisema paru, pemindahan
anestetik akan terganggu pula.
Factor yang menentukan kecepatan transfer anestetik di jaringan otak
ditentukan oleh:
 Kelarutan zat anestetik
 Kadar anestetik dalam udara yang dihirup pasien (tekanan parsial
anestetik)
 Ventilasi paru
 Aliran darah paru
 Perbedaan antara tekanan parsial anestetik di darah arteri dan di
darah vena
Tekanan Parsial

 Tekanan parsial adalah proporsi yang menggambarkan kadar suatu gas


yang berada dalam suatu campuran gas, misalnya kadar anestetik inhalasi
dalam campuran gas yang dihirup oleh pasien (udara inspirasi).

 Tekanan parsial suatu anestetik dalam udara inspirasi dapat diatur


besarnya dengan suatu vaporizer atau alat lainnya.
1. Kelarutan anestetik dalam darah

 Kelarutan ini dinyatakan sebagai koefisien partisi darah/gas (ƛ), yaitu


perbandingan antara kadar anestetik dalam darah dengan kadarnya dalam
udara inspirasi pada saat dicapai keseimbangan.

 Anestetik yang sukar larut (N2O, desfluran, dan sevofluran) koefisien partisinya
sangat rendah, sedangkan koefisien partisi dietileter dan metoksifluran yang
mudah larut, sangat tinggi.

 Ketika berdifusi dalam darah, anestetik yang sukar larut, hanya membutuhkan
sedikit molekul untuk menaikkan tekanan parsialnya sehingga tekanan parsial
gas di dalam darah segera naik dan induksi anesthesia terjadi lebih cepat.
2. Kadar anestetik dalam udara inspirasi

 Kadar anestetik dalam campuran gas yang dihirup menentukan tekanan


maksimum yang dicapai di alveoli maupun kecepatan naiknya tekanan parsial
di arteri.

 Kadar anestetik yang tinggi akan mempercepat transfer anestetik ke darah,


sehingga akan meningkatkan kecepatan induksi anesthesia.

 Tekanan parsial N2O dalam arteri mencapai 90% tekanan parsial dalam udara
yang dihirup setelah 20 menit, sedangkan untuk eter dicapai sesudah 20jam.
 Untuk mempercepat induksi, anestetik yang tingkat kelarutannya
sedang (enfluran, isofluran, halotan) dikombinasikan dengan
anestetik yang sukar larut (N2O) dengan cara meninggikan dulu
tekanan parsial dalam udara yang dihirup.

 Setelah induksi dicapai, tekanan parsial dalam udara inspirasi


diturunkan untuk mempertahankan anesthesia.
3. Ventilasi paru
 Hiperventilasi mempercepat masuknya gas anestesi ke sirkulasi dan jaringan, tetapi
hal ini hanya nyata pada anestetik yang mudah larut dalam darah (halotan,
dietileter).

4. Kecepatan aliran darah paru


 Bertambah cepat aliran darah paru bertambah cepat pula pemindahan anestetik
dari udara inspirasi ke darah.
 Namun, hal itu akan memperlambat peningkatan tekanan darah arteri sehingga
induksi anesthesia akan lebih lambat khususnya oleh anegestik dengan tingkat
kelarutan sedang dan tinggi, misalnya halotan dan isofluran.
5. Perbedaan tekanan parsial anestetik dalam arteri dan vena

 Perbedaan kadar anestetik di darah arteri dan vena terutama bergantung


pada ambilan anestetik oleh jaringan.

 Darah vena yang kembali ke paru mengandung anestetik yang lebih sedikit
daripada darah arteri.

 Semakin besar perbedaan kadar anestetik, maka keseimbangan dalam


jaringan otak akan semakin lama tercapai.
 Tekanan parsial dalam jaringan juga meningkat bertahap sampai
dicapai keseimbangan. Pada fase induksi, perbedaan kadar arteri-vena
sangat dipengaruhi oleh banyaknya perfusi suatu jaringan.

 Di otak, jantung, hati, ginjal yang perfusinya sangat baik, kadar anestetik
awal dalam darah vena rendah sekali sehingga perbedaan kadar
anestetik dalam arteri vena sangat besar, makan keseimbangan kadar
anestetik dalam darah arteri akan tercapai dengan lambat.
Farmakodinamik
 Dasar dari terjadinya stadium anesthesia adalah adanya perbedaan
kepekaaan berbagai bagian SSP terhadap anestetik.
 Sel-sel substantia gelatinosa di kornu dorsalis medulla spinalis peka sekali
terhadap anestetik.
 Penurunan aktivitas neuron di daerah ini menghambat transmisi sensorik
dari rangsang nosiseptik, inilah yang menyebabkan terjadinya tahap
analgesia.
 Stadium II terjadi akibat aktivitas neuron yang kompleks pada kadar anestetik
yang lebih tinggi di otak.

 Aktifitas ini antara lain berupa penghambatan berbagai neuron inhibisi


bersamaan dengan dipermudahnya penglepasan neurotransmitter eksitasi.

 Selanjutnya, depresi hebat pada jalur naik di system aktivasi reticular dan
penekanan aktivitas reflex spinal menyebabkan pasien masuk ke stadium III.

 Neuron di pusat napas dan pusat vasomotor relative tidak peka terhadap
anestesi kecuali pada kadar yang sangat tinggi.

 Apa yang menyebabkan perbedaan kepekaan berbagai bagian SSP ini masih
perlu diteliti.
Konsenterasi Alveolar Minimum
 Konsentrasi alveolar minimum atau minimum alveolar concentration (MAC) anestetik inhalasi
adalah konsentrasi alveolar yang dapat menghambat gerakan pada 50% pasien terhadap
stimulus standar seperti insisi bedah.

 MAC merupakan ukuran yang berguna karena merefleksikan tekanan parsial anestetik di
otak, sehingga dapat membandingkan secara langsung potensi setiap anestetik sekaligus
memberikan standar baku untuk penelitian.

 Meskipun demikian, nilai MAC tetap saja hanya merupakan angka statistikal belaka pada
saat menangani pasien; masing-masing pasien merupakan individu yang unik dan oleh
karena itu memerlukan pendekatan yang bersifat individual pula, misalnya pada saat
menentukan dosis induksi.
Berbagai sifat anestesi inhalasi
Berdasarkan kemasannya, obat anestesia umum inhalasi ada 2 macam,
yaitu :

1. Obat anestesia umum inhalasi yang berupa cairan yang mudah menguap
A.Derivat halogen hidrokarbon.
 (Halothan,Trikhloroetilen,Khloroform )
B.Derivat eter.
 (Dietil eter,Metoksifluran,Enfluran,Isofluran )

2. Obat anestesia umum yang berupa gas


 (Nitrous oksida (N2O),Siklopropan )
Halotan
 Halotan berbentuk cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar dan
tidak mudah meledak meskipun dicampur dengan oksigen, tidak iritatif dan mudah
rusak bila terkena cahaya, tetapi stabil disimpan memakai botol warna gelap.

 Dosis untuk induksi inhalasi adalah 2-4%, anak1.5 – 2%. Pada induksi inhalasi kedalaman
yang cukup terjadi setelah 10 menit. pemeliharaan adalah 1 – 2%, anak 0.5 – 2%. Waktu
pulih sadar sekitar 10 menit setelah obat dihentikan.

 Obat anestesi inhalasi di absorbsi di paru, setelah itu di distribusikan ke seluruh tubuh.
METABOLISME
 Metabolism obat anestesi inhalasi secara oksidasi dan reduksi
di dalam reticulum endoplasma hepar.
ELIMINASI
 Eliminasi sebagian besar secara ekshalasi lewat paru,
sebagian kecil melalui urin. Hasil metabolism sebagian besar
diekskresi lewat urin sebagian kecil diekskresi lewat paru.
EFEK FARMAKOLOGI
 Terhadap SSP
Menimbulkan depresi pada SSP di semua komponen otak. Depresi pusat
kesadaran menimbulkan hipnotik, depresi pada pusat sensorik menimbulkan
khasiat analgesia dan depresi pada pusat motorik menimbulkan kelemahan
otot.
 Terhadap pembuluh darah otak menyebabkan vasodilatasi, sehingga aliran
darah otak meningkat, oleh karena itu tidak dipilih untuk anestesi pada
kraniotomi. Peningkatan tekanan intracranial dapat diturunkan dengan
hiperventilasi.
Terhadap sistem KV
 Tergantung dosis, tekanan darah menurun akibat depresi pada otot jantung,
makin tinggi dosisnya depresi makin berat. Pada bayi, halotan menurunkan
curah jantung.
 Halotan dapat menyebabkan Ventrikel Ekstra Sistole (VES), Ventrikel
Takikardia (VT) dan Ventrikel Fibrilasi (VF).
Terhadap sistem respirasi
 Pada konsentrasi tinggi, menimbulkan depresi pusat nafas, sehingga pola
nafas menjadi cepat dan dangkal.
Terhadap ginjal
 Halotan pada dosis lazim secara langsung akan
menurunkan aliran darah ke ginjal dan laju filtrasi
glomerulus.
Terhadap hati
 Pada konsentrasi 1,5 vol%, halotan akan menurunkan
aliran darah pada lobules sentral hati sampai 25-30%.
PENGGUNAAN KLINIK

 Halotan digunakan terutama sebagai komponen hipnotik


dalam pemeliharaan anestesia umum.

 Disamping efek hipnotik, halotan juga mempunyai efek


analgetik ringan dan relaksasi otot ringan.

 Pada bayi dan anak-anak yang tidak kooperatif, halotan


digunakan untuk induksi bersama-sama dengan N2O secara
inhalasi.
Enfluran
 Enfluran adalah obat anestesi inhalasi yang bebentuk cair, tidak
mudah terbakar, tidak berwarna, tidak iritatif, lebih stabil
dibandingkan halotan,.
 induksi lebih cepat dibanding halotan, tidak terpengaruh cahaya
dan tidak bereaksi dengan logam
DOSIS
 Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi
adalah 2-3% bersama dengan N2O.
 Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan, konsentrasinya
berkisar antara 1- 2,5%, sedangkan untuk nafas kendali berkisar
antara 0,5-1%.
ABSORBSI DAN DISTRIBUSI
 Setelah diabsorbsi dari paru ke dalam darah, enfluran akan didistribusikan ke
seluruh tubuh. Kelarutan enfluran dalam lemak lebih rendah dibandingkan
halotan. Ekskresi melalui paru dan sebagian kecil melalui urin.

EFEK FARMAKOLOGIK
 Terhadap SSP
Pada dosis tinggi menimbulkan “twitching” (tonik-klonik) pada otot muka dan
anggota gerak. Hal ini terutama dapat terjadi bila pasien mengalami
hipokapnia.
 Terhadap respirasi
Pada system respirasi tidak meningkatkan sekresi bronchial dan ludah, tidak
meningkatkan iritabilitas faring dan laring.
 Terhadap ginjal
Enfluran menurunkan aliran darah ginjal, menurunkan laju filtrasi glomerolus
dan akhirnya menurunkan diuresis.
 Terhadap system KV
Enfluran menimbulkan depresi kontraktilitas miokard, disritmia jarang terjadi,
tidak meningkatkan sensitifitas miokard terhadap katekolamin. Hipotensi
dapat terjadi akibat menurunnya curah jantung.
 Terhadap hati
Terjadi gangguan fungsi hati yang ringan setelah pemakaian enfluran
yang sifatnya reversible.
 Terhadap uterus
Menimbulkan depresi tonus otot uterus, namun respon uterus terhadap
oksitosin tetap baik selama dosis enfluran rendah.
 Terhadap otot
Meningkatkan relaksasi, tapi untuk laparotomi masih perlu
penambahan pelumpuh otot.
Isofluran
 Isofluran adalah obat anestesi isomer dari enfluran, merupakan cairan
tidak berwarna dan berbau tajam, menimbulkan iritasi jalan nafas jika
dipakai dengan konsentrasi tinggi menggunakan sungkup muka.

 Tidak mudah terbakar, tidak terpengaruh cahaya dan proses induksi dan
pemulihannya relatif cepat dibandingkan dengan obat-obat anestesi
inhalasi yang ada pada saat ini tapi masih lebih lambat dibandingkan
dengan sevofluran.
DOSIS
- Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 2-
3% bersamasama dengan N2O.

- Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan konsentrasinya berkisar


antara 1-2,5%, sedangkan untuk nafas kendali berkisar antara 0,5-1%.

- Pada pasien yang mendapat anestesi isofluran kurang dari 1 jam akan
sadar kembali sekitar 7 menit setelah obat dihentikan. Sedangkan pada
tindakan 5-6jam, kembali sadar sekitar 11 menit setelah obat dihentikan.
EFEK FARMAKOLOGI

 Terhadap sistem saraf pusat


Efek depresinya terhadap SSP sesuai dengan dosis yang diberikan. Isofluran
tidak menimbulkan kelainan EEG seperti yang ditimbulkan oleh enfluran.
 Terhadap sistem kardiovaskuler
Efek depresinya pada otot jantung dan pembuluh darah lebih ringan
dibanding dengan obat anesetesi volatil yang lain
 Terhadap sistem respirasi
Isofluran juga menimbulkan depresi pernafasan yang derajatnya
sebanding dengan dosis yang diberikan.
Terhadap otot rangka
 Menurunkan tonus otot rangka melalui mekanisme depresi pusat motorik
pada serebrum, sehingga dengan demikian berpotensiasi dengan obat
pelumpuh otot non depolarisasi
Terhadap ginjal
 Pada dosis anestesi, isofluran menurunkan aliran darah ginjal dan laju fitrasi
glomerulus sehingga produksi urin berkurang, akan tetapi masih dalam
batas normal. Toksisitas pada ginjal tidak terjadi.
Sevofluran
 Dikemas dalam bentuk cairan, tidak berwarna, tidak eksplosif, tidak berbau,
dan tidak terlihat adanya degradasi sevofluran dengan asam kuat atau panas.
 Obat ini tidak bersifat iritatif terhadap jalan nafas sehingga baik untuk induksi
inhalasi.
 Proses induksi dan pemulihannya paling cepat dibandingkan dengan obat-
obat anestesi inhalasi yang ada pada saat ini.
DOSIS
 Untuk induksi, konsentrasi yang diberikan pada udara inspirasi adalah 3,0-5,0%
bersama-sama dengan N2O.
 Untuk pemeliharaan dengan pola nafas spontan, konsentrasinya berkisar antara
2,0-3,0%, sedangkan untuk nafas kendali berkisar antara 0,5-1%.2,3,7
EFEK FARMAKOLOGI

 Terhadap sistem saraf pusat


Efek depresinya pada SSP hampir sama dengan isofluran. Aliran darah otak sedikit
meningkat sehingga sedikit meningkatkan tekanan intrakranial.
Laju metabolisme otak menurun cukup bermakna sama dengan isofluran. Tidak
pernah dilaporkan kejadian kejang akibat sevofluran.

 Terhadap sistem kardiovaskuler


Sevofluran relatif stabil dan tidak menimbulkan aritmia. Tahanan vaskuler dan curah
jantung sedikit menurun, sehingga tekanan darah sedikit menurun.
Pada 1,2-2 MAC sevofluran menyebabkan penurunan tahanan vaskuler sistemik
kira-kira 20% dan tekanan darah arteri kira-kira 20%-40%.
Terhadap sistem respirasi
 Menimbulkan depresi pernapasan dan dapat memicu bronkhospasme.

Terhadap otot rangka


 Efeknya terhadap otot rangka lebih lemah dibandingkan dengan isofluran. Relaksasi
otot dapat terjadi pada anestesi yang cukup dalam dengan sevofluran.

Terhadap hepar dan ginjal


 Sevofluran menurunkan aliran darah ke hepar paling kecil dibandingkan dengan
enfluran dan halotan.
 Ada beberapa bukti, sevofluran menurunkan aliran darah ke ginjal, tetapi tidak ada
bukti hal ini menyebabkan gangguan fungsi ginjal pada manusia.
Desfluran
 Desfluran merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek klinisnya
sama dengan isofluran.
 Desfluran sangat mudah menguap dibandingkan dengan agen volatile yang lain.
Memerlukan alat penguap khusus (TEC-6).
DOSIS
 Untuk induksi, disesuaikan dengan kebutuhan
EFEK FARMAKOLOGI

 Terhadap system KV
Menurunkan resistensi vascular sistemik, menyebabkan turunnya tekanan
darah.
Peningkatan konsentrasi desfluran dengan cepat menyebabkan
peningkatan tekanan darah, laju jantung, dan katekolamin.
Keadaan ini bisa dikurangi dengan memberikan klonidin, fentanil, atau
esmolol. Desfluran tidak meningkatkan aliran darah koroner.
 Terhadap sistem respirasi
Menyebabkan menurunnya volume tidal dan meningkatnya frekuensi nafas
sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan CO2.
PENGGUNAAN KLINIK

 Desfluran digunakan terutama sebagai komponen hipnotik dalam


pemeliharaan anestesia umum.
 Disamping efek hipnotik, desfluran juga mempunyai efek analgetik
yang ringan dan relaksasi otot ringan.
Nitrous Oksida (N2O)
 N2O adalah anestesi lemah dan harus diberikan dengan konsentrasi besar (lebih
dari 65%) agar efektif.

 Paling sedikit 20%atau 30% oksigen harus diberikan sebagai campuran, karena
konsentrasi N2O lebih besar dari 70-80% dapat menyebabkan hipoksia.

