• Air adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, kecuali air laut dan air
fosil (Pasal 1 PP 82/2001)
• Pengendalian pencemaran air adalah upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta
pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air (pasal 1 PP
82/2001)
• Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi,
dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui
baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan (Pasal 1 UU 32/2009)
• Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukannya mahluk hidup, zat energi atau komponen lain
ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan tidak berfungsi sesuai dengan peruntukannya (Pasal 1 PP 82/2001)
Prinsip-Prinsip Hukum Pengendalian
Pencemaran Air
• Nilai-nilai lingkungan mempengaruhi bagaimana hukum
dibuat dan bagaimana melaksanakan hukum tersebut dalam
tataran praktek.
• Kaitan antara nilai-nilai dengan hukum:
– Mendorong lahirnya kebijakan atau hukum yang baru
– Mempengaruhi interprestasi dan penegakan hukum lingkungan
– Mempengaruhi pembuatan suatu keputusan
– Mempengaruhi subjek hukum
– Membantu legitimasi dari hukum lingkungan
Prinsip-prinsip berkaitan dengan lingkungan
yang diakui oleh hukum internasional:
Pembangunan Berkelanjutan (sustainable
development)
Prinsip Pencemar Membayar (Polluter pays
principle)
Prinsip Pencegahan (preventative principle)
Prinsip Kehati-hatian (Precautionary principle)
Asas-Asas Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan Pasal 2 UU
32/2009:
• tanggung jawab negara;
• kelestarian dan keberlanjutan;
• keserasian dan keseimbangan;
• keterpaduan;
• manfaat;
• kehati-hatian;
• keadilan;
• ekoregion;
• keanekaragaman hayati;
• pencemar membayar;
• Partisipatif;
• kearifan lokal;
• tata kelola pemerintahan yang baik; dan
• otonomi daerah.
UNEP Principles on Water Pollution Control 1997
• Prevent pollution rather than treating symptoms of pollution
• Use the precautionary principle
• Apply the polluter-pays-principle
• Apply realistic standards and regulations
• Balance economic and regulatory instruments
• Apply water pollution control at the lowest appropriate level
• Establish mechanisms for cross-sectoral integration
• Encourage participatory approach with involvement of all relevant
stakeholders
• Give open access to information on water pollution
• Promote international co-operation on water pollution control
Daftar Peraturan Perundang-undangan terkait Pengendalian
Pencemaran air
– Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
– Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
– Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian
Pencemaran Air
– Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan
– Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
– Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 110 Tahun 2003 tentang Pedoman Penetapan Daya
Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air.
– Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 111 Tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat
dan Tata Cara Perizinan serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke Air atau Sumber Air
– Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 114 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengkajian untuk
Menetapkan Kelas Air
– Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 142 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 111 Tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara
Perizinan serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke Air atau Sumber Air.
– Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 1 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengkajian untuk
Menetapkan Kelas Air.
– Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengendalian
Pencemaran Air
– Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 9 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengaduan dan
Penanganan Pengaduan Akibat Dugaan Pencemaran dan/atau Perusakan Lingkungan hidup.
– Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen
Lingkungan Hidup
– Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penerapan Sanksi
Administratif Di Bidang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
– Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah
Beberapa aspek dalam pengaturan perundang-
undangan mengenai pengendalian pencemaran air:
• Kewenangan
• Instrumen pengendalian pencemaran air: baku
mutu lingkungan, Amdal dan perizinan
• Pengendalian
• Pemulihan
• Pengaduan
• Penegakan hukum: pengawasan dan pengenaan
sanksi
Baku Mutu
Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran
batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi,
atau komponen yang ada atau harus ada
dan/atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya dalam suatu sumber daya
tertentu sebagai unsur lingkungan hidup (UU
32/2009)
Standar dalam lingkungan hidup (UU 32/2009,
diperuntukan untuk:
• Target/media lingkungan
• Sumber pencemar
Jenis baku mutu (UU 32/2009):
• baku mutu air;
• baku mutu air limbah;
• baku mutu air laut;
• baku mutu udara ambien;
• baku mutu emisi;
• baku mutu gangguan; dan
• baku mutu lain sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Keberadaan baku mutu dimaksudkan untuk:
• menentukan terjadinya pencemaran
lingkungan hidup (Pasal 20, ayat 1 UU
32/2009);
• sebagai ukuran bagi setiap orang untuk
membuang limbah ke media lingkungan hidup
(Pasal 20 ayat 3 UU 32/2009).
Ketentuan mengenai baku mutu air ada dalam
PP 82/2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air, sedangkan
ketentuan baku mutu air limbah ada dalam
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5
Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah.
Baku Mutu Air
Penetapan klasifikasi mutu air menjadi 4 (empat) kelas (PP 82/2001):
• Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air
minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut;
• Kelas dua,air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan,
air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
• Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan
ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut;
• Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut.
• Dari setiap kelas air tersebut ditentukan kriteria mutu air
dimana kriteria tersebut diatur di dalam lampiran PP
82/2001.
• Selanjutnya berdasarkan klasifikasi kelas dan kriteria mutu
air, ditetapkan baku mutu air (Pasal 10 PP 82/2001).
• Baku mutu air ditetapkan dalam PP, bisa diperketat dalam
Permen dan Perda Provinsi (PP 82/2001)
• Pedoman penetapan baku mutu air dan penambahan
parameter baku mutu air ditetapkan dengan Keputusan
Menteri (Pasal 12 ayat 3). Namun saat ini belum ada
peraturan menteri yang khusus mengatur mengenai baku
mutu air.
• Baku mutu air menjadi dasar pentapan status mutu air (PP
82/2001).
• Menjadi persyaratan limbah yang dapat dibuang ke media lingkungan (UU 32/2009, PP 82/2001)
• baku mutu air limbah, penetapannya didahului dengan penentuan daya tampung. Penetapan daya tampung
beban pencemaran air pada sumber air yang dilakukan sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali (Pasal 23 ayat (1)
dan (2)). Pedoman tersebut telah diatur di dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 110 Tahun
2003 tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air.
• Baku mutu air limbah nasional ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan memperhatikan saran masukan dari
instansi terkait (PP 82/2001)
• Baku mutu air limbah daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi dengan ketentuan sama atau lebih
ketat dari baku mutu limbah nasional (PP 82/2001)
• Baku mutu limbah secara khusus telah diatur di dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2014
tentang Baku Mutu Air Limbah. Permen ini harus dijadikan acuan bagi Gubernur untuk menetapkan baku mutu air
limbah dan penyusunan dokuman AMDAL, UKL-UPL atau dokumen kajian pembuangan air limbah (Pasal 2).
Disamping itu Gubernur melakukan kajian ilmiah paling sedikit satu kali dalam lima tahun (Pasal 4 ayat (2) dan (3))
untuk memastikan kesesuaiannya dengan daerah masing-masing.
Penentuan Baku mutu Status mutu Pemulihan
Kriteria (PP Pemantauan
kelas (PP air (PP air (PP (UU 32/200,
82/2001) (PP 82/2001)
82/2001) 82/2001) 82/2001) PP 82/2001)
Pasal 55 PP 82/2001
• Dalam hal baku mutu air pada sumber air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan
Pasal 12 ayat (1) belum atau tidak ditetapkan,
berlaku kriteria mutu air untuk Kelas II
sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Peraturan Pemerintah ini sebagai baku mutu
air.
Baku Mutu Limbah
Inventarisasi sumber pencemar (PP
82/2001)
Pasal 5 ayat (1) PP 27/2012 Penyusunan Amdal dituangkan ke dalam dokumen Amdal yang terdiri atas:
• Kerangka Acuan;
• Andal; dan
• RKL-RPL.
Pasal 6 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen
Lingkungan Hidup, Andal memuat:
• pendahuluan;
• deskripsi rinci rona lingkungan hidup awal;
• prakiraan dampak penting;
• evaluasi secara holistic terhadap dampak lingkungan;
• daftar pustaka; dan
• Lampiran
Cakupan Andal dalam Permen 16/2012 tersebut sedikit berbeda dengan cakupan Amdal yang diatur dalam
Pasal 25 UU 32/2009 di atas. Misalnya di dalam Permen tidak ada saran masukan serta tanggapan masyarakat
terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan.
PERIZINAN
• Pasal 72 mengatur mengenai pengawasan izin, yaitu Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya
wajib melakukan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap izin lingkungan.
• Kewenangan daerah tersebut dapat diambil alih oleh Menteri dalam hal Pemerintah menganggap terjadi pelanggaran yang
serius di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (Pasal 73), namun sebagaimana telah disampaikan
sebelumnya bahwa kriteria pengawasan oeh Menteri terhadap izin lingkungan yang diterbitkan oelh pemerintah daerah,
tidak dijelaskan.
Mekanisme pengawasan
• Mekanisme pengawasan yang diatur dalam UU 32/2009 sangat terbatas. UU ini hanya mengatur sampai kewenangan
pejabat pengawas lingkungan sebagaimana diatur dalan Pasal 74 ayat (1) bahwa pejabat pengawas lingkungan hidup
berwenang:
– melakukan pemantauan;
– meminta keterangan;
– membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan;
– memasuki tempat tertentu;
– memotret;
– membuat rekaman audio visual;
– mengambil sampel;
– memeriksa peralatan;
– memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi; dan/atau
– menghentikan pelanggaran tertentu.
• Ketentuan lebih rinci diharapkan ada pada peraturan pemerintah, sebagaimana diamanatkan oleh UU 32/2009 (Pasal 75). PP
27/2012 tidak menjelaskan lebih rinci mengenai pengawasan khususnya izin lingkungan, meskipun PP ini mengatur
mengenai sanksi administrasi. PP khusus mengenai pengawasan sedang disususn oleh KLHK
Pengawasan terhadap Izin pemanfaatan limbah cair dan
pembuangan limbah cair (PP 82/2001)
• Bupati/Walikota wajib melakukan pengawasan
terhadap penaatan persyaratan yang tercantum dalam
izin
• Pelaksanaan pengawasan dilakukan oleh pejabat
pengawas lingkungan daerah
• Kewenangan pejabat pengawas
• Detail pengawasan pada PermenLH No 1 Tahun 2010
tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran
Air:pedoman pengawasan pengendalian pencemaran
air sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI
Sanksi Administrasi (UU 32/2009)
Kemudian, Pasal 5 ayat (1) dan (2) Permen ini menetapkan hal-hal yang perlu diparhatikan dalam
penerapan sanksi, yaitu a. legalitas kewenangan; b. prosedur yang tepat; c. ketepatan penerapan
sanksi; d. kepastian tiadanya cacat yuridis dalam penerapan sanksi; dan e. asas kelestarian dan
keberlanjutan. Adapun penerapan sanksi melalui mekanisme: a. bertahap; b. bebas; dan/atau c.
kumulatif. Namun tidak dijelaskan maksud dari hal-hal tersebut.
Revitalisasi DAS
Pengerukan
Clean-up
Penyesuaian Izin Pembuangan
Daya Tampung Air Limbah
Pemulihan Beban Pencemaran Moratorium IPLC baru
Alokasi Beban Pencemaran Relokasi pencemar
Jadi, dari segi kewenangan jelas kewenangan penatapan baku mutu hanya terletak pada Pemerintah
dan Pemerintah Daerah Propinsi. Sementara Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota tidak berwenang
menetapkan baku mutu air.
Kewenangan penetapan baku mutu limbah
• Untuk penetapan daya tampung, sebagai proses
sebelum dilakukan penetapan baku mutu limbah,
Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangan masing-
masing pada sumber air, berwenang menetapkan daya
tampung
• Setelah penetapan daya tampung, selanjutnya
penetapan baku mutu limbah. Sesuai dengan Pasal 21
PP 82/2001 untuk wilayah nasional ditetapkan dengan
Keputusan Menteri dan baku mutu air limbah daerah
ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi dengan
ketentuan sama atau lebih ketat dari baku mutu air
limbah nasional.
• Baku mutu limbah secara khusus telah diatur di dalam Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air
Limbah. Permen ini dikeluarkan sebagai acuan bagi Gubernur untuk
menetapkan baku mutu air limbah dan penyusunan dokuman
AMDAL, UKL-UPL atau dokumen kajian pembuangan air limbah
(Pasal 2). Disamping itu, Gubernur sesuai kewenangannya wajib
menjamin daya dukung dan daya tampung tidak terlampaui dalam
pelaksanaan kegiatan di wilayahnya (Pasal 4 ayat 1). Untuk itu
Gubernur melakukan kajian ilmiah paling sedikit satu kali dalam
lima tahun (Pasal 4 ayat (2) dan (3)). Apabila berdasarkan hasil
kajian tersebut menunjukan baku mutu air limbah yang ditetapkan
dalam Peraturan Menteri tersebut menyebabkan daya dukung dan
daya tampung beban pencemaran telah terlampaui, Gubernur
sesuai dengan kewenangannya wajib menetapkan nilai baku mutu
air limbah yang lebih spesifik dan/atau lebih ketat dari baku mutu
air limbah dalam Peraturan Menteri tersebut (Pasal 4 ayat 6).
Jadi berdasarkan PP 82/2001 pemerintah kabupaten/kota
tidak berwenang menetapkan baku mutu limbah. Namun
menurut Pasal 11 ayat (2) Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No 1 Tahun 2010 tentang Tata Laksana
Pengendalian Pencemaran Air: Apabila hasil analisis
penetapan daya tampung beban pencemaran menunjukkan
bahwa penerapan baku mutu air limbah yang telah ditetapkan
menyebabkan daya tampung beban pencemaran air terlewati,
bupati/walikota wajib menetapkan mutu air limbah
berdasarkan hasil penetapan daya tampung beban
pencemaran sebagai persyaratan mutu air limbah dalam izin
lingkungan yang berkaitan dengan pembuangan air limbah ke
sumber air.
Kewenangan terkait dengan Amdal ada pada:
• Komisi Amdal Pusat maupun Daerah sebagai
penilai Amdal dan pemberi rekomendasi
kelayakan lingkungan;
• Pemerintah Pusat, Pemerintah daerah Propinsi
dan Pemerintah daerah Kabupaten/Kota
sebagai pembuat keputusan kelayakan
lingkungan hidup.
Izin Lingkungan diterbitkan oleh:
• Menteri, untuk Keputusan Kelayakan Lingkungan
Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL yang
diterbitkan oleh Menteri;
• gubernur, untuk Keputusan Kelayakan Lingkungan
Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL yang
diterbitkan oleh gubernur; dan
• bupati/walikota, untuk Keputusan Kelayakan
Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL
yang diterbitkan oleh bupati/walikota.
Kewenangan izin pemanfaatan air limbah diatur
di dalam PP 82/2001, dimana dalam Pasal 35
mengatur bahwa setiap usaha dan atau kegiatan
yang akan memanfaatkan air limbah ke tanah
untuk aplikasi pada tanah wajib mendapat izin
tertulis dari Bupati/Walikota
• Izin pembuangan air limbah menurut Pasal 40
PP 81/2001: diberikan oleh Bupati/Walikota
• Ketentuan mengenai syarat dan tata cara
perizinan pembuangan air limbah ditetapkan
oleh Bupati/Walikota dengan memperhatikan
pedoman yang ditetapkan Menteri dan
pedoman kajian pembuangan air limbah
ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan
Menteri
Kewenangan pengawasan
Sesuai dengan Pasal 71 ayat (1) UU 32/2009, Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya
wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Dengan demikian Menteri, gubernur atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya dapat mengawasi setiap
kegiatan terlepas dari izin sepanjang berkaitan dengan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
• Disamping pengawasan terhadap kegiatan secara umum, Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya
wajib melakukan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan terhadap izin lingkungan (Pasal 72 UU 32/2009).