Anda di halaman 1dari 43

ESSENTIAL OF PATHOFISIOLOGI

Limfoma
Di Susun Oleh:

1. Asima Ernawati
2. Dian Fitria
3. Dwi Wuriyanti
4. Sri Sulis Seti0ningsih
5. Widi Astuti
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
 Limfoma maligna adalah tumor ganas primer yang berasal dari
kelenjar limfe dan jaringan limfatik di organ lainnya. Limfoma
maligna mencakup sistem limfatik dan imunitas.
 Secara umum, limfoma diklasifikasikan menjadi dua, yaitu
limfoma hodgkin (LH) dan limfoma non-hodgkin (LNH).
Klasifikasi ini dibuat berdasarkan histopatologi dari kedua
penyakit tersebut.
 Pada tahun 2007, di Amerika Serikat sekitar 71.380 orang
terdiagnosa limfoma, 38.670 orang diantaranya adalah pria dan
32.710 lainnya adalah wanita. Kasus Limfoma Hodgkin 8.190
pasien dan Limfoma Non-Hodgkin 63.190 pasien.
 Di Indonesia sendiri, LNH bersama-sama LH dan leukemia
menduduki urutan ke-enam tersering.
 Pada tahun 2001, LNH dinyatakan sebagai penyebab kematian
tertinggi ke-empat pada kematian akibat kanker (cancer death).
 Sebagian besar limfoma ditemukan pada stadium
lanjut, yang merupakan penyulit dalam terapi kuratif.
Penemuan penyakit pada stadium awal merupakan
faktor penting dalam terapi kuratif. Angka harapan
hidup 5 tahun dapat meningkat dari 31% dari tahun
1960-1963 menjadi 63,8% dari tahun 1996-2003,
berkat manajemen terapi yang tepat dan tersedianya
kemoterapi dan radioterapi.
Tujuan Umum:
Mahasiswa mampu berfikir kritis tentang rencana Asuhan
Keperawatan dan Intervensi pasien dengan Limfoma.

Tujuan Khusus:
 Mampu memahami tentang Anatomi Fisiologi Sistem dan
peredaran Limfatik.
 Mampu mengetahui tentang definisi Limfoma.
 Mampu mengetahui tentang etiologi Limfoma.
 Mampu mengetahui tentang faktor resiko Limfoma.
 Mampu mengetahui tentang manifestasi klinis Limfoma.
 Mampu memahami tentang Patofisiologi Limfoma.
 Mampu mengetahui tentang Pemeriksaan penunjang Limfoma.
 Mampu mengetahui tentang komplikasi Limfoma.
 Mampu mengetahui tentang therapy Limfoma.
Anatomi Fisiologi Sistem Limfatik
 Sistem limfatik terdiri dari lymph (getah bening), limfosit,
pembuluh limfe, nodus limfe, tonsil, spleen dan timus.
 Sistem limfatik tidak seperti sistem sirkulasi karena tidak
mengantarkan cairan ke jaringan dan dari jaringan.
 Sistem limfatik membawa cairan dalam satu arah, dari
jaringan ke sistem sirkulasi. Cairan berpindah dari kapiler
darah ke dalam ruang jaringan. Sebagian besar cairan
kembali ke dalam darah, dan sebagian kecil cairan pindah
dari jaringan ke kapiler limfe dan menjadi cairan getah
bening (lymph).
REVIEW ANATOMI DAN FISIOLOGI SISTEM
LIMFATIK
ANATOMI

SISTEM
PEMBULUH
LIMFATIK
Pembuluh limfe berupa buluh pengumpul cairan jaringan dan
mengembalikannya melalui jalan yang berputar ke dalam aliran
darah. Pengaliran limfe itu searah jalannya dan bukan sirkulasi.
 Pembuluh limfe yang paling kecil, kapiler limfe, berujung buntu.
Mengarah pusat, pembuluh- pembuluh limfe menuju satu atau dua
pembuluh utama yaitu duktus torasikus yang lebih besar atau duktus
limfatikus kanan yang lebih kecil.
Kelenjar limfe terletak sepanjang perjalanan pembuluh limfe
tempat menyaring limfe dan menambahkan limfosit ke dalamnya
sebelum mencapai pembuluh limfe utama.
Kapiler Limfatik
Pembuluh Limfe (Pembuluh Pengumpul)
Pembuluh Limfe Utama
Organ-organ limfatik
Organ-organ limfatik meliputi tonsil, nodus limfe,
spleen dan timus. Jaringan limfatik yang
mengandung banyak limfosit dan sel-sel lainnya
seperti sel makrofag, ditemukan di dalam organ
limfatik. Limfosit yang berasal dari sumsum tulang
merah dibawa oleh darah ke organ limfatik.
Limfosit membelah dan meningkat jumlahnya
ketika tubuh terkena mikroorganisme dan benda
asing. Peningkatan jumlah limfosit adalah bagian
dari respon imun dalam melawan mikroorganisme
dan benda asing.
Tonsil
Tonsil terdiri dari palatin tonsil (terletak di setiap sisi posterior rongga
mulut), faringeal tonsil dan lingual tonsil. Tonsil berfungsi sebagai proteksi
melawan patogen dan benda asing yang masuk dari hidung maupun mulut .
Pada orang dewasa, tonsil dapat mengecil dan dapat menghilang.

 Nodus limfa
Nodus limfa adalah struktur yang melingkar bervariasi dalam ukurannya
dari mulai yang kecil sampai sebesar kacang almond. Nodus limfa
berdistribusi sepanjang pembuluh limfatik dan kebanyakan cairan getah
bening melalui sedikitnya satu nodus limfa sebelum memasuki darah. Ada
tiga agregasi superfisial dari nodus limfa di setiap sisi tubuh, yaitu: Nodus
inguinal di lipatan paha, nodus axilary di ketiak dan nodus servikal di leher.
Setiap nodus limfa dibungkus dalam jaringan kapsul.
Spleen/Limpa
Spleen terletak pada rongga abdomen. Spleen berbentuk kapsul dan
sejumlah kecil otot halus. Spleen berfungsi menyaring darah pada
cairan getah bening. Spleen juga berfungsi sebegai tempat menyimpan
darah.

Timus
Timus adalah kelenjar yang terdiri dari dua lobus kasar dalam bentuk
triangular. Terletak di mediastinum superior, bagian yang
memisahkan antara dua rongga thorax. Timus berfungsi dalam
memperkuat sistem kekebalan tubuh, terutama pada masa kanak-
kanak.Timus adalah tempat dimana terjadi maturasi sel T.
Fisiologi Kelenjar Limfe
Komposisinya hampir sama dengan komposisi kimia
plasma darah dan mengandung sejumlah besar limfosit
yang mengalir sepanjang pembuluh limfe untuk masuk ke
dalam aliran darah. Pembuluh limfe yang mengaliri usus
disebut lacteal, karena bila lemak diabsorbsi dari usus
maka sebagian besar lemak melewati pembuluh limfe.
Sepanjang pergerakan limfe sebagian mengalami tarikan
oleh tekanan negative didalam dada dan sebagian lagi di
dorong oleh kontraksi otot.
Fungsi Sistem Limfatik
1. Keseimbangan Cairan.
2. Absorbsi Lemak.
3. Pertahanan.

Fisiologi
Fungsi kelenjar limfe adalah menyaring
cairan limfe dari benda- benda asing,
membentuk limfosit, membentuk antibody,
pembuangan bakteri, membantu reabsorbsi
lemak.
Definisi

limfoma maligna adalah suatu keganasan primer dari


jaringan limfoid di dalam sistem limfatik, terjadi ketika
limfosit B atau T, yaitu sel darah putih yang menjaga daya
tahan tubuh, menjadi abnormal dengan membelah lebih
cepat dari sel biasa atau hidup lebih lama dari biasanya
sehingga sel-sel limfoma mempunyai kemampuan untuk
menyebar.
Limfoma maligna pertama kali ditemukan sebagai tanda dan
gejala yang benar-benar terjadi secara klinis pada tahun
1832, ketika Thomas Hodgkin menggambarkan tujuh
pasien dengan pembesaran nodus limfe.
Dua kategori besar limfoma dilakukan atas dasar hispatologi
mikroskopik dari kelenjar getah bening yang terlibat. Kategori
tersebut adalah limfoma Hodgin dan Non- Hodgkin.

 Limfoma Hodgkin
Adalah keganasan sistem limforetikular dan jaringan pendukungnya yang
sering menyerang kelenjar getah bening dan disertai gambaran
histopatologi yang khas yaitu adanya sel- sel Reed- Steinberg dan
gambaran polimorfik kelenjar getah bening (Tjokronegoro,2001)

Klasifikasi limfoma hodgkin menurut WHO dibagi menjadi:


 Nodular Limphocyte-Predominance Hodgkin Lymphoma (nodular LPHL)
 Nodular sklerosis : tipe ini adalah tipe yang paling sering dijumpai,
 Mixed cellularity
 Limfosit-rich
 Limfosit-depleted
Gambaran sel Reed-sternberg
Menurut Cotswolds (1990) limfoma hodgkins
diklasifikasikan menjadi 4 stadium menurut tingkat
keparahannya:
Stadium I: Kanker hanya terbatas pada satu daerah kelenjar getah
bening saja atau pada satu organ

Stadium II: Pada stadium ini, sudah melibatkan dua kelenjar getah
bening yang berbeda, namun masih terbatas dalam satu wilayah atas
atau bawah diafragma tubuh.

Stadium III: Jika kanker telah bergerak ke kelenjar getah bening


atas dan juga bawah diafragma, namun belum menyebar dari kelenjar
getah bening ke organ lainnya.

Stadium IV: Merupakan stadium yang paling lanjut. Pada stadium ini
yang terkena bukan hanya kelenjar getah bening, tapi juga bagian
tubuh lainnya, seperti sumsum tulang atau hati.
Etiologi
Etiologi dari limfoma hodgkin belum diketahui dengan pasti.

Faktor Resiko
HIV (adanya defisiensi imun)

Sering kontak dengan herbisida/ peptisida (misalnya: Petani)

Infeksi virus Epstein Barr atau Human T-Cell

Lymphocytotropic Virus (HTLV), sitomegalovirus, Human


Herpes Virus-6 (HHV-6)

Genetik ( ada keluarga yang menderita penyakit ini).

Jenis kelamin laki- laki.


Limfoma Burkitt
 Limfoma Burkitt termasuk ke dalam tipe Limfoma Non
Hodgkin yang relatif jarang tetapi bersifat agresif. Limfoma
burkitt umumnya terjadi pada anak-anak yang hidup di sub-
sahara Afrika, berhubungan dengan adanya Epstein Barr Virus
(EBV), dan infeksi malaria kronis. Limfoma Burkitt ditemukan
oleh seorang ahli bedah dari Inggris Denis Burkitt pada tahun
1956 pada anak-anak di Afrika. Limfoma Burkitt juga terjadi di
tempat lain termasuk Amerika Serikat. Limfoma Burkitt yang
terjadi di luar Afrika biasanya terjadi pada orang yang
mengalami gangguan sistem imun.
 Limfoma Burkitt dibagi dalam tiga tipe yaitu tipe sporadik,
endemik dan yang berhubungan dengan imunodefisiensi.
Pembagian ini berdasarkan lokasi geografis dan bagian tubuh
yang terkena.
Manifestasi Klinis

Pada Limfoma Hodgkin, tanda-tanda patologis yang


ditemukan antara lain:

1. Terdapat pada sekelompok nodus limfe dan dapat


menyebar ke nodus limfe lainnya, kebanyakan terjadi pada
nodus limfe servikal, supraclavikular, dan mediastinal
anterior.
2. Potongan pada nodus limfe yang terkena tampak seperti
“bulging fish-flesh”
3. Terdapat sel Reed-Sternberg :
Sel neoplastik pada Limfoma Hodgkin : Penanda
Imminophenotype positip untuk CD15 dan CD30
Kebanyakan sel Reed-Sternberg berasal dari sel B yang
terdapat di nodus limfa di pusat germinal
Limfoma burkitt
Etiologi
 Limfoma Hodgkin
Etiologi dari limfoma hodgkin belum diketahui dengan pasti.
Faktor risiko yang berhubungan dengan penyakit ini antara lain: virus
Ebstein –Barr, sitomegalovirus, HIV, Human Herpes Virus-6 (HHV-6),
defisiensi imun, dan adanya riwayat keluarga terhadap penyakit ini.

 Limfoma Non Hodgkin


Sebagian besar LNH tidak diketahui penyebabnya. Faktor resiko
yang berhubungan dengan terjadinya LNH meliputi imunodefisiensi,
virus Ebstein-Barr (EBV), paparan herbisida atau pelarut organik, diet
tinggi lemak hewani, merokok, dan paparan ultraviolet.
Etiologi limfoma burkitt
 Penyebab limfoma Burkitt belum diketahui secara
pasti.
 Faktor risiko bervariasi tergantung dari lokasi
geografiknya, misalnya : terjadi pada anak-anak di
daerah yang insiden malaria-nya tinggi.
 Faktor risiko lainnya adalah HIV/AIDS berhubungan
dengan imunodefisiensi.
 Limfoma burkitt juga dihubungkan dengan
penggunaan obat-obat imunosupressan, misalnya
yang digunakan untuk mencegah penolakan tubuh
terhadap transplantasi.
Manifestasi klinis limfoma hodgkin
 Demam, penurunan berat badan tanpa sebab,
berkeringat di malam hari (40% dari kasus), Pruritus,
Demam Pel-Ebstein
 Pemeriksaan Hematologi: Anemia Normositik.
 Adanya pembesaran sekelompok nodus limfa di area
leher tanpa rasa sakit dan akan terasa nyeri apabila
pasien peminum alkohol.
 Nyeri dada, batuk dan dispnea yang dapat menandakan
adanya massa yang besar pada mediastinal dan adanya
metastase ke paru-paru.
Prognosis

 Prognosis pada Limfoma Hodgkin dipengaruhi faktor


derajat klinis. Pada derajat I atau IIA tingkat
kesembuhan dapat 90%. Pada derajat lanjut (IVA atau
IVB) diperkirakan 60% - 70% harapan hidup 5 tahun.

 Limfoma Hodgkin dapat berkembang menjadi


keganasan baru, biasanya terjadi Leukemia
Mieloblastik Akut (AML) atau dapat berkembang
menjadi Limfoma Non-Hodgkin. Hal ini terjadi
berhubungan dengan terapi radiasi dan alkylating
agents.
 Limfoma Non- Hodgkin
 Definisi

 Adalah kanker kelenjar limfe, limpa dan kadang-


kadang sumsum tulang, yang bukan penyakit
Hodgkin. (Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku Saku
Patofisiologi. Jakarta: EGC).
 Adalah sekelompok penyakit yang heterogen. Sel
ganas pada limfoma non- Hodgkin adalah sel
limfosit yang berada pada salah satu tingkat
diferensiasinya dan berproliferasi secara banyak.
(Tjokronegoro, Prof. dr. Arjatno. 2001. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Edisi III. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI).
Limfoma Burkitt termasuk ke dalam tipe Limfoma Non Hodgkin
yang relatif jarang tetapi bersifat agresif. Limfoma burkitt
umumnya terjadi pada anak-anak yang hidup di sub-sahara Afrika,
berhubungan dengan adanya Epstein Barr Virus (EBV), dan infeksi
malaria kronis. Limfoma Burkitt ditemukan oleh seorang ahli bedah
dari Inggris Denis Burkitt pada tahun 1956 pada anak-anak di
Afrika. Limfoma Burkitt juga terjadi di tempat lain termasuk
Amerika Serikat. Limfoma Burkitt yang terjadi di luar Afrika
biasanya terjadi pada orang yang mengalami gangguan sistem imun

Limfoma Burkitt dibagi dalam tiga tipe yaitu tipe sporadik,


endemik dan yang berhubungan dengan imunodefisiensi.

Etiologi
Sebagian besar LNH tidak diketahui penyebabnya. Faktor resiko
yang berhubungan dengan terjadinya LNH meliputi
imunodefisiensi, virus Ebstein-Barr (EBV), paparan herbisida atau
pelarut organik, diet tinggi lemak hewani, merokok, dan paparan
ultraviolet.
Faktor Resiko

Limfoma Non- Hodgkin


HIV
Sering kontak dengan herbisida/ peptisida
Infeksi virus Epstein Barr atau Human T-Cell
Lymphocytotropic Virus (HTLV)
Genetik ( ada keluarga yang menderita penyakit ini).
Jenis kelamin laki- laki.

Limfoma Burkitt
Faktor resikonya tergantung geografiknya.
Umumnya terjadi pada anak- anak usia 4-7 tahun
didaerah yang insiden malarianya tinggi dengan
perbandingan yang sama antara laki- laki dan perempuan di
Afrika.
HIV/ AIDS.
Penggunaan obat Imunosupression.
Manifestasi Klinis limfoma non hodgkin

Pembesaran kelenjar getah bening


Malaise
Demam tinggi(>380C).
keringat malam
Penurunan berat badan dalam waktu 1 bulan.
Keluhan anemia.
Keluhan organ (lambung, keterlibatan cincin Waldeyer: suara serak).
Pada pemeriksaan fisis didapatkan adanya
pembesaran kelenjar getah bening(KGB),
kelainan atau pembesaran organ,
dan perfomace status yang bervariasi (ECOG/ WHO,karnofsky).
Patofisiologi
Ada empat kelompok gen yang menjadi sasaran kerusakan genetik pada sel-sel tubuh
manusia termasuk se-sel limfoid, yang dapat menginduksi terjadinya keganasan.
Gen-gen tersebut adalah proto-onkogen, gen supresor tumor, gen yang mengatur
apoptosis, dan gen yang berperan dalam perbaikan DNA.
Proto-onkogen merupakan gen seluler normal yang mempengaruhi pertumbuhan dan
diferensiasi. Gen ini dapat bermutasi menjadi onkogen yang produknya dapat
menyebabkan transformasi neoplastik, sedangkan gen supresor tumor adalah gen
yang dapat menekan proliferasi sel (antionkogen). Normalnya, kedua gen ini
berkerja secara sinergis, sehingga proses terjadinya keganasan dapat dicegah.
Namun, jika terjadi aktivitas proto-onkogen menjadi onkogen serta terjadi
inaktivasi gen supresor tumor, maka suatu sel akan terus melakukan proliferasi
tanpa henti.
Gen lain yang berperan dalam terjadinya kanker yaitu gen yang mengatur
apoptosis dan gen yang mengatur perbaikan DNA jika terjadi kerusakan.
Gen terprogram, sehingga sel tidak dapat melakukan fungsinya lagi,
termasuk fungsi regenerasi. Jika gen ini mengalami inaktifasi, maka sel-sel yang
sudah tua dan seharusnya sudah mati menjadi tetap hidup dan tetap bisa
melaksanakan fungsi regenerasinya, sehingga proliferasi sel menjadi berlebihan.
Selain itu, gagalnya gen yang mengatur perbaikan DNA dalam memperbaiki
kerusakan DNA akan menginduksi terjadinya mutasi sel normal menjadi sel kanker.
Pemeriksaan Penunjang
 Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan hispatologi
dan sitologi, untuk mengetahui gambaran sel misalnya adanya
sel Reed Sternberg pada limfoma hodgkin.
 Pemeriksaan laboratorium,seperti darah perifer lengkap,fungsi
hati,dan fungsi ginjal

 Pencitraan CT-scan/ USG abdomen untuk mengetahui adanya


pembesaran KGB paraaorta abdominal atau massa tumor dalam
abdomen,
 Foto toraks untuk mengetahui adanya pembesaran KGB
mediatinum.

 Pemeriksaan THT untuk mengetahui keterlibatan cincin


Waldeyer.
 Gastroskopi untuk melihat keterlibatan lambung .
 Bone scan untuk mengetahui mengetahui keterlibatan tulang.
Pemeriksaan darah dapat bervariasi dari secara lengkap normal
sampai abnormal. Pada tahap I sedikit klien mengalami abnormalitas
hasil pemeriksaan darah.

 SDP : bervariasi, dapat normal, menurun atau meningkat secara nyata.


 Deferensial SDP : Neutrofilia, monosit, basofilia, dan eosinofilia mungkin
ditemukan. Limfopenia lengkap (gejala lanjut).
 SDM dan Hb/Ht : menurun.
 Pemeriksaan SDM : dapat menunjukkan normositik ringan sampai sedang,
anemia normokromik (hiperplenisme).
 LED : meningkat selama tahap aktif dan menunjukkan inflamasi atau
penyakit malignansi. Berguna untuk mengawasi klien pada perbaikan dan
untuk mendeteksi bukti dini pada berulangnya penyakit.
 Kerapuhan eritrosit osmotik : meningkat
 Trombosit : menurun (mungkin menurun berat, sumsum tulang digantikan
oleh limfoma dan oleh hipersplenisme)
 Test Coomb : reaksi positif (anemia hemolitik) dapat terjadi namun, hasil
negatif biasanya terjadi pada penyakit lanjut.
 Besi serum dan TIBC : menurun.
 Alkali fosfatase serum : meningkat terlihat pasda eksaserbasi.
 Kalsium serum : mungkin menigkat bila tulang terkena.
Asam urat serum : meningkat sehubungan dengan destruksi nukleoprotein dan
keterlibatan hati dan ginjal.
BUN : mungkin meningkat bila ginjal terlibat. Kreatinin serum, bilirubin, ASL
(SGOT), klirens kreatinin dan sebagainya mungkin dilakukan untuk mendeteksi
keterlibatan organ.
Hipergamaglobulinemia umum : hipogama globulinemia dapat terjadi pada
penyakit lanjut.

Foto dada : dapat menunjukkan adenopati mediastinal atau hilus, infiltrat, nodulus
atau efusi pleural
Foto torak, vertebra lumbar, ekstremitas proksimal, pelvis, atau area tulang
nyeri tekan : menentukan area yang terkena dan membantu dalam pentahapan.
Tomografi paru secara keseluruhan atau scan CT dada : dilakukan bila
adenopati hilus terjadi. Menyatakan kemungkinan keterlibatan nodus limfa
mediatinum.
CT scan abdominal : mungkin dilakukan untuk mengesampingkan penyakit nodus
pada abdomen dan pelvis dan pada organ yang tak terlihat pada pemeriksaan fisik.
Scan tulang : dilakukan untuk mendeteksi keterlibatan tulang.
Skintigrafi Galliium-67 : berguna untuk membuktikan deteksi berulangnya
penyakit nodul, khususnya diatas diagfragma.
Biopsi sumsum tulang :
menentukan keterlibatan sumsum tulang.
Invasi sumsum tulang terlihat pada tahap luas.

Biopsi nodus limfa :


membuat diagnosa penyakit Hodgkin
berdasarkan pada adanya sel Reed-Steinberg.

Mediastinoskopi :
mungkin dilakukan untuk membuktikan keterlibatan
nodus mediastinal.

Laparatomi pentahapan :
mungkin dilakukan untuk mengambil spesimen
nodus retroperitoneal, kedua lobus hati dan atau
pengangkatan limfa
(Splenektomi) adalah kontroversial karena dapat
meningkatkan resiko infeksi dan tidak biasa dilakukan
penatalaksanaan
 Tujuan pengobatan adalah menghancurkan
sel kanker sebanyak mungkin dan mencapai
remisi, mengurangi gejala , meningkatkan
kualitas hidup dan memperpanjang masa
hidup.
 Dua jenis pengobatan yang efektif untuk
limfoma adalah radioterapi dan
kemoterapi.
Penatalaksanaan
Radiasi. Terapi radiasi diberikan jika penyakit ini hanya
melibatkan area tubuh tertentu saja. Terapi radiasi
dapat diberikan sebagai terapi tunggal, namun
umumnya diberikan bersamaan dengan kemoterapi.
Jika setelah radiasi penyakit kembali kambuh, maka
diperlukan kemoterapi. Beberapa jenis terapi radiasi
dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker yang lain,
seperti kanker payudara atau kanker paru, terutama
jika klien berusia < 30 tahun. Umumnya klien anak
diterpai dengan kemoterapi kombinasi, tapi mungkin
juga diperlukan terapi radiasi dosis rendah.
 Kemoterapi.

 Jika penyakit ini sudah meluas dan sudah melibatkan


kelenjar getah bening yang lebih banyak atau organ lainnya,
maka kemoterapi menjadi pilihan utama. Regimen
kemoterapi yang umum diberikan adalah ABVD
(Doksorubisin, Adriamisin, Bleomisin, Vinblastin,
Dakarbazin), BEACOPP, COPP, Stanford V, dan MOPP.

 Regimen MOPP (terdiri dari Mechlorethamine, Oncovin,


Procarazine, dan Prednisone) merupakan regimen standar,
namun bersifat sangat toksik,

 sedangkan regimen ABVD merupakan regimen yang lebih


baru dengan efek samping yang lebih sedikit dan merupakan
regimen pilihan saat ini. Kemoterapi diberikan dalam
beberapa siklus, umumnya sela beberapa minggu. Lamanya
kemoterapi diberikan sekitar 6-10 bulan.
Transplantasi sumsum tulang.

Jika penyakit kembali kambuh setelah remisi dicapai


dengan kemoterapi inisial, maka kemoterapi dosis tinggi
dan transplantasi sumsum tulang atau sel induk perifer
autologus (dari diri sendiri) dapat membantu
memperpanjang masa remisi penyakit.
Karena kemoterapi dosis tinggi akan merusak sumsum
tulang, maka sebelumnya dikumpulkan dulu sel induk
darah perifer atau sumsum tulang.
komplikasi
 Akibat pertumbuhan kanker:
Pansitopenia, perdarahan, infeksi, kelainan pada jantung,
kelainan pada paru- paru, sindrom vena cava superior,
kompresi pada spinal cord, kelainan neurologis, obstruksi
hingga perdarahan pada traktus gastrointestinal, nyeri, dan
leukositosis jika penyakit sudah memasuki tahap leukemia.
 Akibat penggunaan kemotherapi:
Pansitopenia, mual dan muntah, infeksi, kelelahan,
neuropati, dehidrasi setelah diare atau muntah, toksisitas
jantung akibat penggunaan doksorubisin, kanker sekunder
dan sindrom lisis tumor.
Daftar Pustaka
 (t.thn.). Dipetik November 6, 2015, dari http://id.m.wikipedia.org>wiki>limfoma.
 Abdurrachman MH, d. (1998). Ilmu Kesehatan Anak, Buku I. Jakarta: Penerbit Fakultas
Kedokteran UI.
 Corwin, E. J. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
 Edward F Goldjan, M. (2014). Rapid Review Pathology Edisi 4. Philadelphia: Elsevier
Saunders.
 Litctman, M. A. (2011). Williams Manual of Hematotoly. New York: Mc Graw Hill
Medical.
 Price, S. A. (2015). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses penyakit. Jakarta: EGC.
 Putte, C. V. (2013). Seeley's Essential of Anatomy & Physiology Edisi 8. New York: Mc
Graw-Hill.
 Reksodipuro, A. H. (2011). Non Hodgkin Lymphoma in Jakarta. Indonesian Journal of
Cancer volume 5 nomor 3 .
 Sujana Movva, M. (2015, April 26). http://www.M.Webmd.com/a-to-z-guides/burkitt-
lymphoma-prognosis-diagnosis-treatment. Dipetik November 11, 2015, dari
http://www.webmd.com/a-to-z
 Tjokronegoro, P. d. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi III. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai