Anda di halaman 1dari 23

Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang

dihasilkan di bagian korteks kelenjar adrenal sebagai respon


atas hormon adrenokortikotropik (ACTH) yang dilepaskan
oleh kelenjar hipofisis, dan rangsangan angiotensin II.
1. Glukokortikoid

• (contohnya kortisol) yang berperan dalam


pengendalian metabolisme karbohidrat, lemak,
dan protein, memiliki efek anti inflamasi dengan
cara menghambat enzim fosfolipase A2, serta dapat
pula menurunkan kinerja eosinofil.

2. Mineralokortikoid

• (contohnya aldosteron), yang berfungsi mengatur


kadar elektrolit dan air, dengan cara retensi air dan
garam di ginjal.
1.Efek glukokortikoid :

• a. Efek anti radang (anti-inflamasi), misalnya akibat


trauma, alergi, infeksi, juga berkhasiat merintangi
terbentuknya cairan peradangan dan udem setempat,
misalnya selama radiasi sinar-x di daerah kepala
• b. Daya imunosupresif & antialergi, reaksi imun
dihambat, migrasi dan aktivitas limfosit T/B dan
makrofag dikurangi.
• c. Peningkatan glukoneogenesis, pembentukan
glukosa distimulasi, penggunaan di jaringan perifer
dikurangi penyimpanan sebagai glikogen
ditingkatkan
Efek Glukokortikoid

• d.Efek katabol, yaitu merintangi


pembentukan protein dari asam amino,
sedangkan pengubahannya menjadi glukosa
dipercepat. akibat efek katabol adalah
terhambatnya pertumbuhan anak-anak,
penyembuhan tukak lambung dipersulit, tejadi
osteoporosis.
• e. Pengubahan pembagian lemak, yang
terkenal adalah penumpukan lemak diatas
tulang selangka dan muka (sehingga menjadi
bundar “moon face”), juga di perut dan
belakang tengkuk.
2. Efek mineralokortikoid

• yaitui retensi natrium dan air oleh


tubuli ginjal, sedangkan kalium
ditinggkatkan ekskresinya.
Sediaan kortikosteroid dapat dibedakan menjadi
tiga golongan, berdasarkan masa kerjanya, antara
lain

kerja singkat kerja sedang (12- kerja lama


(<12 jam), 36 jam), (>36 jam).
berinteraksi dengan protein reseptor spesifik pada jaringan yang menjadi
target untuk mengatur perilaku gen terhadap kortikosteroid, dan
mengubah kadar susunan protein yang disintesis oleh jaringan yang
menjadi target tersebut. adanya proses pengubahan yang dilakukan
sehingga terjadi penundaan sebelum khasiat dari kortikosteroid muncul,
dan akan terlihat beberapa jam setelah penggunaan.

Cepat lambatnya reaksi kortikosteroid juga


dipengaruhi oleh kemampuan menghantarkan
khasiat oleh reseptor yang terikat pada membran sel
yang menjadi target.
1. Terapi Substitusi

• Pemberian kortikosteroid disini bertujuan


memperbaiki kekurangan akibat insufisiensi
sekresi korteks adrenal akibat gangguan fungsi
atau struktur adrenal sendiri (insufisiensi
primer) atau hipofisis (insufisiensi sekunder).
• Insufisiensi adrenal akut umumnya disebabkan
oleh kelainan pada adrenal atau oleh
penghentian pengobatan kortikosteroid dosis
besar secara tiba tiba.
2. Terapi Non-Endokrin

• Dasar penggunaan kortikosteroid dalam terapi ini


adalah adanya efek anti-inflamasinya dan
kemampuannya menekan reaksi imun.
• Pada penyakit yang dasarnya respon imun, obat
ini bermanfaat. Pada keadaan yang perlu penanganan
reaksi radang atau reaksi imun untuk mencegah
kerusakan jaringan yang parah dan menimbulakan
kecacatan, penggunaan kortikosteroid mungkin
berbahaya sehingga perlu disertai dengan penanganan
tepat bagi penyebabnya.
• Preparat kortikosteroid adalah preparat dengan kerja
singkat dan kerja sedang misalnya prednison atau metil
prednisolon dengan dosis serendah mungkin.
Kemungkinan efek samping harus terus dimonitor
a. Fungsi paru pada Fetus,
penyempurnaan fungsi paru fetus dipengaruhi sekresi kortisol pada
fetus. Pemberian kortikosteroid dosis tinggi kepada ibu hamil akan
membantu pematangan fungsi paru pada fetus yang akan dilahirkan
prematur sehingga risiko terjadi respiratory distress syndrome,
perdarahan intraventrikular dan kematian berkurang.
Betamethasone atau Dexamethasone selama 2 hari diberikan pada
minggu ke 27 sampai 34 kehamilan. Overdosis akan menganggu berat
badan dan perkembangan kelenjar adrenal fetus.

b. Artritis.
Kortikosteroid hanya diberikan pada pasien atritis rheumatoid yang
sifatnya progresif, dengan pembengkakan dan nyeri sendi yang hebat
sehingga pasien tidak dapat bekerja, meskipun telah diberikan
istirahat, terapi fisik dan obat golongan anti inflamasi nonsteroid.
• c. Karditis reumatik.
Kortikosteroid hanya digunakan pada keadaan akut, pada pasien yang tidak
menunjukkan perbaikan dengan salisilat saja, atau sebagai terapi permulaan
pada pasien dalam keadaan sakit keras dengan demam, payah jantung akut,
aritmia dan perikardithis.

• d. Penyakit ginjal
Kortikosteroid dapat bermanfaat pada sindrom nefrotik yang
disebabkan lupus eritematosus sistemik atau penyakit ginjal
primer, kecuali amiloidosis.

• e. Penyakit Kalogen
Pemberian dosis besar (prednisone 1-2 mg/kg atau sediaan lain yang
ekuivalen) bermanfaat untuk eksaserbasi akut. Glukokortikoid dapat
menurunkan mordibitas dan memperpanjang masa hidup pasien
poliartritis nodosa dan granulomatosis Wegener
f. Asma Bronkhiale dan penyakit saluran napas lainnya.

• Respon asma terhadap farmakoterapi bervariasi antar individu, sehingga dapat


ditemukan pasien yang resisten terhadap steroid meskipun jarang dan tidak
menunjukkan hasil baik dengan inhalasi steroid. Kortikosteroid saat ini diberikan
segera pada serangan akut pasien asam bronkhiale akut maupun kronik untuk
mengatasi secara cepat radang yang ternyata selalul terjadi pada saat serangan asma.

g. Penyakit Alergi

• Gejala penyakit alergi yang hanya berlangsung dalam waktu tertentu, dapat diatasi
dengan glukokortikoid sebagai obat tambahan disamping obat primernya; misalnya
pada penyakit serum, urtikaria, dermatitis kontak, reaksi obat, edema
angioneurotik. Pada reaksi yang gawat, misalnya anafilaksis dan edema
angioneurotik glotis, diperlukan pemberian adrenalin dengan segera. Pada keadaan
yang mengancam jiwa pasien, kortikosteroid dapat diberikan IV.

h. Penyakit mata.

• Kortikosteroid dapat mengatasi gejala inflamasi mata bagian luar maupun pada
segmen anterior.

i. Penyakit kulit.

• Bermacam-macam kelainan kulit dapat diobati dengan sediaan steroid topikal.


j. Penyakit Hepar.

• Uji klinis menunjukkan bahwa glukokortikoid dapat memperpanjang


masa hidup pasien nekrosis hepar subakut dan hepatitis kronik aktif,
hepatitis alkoholik dan sirosis non alkoholik pada wanita.

k. Keganasan.

• Leukemia limfositik akut dan limfoma dapat diatasi dengan


glukokortikoid karena efek antilimfositiknya. Prednison biasanya
digunakan bersama alkilator, antimetbolit dan alkaloid vinka. Selama
pengobatan selain evaluasi klinik perlu dilakukan pemeriksaan darah
dan sumsum tulang.

l. Gangguan Hematologik lain.

• Anemia hemolitik autoimun yang idiopatik maupun yang didapat


memberi respon yang baik terhadap terapi steroid. Obat ini tidak akan
mengurangi hemolisis pada reaksi transfusi, meski mungkin dapat
mengurangi hemolisis yang diinduksi oleh obat (drug-induced
hemolisis).
m. Syok.

• Kortikosteroid sering digunakan untuk mengatasi syok. Pada


syok anafilaktik mungkin manfaatnya adalah melalui efek
permisif yaitu membuat adrenalin bekerja lebih baik mengatasi
syok tersebut, adrenalin tetap merupakan obat utama yang harus
diberikan. Kortikosteroid yang diberikan untuk syok septik,
sampai sekarang masih banyak pertentangan pendapat.

n. Edema Serebral.

• Glukokortikoid sangat efektif untuk mencegah atau mengobati


edema serebral, karena parsit atau tumor otak, terutama pada
kasus metastasis.

o. Trauma Sumsum tulang Belakang.

• Uji klinik multisentra membuktikan manfaat metilprednisolone


dosis besar (30 mg/kgBB dilanjutkan infuse 5,4 mg/kgBB perjam
selama 23 jam), sebelum 8 jam setelah trauma akan mengurangi
gejala neurologis.
diabetes mellitus

tukak peptik/duodenum

infeksi berat

hipertensi atau gangguan sistem kardiovaskular lain patut diperhatikan.


Pengalaman klinis mengemukan 6 prinsip terapi yang perlu diperhatikan
sebelum penggunaan kortikosteroid:

(1) Untuk tiap penyakit pada


tiap pasien, dosis efektif harus
(2) Suatu dosis tunggal besar
ditetapkan dengan trial and
kortikosteroid umumnya
error , dan harus dievaluasi
tidak berbahaya;
dari waktu kewaktu sesuai
dengan perubahan penyakit;

(3) Penggunaan (4) Bila pengobatan


kortikosteroid untuk diperpanjang sampai 2
beberapa hari tanpa adanya minggu atau lebih hingga
kontraindikasi spesifik, dosis melebihi dosis subsitusi,
tidak membahayakan kecuali insidens efek samping dan
dengan dosis sangat besar; efek letal potensial akan
bertambah ; dosis ekivalen hidrokortisol
100 mg / hari lebih dari 2 minggu hampir
selalu menimbulkan iatrogenic cushing
(5) Kecuali untuk insufisiensi adrenal,
syndrome. Bila terpaksa pasien harus juga
penggunaan kortikosteroid bukan
diberi diet tinggi protein dan kalium. Awasi
merupakan terapi kausal ataupun kuratif
dan sadari risiko pengaruhnya terhadap
tetapi hanya bersifat paliatif karena efek
metabolism, terutama bila gejala terkait
anti inflamasinya;
telah muncul misalnya diabetes yang
resisten insulin, osteoporosis, lambatanya
penyembuhan luka;

(6) Penghentian pengobatan tiba-tiba pada


terapi jangka panjang dengan dosis besar,
mempunyai risiko insufisiensi adrenal yang
hebat dan dapat mengancam jiwa pasien.
Oleh karena itu, penghentiannya harus
secara bertahap.
1. Efek samping jangka pendek

• 1. Peningkatan tekanan intraokuler mata (glaukoma)


• 2. Retensi cairan, menyebabkan pembengkakan di tungkai.
• 3. Peningkatan tekanan darah
• 4. Peningkatan deposit lemak di perut, wajah dan leher bagian belakang.

2. Efek samping jangka panjang.

• Katarak
• Penurunan kalsium tulang yang menyebabkan osteoporosis dan tulang
rapuh sehingga mudah patah.
• Menurunkan produksi hormon oleh kelenjar adrenal
• Menstruasi tidak teratur
• Mudah terinfeksi
• Penyembuhan luka yang lama
B.G. KATZUNG : FARMAKOLOGI
DASAR DAN KLINIK Alih bahasa :
dr.Binawaty dkk : EGC 1986

Tjay, Tan Hoan., dan Kirana Rahardja,


2007, Obat.-obat Penting VI , PT Elex
Komputindo, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai