Anda di halaman 1dari 13

ILMU RESEP

(SKRINING FARMASETIS)
KELOMPOK 2 :

ELIN SETIANINGSIH
HANA ASTARI
IIR ROHIMAH
ILHAM FAUZAN
KENKEN AINA RAHMAWATI
LAILATUL HIKMATIN FUZIAH
LIBERTI SUTOMO
MARCO SULIS SAMIAJI
METHA HENDRIANA PUTRI
NABILA SYAHRIFAH ZAHRA
NDARI RAHMADANI
NENI NURMAYANI

FARMASI 2A
SKRINING FARMASETIS MELIPUTI :

1. BENTUK SEDIAAN
2. DOSIS
3. POTENSI
4. STABILITAS
5. INKOMPABILITAS
6. CARA DAN LAMA PEMBERIAN
1. BENTUK SEDIAAN

Zaman-Joenoes (2001) mengatakan bahwa bentuk sediaan obat ialah


sediaan yang mengandung satu atau beberapa zat berkhasiat, umumnya dimasukkan
dalam suatu vehikulum yang diperlukan untuk formulasi hingga didapat suatu produk
(dengan dosis-unit, volume, serta sediaan yang diinginkan) yang siap untuk diminum
atau dipakai oleh penderita. Pembagian obat menurut bentuk sediaan yang lazim
diberikan kepada penderita ialah sebagai berikut:

a) Obat cair: Solutio, mixtura, mixtura agitanda, suspensio, emulsi, saturasi, galenica,
guttae (obat tetes), sirup, injeksi, aerosol (obat semprot).
b) Obat setengah padat: linimentum (obat gosok), unguentum (salep, cream), pasta, sapo
(sabun), emplastrum (plester).
c) Obat padat: pulvis (serbuk tidak terbagi), pulveres (puyer), kapsul, tablet, pil,
suppositoria.
 Faktor-faktor bahan obat yang menentukan pemilihan bentuk sediaan obat dalam
penulisan resep:

1. Sifat-sifat fisiko kimia bahan obat:


a. Bahan obat higroskopis sebaiknya diberikan dalam bentuk cairan.
b. Bahan obat tidak larut dalam air umumnya diberikan dalam bentuk padat seperti
pulveres, tablet, dan kapsul.
c. Bahan obat yang dirusak oleh getah lambung diberikan dalam bentuk injeksi (misalnya
penicillin G dan Adrenalin G).
2. Hubungan aktivitas atau struktur kimia obat :
a. Derivat barbiturat thiopental (ultra-short-acting) diberikan dalam bentuk injeksi.
b. Derivat barbiturat Phenobarbital (long-acting) umumnya diberikan oral dalam bentuk
tablet, kapsul, atau puyer.
3. Sifat farmakokinetik bahan obat :
Obat yang mengalami first pass effect pada hati kurang efektif bila diberikan dalam
salah satu bentuk sediaan oral karena mengurangi bioavailabilitas obat. Misalnya
Nitroglicerine dan isosorbide dinitrat untuk angina pectoris dipilih tablet sublingual.
4. Bentuk sediaan yang paling stabil :
Contoh vitamin C ini mudah larut dalam air, tetapi tidak diberikan dalam bentuk obat
minum karena tidak stabil dalam bentuk larutan. Dalam hal seperti ini dipilih bentuk
sediaan padat (tablet).
2. DOSIS

Dosis (takaran) suatu obat adalah banyaknya suatu obat yang dapat
dipergunakan atau diberikan kepada seorang penderita baik untuk dipakai sebagai obat
dalam maupun obat luar. Ketentuan Umum Farmasi Indonesia (FI) edisi III
mencantumkan 2 dosis yakni :
a. Dosis Maksimal (maximum)
Berlaku untuk pemakaian sekali dan sehari. Penyerahan obat dengan dosis
melebihi dosis maksimum dapat dilakukan dengan membubuhi tanda seru dan paraf
dokter penulisan resep, diberi garis dibawah nama obat tersebut atau banyaknya obat
hendaknya ditulis dengan huruf lengkap.
b. Dosis Lazim (Usual Doses)
Merupakan petunjuk yang tidak mengikat tetapi digunakan sebagai pedoman
umum (dosis yang biasa / umum digunakan).
 Macam – Macam Dosis :
Ditinjau dari dosis (takaran) yang dipakai, maka dapat dibagi sebagai berikut :
a. Dosis terapi/Dosis medicinalis
Adalah dosis (takaran) yang diberikan dalam keadaan biasa dan dapat
menyembuhkan si sakit.
b. Dosis maksimum
Adalah dosis (takaran) yang terbesar yang dapat diberikan kepada orang dewasa
untuk pemakaian sekali dan sehari tanpa membahayakan.
c. Dosis toxica
Adalah dosis yang menyebabkan keracunan, tidak membawa kematian.

d. L.D.50
Adalah dosis (takaran) yang menyebabkan kematian pada 50% hewan percobaan.

e. L.D.100
Adalah dosis (takaran) yang menyebabkan kematian pada 100% hewan perconaan.

f. Dosis inisiasi/Dosis awal


Adalah dosis ( takaran ) yang diberikan pada awal suatu terapi sampai tercapai kadar
kerja yang diinginkan secaraterapeutik.

g. Dosis pemeliharaan
Adalah dosis ( takaran ) yang harus diberikan selanjutnya setelah tercapaikejenuhan
untuk memelihara kerja sertakonsentrasi jaringanyang sudah berusia lanjut ,
makapemberian dosis lebih kecil dari dosis dewasa.

Dosis harus disesuaikan dengan umur, atau berat badan pasien. Sesuai disini
maksudnya dapat menyelesaikan problem terapi pasien. Disini akan dihitung dosis dan
apakah over dosis atau tidak.
3. POTENSI
4. STABILITAS

Stabilitas diartikan bahwa obat (bahan obat sediaan obat), disimpan pada kondisi
penyimpanan tertentu didalam kemasan penyimpanan dan pengangkutan tidak menunjukan
perubahan sama sekali atau berubah dalam batas-batas yang diperbolehkan. Stabilitas produk
sediaan farmasi dapat didefinisikan sebagai suatu rancang bangun formulasi tertentu dalam
kemasan spesifik, yang ditunjukkan untuk mempertahankan spesifikasi fisika kimia,
mikrobiologi terapetik dan toksikologi. Rancang bangun ini diupayakan mampu menjamin
bahwa yang diperoleh pengumpulan data sampel produk obat terkemas (Connor et al, 1992 :
129).
Pada umunya penentuan kestabilan suatu zat dapat dilakukan dengan cara
kinetika kimia. Cara ini tidak memerlukan waktu yang lama sehingga praktis digunakan
dalam bidang farmasi. Hal-hal yang penting diperhatikan dalam penentuan kestabilan
suatu zat dengan cara kinetika kimia adalah (Anonim, 2004) :
1. Kecepatan reaksi
2. Farktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi
3. Tingkat reaksi dengan cara penentuannya
Suatu obat kestabilannya dapat dipengaruhi juga oleh pH, dimana reaksi
penguraian dari larutan obat dapat dipercepat dengan penambahan asam (H+) atau basa
(OH-) dengan menggunakan katalisator yang dapat mempercepat reaksi tanpa ikut
bereaksi dan tidak mempengaruhi hasil dari reaksi. (Ansel, 1989)
5. INKOMPABILITAS

A. Inkompabilitas Fisika
Terjadinya perubahan perubahan yang tidak diinginkan dalam waktu pencampuran
sediaan obat tanpa ada perubahan susunan kimianya. Selain itu bahan obat yang dicampurkan
tidak memberikan campuran yang homogen (Arkel, 1963).
 Contoh inkompatibilitas fisika :
1. Meleleh atau menjadi basah campuran serbuk
Terjadi karena titik lebur suatu campuran lebih rendah daripada titik lebur suhu
kamar. Hal ini disebabkan karena hal-hal berikut :
a. Penurunan titik cair
b. Penurunan tekanan uap relatif
Melelehnya suatu campuran serbuk disebabkan karena campurannya lebih higrokopis
daripada masing-masing zat nya. Higroskopis suatu zat tergantung dari tekanan uap larutan
jenuh tersebut. Jika tekanan uap ini lebih kecil dari derajat kelembaban udara maka
zat akan menarik air dari udara dan akan meleleh.
c. Bebasnya air hablur disebabkan oleh pembentukan garam rangkap dengan air
hablur lebih sedikit garam-garam penyusunya atau bebasnya air karena suatu reaksi
kimia
2. Tak dapat larut dan tidak mencampur
Campuran yang tidak homogen disebabkan pada pencampuran zat-zat
padat dan zat-zat cair, zat padat tersebut tidak dapat larut dalam zat cair yang
tidak bisa bercampur.

3. Penggaraman (salting out)


Penggaraman adalah pengurangan kelarutan suatu zat dengan
menambahkan garam-garam atau zat yang dapat larut dalam larutannya. Hal ini
sangat penting untuk garam alkaloid dan obat-obat keras yang tidak larut dan
mengendap di dasar botol jika dilakukan penggojogan tidak akan terbagi sama
rata. Dimungkinkan pasien akan memperoleh dosis besar pada sendok terakhir.

4. Adsorbsi
Adsorbsi merupakan suatu peristiwa fisika yang harus diperhatikan.
Contoh bahan pengabsorbsi kuat : karbo adsorben, kaolin, dan norit. Semua
peristiwa adsorbsi belum bisa dianggap sebagai suatu peristiwa fisika murni
karena didapat ada reaksi kimia berupa pertukaran ion pada zat-zat tersebut.
Carbo mengardsobsi zat-zat elektronegatif maupun elektropositif sedangkan
kaolin dan norit mampu mengadsorbsi alkaloid-alkaloid dan zat-zat warna yang
basa (Arkel, 1963).
B. Inkompabilitas Kimia

Perubahan-perubahan yang terjadi karena timbulnya reaksi kimia pada


waktu mencampurkan bahan obat-obatan. Dapat disebabkan dengan berbagai
macam hal dan hasil reaksinya pun berbeda (Arkel, 1963). Contoh inkompatibilitas
kimia antara lain :
1. Reaksi pengendapan
Reaksi yang terjadi karena perubahan-perubahan kedua zat yang bereaksi
akan terbentuk suatu endapan yang tidak larut. Contohnya CaBr dengan Na salisilat
akan membentuk Ca yang salisilat yang tidak larut.
2. Reaksi-reaksi asam basa
Reaksi yang terjadi antara campuran zat yang bersifat asam dan bersifat
basa akan menimbulkan suatu gas.
3. Reaksi oksidasi dan reduksi
Bahan-bahan yang mudah teroksidasi adalah bahan-bahan yang teraktifkan
oleh panas, misalnya sulfat, morfin, dan atropin. Sedangkan untuk peristiwa reduksi
jarang terjadi, sebagai cotoh garam Ag dan garam Hg di reduksi oleh cahaya menjadi
bentuk logam nya.
4. Perubahan warna
Jika terjadi perubahan warna akan menimbulkan kesukaran dalam
mengidentifikasi susunan kimia dari hasil reaksi suatu zat yang berwarna. Sebagai
contoh senyawa asam askorbat dengan asam nikotinamide membentuk warna
kuning sitrun.
6. CARA DAN LAMA PEMBERIAN
SEKIAN
DAN
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai