INFEKSI
By :
Dr. PURNAMA SIMANJUNTAK
CON’T
1. TYPHOID FEVER
2. DENGUE FEVER/DENGUE HEMORRHAGIC FEVER
3. TETANUS
4. ACQUIRED IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME
(AIDS)
TYPHOID FEVER
Disebut juga enteric fever = typhoid abdominalis
Merupakan penyakit infeksi pada usus halus
Demam paratyphoid bersifat lebih ringan
Etiologi : Salmonella typhi (typhoid fever),
Salmonella paratyphi A, Salmonella paratyphi B dan
Salmonella paratyphi C (paratyphoid fever)
Salmonella adalah bakteri gram negatif, bergerak
dengan flagella
Merupakan penyakit infeksi tropik, bersifat endemik
di Indonesia, sepanjang musim sepanjang tahun
Penularan melalui makanan dan air yang tercemar
feces dan urine carrier typhoid fever
Carrier typhoid fever : pasien dengan demam
typhoid yang masih mengekskresikan S.typhi
melalui feces dan urine
CON’T
MANIFESTASI KLINIS :
Masa inkubasi 10 – 14 hari
Gejala : demam (suhu tubuh tinggi pada sore-
malam hari, pagi agak reda), semakin hari semakin
tinggi (step ladder) nyeri kepala, pusing, nyeri
otot, anoreksia, mual muntah, konstipasi atau diare,
rasa tidak enak di perut, batuk, kadang epistaksis
Tanda : bradikardia relatif, lidah yang khas/coated
tongue (kotor di bagian tengah lidah, di tepi dan
ujung merah, tremor), hepatomegali, splenomegali,
meteorismus, dapat terjadi gangguan mental
(somnolen, stupor, koma, delirium, psikosis)
Laboratorium : sering leukopenia, SGOT dan SGPT
meningkat, uji Widal, IgM anti salmonella
CON’T
UJI WIDAL :
Merupakan reaksi aglutinasi antara antigen Salmonella +
antibodi (aglutinin) yang spesifik
Antigen yang digunakan : suspensi salmonella yang
sudah dimatikan dan diolah di laboratorium
Pasien dengan demam typhoid, pernah ketularan demam
typhoid dan pernah divaksinasi demam typhoid memiliki
antibodi (aglutinin) yang spesifik terhadap Salmonella
Tujuan Uji Widal : menentukan adanya
aglutinin(antibodi) dalam plasma darah pasien
yang disangka demam typhoid
Jenis antibodi/aglutinin :
a. Aglutinin O : karena rangsangan antigen O (dari tubuh
kuman)
b. Aglutinin H : karena rangsangan antigen H (dari flagella
kuman)
c. Aglutinin vi : karena rangsangan antigen Vi (dari kapsul
kuman)
CON’T
KOMPLIKASI :
terjadi pada keadaan toksemia berat dan kelemahan
umum, sering terjadi mulai minggu ke-3 dan 4 penyakit
Komplikasi intestinal :
a. Perdarahan usus
b. Perforasi usus
c. Ileus paralitik
PENATALAKSANAAN :
a. Perawatan
b. Diet
c. Obat
1.PERAWATAN :
Tirah baring total sampai minimal 7 hari bebas
demam (± 14 hari), jika perlu dirawat di RS
Tujuan tirah baring : mencegah komplikasi
perdarahan usus dan perforasi usus
Cegah konstipasi dan retentio urine
CON’T
2. DIET :
Dulu diberi diet bubur saring – bubur kasar – nasi
Tujuan : menghindari komplikasi perdarahan
usus dan perforasi usus
Kendala : pasien kurang suka —› menyebabkan
tidak selera makan —› keadaan umum dan gizi
pasien menurun —› memperlambat
penyembuhan
Sekarang : makanan padat (nasi) dengan lauk
pauk rendah serat kasar
CON’T
3. OBAT :
Obat symptomatika : antipiretika, obat saluran
cerna (anti emetik, anti sekresi asam lambung)
Antibiotika :
a. Kloramfenikol : dosis dewasa 4 x 500mg, dosis
anak 50mg/kg BB/hari dibagi 4 dosis; secara oral/i.v
sampai 7 hari bebas demam. Merupakan obat
pilihan utama. Demam tifoid turun rata-rata setelah
5 hari
b. Tiamfenikol : dosis dan efektivitas sama seperti
kloramfenikol
c. Fluorokuinolon : sekarang menjadi pilihan efektif.
Dosis Ciprofloxacin 2x500mg, Levofloksacin 500 –
1000mg/hari, diberikan secara oral/iv. Demam
biasanya turun rata-rata setelah 2 hari. Kontra
indikasi : ibu hamil, ibu menyusui, anak < 16 tahun
d. Co-trimoxazole : dosis dewasa 2 x 960mg. Demam
biasanya turun rata-rata setelah 5 – 6 hari
CON’T
PATOGENESIS :
Infeksi pertama kali virus dengue menimbulkan
gejala Dengue Fever saja
Infeksi berulang menimbulkan kondisi yang lebih
berat (Hipotesis “The secondary heterologous
Infection” atau “The Sequential infection
hypothesis”)
Hipotesis ini menyatakan : DHF dapat terjadi bila
seseorang setelah terinfeksi virus dengue pertama
kali, mendapat infeksi berulang virus dengue
lainnya
Re-infeksi ini menyebabkan suatu reaksi anamnestik
antibodi —› konsentrasi kompleks antigen-antibodi
(kompleks virus antibodi) meninggi
Gambar :
CON’T
CON’T
GAMBARAN KLINIS :
Masa inkubasi : 3 – 15 hari (rata-rata 5 – 8 hari)
Gejala : demam mendadak tinggi (semakin hari
suhu semakin tinggi), sakit kepala menyeluruh atau
supraorbital dan retroorbital, nyeri hebat pada sendi
dan otot (break bone fever), mual, kadang
muntah dan batuk ringan, kadang-kadang konstipasi
Tanda : ruam kulit, lidah kotor, hepatomegali dan
splenomegali, gejala perdarahan ( mulai pada hari
ke-3 atau ke-5) berupa ptekiae, purpura, ekimosis,
hematemesis, melena, epistaksis, gusi berdarah
Uji torniquet/Rumple Leede (+)
Gejala shock : keringat dingin, acral dingin dan
lembab, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi < 20
mmHg, kesadaran menurun
Dapat terjadi Asidosis metabolik
CON’T
LABORATORIUM :
1. Leukopenia dan trombositopenia mulai hari ke- 2
dan ke-3 demam, hematokrit meningkat > 20 %
2. Uji torniquet/Rumple Leede (+) : memompa
sphygmomanometer (setinggi tekanan systole +
diastole : 2) selama 5 menit lalu melihat muncul
nya ptechiae dalam kotak 1 inch 2 jari di bawah
fossa cubiti
3. Urine : kadang proteinuria ringan
4. Serologi : uji IgM dan IgG anti dengue dan NS1Ag
CON’T
DIAGNOSIS :
Kriteria klinis Demam Dengue (DF) :
1. Suhu badan tiba-tiba meninggi
2. Demam yang berlangsung hanya beberapa hari
tanpa disertai adanya tanda sumber infeksi yang
jelas
3. Kurva demam yang menyerupai pelana kuda
(saddle back fever)
4. Nyeri tekan di otot dan persendian
5. Adanya ruam pada kulit
6. Leukopenia
CON’T
DERAJAT DHF :
1. Derajat I (ringan) : demam mendadak 2 – 7 hari,
disertai uji torniquete (+)
2. Derajat II (sedang) : disertai perdarahan kulit
(ptechiae, purpura, ekimosis) dan manifestasi
perdarahan lain
3. Derajat III : ditemukan tanda-tanda dini shock
4. Derajat IV (DSS) : tensi dan nadi tidak terukur
CON’T
PENATALAKSANAAN :
1. Tirah baring
2. Makanan lunak
3. Obat symtomatik : antipiretika, anti emetik, anti
sekresi asam
4. Antibiotika jika terdapat infeksi sekunder
5. Pemberian cairan intravena untuk mengembalikan
volume cairan intravaskuler ke tingkat normal.
Pemberian cairan dapat dengan kristaloid (NaCl o,9
%, Ringer Asetat, Ringer Lactat). Jika sudah ada
tanda-tanda shock dapat diberikan cairan koloid
(HES, dextran, haemacel)
6. Jika terjadi perdarahan dapat diberikan transfusi
seluruh komponen darah (whole blood) atau suspensi
trombosit
7. Bila sudah terjadi shock, perlu dilakukan koreksi
asidosis metabolik, pemberian kortikosteroid
CON’T
PENCEGAHAN :
pemberantasan vektor (nyamuk Aedes aegypti) dengan
cara pemberantasan sarang nyamuk
Pemberantasan dengan menggunakan insektisida :
a. Dengan malathion untuk membunuh nyamuk dewasa
(pengasapan/thermal fogging atau pengabutan cold
fogging)
b. temephos (abate) untuk membunuh larva nyamuk 1
gram abate untuk 10 liter air
GEJALA KLINIS :
Masa inkubasi : 2 – 21 hari
Gejala klinis mendadak : ketegangan otot terutama
pada rahang dan leher —› kesulitan membuka mulut
(trismus) karena spasme otot masseter —› kaku
kuduk, dinding perut dan sepanjang tulang belakang
(opistotonus), spasme otot muka disertai alis tertarik
ke atas, sudut mulut tertarik ke luar dan bawah, bibir
tertekan kuat pada gigi (risus sardonicus), tungkai
ekstensi, lengan kaku dan mengepal
Saat kejang pasien tetap sadar
Kejang dirangsang oleh perubahan suara, cahaya
maupun sentuhan, tetapi bisa juga terjadi spontan
Karena kejang sangat kuat dapat menyebabkan
asfiksia dan sianosis, patah tulang belakang (pada
anak)
Demam biasanya ringan
CON’T
LABORATORIUM :
leukositosis ringan, kadang-kadang peninggian
tekanan intra kranial
DIAGNOSIS :
Riwayat luka
Gejala klinis : gejala kejang yang khas
CON’T
PENATALAKSANAAN :
A.UMUM :
Merawat dan membersihkan luka
Diet cukup kalori dan protein diberikan lewat NGT
atau parenteral
Isolasi pasien untuk menghindari rangsang suara
dan cahaya
Oksigen, kadang-kadang dilakukan intubasi ETT
dan tracheostomi
Pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit
CON’T
B. OBAT-OBATAN :
Anti toksin : Tetanus Immuno Globulin (TIG) dosis
5.000 IU im dan dilanjutkan 500 – 6.000 IU. Atau Anti
Tetanus Serum (ATS) dosis 5.000 IU im
Anti kejang : diazepam, klorpromazin, fenobarbital
Antibiotika : penicilin procainamide 1,2 juta iu/hari
atau tetrasiklin 1 gram/hari secara iv
PENCEGAHAN :
1. Mencegah terjadi luka
2. Perawatan luka dengan baik
3. Pemberian ATS dengan dosis 1500 iu secara im
setelah tes kulit
4. Pemberian vaksin tetanus toksoid dan TIG :
IMUNISASI LUKA KECIL DAN LUKA – LUKA LAINNYA
TETANUS BERSIH
SEBELUMNY TOKSOID TIG TOKSOID TIG
A (DOSIS)
CARA PENULARAN :
HIV terdapat dalam darah dan cairan tubuh (sperma,
cairan vagina dan cervix, dan cairan otak)
Dalam saliva, air mata, urine, keringat dan air susu sangat
sedikit sekali
Cara penularan HIV :
1. Hubungan seksual : secara vaginal, oral atau pun anal
dengan seorang pengidap. Resiko penularan secara
hubungan seksual secara anal lebih besar dibandingkan
secara vaginal, karena epitel silindris mukosa rektum,
mukosa uretra laki-laki mempunyai reseptor CD4
2. Kontak langsung dengan darah/produk darah/jarum
suntik (tranfusi darah, pemakaian jarum suntik tidak
steril/pemakaian jarum suntik bersama pada para
pecandu narkoba, tertusuk jarum suntik pada petugas
kesehatan)
3. Secara vertikal : dari ibu hamil pengidap HIV kepada
bayinya baik selama hamil, melahirkan ataupun setelah
melahirkan
CON’T
MANIFESTASI KLINIK :
KLASIFIKASI INFEKSI HIV :
GRUP 1 : Infeksi Akut
GRUP 2 : Infeksi Kronik Asimtomatik
GRUP 3 : Persistent generalized
Lymphadenopathy/Pembengkakan Kelenjar Limfe
menyeluruh
GRUP 4 : Penyakit lain :
Sub grup A : Penyakit konstitusional
Sub grup B : Penyakit Neurologis
Sub grup C : Penyakit Infeksi sekunder
Sub grup D : kanker sekunder
Sub grup E : kondisi-kondisi lainnya
CON’T
INFEKSI AKUT :
Demam, sakit tenggorokan, letargi, batuk,
myalgia, keringat malam dan keluhan GIT berupa
nyeri menelan, mual, muntah dan diare
Pembesaran kelenjar limfe leher, faringitis,
macular rash dan aseptik meningitis
Pemeriksaan Antigen virus sudah positif
PENYAKIT LAIN :
a. Gejala dan keluhan yang tidak langsung dengan
HIV : diare, demam > 1 bulan, keringat malam,
rasa lelah berlebihan, batuk kronik > 1 bulan,
penurunan BB > 10 %
b. Gejala langsung akibat HIV : myelopati, neuropati
perifer dan penyakit susunan saraf otak
(gangguan fungsi motorik dan fungsi kognitif)
c. Infeksi oportunistik (tbc paru, jamur, parasit) dan
neoplasma (Kaposi sarcoma, limfoma)
CON’T
PEMERIKSAAN LABORATORIUM :
1. Pemeriksaan Antibodi dan Antigen HIV.
Pemeriksaan antibodi HIV dapat dengan cara
ELISA 3 metode, Western Blot, RIPA dan IFA.
Pemeriksaan antigen HIV : pembiakan virus,
antigen p24 dan PCR
2. Pemeriksaan defisiensi imun : anemia,
leukopenia, trombositopenia dan displasia
sumsum tulang, kadar CD4 > 200/mm3
3. Tes untuk infeksi oportunistik
CON’T
PENATALAKSANAAN :
1. OBAT ANTIRETROVIRUS : zidovudine (AZT) 200mg
3x1, Didanosine/Videx mendampingi AZT jika
terjadi intoleransi AZT, dosis 2 x 250mg (jika BB
> 60kg) atau 2 x 125mg (jika BB < 60 kg)
2. OBAT UNTUK INFEKSI OPORTUNISTIK : obat anti
fungal, anti tbc, cotrimoxazole 2 tablet 2x/minggu
3. OBAT UNTUK KANKER SEKUNDER
4. SIMTOMATIS DAN SUPORTIF : analgetik, vitamin,
transfusi darah, tranquilizer minor