Kel. 2 Skrining Farmasetis
Kel. 2 Skrining Farmasetis
(SKRINING FARMASETIS)
KELOMPOK 2 :
ELIN SETIANINGSIH
HANA ASTARI
IIR ROHIMAH
ILHAM FAUZAN
KENKEN AINA RAHMAWATI
LAILATUL HIKMATIN FUZIAH
LIBERTI SUTOMO
MARCO SULIS SAMIAJI
METHA HENDRIANA PUTRI
NABILA SYAHRIFAH ZAHRA
NDARI RAHMADANI
NENI NURMAYANI
FARMASI 2A
SKRINING FARMASETIS MELIPUTI :
1. BENTUK SEDIAAN
2. DOSIS
3. POTENSI
4. STABILITAS
5. INKOMPABILITAS
6. CARA DAN LAMA PEMBERIAN
1. BENTUK SEDIAAN
a) Obat cair: Solutio, mixtura, mixtura agitanda, suspensio, emulsi, saturasi, galenica,
guttae (obat tetes), sirup, injeksi, aerosol (obat semprot).
b) Obat setengah padat: linimentum (obat gosok), unguentum (salep, cream), pasta, sapo
(sabun), emplastrum (plester).
c) Obat padat: pulvis (serbuk tidak terbagi), pulveres (puyer), kapsul, tablet, pil,
suppositoria.
Faktor-faktor bahan obat yang menentukan pemilihan bentuk sediaan obat dalam
penulisan resep:
Dosis (takaran) suatu obat adalah banyaknya suatu obat yang dapat
dipergunakan atau diberikan kepada seorang penderita baik untuk dipakai sebagai obat
dalam maupun obat luar. Ketentuan Umum Farmasi Indonesia (FI) edisi III
mencantumkan 2 dosis yakni :
a. Dosis Maksimal (maximum)
Berlaku untuk pemakaian sekali dan sehari. Penyerahan obat dengan dosis
melebihi dosis maksimum dapat dilakukan dengan membubuhi tanda seru dan paraf
dokter penulisan resep, diberi garis dibawah nama obat tersebut atau banyaknya obat
hendaknya ditulis dengan huruf lengkap.
b. Dosis Lazim (Usual Doses)
Merupakan petunjuk yang tidak mengikat tetapi digunakan sebagai pedoman
umum (dosis yang biasa / umum digunakan).
Macam – Macam Dosis :
Ditinjau dari dosis (takaran) yang dipakai, maka dapat dibagi sebagai berikut :
a. Dosis terapi/Dosis medicinalis
Adalah dosis (takaran) yang diberikan dalam keadaan biasa dan dapat
menyembuhkan si sakit.
b. Dosis maksimum
Adalah dosis (takaran) yang terbesar yang dapat diberikan kepada orang dewasa
untuk pemakaian sekali dan sehari tanpa membahayakan.
c. Dosis toxica
Adalah dosis yang menyebabkan keracunan, tidak membawa kematian.
d. L.D.50
Adalah dosis (takaran) yang menyebabkan kematian pada 50% hewan percobaan.
e. L.D.100
Adalah dosis (takaran) yang menyebabkan kematian pada 100% hewan perconaan.
g. Dosis pemeliharaan
Adalah dosis ( takaran ) yang harus diberikan selanjutnya setelah tercapaikejenuhan
untuk memelihara kerja sertakonsentrasi jaringanyang sudah berusia lanjut ,
makapemberian dosis lebih kecil dari dosis dewasa.
Dosis harus disesuaikan dengan umur, atau berat badan pasien. Sesuai disini
maksudnya dapat menyelesaikan problem terapi pasien. Disini akan dihitung dosis dan
apakah over dosis atau tidak.
3. POTENSI
4. STABILITAS
Stabilitas diartikan bahwa obat (bahan obat sediaan obat), disimpan pada kondisi
penyimpanan tertentu didalam kemasan penyimpanan dan pengangkutan tidak menunjukan
perubahan sama sekali atau berubah dalam batas-batas yang diperbolehkan. Stabilitas produk
sediaan farmasi dapat didefinisikan sebagai suatu rancang bangun formulasi tertentu dalam
kemasan spesifik, yang ditunjukkan untuk mempertahankan spesifikasi fisika kimia,
mikrobiologi terapetik dan toksikologi. Rancang bangun ini diupayakan mampu menjamin
bahwa yang diperoleh pengumpulan data sampel produk obat terkemas (Connor et al, 1992 :
129).
Pada umunya penentuan kestabilan suatu zat dapat dilakukan dengan cara
kinetika kimia. Cara ini tidak memerlukan waktu yang lama sehingga praktis digunakan
dalam bidang farmasi. Hal-hal yang penting diperhatikan dalam penentuan kestabilan
suatu zat dengan cara kinetika kimia adalah (Anonim, 2004) :
1. Kecepatan reaksi
2. Farktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan reaksi
3. Tingkat reaksi dengan cara penentuannya
Suatu obat kestabilannya dapat dipengaruhi juga oleh pH, dimana reaksi
penguraian dari larutan obat dapat dipercepat dengan penambahan asam (H+) atau basa
(OH-) dengan menggunakan katalisator yang dapat mempercepat reaksi tanpa ikut
bereaksi dan tidak mempengaruhi hasil dari reaksi. (Ansel, 1989)
5. INKOMPABILITAS
A. Inkompabilitas Fisika
Terjadinya perubahan perubahan yang tidak diinginkan dalam waktu pencampuran
sediaan obat tanpa ada perubahan susunan kimianya. Selain itu bahan obat yang dicampurkan
tidak memberikan campuran yang homogen (Arkel, 1963).
Contoh inkompatibilitas fisika :
1. Meleleh atau menjadi basah campuran serbuk
Terjadi karena titik lebur suatu campuran lebih rendah daripada titik lebur suhu
kamar. Hal ini disebabkan karena hal-hal berikut :
a. Penurunan titik cair
b. Penurunan tekanan uap relatif
Melelehnya suatu campuran serbuk disebabkan karena campurannya lebih higrokopis
daripada masing-masing zat nya. Higroskopis suatu zat tergantung dari tekanan uap larutan
jenuh tersebut. Jika tekanan uap ini lebih kecil dari derajat kelembaban udara maka
zat akan menarik air dari udara dan akan meleleh.
c. Bebasnya air hablur disebabkan oleh pembentukan garam rangkap dengan air
hablur lebih sedikit garam-garam penyusunya atau bebasnya air karena suatu reaksi
kimia
2. Tak dapat larut dan tidak mencampur
Campuran yang tidak homogen disebabkan pada pencampuran zat-zat
padat dan zat-zat cair, zat padat tersebut tidak dapat larut dalam zat cair yang
tidak bisa bercampur.
4. Adsorbsi
Adsorbsi merupakan suatu peristiwa fisika yang harus diperhatikan.
Contoh bahan pengabsorbsi kuat : karbo adsorben, kaolin, dan norit. Semua
peristiwa adsorbsi belum bisa dianggap sebagai suatu peristiwa fisika murni
karena didapat ada reaksi kimia berupa pertukaran ion pada zat-zat tersebut.
Carbo mengardsobsi zat-zat elektronegatif maupun elektropositif sedangkan
kaolin dan norit mampu mengadsorbsi alkaloid-alkaloid dan zat-zat warna yang
basa (Arkel, 1963).
B. Inkompabilitas Kimia