Anda di halaman 1dari 25

MUHAMMAD DIMAS FADLI DJAMHURI (A1A116003)

MENDHIKA NELLA TIVANI (A1A116006)


WISNU ARUM WULANDARI (A1A116033)
JIHAN (A1A1160)
DAMPAK KEBIJAKAN HARGA TERTINGGI
DAN TERENDAH BAGI PASAR
KEBIJAKAN HARGA TERTINGGI
Kebijakan harga tertinggi atau Ceiling Price adalah Penetapan harga
maksimum, yaitu batas tertinggi harga penjualan yang harus dipatuhi oleh
produsen. Kebijakan penetapan harga maksimum ini bertujuan untuk
melindungi konsumen, agar konsumen dapat menikmati harga yang tidak
terlalu tinggi. Jika harga suatu barang dianggap terlalu tinggi sehingga tidak
dapat dijangkau lagi oleh masyarakat, maka pemerintah dapat menetapkan
harga maksimum atau biasa disebut Harga Eceran Tertinggi ( HET ) atau
ceiling price. Maksud HET adalah bahwa suatu barang tidak boleh dijual
dengan harga lebih tinggi daripada yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
LANJUTAN
Jika HET ditetapkan sama dengan atau lebih tinggi daripada harga
keseimbangan sebagaimana ditetentukan oleh supply dan demand di
pasaran, maka penetapan harga ini tidak banyak pengaruhnya, dan hanya
sekadar untuk mencegah para penjual menaikkan harga lebih daripada
batas yang ditetapkan itu. Tetapi bila HET itu lebih rendah daripada harga
keseimbangan, akan timbul berbagai persoalan.
CONTOH

klik
KEBIJAKAN HARGA TERENDAH
Kebijakan harga terendah atau Floor Price adalah Harga dasar, yaitu
tingkat harga minimum yang dilakukan pemerintah. Penetapan harga dasar ini
bertujuan untuk melindungi produsen, karena dirasakan harga pasar produk
yang dihasilkan dianggap terlalu rendah sehingga pendapatan para produsen
terancam. Untuk melindungi para produsen maka pemerintah dapat campur
tangan dengan menetapkan harga minimum atau Harga Eceran Terendah.
Harga minimum ini lebih tinggi daripada harga keseimbangan yang berlaku di
pasar.
LANJUTAN
Kebijakan menentukan harga diatas harga pasar, sehingga produsen
akan menjual lebih banyak barang tetapi permintaan akan turun karena
harga yang lebih tinggi dari harga pasar (hukum permintaan). Sehingga
akan terjadi selisih antara barang yang di supply dengan konsumsi di
masyarakat
CONTOH

klik
EFEK PAJAK TERHADAP KESEJAHTERAAN
PASAR DAN PEMERINTAH
PENGERTIAN PAJAK
Pajak adalah suatu kewjiban kenegaraan dan pengapdian peran
aktif warga negara dan anggota masyarakat lainnya untuk
membiayai berbagai keperluan negara berupa pembangunan
nasional yang pelaksanaannya diatur dalam Undang-Undang dan
peraturan-peraturan untuk tujuan kesejahteraan dan negara.
PERAN PAJAK
Dalam menerapkan kebijakan anggaran baik anggaran defisit maupun anggaran surplus, tidak
terlepas dari peran pajak sebagai sumber pendapatan utama.
Dalam penerapan anggaran surplus, pemerintah dapat meningkatkan pajak khususnya pajak
penghasilan atau pajak tidak dinaikkan tetapi pengeluaran pemerintah dikurangi. Begitu juga
dalam penerapan anggaran defisit, pemerintah dapat menurunkan tingkat pajak sehingga
konsumsi masyarakat dapat meningkat dan gairah usaha juga meningkat.
Pajak yang regresif cenderung untuk memperbesar ketidakmerataan penghasilan dalam
masyarakat. Sebaliknya semakin progresif sistem pajak yang dianut oleh suatu perekonomian
akan semakin berkuranglah perbedaan penghasilan yang terdapat dalam perekonomian,
sehingga sistem pajak yang digunakan hendaklah bersifat progresif tajam.
Suatu pajak dikatakan mempunyai struktur yang progresif apabila persentase beban pajak
terhadap pendapatan naik dengan meningkatnya pendapatan. Sedangkan struktur
pajak dikatakan bersifat regresif apabila persentase beban pajak terhadap pendapatan
menurun dengan meningkatnya pendapatan.
EFEK PAJAK
Kebanyakan ahli ekonomi, terutama neo-klasik berpendapat bahwa pajak
menciptakan distorsi pasar yang mengakibatkan pasar yang tidak efisien. Oleh karenanya,
mereka mencari jenis pajak yang dapat meminimalkan pengaruh distorsi tersebut.
Pemerintah menggunakan berbagai jenis pajak dan menetapkan berbagai tarif pajak.
Tindakan ini dilakukan untuk mendistribusikan beban pajak kepada individu atau kelas
populasi yang terlibat dalam kegiatan kena pajak, seperti misalnya bisnis atau untuk
mendistribusi ulang sumber daya di antara individu dan kelas populasi.
Pada masa kebangsawanan ditunjukkan dengan adanya pajak atas yang miskin; sistem
jaminan kesejahteraan modern bersifat sebaliknya, ditujukan untuk membantu rakyat miskin,
cacat, atau pensiun dengan memajaki rakyat yang masih bekerja.
Pajak juga digunakan untuk membiayai bantuan ke negara lain dan ekpedisi militer, untuk
mempengaruhi kondisi ekonomi makro (strategi pemerintah dalam pelaksanaan kebijakan ini
disebut kebijakan fiskal), atau untuk mengubah pola konsumsi dan tenaga kerja dalam sistem
ekonomi, dengan menjadikan beberapa jenis transaksi kurang menarik
CONTOH KESEIMBANGAN HARGA PASAR SEBELUM
DAN SESUDAH PAJAK
Fungsi permintaan pada sebuah barang ditunjukkan P = 15-Q. Sedangkan fungsi
penawaran ditunjukan oleh P = 0,5 Q +3. Jika pada barang tersebut dikenakan
biaya pajak sebesar $3/unit.
Tentukan harga keseimbangan sesudah dan sebelum pajak. Tambahkan kurva
pergeseran harga keseimbangan pasar setelah dan sebelum pajak!
Pembahasan:
Untuk keseimbangan harga sebelum pajak maka kedua fungsi harus diubah dalam
bentuk Q. Fungsi permintaan P = 15 -Q diubah menjadi Q = 15- P. Sementara untuk
fungsi penawaran dari P = 0,5 Q +3. Diubah secara matematis sehingga diperoleh
Q = 2P-6.
Sama dengan langkah dan syarat keseimbangan pasar pada soal sebelumnya.
Harga keseimbangan pasar terjadi saat Qd=Qs . Dan diselesaikan menjadi.
Qd =Qs
15-P = 2P-6
-P -2P = -6-15
-3P = -21
P = 7.
Jadi harga keseimbangan pasar sebelum pajak adalah $7. Untuk jumlah barang
yang ditawarkan / yang di minta substitusikan ke fungsi Q (salah satu saja terserah
mau yang mana) lagi. Q = 2P -6 = 2 (7)-6 = 8. Kesimpulan akhir yang diperoleh
pada kondisi sebelum pajak yaitu jumlah barang adalah 8 pada harga $7.
Keseimbangan Harga setelah Pajak : P = aQ + b + pajak
Untuk Keseimbangan harga setelah Pajak. Maka pada fungsi penawaran
ditambahkan pajak sehingga fungsi penawaran yang pada awalnya P = 0,5 Q + 3
ditambah dengan pajak menjadi P = 0,5 Q + 3 +3. Dari fungsi penawaran P =0,5
Q + 6 maka dibentuk fungsi tersebut dalam bentuk Q menjadi Q = 2P -12.
Langkah penyelesaian selanjutnya sama.
Qd =Qs
15-P = 2P-12
-P -2P = -12-15
-3P = -27
P =9
Jadi setelah pajak harga keseimbangan menjadi $9 atau naik 2 dollar dari harga
keseimbangan sebelum ada pajak. Kemudian jumlah produk pada saat
keseimbangan harga adalah Q = 15-P = 15-9 =6
KURVA BERGESER NAIK JIKA DIBEBANKAN PAJAK

Kesimpulannya adalah keseimbangan harga setelah pajak adalah $9 dengan total


produk = 6. Untuk kurva pergeseran keseimbangan harga pasar sebelum dan
sesudah pajak bisa dilihat dalam grafik di bawah ini. Warna hijau adalah harga
keseimbangan sebelum pajak dan warna merah adalah kurva keseimbangan harga
setelah pajak.
Dari perhitungan di atas terlihat bahwa pajak yang ditanggung produsen adalah
$2. terlihat dari kenaikan harga dari $7 menjadi $9. Kemudian jika kita baca soal
biaya pajak adalah $3, produsen telah menanggung pajak $2. Untuk yang $1 lagi
ditanggung oleh konsumen. Dari biaya pajak tersebut, total pendapatan pemerintah
adalah $3 x 6 = $18. Angka 6 didapat dari jumlah produk pada saat
keseimbangan harga setelah pajak.
DAMPAK PENGENAAN TARIF PADA
TERHADAP KESEJAHTERAAN PASAR DAN
PEMERINTAH
PENGERTIAN TARIF

Tarif adalah suatu pembebanan terhadap barang yang melintas daerah pabean, yaitu
suatu daerah geografis dimana barang bebas bergerak tanpa dikenakan cukai/bea
pabean. Tarif merupakan suatu rintangan yang membatasi kebebasan perdagangan
internasional. Salah satu jenis tarif yaitu tarif impor yang merupakan pajak atau bea
yang dikenakan terhadap barang-barang yang masuk dalam custom area suatu negara
dengan ketentuan-ketentuan bahwa negara tersebut sebagai tujuan akhir.
Indonesia telah mengikatkan tarif impor kedelai dalam kesepakatan AFTA sebesar
27% efektif tahun 2010. AFTA memberi kebebasan sejak tahun 2004 untuk
menerapkan tariff impor kedelai maksimal 5%. Pada bulan Pebruari 2005 Indonesia
akan menerapkan tariff impor kedelai sebesar 10% (dari perdebatan antara 10
sampai 15%). Pemerintah berkeinginan akan menerapkan tariff 27% pada tahun
2007 pada saat perkiraan tercapainya swasembada kedelai dengan program
BANGKIT KEDELAI yang dimulai tahun 2004. Waktu penetapan tersebut mendahului
kesepakatan AFTA dan WTO (2010). Dari latar belakang historikal dan polemik
tersebut, hasil analisis ini mencoba melakukan justifikasi. Pada Grafik 1, 2, dan 3
dapai dilihat bagaimana margin perubahan surplus konsumen (CS), surplus produsen
(PS), penerimaan pemerintah (GS) dan efek kesejahteraan sosial (NS) pada
berbagai besaran tarif. Pada tiga nilai tukar rupiah yang digunakan (Rp8 000; Rp9
000; dan Rp9 500) per US$ menunjukkan pola sebagai berikut. Pada kenaikan tariff
dari 5% ke 10% berdampak pada kenaikan margin surplus yang besar. Kenaikan
tersebut utamanya pada surplus produsen (PS) rata-rata 101.27%, kemudian efek
kesejahteraan sosial (NS) rata-rata 96.03%. Penurunan CS rata-rata 95.70% yang
lebih kecil dibandingkan dengan PS. Sedangkan GS naik rata-rata 94.14%.
GRAFIK DAMPAK BESAR TARIF TERHADAP MARGIN PERUBAHAN SURPLUS PADA KURS
RP8000/US$, RP9000/US$, RP9500/US$
Pada kenaikan tariff 10% ke 15% terjadi Pada kenaikan tariff 10% ke 15% terjadi
penurunan dampak untuk semua surplus. penurunan dampak untuk semua surplus.
Sedangkan pada kenaikan tariff 15% ke 27% Sedangkan pada kenaikan tariff 15% ke 27%
mengalami kenaikan surplus kembali kecuali NS mengalami kenaikan surplus kembali kecuali
pada kurs Rp8 000/US$ (Grafik 1) dan untuk NS pada kurs Rp8 000/US$ (Grafik 1) dan
semua surplus (pada kurs Rp9 000/US$ (Grafik untuk semua surplus (pada kurs Rp9 000/US$
(Grafik 2) mengalami penurunan. Pada kurs
2) mengalami penurunan. Pada kurs Rp9 Rp9 500/US$ semua besaran tariff sampai 27%
500/US$ semua besaran tariff sampai 27% meningkatkan dampak surplus berkisar antara
meningkatkan dampak surplus berkisar antara 66.55%-82.71% namunm pada tariff 10%
66.55%-82.71% namunm pada tariff 10% dampak kenaikan tariffnya masih lebih besar
dampak kenaikan tariffnya masih lebih besar berkisar 94.14%-101.27%. Hasil ini
berkisar 94.14%-101.27%. Hasil ini mengindikasikan bahwa pada kesimbangan
mengindikasikan bahwa pada kesimbangan perdagangan yang ada sekarang dengan
perdagangan yang ada sekarang dengan menetapkan tariff sebesar 10% merupakan
menetapkan tariff sebesar 10% merupakan kondisi besaran tariff yang paling baik.
kondisi besaran tariff yang paling baik. Peningkatan tariff sampai 27% masih dapat
Peningkatan tariff sampai 27% masih dapat dimungkinkan khususnya pada saat rupiah
dimungkinkan khususnya pada saat rupiah terdepresiasi sampai Rp9 500/US$ dari kondisi
terdepresiasi sampai Rp9 500/US$ dari kondisi sekarang,citeris paribus.
sekarang,citeris paribus.
GRAFIK DAMPAK KENAIKAN KURS TERHADAP MARGIN
PERUBAHAN PADA SURPLUS

Skenario simulasi kebijakan digunakan nilai nilai tukar Rp8 000.00/ US$; Rp9 000.00/US$,
dan Rp9 500.00/US$. Pada Grafik 4 dan 5 terlihat bahwa dengan perubahan berbagai tingkat
nilai tukar rupiah tidak menunjukkan dampak perubahan pada (CS) dan (PS). Hal ini sejalan
dengan hasil penelitian Sudaryanto et al., (2000) bahwa harga dalam negeri tidak dipengaruhi
oleh tarif. Kemudian temuan studi Zulham dan Yumm, (1996) dari nisbah harga produsen dan
konsumen kedelai tidak berfluktuasi besar baik untuk antar daerah di Indonesai.
Siregar dan Sumaryanto (2003) dalam studinya menemukan bahwa petani menerima
harga kedelai masih dibawah/lebih rendah dari harga bayangannya. Siregar
(2003) juga menemukan bahwa fluktuasi harga kedelai di dalam negeri lebih kecil
dibandingkan dengan harga kedelai internasional. Dengan demikian paritas harga
domestik tidak berpengaruh pada permintaan dan penawaran kedelai Indonesia,
namun kuantitas kedelai yang mempengaruhi permintaan dan penawaran kedelai.
Hal itu sejalan dengan penelitian Erwidodo (1999) dan Swastika et al., (2000).
Perubahan nilai tukar rupiah berpengaruh pada perubahan pada GS utamnya pada
nilai tukar Rp8 000/US$ menjadi Rp9 000/US$ khususnya untuk tarif 10% dan
27%. Dengan rata-rata 2.79%. Hal itu juga terjadi pada NS yang mengalami
kenaikkan konsisten 60.64% (lihat Grafik 4). Dengan demikian pada kondisi
perdagangan sekarang penetapan tarif 10% masih baik, dan kenaikkan besar tarif
sampai 27% masih dimungkinkan karena masih berdampak pada kenaikan semua
surplus dan perbaikan kesejahteraan masyarakat, citereis paribus. Dari analisis tren
margin tersebut selanjutnya analisis simulai kebijakan pengenaan tariff difokuskan
pada tarif 10% dan 27% dengan nilai tukar Rp9 000/US$.
1. Perubahan Surplus Konsumen
Pada nilai tukar Rp9 000.000/US$ dengan pengenaan tarif impor kedelai sebesar
10% akan menurunkan surplus konsumen sebesar Rp 388.7 milyar. Pada peningkatan
tarif menjadi 27% penurunan surplus konsumen bertambah menjadi Rp743.1 milyar.
Namun secarakeseluruhan baik surplus produsen, penerimaan pemerintah dan efek
kesejahteraan social mengalami kenaikan yang lebih besar porsinya.
2. Perubahan Surplus Produsen
Secara umum, pengenaan tarif impor kedelai berdampak pada perbaikan produsen
pada berbagai skenario kebijakan. Pada nilai tukar Rp9 000.000/US$ dengan
pengenaan tarif impor kedelai sebesar 10% menaikkan surplus produsen sebesar
Rp115.3 milyar. Bila tarif ditingkatkan menjadi 27% akan meningkatkan surplus
produsen menjadi Rp233.4 milyar. Ini berarti bahwa kenaikkan besaran tarif impor
masih akan memberikan insentif bagi petani untuk meningkatkan produksinya, citeris
paribus.
3. Perubahan Penerimaan Pemerintah
Perubahan penerimaan pemerintah dengan pengenaan tarif impor sebesar 10%
pada nilaitukar Rp9 000/US$ porsinya paling besar yaitu Rp390.4 milyar. Kenaikan
perubahan penerimaan pemerintah masih terjadi pada peningkatan tarif impor
sampai 27% sebesar Rp733.6 milyar. Maknanya adalah bahwa pengenaan
kebijakan tari kedelai akan memberi dampak insentif yang menguntungkan bagi
pemerintah. Atas insentif pemerintah tersebut dapat dapat diggunakan kembali bagi
perbaikan/peningkatan produksi domestic melaui kebijakan fiscal maupun moneter.
4. Efek Kesejahteraan Sosial
Secara keseluruhan, pengenaan tariff impor kedelai dari semua simulasi kebijakan
perbaikan efek kesejahteraan sosial dan semakin meningkat pada setiap
peningkatan tariff dan perubahan nilai tukar rupiah. Pada nilai tukar
Rp9000.000/US$ dengan pengenaan tarif impor kedelai sebesar 10% akan
meningkatkan efek kesejahteraan social sebesar Rp117.0 milyar. Peningkatan besar
tariff sampai 27% masih akan meningkatkan efek kesejahteraan social keseluruhan
sebesar Rp223.9 milyar, citeris paribus. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan
besar tarif impor kedelai, sampai batas tertentu masih berdampak pada perbaikan
kesejahteraan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai