Anda di halaman 1dari 82

Hukum

Pengendalian Pencemaran Air


PENGERTIAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

• Air adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, kecuali air laut dan air
fosil (Pasal 1 PP 82/2001)

• Pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup meliputi: a. pencegahan;


b.penanggulangan; dan c. pemulihan (Pasal 13 UU 32/2009)

• Pengendalian pencemaran air adalah upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta
pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air (pasal 1 PP
82/2001)

• Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi,
dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui
baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan (Pasal 1 UU 32/2009)

• Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukannya mahluk hidup, zat energi atau komponen lain
ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan tidak berfungsi sesuai dengan peruntukannya (Pasal 1 PP 82/2001)
Prinsip-Prinsip Hukum Pengendalian
Pencemaran Air
• Nilai-nilai lingkungan mempengaruhi bagaimana hukum
dibuat dan bagaimana melaksanakan hukum tersebut dalam
tataran praktek.
• Kaitan antara nilai-nilai dengan hukum:
– Mendorong lahirnya kebijakan atau hukum yang baru
– Mempengaruhi interprestasi dan penegakan hukum lingkungan
– Mempengaruhi pembuatan suatu keputusan
– Mempengaruhi subjek hukum
– Membantu legitimasi dari hukum lingkungan
Prinsip-prinsip berkaitan dengan lingkungan
yang diakui oleh hukum internasional:
 Pembangunan Berkelanjutan (sustainable
development)
 Prinsip Pencemar Membayar (Polluter pays
principle)
 Prinsip Pencegahan (preventative principle)
 Prinsip Kehati-hatian (Precautionary principle)
Asas-Asas Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan Pasal 2 UU
32/2009:
• tanggung jawab negara;
• kelestarian dan keberlanjutan;
• keserasian dan keseimbangan;
• keterpaduan;
• manfaat;
• kehati-hatian;
• keadilan;
• ekoregion;
• keanekaragaman hayati;
• pencemar membayar;
• Partisipatif;
• kearifan lokal;
• tata kelola pemerintahan yang baik; dan
• otonomi daerah.
UNEP Principles on Water Pollution Control 1997
• Prevent pollution rather than treating symptoms of pollution
• Use the precautionary principle
• Apply the polluter-pays-principle
• Apply realistic standards and regulations
• Balance economic and regulatory instruments
• Apply water pollution control at the lowest appropriate level
• Establish mechanisms for cross-sectoral integration
• Encourage participatory approach with involvement of all relevant
stakeholders
• Give open access to information on water pollution
• Promote international co-operation on water pollution control
Daftar Peraturan Perundang-undangan terkait Pengendalian
Pencemaran air
– Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
– Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
– Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian
Pencemaran Air
– Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan
– Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
– Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 110 Tahun 2003 tentang Pedoman Penetapan Daya
Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air.
– Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 111 Tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat
dan Tata Cara Perizinan serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke Air atau Sumber Air
– Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 114 Tahun 2003 tentang Pedoman Pengkajian untuk
Menetapkan Kelas Air
– Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 142 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 111 Tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara
Perizinan serta Pedoman Kajian Pembuangan Air Limbah ke Air atau Sumber Air.
– Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 1 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengkajian untuk
Menetapkan Kelas Air.
– Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun 2010 tentang Tata Laksana Pengendalian
Pencemaran Air
– Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 9 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengaduan dan
Penanganan Pengaduan Akibat Dugaan Pencemaran dan/atau Perusakan Lingkungan hidup.
– Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen
Lingkungan Hidup
– Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penerapan Sanksi
Administratif Di Bidang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
– Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah
Beberapa aspek dalam pengaturan perundang-
undangan mengenai pengendalian pencemaran air:
• Kewenangan
• Instrumen pengendalian pencemaran air: baku
mutu lingkungan, Amdal dan perizinan
• Pengendalian
• Pemulihan
• Pengaduan
• Penegakan hukum: pengawasan dan pengenaan
sanksi
Baku Mutu
Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran
batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi,
atau komponen yang ada atau harus ada
dan/atau unsur pencemar yang ditenggang
keberadaannya dalam suatu sumber daya
tertentu sebagai unsur lingkungan hidup (UU
32/2009)
Standar dalam lingkungan hidup (UU 32/2009,
diperuntukan untuk:
• Target/media lingkungan
• Sumber pencemar
Jenis baku mutu (UU 32/2009):
• baku mutu air;
• baku mutu air limbah;
• baku mutu air laut;
• baku mutu udara ambien;
• baku mutu emisi;
• baku mutu gangguan; dan
• baku mutu lain sesuai dengan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi.
Keberadaan baku mutu dimaksudkan untuk:
• menentukan terjadinya pencemaran
lingkungan hidup (Pasal 20, ayat 1 UU
32/2009);
• sebagai ukuran bagi setiap orang untuk
membuang limbah ke media lingkungan hidup
(Pasal 20 ayat 3 UU 32/2009).
Ketentuan mengenai baku mutu air ada dalam
PP 82/2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air, sedangkan
ketentuan baku mutu air limbah ada dalam
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5
Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah.
Baku Mutu Air
Penetapan klasifikasi mutu air menjadi 4 (empat) kelas (PP 82/2001):
• Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air
minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut;
• Kelas dua,air yang peruntukannya dapat digunakan untuk
prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan,
air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
• Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan
ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau
peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan
kegunaan tersebut;
• Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut.
• Dari setiap kelas air tersebut ditentukan kriteria mutu air
dimana kriteria tersebut diatur di dalam lampiran PP
82/2001.
• Selanjutnya berdasarkan klasifikasi kelas dan kriteria mutu
air, ditetapkan baku mutu air (Pasal 10 PP 82/2001).
• Baku mutu air ditetapkan dalam PP, bisa diperketat dalam
Permen dan Perda Provinsi (PP 82/2001)
• Pedoman penetapan baku mutu air dan penambahan
parameter baku mutu air ditetapkan dengan Keputusan
Menteri (Pasal 12 ayat 3). Namun saat ini belum ada
peraturan menteri yang khusus mengatur mengenai baku
mutu air.
• Baku mutu air menjadi dasar pentapan status mutu air (PP
82/2001).

• Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi cemar, maka


Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota
sesuai dengan kewenangan masing-masing melakukan upaya
penanggulangan pencemaran dan pemulihan kualitas air dengan
menetapkan mutu air sasaran. Dalam hal status mutu air
menunjukkan kondisi baik, maka Pemerintah dan Pemerintah
Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota sesuai dengan kewenangan
masing-masing mempertahankan dan atau meningkatkan kualitas
air (PP 82/2001)
Baku mutu air limbah
• Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemar yang
ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha
dan atau kegiatan (UU 32/2009, PP 82/2001)

• Menjadi persyaratan limbah yang dapat dibuang ke media lingkungan (UU 32/2009, PP 82/2001)

• baku mutu air limbah, penetapannya didahului dengan penentuan daya tampung. Penetapan daya tampung
beban pencemaran air pada sumber air yang dilakukan sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali (Pasal 23 ayat (1)
dan (2)). Pedoman tersebut telah diatur di dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 110 Tahun
2003 tentang Pedoman Penetapan Daya Tampung Beban Pencemaran Air pada Sumber Air.

• Baku mutu air limbah nasional ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan memperhatikan saran masukan dari
instansi terkait (PP 82/2001)

• Baku mutu air limbah daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi dengan ketentuan sama atau lebih
ketat dari baku mutu limbah nasional (PP 82/2001)

• Baku mutu limbah secara khusus telah diatur di dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2014
tentang Baku Mutu Air Limbah. Permen ini harus dijadikan acuan bagi Gubernur untuk menetapkan baku mutu air
limbah dan penyusunan dokuman AMDAL, UKL-UPL atau dokumen kajian pembuangan air limbah (Pasal 2).
Disamping itu Gubernur melakukan kajian ilmiah paling sedikit satu kali dalam lima tahun (Pasal 4 ayat (2) dan (3))
untuk memastikan kesesuaiannya dengan daerah masing-masing.
Penentuan Baku mutu Status mutu Pemulihan
Kriteria (PP Pemantauan
kelas (PP air (PP air (PP (UU 32/200,
82/2001) (PP 82/2001)
82/2001) 82/2001) 82/2001) PP 82/2001)
Pasal 55 PP 82/2001
• Dalam hal baku mutu air pada sumber air
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan
Pasal 12 ayat (1) belum atau tidak ditetapkan,
berlaku kriteria mutu air untuk Kelas II
sebagaimana tercantum dalam Lampiran
Peraturan Pemerintah ini sebagai baku mutu
air.
Baku Mutu Limbah
Inventarisasi sumber pencemar (PP
82/2001)

Daya Tampung (Permen LH 110/2003)

Baku Mutu limbah (Permen LH


5/2014)

Persyaratan Izin Pembuangan air


limbah (PP 82/2001)
Pasal 54 PP 82/2001
Penetapan daya tampung beban pencemaran
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3)
wajib ditetapkan selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun
sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 39 ayat (2)


Dalam hal daya tampung beban pencemaran dapat
ditentukan, maka batas mutu air limbah yang
diizinkan ditetapkan berdasarkan baku mutu air
limbah nasional
Baku Kerusakan Lingkungan
 Ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia, dan atau hayati lingkungan
hidup yang dapat ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap
melestarikan fungsinya
 Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup meliputi:
1. Kriteria baku kerusakan ekosistem
2. Kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim
 Pengaturan di dalam Pasal 21 UU 32/2009
Amdal
 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
merupakan suatu upaya atau pendekatan untuk
mengkaji apakah kegiatan pemanfaatan atau
pengolahan sumberdaya alam atau kebijakan
pemerintah akan dan dapat menimbulkan
dampak penting terhadap lingkungan hidup.

 Setelah dampak yang akan timbul dapat


diperkirakan, maka diusulkan berbagai upaya
pendekatan untuk mengatasi atau memperkecil
dampak.
Ketentuan mengenai Amdal

• Kriteria (UU 32/2009, PP 27/2012)


• Jenis usaha Wajib Amdal (Permen LH 5/2012)
• Isi Dokumen Amdal (UU 32/2009, PP 27/2012, Permen LH 16/2012)
• Penyusunan Amdal (UU 32/2009, PP 27/2012)
• Penyusun (UU 32/2009, PP 27/2012)
• Penilaian Amdal (UU 32/2009, PP 27/2012)
• Komisi Amdal (UU 32/2009, PP 27/2012)
• Pengikutsertaan masyarakat (UU 32/2009, PP 27/2012)
• Kelayakan lingkungan (UU 32/2009, PP 27/2012)
• Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup,
yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap
usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup
yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan
usaha dan/atau kegiatan.
• Kriteria Wajib UKL-UPL (UU 32/2009, PP 27/2012)
• Isi dokumen UKL UPL (UU 32/2009, PP 27/2012, Permen LH 16/2012)
• Pasal 13 ayat (1) PP 27/2012 mengatur mengenai pengecualian dari
kewajiban menyusun Amdal terhadap Usaha dan/atau Kegiatan
yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup apabila:
– lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatannya berada di kawasan yang
telah memiliki Amdal kawasan;
– lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatannya berada pada
kabupaten/kota yang telah memiliki rencana detil tata ruang
kabupaten/kota dan/atau rencana tata ruang kawasan strategis
kabupaten/kota; atau
– Usaha dan/atau Kegiatannya dilakukan dalam rangka tanggap darurat
bencana.

• Adapun pengecualian dari kewajiban penyusunan Amdal


sebagaimana yang diatur dalam Pasal 13 ayat (1) PP 27/2012
tersebut tidak diatur dalam UU 32/2009.
Isi Dokumen Amdal

Pasal 25 UU 32/2009 dokumen amdal memuat:


• pengkajian mengenai dampak rencana usaha dan/atau kegiatan;
• evaluasi kegiatan di sekitar lokasi rencana usaha dan/atau kegiatan;
• saran masukan serta tanggapan masyarakat terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan;
• prakiraan terhadap besaran dampak serta sifat penting dampak yang terjadi jika rencana usaha dan/atau
kegiatan tersebut dilaksanakan;
• evaluasi secara holistik terhadap dampak yang terjadi untuk menentukan kelayakan atau ketidaklayakan
lingkungan hidup; dan
• rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.

Pasal 5 ayat (1) PP 27/2012 Penyusunan Amdal dituangkan ke dalam dokumen Amdal yang terdiri atas:
• Kerangka Acuan;
• Andal; dan
• RKL-RPL.

Pasal 6 Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen
Lingkungan Hidup, Andal memuat:
• pendahuluan;
• deskripsi rinci rona lingkungan hidup awal;
• prakiraan dampak penting;
• evaluasi secara holistic terhadap dampak lingkungan;
• daftar pustaka; dan
• Lampiran

Cakupan Andal dalam Permen 16/2012 tersebut sedikit berbeda dengan cakupan Amdal yang diatur dalam
Pasal 25 UU 32/2009 di atas. Misalnya di dalam Permen tidak ada saran masukan serta tanggapan masyarakat
terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan.
PERIZINAN

Perizinan merupakan instrumen hukum


lingkungan yang mempunyai fungsi preventif,
yaitu mencegah terjadinya pencemaran dan
kerusakan lingkungan.

Melalui izin, pemerintah dapat menyaring


kegiatan yang layak dilakukan dan selanjutnya
dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang
harus dipenuhi oleh pemilik kegiatan
Izin Lingkungan
• kegiatan yang wajib memiliki amdal atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan. (UU 32/2009)
• Dasar Penerbitan izin lingkungan adalah surat kelayakan lingkungan (UU 32/2009)
• Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) paling sedikit memuat: a.
persyaratan dan kewajiban yang dimuat dalam Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau
Rekomendasi UKL-UPL; b. persyaratan dan kewajiban yang ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota; dan c. berakhirnya Izin Lingkungan (PP 27/2012)
• Dalam hal Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan Pemrakarsa wajib memiliki izin
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Izin Lingkungan mencantumkan jumlah dan jenis
izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-
undangan (PP 27/2012)
• Izin Lingkungan berakhir bersamaan dengan berakhirnya izin Usaha dan/atau Kegiatan (PP 27/2012)
• Penolakan izin lingkungan apabila tidak disertai Amdal atau UKL-UPL (UU 32/2009)
• Alasan pembatalan izin lingkungan (UU 32/2009)
• Pengumuman izin lingkungan (UU 32/2009)
• Keterkaitan dengan izin usaha (UU 32/2009)
• Pengajuan izin untuk perubahan usaha (PP 27/2012)
• Kewajiban pemegang izin (PP 27/2012)
Kelayakan lingkungan sebagai dasar izin
lingkungan:
Sesuai dengan Pasal 36 ayat (1) UU32/2009 setiap
usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki amdal
atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan. Izin
lingkungan tersebut diterbitkan berdasarkan
keputusan kelayakan lingkungan hidup atau
rekomendasi UKL-UPL dan wajib mencantumkan
persyaratan yang dimuat dalam keputusan
kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-
UPL (Pasal 32 ayat (2) UU 32/2009)
• Namun, PP 27/2012 tidak menekankan bahwa izin
lingkungan didasarkan pada keputusan kelayakan
lingkungan hidup.
• Pasal 43 PP 27/2012 hanya menyatakan bahwa
permohonan izin lingkungan harus dilengkapi dengan:
dokumen Amdal atau formulir UKL-UPL; dokumen
pendirian Usaha dan/atau Kegiatan; dan profil Usaha
dan/atau Kegiatan.
• Tidak ada persyaratan keputusan kelayakan lingkungan
hidup. Bahkan Pasal 47 ayat (2) huruf b. menyatakan izin
lingkungan diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota dilakukan bersamaan dengan
diterbitkannya Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau
Rekomendasi UKL-UPL.
Izin-izin yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup

• Disamping itu, Pasal 48 (2) mengatur bahwa dalam hal Usaha


dan/atau Kegiatan yang direncanakan Pemrakarsa wajib memiliki
izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, Izin
Lingkungan mencantumkan jumlah dan jenis izin perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-
undangan. Sementara, UU 32/2009 tidak mengenal izin
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

• Beberapa diantara izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan


hidup yang dimaksud oleh PP 27/2012 adalah Izin pemanfaatan air
limbah dan izin pembuangan air limbah. Izin-izin tersebut diatur di
dalam PP 82/2001.
Izin pemanfaatan air limbah dan izin pembuangan air limbah
• Setiap usaha dan atau kegiatan yang akan memanfaatkan air limbah ke tanah untuk aplikasi pada
tanah wajib mendapat izin tertulis dari Bupati/Walikota. (PP 82/2001)
• Permohonan izin pemanfaatan air limbah didasarkan pada hasil kajian Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan atau kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan.
• Ketentuan mengenai syarat, tata cara perizinan ditetapkan oleh Bupati/Walikota dengan
memperhatian pedoman yang ditetapkan oleh Menteri.
• Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang membuang air limbah ke air atau sumber
air wajib mentaati persyaratan yang ditetapkan dalam izin (PP 82/2001)
• Dalam persyaratan izin pembuangan air limbah wajib dicantumkan : a. kewajiban untuk mengolah
limbah; b. persyaratan mutu dan kuantitas air limbah yang boleh dibuang ke media lingkungan; c.
persyaratan cara pembuangan air limbah; d. persyaratan untuk mengadakan sarana dan prosedur
penanggulangan keadaan darurat; e. persyaratan untuk melakukan pemantauan mutu dan debit air
limbah; f. persyaratan lain yang ditentukan oleh hasil pemeriksaan analisis mengenai dampak
lingkungan yang erat kaitannya dengan pengendalian pencemaran air bagi usaha dan atau kegiatan
yang wajib melaksanakan analisis mengenai dampak lingkungan; g.larangan pembuangan secara
sekaligus dalam satu saat atau pelepasan dadakan; h.larangan untuk melakukan pengenceran air
limbah dalam upaya penaatan batas kadar yang dipersyaratkan; i.kewajiban melakukan swapantau
dan kewajiban untuk melaporkan hasil swapantau.
• Pedoman kajian pembuangan air limbah ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.
• Pedoman kajian pembuangan air limbah ditetapkan
lebih lanjut dengan Keputusan Menteri (Pasal 41 ayat
(8)). Mengenai hal tersebut telah diatur di dalam
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
111 Tahun 2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat
dan Tata Cara Perizinan serta Pedoman Kajian
Pembuangan Air Limbah ke Air atau Sumber Air dan
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor
142 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 111 Tahun
2003 tentang Pedoman Mengenai Syarat dan Tata Cara
Perizinan serta Pedoman Kajian Pembuangan Air
Limbah ke Air atau Sumber Air.
Keterkaitan antara Baku mutu lingkungan, Amdal dan Perizinan

Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa salah satu fungsi baku


mutu lingkungan adalah untuk digunakan sebagai ukuran bagi setiap
orang untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup (Pasal 20
ayat 3 UU 32/2009). Namun baku mutu lingkungan tidak menjadi salah
satu komponen dari pengaturan izin lingkungan baik dalam UU
32/2009 maupun PP 27/2012.

Berbeda dengan pengaturan izin pembuangan air limbah dalam Pasal


38 ayat (2). PP 82/2001. Pasal tersebut secara eksplisit mencantumkan
baku mutu sebagai salah satu persyaratan. Namun, untuk izin
pemanfaatan air limbah, PP tersebut tidak secara eksplisit
mencantumkan baku mutu lingkungan.
• Adapun keterkaitan antara Amdal dengan izin lingkungan jelas sekali diatur baik di dalam UU
32/2009, maupun PP 27/2012. Pasal 36 ayat (2) UU 32/2009 menyatakan bahwa Izin lingkungan
diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup. Sementara keputusan kelayakan
lingkungan hidup ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota berdasarkan hasil
penilaian Komisi Penilai Amdal (Pasal 31 UU 32/2009). Ditambah lagi dengan Pasal 37 ayat (1) UU
32/2009, bahwa Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib
menolak permohonan izin lingkungan apabila permohonan izin tidak dilengkapi dengan amdal atau
UKL-UPL. Kewajiban Amdal dan UKL-UPL terkait dengan izin lingkungan diberi tekanan beberapa
kali dalam UU 32/2009, termasuk dalam Pasal 37 ayat bahwa izin lingkungan dapat dibatalkan
apabila:
– persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin mengandung cacat hukum, kekeliruan,
penyalahgunaan, serta ketidakbenaran dan/atau pemalsuan data, dokumen, dan/atau informasi;
– penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam keputusan komisi tentang
kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL; atau
– kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen amdal atau UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan.
• Begitu pula halnya dengan PP 27/2012, keterkaitan antara Amdal dan izin lingkungan disampaikan
secara eksplisit. Diantaranya yaitu Pasal 43, bahwa permohonan izin lingkungan harus dilengkapi
dengan: dokumen Amdal atau formulir UKL-UPL; dokumen pendirian Usaha dan/atau Kegiatan; dan
profil Usaha dan/atau Kegiatan.
• Amdal juga menjadi salah satu prasarat izin
pemanfaatan air limbah untuk aplikasi ke tanah
dan izin pembuangan air limbah sebagaimana
diatur dalam PP 82/2001. Izin pemaanfaatan air
limbah untuk aplikasi ke tanah diatur dalam Pasal
35 ayat (2) PP 82/2001, yaitu bahwa permohonan
izin didasarkan pada hasil kajian Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan atau kajian Upaya
Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan
Lingkungan.
Penanggulangan
• Pasal 53 UU 32/2009 mewajibkan setiap orang yang melakukan
pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib
melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup.

• Penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup


tersebut dilakukan dengan:
a. pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau kerusakan
lingkungan hidup kepada masyarakat;
b. pengisolasian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
c. penghentian sumber pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup; dan/atau
d. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Pasal 54 UU 32/2009, setiap orang yang
melakukan pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup wajib melakukan pemulihan
fungsi lingkungan hidup. Pemulihan fungsi
lingkungan hidup tersebut dilakukan dengan
tahapan: a. penghentian sumber pencemaran
dan pembersihan unsur pencemar; b. remediasi;
c. rehabilitasi; d. restorasi; dan/atau e. cara lain
yang sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Pasal 15 ayat (1) PP 82/2001 bahwa dalam hal
status mutu air menunjukkan kondisi cemar,
maka Pemerintah dan Pemerintah Propinsi,
Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan
kewenangan masing-masing melakukan upaya
penanggulangan pencemaran dan pemulihan
kualitas air dengan menetapkan mutu air
sasaran.
Pengaduan
Pengaturan:
• Pasal 65 ayat (5): setiap orang berhak melakukan
pengaduan akibat dugaan pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup
• Pasal 70 ayat (2): bahwa peran masyarakat dapat
berupa: pengawasan sosial; pemberian saran,
pendapat, usul, keberatan, pengaduan; dan/atau
penyampaian informasi dan/atau laporan.
• Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No. 9 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Pengaduan dan Penanganan Pengaduan
Akibat Dugaan Pencemaran dan/atau
Perusakan Lingkungan hidup: tata cara
pengaduan, baik secara lisan dan/atau tertulis
(Pasal 4 Permen 9/2010). Pengaduan tersebut
harus ditanggapi dalam waktu yang
ditentukan dalam Pasal 8 atau pengadu dapat
kepada instansi yang lebih tinggi.
instansi yang berwenang menangani pengaduan adalah sebagai berikut :
• Kementerian Lingkungan Hidup melakukan penanganan pengaduan yang
memenuhi kriteria: usaha dan/atau kegiatan yang izin lingkungannya diterbitkan
oleh Menteri; usaha dan/atau kegiatan yang izin lingkungannya diterbitkan oleh
gubernur atau bupati/walikota tetapi Pemerintah menganggap terjadi pelanggaran
yang serius; dan/atau pengaduan pernah disampaikan kepada instansi yang
bertanggung jawab di provinsi, tetapi tidak ditindaklanjuti dalam kurun waktu
sebagaimana diatur dalam Pasal 8 Permen tersebut.
• Instansi yang bertanggung jawab di provinsi melakukan penanganan pengaduan
yang memenuhi kriteria: usaha dan/atau kegiatan yang izin lingkungannya
diterbitkan oleh gubernur; usaha dan/atau kegiatan yang izin lingkungan hidup
diterbitkan oleh bupati/walikota tetapi instansi yang bertanggung jawab di
kabupaten/kota tidak melaksanakan pengelolaan pengaduan setelah dilakukan
pembinaan oleh pemerintah provinsi; dan/atau pengaduan pernah disampaikan
kepada instansi yang bertanggung jawab di kabupaten/kota, tetapi tidak
ditindaklanjuti dalam kurun waktu yang diatur di dalam Pasal 8 Permen ini.
• Instansi yang bertanggung jawab di kabupaten/kota melakukan penanganan
pengaduan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang izin lingkungannya diterbitkan
oleh bupati/walikota.
Pasal 11 Permen tersebut: instansi yang
bertanggung jawab harus melakukan
penanganan pengaduan dengan tahapan
kegiatan: a. penerimaan; b. penelaahan;
c.verifikasi; d. rekomendasi tindak lanjut
verifikasi; dan e. penyampaian perkembangan
dan hasil tindak lanjut verifikasi pengaduan
kepada pengadu.
Tindak lanjut penanganan pengaduan tersebut
sesuai dengan Pasal 19 ayat (2), dapat berupa:
• pemberitahuan kepada pengadu dan pihak yang
diadukan dalam hal tidak terjadi pelanggaran izin
lingkungan dan/atau peraturan perundang-
undangan di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup;
• penerapan sanksi administrasi;
• penyelesaian sengketa lingkungan di luar
pengadilan atau melalui pengadilan; dan/atau
• penegakan hukum pidana.
Penegakan Hukum
Pengawasan

Ketaatan pada peraturan perundang-undangan


• UU 32/2009 menyatakan bahwa Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib
melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di
bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
(Pasal 71 ayat (1)). Pasal ini mengatur tindakan aktif dari
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota untuk mengawasi
seluruh kegiatan sesuai kewenangannya. Namun tidak
dijelaskan bentuk pengawasan seperti apa yang dimaksud.
Pengawasan pasda ketaatan izin lingkungan

• Pasal 72 mengatur mengenai pengawasan izin, yaitu Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya
wajib melakukan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap izin lingkungan.

• Kewenangan daerah tersebut dapat diambil alih oleh Menteri dalam hal Pemerintah menganggap terjadi pelanggaran yang
serius di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (Pasal 73), namun sebagaimana telah disampaikan
sebelumnya bahwa kriteria pengawasan oeh Menteri terhadap izin lingkungan yang diterbitkan oelh pemerintah daerah,
tidak dijelaskan.

Mekanisme pengawasan
• Mekanisme pengawasan yang diatur dalam UU 32/2009 sangat terbatas. UU ini hanya mengatur sampai kewenangan
pejabat pengawas lingkungan sebagaimana diatur dalan Pasal 74 ayat (1) bahwa pejabat pengawas lingkungan hidup
berwenang:
– melakukan pemantauan;
– meminta keterangan;
– membuat salinan dari dokumen dan/atau membuat catatan yang diperlukan;
– memasuki tempat tertentu;
– memotret;
– membuat rekaman audio visual;
– mengambil sampel;
– memeriksa peralatan;
– memeriksa instalasi dan/atau alat transportasi; dan/atau
– menghentikan pelanggaran tertentu.

• Ketentuan lebih rinci diharapkan ada pada peraturan pemerintah, sebagaimana diamanatkan oleh UU 32/2009 (Pasal 75). PP
27/2012 tidak menjelaskan lebih rinci mengenai pengawasan khususnya izin lingkungan, meskipun PP ini mengatur
mengenai sanksi administrasi. PP khusus mengenai pengawasan sedang disususn oleh KLHK
Pengawasan terhadap Izin pemanfaatan limbah cair dan
pembuangan limbah cair (PP 82/2001)
• Bupati/Walikota wajib melakukan pengawasan
terhadap penaatan persyaratan yang tercantum dalam
izin
• Pelaksanaan pengawasan dilakukan oleh pejabat
pengawas lingkungan daerah
• Kewenangan pejabat pengawas
• Detail pengawasan pada PermenLH No 1 Tahun 2010
tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran
Air:pedoman pengawasan pengendalian pencemaran
air sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI
Sanksi Administrasi (UU 32/2009)

Pelanggaran izin lingkungan


• Sanksi administratif terdiri atas: a. teguran tertulis; b. paksaan pemerintah; c. pembekuan izin
lingkungan; atau d. pencabutan izin lingkungan.
• pengenaan paksaan pemerintah dapat dijatuhkan tanpa didahului teguran apabila pelanggaran
yang dilakukan menimbulkan:
– ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan hidup;
– dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya;
dan/atau
– kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau
perusakannya.

• Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi administratif kepada penanggung


jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan pelanggaran terhadap izin
lingkungan.
• Menteri dapat menerapkan sanksi administratif terhadap penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan jika Pemerintah menganggap pemerintah daerah secara sengaja tidak menerapkan sanksi
administratif terhadap pelanggaran yang serius di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup.
• Pasal 79 mengatur bahwa Pengenaan sanksi
administratif berupa pembekuan atau
pencabutan izin lingkungan dilakukan apabila
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan
tidak melaksanakan paksaan pemerintah.
Ketentuan ini bahkan membingungkan
dikarenakan paksaan pemerintah dilaksanakan
oleh pemerintah, bukan oleh penanggung
jawab kegiatan.
• Kemudian Pasal 81 mengatur mengenai denda,
dimana setiap penanggung jawab usaha dan/atau
kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan
pemerintah dapat dikenai denda atas setiap
keterlambatan pelaksanaan sanksi paksaan
pemerintah. Ketentuan ini juga membingungkan
dalam hal, kegiatan akan dikenakan denda
apabila tidak melaksanakan paksaan pemerintah.
Sementara, paksaan pemerintah dilaksanakan
oelh pemerintah, jadi pelaku usaha tidak
mungkin dapat menolak pelaksanaan paksaan
pemerintah.
• PP 27/2012 menambahkan dasar-dasar penerapan sanksi
administratif dalam Pasal 72, yaitu sebagai berikut:
– efektivitas dan efisiensi terhadap pelestarian fungsi lingkungan
hidup;
– tingkat atau berat ringannya jenis pelanggaran yang dilakukan
oleh pemegang Izin Lingkungan;
– tingkat ketaatan pemegang Izin Lingkungan terhadap
pemenuhan perintah atau kewajiban yang ditentukan dalam izin
lingkungan;
– riwayat ketaatan pemegang Izin Lingkungan; dan/atau
– tingkat pengaruh atau implikasi pelanggaran yang dilakukan oleh
pemegang Izin Lingkungan pada lingkungan hidup.
Peraturan yang lebih rinci mengenai sanksi administratif diatur dalam
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 2 Tahun 2013 tentang
Pedoman Penerapan Sanksi Administratif.

• Pasal 3 ayat (1) mengatur bahwa Menteri, gubernur, atau


bupati/walikota menerapkan Sanksi Administratif kepada
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam Pengawasan
ditemukan pelanggaran terhadap: Izin Lingkungan; Izin
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; dan/atau
Peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Pengawasan tersebut akan
dilaksanakan oleh PPLH dan/atau PPLHD sesuai dengan Pasal 3 ayat
(2) berdasarkan: a. Laporan pelaksanaan izin lingkungan dan/atau
izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan/atau b.
pengaduan masyarakat.
Ayat-ayat dalam Pasal 4 selanjutnya menjelaskan mengenai penerapan masing-masing jenis sanksi
tersebut:
• Teguran tertulis diterapkan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang melakukan
pelanggaran terhadap persyaratan dan kewajiban yang tercantum dalam Izin Lingkungan dan/atau
Izin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, tetapi belum menimbulkan dampak negatif
terhadap lingkungan.
• Paksaan pemerintah diterapkan apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan: a. melakukan
pelanggaran terhadap persyaratan dan kewajiban yang tercantum dalam Izin Lingkungan dan/atau
Izin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; dan/atau b. menimbulkan pencemaran
dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
• Pembekuan Izin Lingkungan dan/atau Izin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
diterapkan apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan: a. tidak melaksanakan paksaan
pemerintah; b. melakukan kegiatan selain kegiatan yang tercantum dalam Izin Lingkungan serta Izin
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan; dan/atau c. dugaan pemalsuan dokumen persyaratan
Izin Lingkungan dan/atau Izin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan.
• Pencabutan Izin Lingkungan dan/atau Izin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
diterapkan apabila penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan: a. memindahtangankan izin
usahanya kepada pihak lain tanpa persetujuan tertulis dari pemberi izin usaha; b. tidak
melaksanakan sebagian besar atau seluruh paksaan pemerintah yang telah diterapkan dalam waktu
tertentu; dan/atau c. telah menyebabkan terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan
yang membahayakan keselamatan dan kesehatan manusia.

Kemudian, Pasal 5 ayat (1) dan (2) Permen ini menetapkan hal-hal yang perlu diparhatikan dalam
penerapan sanksi, yaitu a. legalitas kewenangan; b. prosedur yang tepat; c. ketepatan penerapan
sanksi; d. kepastian tiadanya cacat yuridis dalam penerapan sanksi; dan e. asas kelestarian dan
keberlanjutan. Adapun penerapan sanksi melalui mekanisme: a. bertahap; b. bebas; dan/atau c.
kumulatif. Namun tidak dijelaskan maksud dari hal-hal tersebut.
Revitalisasi DAS

Pengerukan

Clean-up
Penyesuaian Izin Pembuangan
Daya Tampung Air Limbah
Pemulihan Beban Pencemaran Moratorium IPLC baru
Alokasi Beban Pencemaran Relokasi pencemar

CEMAR BAIK Pengawasan Izin


Pembuangan Air
Limbah
Status Mutu Air
Baku Mutu Air (Ambient)
Laporan masyarakat
Mempertahankan Mutu Air

Mutu Air (Kelas) Sasaran Penetapan Kelas Air Teguran tertulis


Penegakan Hukum
SUDAH ADA (Kelas 1, 2, 3, 4) Belum Ada: Kelas 2 Paksaan Pemerintah
Administrasi
Pembekuan Izin Lingkungan
Klasifikasi Mutu Air Pidana
Pencabutan Izin Lingkungan
(Kelas Air) Perdata
Kriteria Mutu Air
(spesifik kelas)
Baku Mutu Air (Ambient) Ganti kerugian kepada
Pemprov dapat menetapkan masyarakat terdampak
lebih ketat & tambahan
parameter

DAERAH ALIRAN SUNGAI


Kewenangan
Kewenangan Pemerintahan yang selanjutnya
disebut Kewenangan adalah kekuasaan Badan
dan/atau Pejabat Pemerintahan atau penyelenggara
negara lainnya untuk bertindak dalam ranah hukum
publik

Wewenang adalah hak yang dimiliki oleh badan


dan/atau pejabat pemerintahan atau
penyelenggara lainnya untuk mengambil keputusan
dan/atau tindakan dalam penyelenggaraan
pemerintahan
Asas-asas yang terkait dengan
kewenangan
• Asas legalitas
• Asas-asas pemerintahan yang baik
• Asas kebebasan bertindak (freises ermessen)
Sumber Kewenangan
• Atribusi
• Delegasi
• Mandat
• Larangan penyalahgunaan wewenang
(detournement de pouvoir) dan sewenang-
wenang (willekeur)
Wewenang Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan dibatasi oleh:
• masa atau tenggang waktu Wewenang;
• wilayah atau daerah berlakunya Wewenang;
dan
• cakupan bidang atau materi Wewenang.
Perbenturan wewenang
• Tidak cukup mendasarkan diri pada dasar-dasar wewenang dan batas wewenang
saja, tetapi diperlukan aturan bagaimana cara melaksanakan wewenang tersebut

UU 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan


• Dalam hal terjadi Sengketa Kewenangan di lingkungan pemerintahan, kewenangan
penyelesaian Sengketa Kewenangan berada pada antar atasan Pejabat
Pemerintahan yang bersengketa melalui koordinasi untuk menghasilkan
kesepakatan, kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan.
• Dalam hal penyelesaian Sengketa Kewenangan menghasilkan kesepakatan maka
kesepakatan tersebut mengikat para pihak yang bersengketa sepanjang tidak
merugikan keuangan negara, aset negara, dan/atau lingkungan hidup.
• Dalam hal penyelesaian Sengketa Kewenangan tidak menghasilkan kesepakatan,
penyelesaian Sengketa Kewenangan di lingkungan pemerintahan pada tingkat
terakhir diputuskan oleh Presiden.
Pemerintah pusat
• Mengoordinasikan dan melaksanakan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup (UU 32/2009)
• Menetapkan kebijakan nasional pengendalian pencemaran air (Pasal 22 PP 82/2001)
• Menetapkan baku mutu air (Lampiran PP 82/2001)
• Baku mutu air limbah nasional. (Pasal 21 ayat 2 PP 82/2001)
• Melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air yang lintas Propinsi dan atau lintas batas
negara.
– menetapkan daya tampung beban pencemaran; b. melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber
pencemar; c. menetapkan persyaratan air limbah untuk aplikasi pada tanah; d. menetapkan persyaratan
pembuangan air limbah ke air atau sumber air; e. memantau kualitas air pada sumber air; dan f. memantau
faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air. (Pasal 20 PP 82/2001)
• Menetapkan Pedoman penetapan daya tampung beban pencemaran (Pasal 22 ayat 4 PP 82/2001)
• Menyusun pedoman perizinan pemanfaatan air limbah dan pembuangan air limbah (PP 82/2001)
• Menerbitkan izin lingkungan (UU 32/2009)
• Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai Amdal dan UKL-UPL;
• Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai B3, limbah, serta limbah B3;
• Melakukan penegakan hukum lingkungan hidup.
Pemerintah Propinsi
• Mengkoordinasikan pengendalian pencemaran air lintas lintas kabupaten/kota (PP 82/ 2001);
• Menetapkan baku mutu air yang lebih ketat dan atau penambahan parameter pada air (pasal 12 PP
82/ 2001)
• Melakukan pengendalian pencemaan air pada sumber air yang lintas Kabupaten/Kota. (pasal 18
ayat 2 PP 82/ 2001),
– menetapkan daya tampung beban pencemaran; b. melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber
pencemar; c. menetapkan persyaratan air limbah untuk aplikasi pada tanah; d. menetapkan persyaratan
pembuangan air limbah ke air atau sumber air; e. memantau kualitas air pada sumber air; dan f. memantau
faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air(pasal 20 PP 82/2001).
• Menetapkan baku mutu air limbah daerah dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari baku mutu
air limbah nasional (Pasal 21 ayat 2 PP 82/2001)
• Menerbitkan izin lingkungan (UU 32/2009)
• Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai Amdal dan UKL-UPL(UU 32/2009)
• Mengoordinasikan dan melaksanakan pengendalian pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
hidup lintas kabupaten/kota (UU 32/2009)
• Melakukan penegakan hukum lingkungan hidup pada tingkat provinsi (UU 32/2009)
Pemerintah Kabupaten/Kota
• Melakukan pengendalian pencemaran air di kabupaten/kota (Pasal 5 ayat 3 PP 82/ 2001);
• Menetapkan baku mutu air yang lebih ketat dan atau penambahan parameter pada air (pasal 9 ayat
2 PP 82/ 2001)
• Melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air yang berada pada Kabupaten/Kota (Pasal
18 ayat 3 PP 82/ 2001)
– menetapkan daya tampung beban pencemaran; b. melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber
pencemar; c. menetapkan persyaratan air limbah untuk aplikasi pada tanah; d. menetapkan persyaratan
pembuangan air limbah ke air atau sumber air; e. memantau kualitas air pada sumber air; dan f. memantau
faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air.
• Menarik retribusi pembuangan air limbah (Pasal 24 pp 82/2001)
• Mengeluarkan izin untuk kegiatan yang akan memanfaatkan air limbah ke tanah untuk aplikasi pada
tanah (Pasal 35 ayat 1 PP 82/2001)
• Mengeluarkan izin untuk membuang air limbah ke air atau sumber air (Pasal 40 ayat 1 PP 82/2001)
• Melakukan pengawasan terhadap penaatan persyaratan yang tercantum dalam izin pemanfaatan
air limbah dan pembuangan air limbah (Pasal 44 ayat 1 PP 82/2001)
• Pemberian sanksi bagi pelanggaran izin pemanfaatan air limbah dan izin pembuangan air limbah
(PP 82/2011)
• Menerbitkan izin lingkungan (UU 32/2009)
• Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL (UU 32/2009)
• Melakukan penegakan hukum lingkungan hidup pada tingkat kabupaten/kota (UU 32/2009)
UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, kewenangan
pengendalian ada pada setiap tingkat pemerintah yaitu:
• Pemerintah Pusat untuk Pencegahan, penanggulangan
dan pemulihan dan/atau lingkungan Daerah provinsi
dan/atau lintas batas negara;
• Pemerintah Daerah Propinsi untuk Pencegahan,
penanggulangan dan pemulihan pencemaran dan/atau
lingkungan Daerah dalam 1 provinsi;
• Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk
Pencegahan, penanggulangan dan pemulihan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
dalam Daerah kabupaten/kota
Pasal 63 UU 32/2009:
• Kewenangan Pemerintah Pusat adalah
mengoordinasikan dan melaksanakan pengendalian
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup;
• kewenangan Pemerintah daerah Propinsi adalah
mengoordinasikan dan melaksanakan pengendalian
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup
lintas kabupaten/kota.
Namun Pasal 63 tersebut tidak eksplisit memberikan
kewenangan pengendalian untuk Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota.
Khusus mengenai pengendalian pencemaran air,
ketentuan mengenai kewenangan yang diatur oleh
UU 23/2014, juga diatur dalam Pasal 18 PP
82/2001.

Ada tambahan dalam Pasal 19 PP 82/2001 bahwa


Pemerintah Pusat dalam melakukan pengendalian
pencemaran air dapat menugaskan Pemerintah
Propinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota yang
bersangkutan.
Kewenangan penetapan kelas air menurut Pasal 9 PP 82/2001 ada pada setiap tingkat pemerintahan,
yaitu:
• sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Propinsi dan atau merupakan lintas batas
wilayah negara ditetapkan dengan Keputusan Presiden;
• sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Kabupaten/Kota dapat diatur dengan
Peraturan Daerah Propinsi.
• sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Kabupaten/Kota.

Kewenangan penetapan baku mutu air :


• Pemerintah dapat menetapkan baku mutu air yang lebih ketat pada air yang lintas Propinsi dan atau
lintas batas negara, serta sumber air yang pengelolaannya di bawah kewenangan Pemerintah
• Pemerintah Daerah Propinsi dapat menetapkan : a.baku mutu air lebih ketat dari kriteria mutu air
untuk kelas yang ditetapkan sebagaimana dan atau b. tambahan parameter dari yang ada dalam
kriteria mutu air yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi

Jadi, dari segi kewenangan jelas kewenangan penatapan baku mutu hanya terletak pada Pemerintah
dan Pemerintah Daerah Propinsi. Sementara Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota tidak berwenang
menetapkan baku mutu air.
Kewenangan penetapan baku mutu limbah
• Untuk penetapan daya tampung, sebagai proses
sebelum dilakukan penetapan baku mutu limbah,
Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan Pemerintah
Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangan masing-
masing pada sumber air, berwenang menetapkan daya
tampung
• Setelah penetapan daya tampung, selanjutnya
penetapan baku mutu limbah. Sesuai dengan Pasal 21
PP 82/2001 untuk wilayah nasional ditetapkan dengan
Keputusan Menteri dan baku mutu air limbah daerah
ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi dengan
ketentuan sama atau lebih ketat dari baku mutu air
limbah nasional.
• Baku mutu limbah secara khusus telah diatur di dalam Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup No. 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air
Limbah. Permen ini dikeluarkan sebagai acuan bagi Gubernur untuk
menetapkan baku mutu air limbah dan penyusunan dokuman
AMDAL, UKL-UPL atau dokumen kajian pembuangan air limbah
(Pasal 2). Disamping itu, Gubernur sesuai kewenangannya wajib
menjamin daya dukung dan daya tampung tidak terlampaui dalam
pelaksanaan kegiatan di wilayahnya (Pasal 4 ayat 1). Untuk itu
Gubernur melakukan kajian ilmiah paling sedikit satu kali dalam
lima tahun (Pasal 4 ayat (2) dan (3)). Apabila berdasarkan hasil
kajian tersebut menunjukan baku mutu air limbah yang ditetapkan
dalam Peraturan Menteri tersebut menyebabkan daya dukung dan
daya tampung beban pencemaran telah terlampaui, Gubernur
sesuai dengan kewenangannya wajib menetapkan nilai baku mutu
air limbah yang lebih spesifik dan/atau lebih ketat dari baku mutu
air limbah dalam Peraturan Menteri tersebut (Pasal 4 ayat 6).
Jadi berdasarkan PP 82/2001 pemerintah kabupaten/kota
tidak berwenang menetapkan baku mutu limbah. Namun
menurut Pasal 11 ayat (2) Peraturan Menteri Negara
Lingkungan Hidup No 1 Tahun 2010 tentang Tata Laksana
Pengendalian Pencemaran Air: Apabila hasil analisis
penetapan daya tampung beban pencemaran menunjukkan
bahwa penerapan baku mutu air limbah yang telah ditetapkan
menyebabkan daya tampung beban pencemaran air terlewati,
bupati/walikota wajib menetapkan mutu air limbah
berdasarkan hasil penetapan daya tampung beban
pencemaran sebagai persyaratan mutu air limbah dalam izin
lingkungan yang berkaitan dengan pembuangan air limbah ke
sumber air.
Kewenangan terkait dengan Amdal ada pada:
• Komisi Amdal Pusat maupun Daerah sebagai
penilai Amdal dan pemberi rekomendasi
kelayakan lingkungan;
• Pemerintah Pusat, Pemerintah daerah Propinsi
dan Pemerintah daerah Kabupaten/Kota
sebagai pembuat keputusan kelayakan
lingkungan hidup.
Izin Lingkungan diterbitkan oleh:
• Menteri, untuk Keputusan Kelayakan Lingkungan
Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL yang
diterbitkan oleh Menteri;
• gubernur, untuk Keputusan Kelayakan Lingkungan
Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL yang
diterbitkan oleh gubernur; dan
• bupati/walikota, untuk Keputusan Kelayakan
Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL
yang diterbitkan oleh bupati/walikota.
Kewenangan izin pemanfaatan air limbah diatur
di dalam PP 82/2001, dimana dalam Pasal 35
mengatur bahwa setiap usaha dan atau kegiatan
yang akan memanfaatkan air limbah ke tanah
untuk aplikasi pada tanah wajib mendapat izin
tertulis dari Bupati/Walikota
• Izin pembuangan air limbah menurut Pasal 40
PP 81/2001: diberikan oleh Bupati/Walikota
• Ketentuan mengenai syarat dan tata cara
perizinan pembuangan air limbah ditetapkan
oleh Bupati/Walikota dengan memperhatikan
pedoman yang ditetapkan Menteri dan
pedoman kajian pembuangan air limbah
ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan
Menteri
Kewenangan pengawasan
Sesuai dengan Pasal 71 ayat (1) UU 32/2009, Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya
wajib melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung
jawab usaha dan/atau kegiatan atas ketentuan yang
ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Dengan demikian Menteri, gubernur atau bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya dapat mengawasi setiap
kegiatan terlepas dari izin sepanjang berkaitan dengan
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
• Disamping pengawasan terhadap kegiatan secara umum, Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya
wajib melakukan pengawasan ketaatan penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan terhadap izin lingkungan (Pasal 72 UU 32/2009).

• Apabila Pemerintah mengganggap terjadi pelanggaran yang serius


di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada izin
yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah, maka Menteri dapat
melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab
usaha dan/atau kegiatan tersebut (Pasal 73). Mengenai pelanggaran
serius dan tata cara pengambilalihan kewenangan oleh Pemerintah
tersebut, tidak diatur dalam UU ini dan belum diatur dalam
peraturan perundang-undangan di bawahnya.
• Menteri, gubernur, atau bupati/walikota dapat mendelegasikan
kewenangannya dalam melakukan pengawasan kepada
pejabat/instansi teknis yang bertanggung jawab di bidang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (Pasal 71 ayat (2))
UU 32/2009). Dalam melaksanakan pengawasan, Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota menetapkan pejabat pengawas
lingkungan hidup yang merupakan pejabat fungsional (Pasal 71 ayat
(3) UU 32/2009).
• Dalam Pasal 71 ayat (2) tersebut, Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota ‘dapat’ mendelegasikan kewenangan. Kata dapat
dalam Pasal tersebut berarti sebuah pilihan. Namun pada ayat (3)
dinyatakan bahwa Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
‘menetapkan’ pejabat pengawas lingkungan hidup. Begitupula
dengan Pasal 74 selanjutnya kewenangan pengawasan terletak
pada pejabat pengawas lingkungan hidup.
• Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pengangkatan pejabat pengawas lingkungan
hidup dan tata cara pelaksanaan pengawasan
dalam Peraturan Pemerintah (Pasal 75 UU
32/2009). Namun, hingga kini peraturan
pemerintah dimaksud belum dikeluarkan.
• Untuk izin pembuangan limbah cair,
pengawasan dilakukan oleh Bupati/Walikota
yang pelaksanaannya dilakukan oleh pejabat
pengawas lingkungan daerah (Pasal 44 ayat (1)
dan (2) PP 82/2001).
• PP 82/2001 tidak mengatur mengenai
pengawasan terhadap izin pemanfaatan air
limbah untuk aplikasi ke tanah.
Kewenangan pemberian sanksi
• Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menerapkan sanksi administratif kepada
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika dalam pengawasan ditemukan
pelanggaran terhadap izin lingkungan (Pasal 76 ayat (1))

• Jika Pemerintah menganggap pemerintah daerah secara sengaja tidak menerapkan


sanksi administratif terhadap pelanggaran yang serius di bidang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup, maka Menteri dapat menerapkan sanksi
administratif terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan (Pasal 77 UU
32/2009). UU ini tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai pengertian secara
sengaja dan pelanggaran serius, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 77
tersebut. Ketentuan tersebut juga diatur dalam Pasal 8 ayat (4) Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2013 Tentang Pedoman Penerapan Sanksi
Administratif Di Bidang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Namun
meskipun setingkat Permen, ketentuan tersebut tidak dibarengi dengan
penjelasan mengenai tata cara pengambilalihan pemberian sanksi oleh Menteri.
• Dalam Bagian Sanksi Administratif UU 32/2009 juga
diatur bahwa Menteri, gubernur, atau bupati/walikota
berwenang untuk memaksa penanggung jawab usaha
dan/atau kegiatan untuk melakukan pemulihan
lingkungan hidup akibat pencemaran dan/atau
perusakan lingkungan hidup yang dilakukannya (Pasal
82 ayat (1)). Dalam hal ini, Menteri, gubernur, atau
bupati/walikota berwenang atau dapat menunjuk
pihak ketiga untuk melakukan pemulihan lingkungan
hidup akibat pencemaran dan/atau perusakan
lingkungan hidup yang dilakukannya atas beban biaya
penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan (Pasal 82
ayat (2))
• Sementara Pasal 48 PP 82/2001 mengatur bahwa
Bupati/Walikota berwenang menjatuhkan sanksi
administrasi. untuk pelanggaran
• Selanjutnya, menurut Pasal 49 untuk pelanggaran
terhadap kewajiban membuat rencana
penanggulangan pencemaran air pada keadaan
darurat dan atau keadaan yang tidak terduga
lainnya Bupati/Walikota/Menteri berwenang
menerapkan paksaan pemerintahan atau uang
paksa.

Anda mungkin juga menyukai