 N2O tidak dapat menghasilkan anestesia yang adekuat kecuali dikombinasikan


dengan zat anestesi yang lain.

 koefisien partisi darah / gas yang rendah, efek anagesi pada konsentrasi
subanestetik, kecilnya efek kardiovaskuler, toksisitasnya minimal dan tidak
mengiritasi jalan napas sehingga ditoleransi baik untuk induksi dengan masker.
 Pemberian N2O akan menyebabkan peningkatan konsentrasi alveolar dari zat anestesi lain
dengan cepat, oleh karana sifat “efek gas kedua” dan “efek konsentrasi” dari N2O.

 Efek konsentrasi terjadi saat gas diberikan dengan konsentrasi tinggi. Semakin tinggi konsentrasi
gas diinhalasi, maka semakin cepat peningkatan tekanan arterial gas tersebut.

 Seorang pasien menerima 70-75% N2O akan menyerap sampai 1.000 ml/menit N2O saat fase
awal induksi. Pemindahan volume N2O dari paru ke darah, menyebabkan aliran gas segar seperti
disedot masuk dari mesin anestesi ke dalam paru-paru, sehingga meningkatkan laju gas lain.

 MAC bangun N2O adalah 65% diatas konsentrasi tersebut pasien tidak sadar atau lupa terhadap
tindakan pembedahan. Analgesia yang dihasilakan oleh 50% N2O kira-kira sama dengan 10 mg
morfin.
Efek Farmakologi
 Terhadap sistem saraf pusat
 Analgesia dan tidak mempunyai khasiat hipnotik. Khasiat analgesianya relatif
lemah akibat kombinasinya dengan oksigen.
 Pada konsentrasi 25% N2O menyebabkan sedasi ringan. Peningkatan
konsentrasi menyebabkan penurunan sensasi perasaan khusus seperti
ketajaman, penglihatan, pendengaran, rasa, bau dan diikuti penurunan respon
sensasi somatik seperti sentuhan, temperatur, tekanan dan nyeri.
 Penurunan perasaan membuat agen ini cocok untuk induksi sebelum
pemberian agen lain yang lebih iritatif. N2O menghasilkan analgesi sesuai
besarrnya dosis. N2O 50% efek analgesinya sama dengan morfin 10 mg.
Terhadap sitem kardiovaskuler
 Depresi ringan kontraktilitas miokard terjadi pada rasio N2O : O2 = 80% : 20%.
 N2O tidak menyebabkan perubahan laju jantung dan curah jantung secara
langsung. Tekanan darah tetap stabil dengan sedikit penurunan yang tidak
bermakna.
Terhadap sistem respirasi
 pengaruh terhadap sistem pernapasan minimal. N2O tidak mengiritasi epitel paru
sehingga dapat diberikan pada pasien dengan asma tanpa meningkatkan
resiko terjadinya spasme bronkus.
Terhadap sistem gastrointestinal
 N2O tidak mempengaruhi tonus dan motilitas saluran cerna. Distensi
dapat terjadi akibat masuknya N2O ke dalam lumen usus. Pada
gangguan fungsi hepar, N2O tetap dapat digunakan.

Terhadap ginjal
 N2O tidak mempunyai pengaruh yang signifikan pada ginjal maupun
pada komposisi urin.
KESIMPULAN
Faktor yang mempengaruhi kecepatan transfer anestesik jaringan ke otak
ditentukan oleh :
 (1) kelarutan zat anestetik,
 (2) kadar anestetik dalam udara yang dihirup oleh pasien atau disebut
tekanan parsial anestetik,
 (3) ventilasi paru,
 (4) aliran darah paru ,
 (5) perbedaan antara tekanan parsial anestetik di darah arteri dan di
darah vena.
 Anestesia inhalasi yang sempurana adalah yang:
 (a) masa induksi dan masa pemulihannya singkat dan nyaman,
 (b) peralihan stadium anestesinya terjadi cepat,
 (c) relaksasi ototnya sempurna,
 (d) berlangsung cukup aman
 (e) tidak menimbulkan efek toksik atau efek samping yang berat dalam dosis
anestetik yang lazim.

 Dalam melakukan tindakan anestesi yang perlu dimonitor selama operasi


adalah tingkat kedalaman anestesi, efektivitas kardiovaskuler dan efisiensi
perfusi jaringan (tekanan darah, nadi, Saturasi oksigen, MAP, EKG, suhu).
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai