Anda di halaman 1dari 30

Mochammad Ikhwan, S.S, M.Pd.I, M.

Si
‫س ْو ُل هللاِ ِإ َّن بَ ِن ْي‬ُ ‫ قَا َل َر‬، ‫ع ْب ِد هللاِ ْب ِن ع َْم ٍرو قَا َل‬ َ ‫ع َْن‬
‫س ْب ِع ْي َن ِملَّة َوتَفَ َّرقَتْ أ ُ َّم ِت ْي‬
َ ‫علَى ِث ْنت َ ْي ِن َو‬َ ْ‫س َرا ِئ ْي َل تَفَ َّرقَت‬
ْ ‫ِإ‬
‫احدَة‬ ِ ‫س ْب ِع ْي َن ِملَّة كُل ُه ْم فِي النَّ ِار ِإالَّ ِملَّة َو‬ َ ‫ث َو‬ ٍ َ‫علَى ثَال‬ َ
َ ‫س ْو َل هللاِ ؟ قَا َل َما أَنَا‬
‫علَ ْي ِه‬ ُ ‫قَالُ ْوا َو َم ْن ِه َي يَا َر‬
“Dari Abdullah bin Amr,)ia 2565
berkata,:‫الترمذي‬
Rasulullah ‫رواه‬
SAW.(. bersabda,
‫ص َحا ِبي‬ ْ َ ‫َوأ‬
“Sesungguhnya kaum Bani Israil telah terpecah menjadi tujuh
puluh dua golongan. Dan umatku akan terpecah menjadi tujuh
puluh tiga golongan. Semuanya akan masuk neraka, kecuali satu
golongan”. Lalu sahabat bertanya, “Siapakah satu golongan yang
selamat itu wahai Rasulullah?” Nabi T menjawab: “Dia adalah
golongan yang mengikuti ajaranku dan ajaran sahabatku.” (HR.
al-Tirmidzi [2565])
‫ أَلَ ِإن َمن‬: ‫سو َل للاِ قَا َل‬ ُ ‫ان أ َن َر‬ َ َ‫سفي‬ُ ‫عن ُمعَا ِويَةَ ب ِن أَبِي‬ َ
‫ َو ِإن‬،ً‫ين ِملة‬ َ ‫علَى ِثنتَي ِن َو‬
َ ‫سب ِع‬ ِ ‫قَبلَ ُكم ِمن أَه ِل ال ِكتَا‬
َ ‫ب افت َ َرقُوا‬
‫ون فِي‬ َ ُ‫سبع‬ َ ‫ان َو‬ِ َ ‫ ثِنت‬،‫ين‬
َ ‫سب ِع‬ َ ‫علَى ث َالَث َو‬ َ َ‫َه ِذ ِه ال ِملة‬
َ ‫ستَفت َ ِر ُق‬
‫ )رواه ابو داود‬.ُ‫عة‬ َ ‫ي ال َج َما‬ َ ‫ َو ِه‬،‫احدَة ِفي ال َجن ِة‬ ِ ‫ َو َو‬،‫ار‬
ِ ‫الن‬
(‫واحمد‬
Dari Mu'awiyah bin Abi Sufyan, bahwa Rasulullah
SAW. bersabda: "Sesungguhnya orang sebelum kamu
dari pengikut Ahlil-kitab terpecah belah menjadi 72
golongan. Dan umat ini akan terpecah menjadi 73
golongan, 72 dua golongan akan masuk ke neraka,
dan satu golongan yang akan masuk surga, yaitu
golongan al-jama'ah.“ (HR. Abu Dawud dan Ahmad)
 Ahlussunnah Wal-
Jama’ah
merupakan istilah
yang terbentuk
dari tiga
komponen:
1 Ahlun
2 Al-Sunnah
3 Al-Jama’ah
 Ahlun bermakna:
1 Keluarga (Ahlul
bayt, keluarga
rumah tangga)
2 Pengikut
(Ahlussunnah,
pengikut sunnah)
3 Penduduk (Ahlul
Jannah,
penduduk surga)
 Makna al-Sunnah
a. Secara kebahasaan: jejak dan langkah
b. Secara syar’i: jejak yang diridhai oleh Allah,
menjadi pijakan dalama agama, dan pernah
ditempuh oleh Rasulullah atau orang yang
menjadi panutan dalam agama seperti
sahabat
c. Secara ‘urfi (tradisi): Ajaran yang dilalui oleh
seorang panutan dalam agama, seperti nabi
atau wali.
 Makna al-Jama’ah:
a. menjaga kekompakan, kebersamaan dan
kerukunan, kebalikan dari kata al-furqah
(golongan yang berpecah belah).
b. Dikatakan al-jama’ah, karena golongan ini
selalu memelihara kekompakan, kebersamaan
dan kerukunan terhadap sesama.
c. Meskipun terjadi perbedaan pandangan di
kalangan mereka, perbedaan tersebut tidak
melahirkan sikap saling mengkafirkan,
membid’ahkan dan memfasikkan sesama
mereka.
Dari penjelasan di atas, maka Ahlus Sunnah wal
Jama’ah adalah orang-orang yang konsisten
berpegang teguh dengan Sunnah Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam. Mereka adalah dari kalangan
shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Tabi’in
(murid para shahabat Nabi SAW.), Tabi’ut Tabi’in
(murid para Tabi’in), dan para imam yang mengikuti
mereka, serta orang-orang yang mengikuti jalan
mereka hingga hari Kiamat dalam perkara ‘aqidah,
ucapan, dan amalan. (Syarh Al-‘Aqidah Ath-
Thahawiyah, karya Ibnu Abil ‘Izz Al-Hanafy
rahimahullah, hal. 33)
UMATAN FIRQAH SAWAD
WASATHAN NAJIYAH A’DHAM

AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH


UMMATAN WASATHAN/UMAT MODERAT
َ ‫علَ ْي ُك ْم‬
‫ش ِهيدًا‬ َ ُُ ‫سو‬
ُ ‫الر‬ ِ َّ‫علَى الن‬
َّ َ‫اس َو َي ُكون‬ ُ ‫طا ِلت َ ُكونُوا‬
َ ‫ش َه َدا َء‬ َ ‫َو َك َذ ِل َك َج َع ْلنَا ُك ْم أ ُ َّمةً َو‬
ً ‫س‬
“Dan demikianlah aku menciptakanmu sebagai umat yang (moderat, adil), agar kamu
menjadi saksi atas manusia dan agar Rasul menjadi saksi atas perbuatanmu.” (QS: Al
Baqarah 143).

FIRQAH NAJIYAH/GOLONGAN SELAMAT

ْ َ ‫علَ ْي ِه َوأ‬
‫ص َِا ِبي‬ َ ‫َّللا ََا َُ َما أَنَا‬
ِ َّ َُ ‫سو‬ ِ ‫ار ِإ َّال ِملَّةً َو‬
َ ِِ ‫اِ َدً ً ََالُوا َو َم ْن‬
ُ ‫ي َيا َر‬ ِ َّ‫س ْبعِينَ ِملَّةً ُكلُّ ُه ْم فِي الن‬ َ ‫َوت َ ْفت َ ِر ُق أ ُ َّمتِي‬
ٍ ‫علَى ث َ ََل‬
َ ‫ث َو‬
“Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan semua ada di neraka kecuali satu golongan, para Sahabat
bertanya: siapakah mereka wahai Rasulullah? Beliau menjawab: (golongan)yang mengikuti apa yang aku
dan sahabatku lakukan.” (HR. Tirmidzi)

SAWAD A’DHAM/KELOMPOK MAYORITAS

َ ‫س َوا َد األ َ ْع‬


‫ظ َم‬ َّ ‫ار إِالَّ ال‬ َ ‫َوإِ َّن أ ُ َّمتِي ت َ ْفت َ ِر ُق َعلَى ثِ ْنتَي ِْن َو‬
ِ َّ‫ ُكلُّ َها فِي الن‬، َ‫س ْب ِعين‬
“Sungguh umatku akan terpecah menjadi 72 golongan, semua ada di neraka kecuali golongan mayoritas.”
(HR. Abu Ya’la)
SEMBRONO (‫)تفريط‬ MODERAT (‫)وسط‬ BERLEBIHAN (‫)إفراط‬

QADARIYAH: meyakini AHLUSSUNNAH: JABARIYAH:


jika manusi punya meyakini jika manusia meyakini jika
Masalah Perbuatan

kebebasan penuh dalam memiliki usaha atas seluruh tindakan


setiap tindakannya, tindakannya, tetapi hamba adalah
Manusia

Allah tidak punya peran tindakan itu di bawah ciptaan Allah,


apapun. bayang-bayang manusia tidak
kehendak Allah. punya kuasa apa-
Manusia adalah pelaku apa
Allah adalah
penciptanya.
JAHMIYAH: meyakini jika AHLUSSUNNAH: MUJASSIMAH:
asalah Sifat Allah

Alah tidak memiliki meyakini jika Allah meyakini Allah


nama dan sifat, karena memiliki nama dan memiliki jisim
dengan nama dan sifat sifat sebagaimana layaknya makhluk.
Allah akan menyerupai yang disebutkan Dan sifat-sifat
makhluk dalam al-Quran, tetapi Allah tak ubahnya
tidaklah sama dengan sifat makhluk.
makhluk.
SEMBRONO (‫)تفريط‬ MODERAT (‫)وسط‬ BERLEBIHAN (‫)إفراط‬

JAHMIYAH: berpendapat AHLUSSUNNAH: HARURIYAH:


jika iman tidak ada berpendapat iman dan berpendapat jika
hubungannya dengan amal saling terkait. pelaku dosa besar
Iman dan Amal

amal. Seorang pendosa Seorang yang dihukumi kafir


besar tetap memiliki melakukan dosa besar dan masuk neraka
iman sempurna. Dengan imannya berkurang.
iman dosa tiada arti, Dosa besar tidak
sama halnya ketaatan menyebabkan
tidak berarti dalam seseorang kafir, tidak
kekafiran. pula sempurna
imannya.
LIBERALISME: apa saja AHLUSSUNNAH: PURITANISME:
boleh dilakukan asalkan Substansi Islam adalah Islam telah
baik menurut si pelaku. melakukan apa yang sempurna. Suatu
dilakukan Nabi sesuai hal boleh
kemampuan dan dilakukan jika
meninggalkan yang pernah dilakukan
SEMBRONO (‫)تفريط‬ MODERAT (‫)وسط‬ BERLEBIHAN (‫)إفراط‬

KHAWARIJ: Memusuhi AHLUSSUNNAH: SYIAH:


Ali beranggapan bahwa menghormati Ali Mengkultuskan Ali
Ali telah kafir karena sebagai sahabat, karena
Ali bin Abi Thalib

melakukan dosa besar khalifah dan menantu menganggap Ali


dengan menerima Rasulullah SAW. sebagai imam
Masalah

tawaran damai dalam yang ma’shum


peristiwa tahkim seperti para Nabi.
Bahkan ada
kelompok yang
menganggapnya
Tuhan (sab’iyah)
NAWASHIB: Memusuhi AHLUSSUNNAH: SYIAH:
dan menganggap Menghormati dan Mengkultuskan
sain bin Ali

Husain sebagai mencintai Husain Husain sebagai


Masalah

pemberontak yang sebagai keturunan imam Ahlul Bait


melakukan makar Nabi. “Husain dari aku yang ma’shum
terhadap Yazid bin dan aku dari Husain” seperti para Nabi
Tafrith/Sembrono Ifrath/Berlebihan

Liberal ASWAJA Radikal


Tasawuf
Al-Ghazali
Asyariyah Text in
Syafi’iyah
here

Malikiyah

AKIDAH FIKIH

Hanabilah

Maturidiyah Hanafiyah
Tasawuf
A-Syadzili
.
ASYARIYAH MATURIDIYAH

Mengikuti Imam Abu Hasan al- Mengikuti Imam Abu Manshur al-
Asy’ari (873-935 M) Maturidi (w. 944 M)

Madzhab teologi ini dipilih karena merupakan akidah yang dianut


mayoritas ulama’-ulama’ Islam.
Mengikuti Imam Abu Mengikuti Imam
Hanifah Nu’man bin Malik bin Anas (714-
Tsabit (80-148 M ) 800 M)

HANAFIYAH MALIKIYAH

SYAFI’IYAH HANABILAH

Mengikuti Imam Mengikuti Imam


Muhammad bin Idris Ahmad bin Hanbal
al-Syafi’i (767-819 (781 - 855 M)
M)
Madzhab-madzhab tersebut dipilih disebabkan
penisbatan pada pendirinya dapat dipertanggung
jawabkan. Dan pemikiran dan ide-ide nya terkodifikasi
dengan baik.
“Masyarakat Muslim di pulau Jawa tempo dulu memiliki pandangan dan
madzhab yang sama, memiliki satu referensi dan kecenderungan
yang sama. Semua masyarakat Jawa ketika itu menganut dan
mengidolakan satu madzhab yakni Imam Muhammad bin Idris Al-
Syafi’i dan di dalam masalah teologi atau aqidahnya mengikuti
madzhab Imam Abu Hasan al ‘Asy’ari dan di bidang Tasawuf
mengikuti madzhab Imam al – Ghazali dan Imam Abi al Hasan al
Syadili, Rodiyallahu Anhum Ajma’in”. (KH. Hasyim Asy’ari)

“Dengan mengikuti satu madzhab tertentu akan lebih dapat terfokus pada satu
nilai kebenaran yang haqiqi, lebih dapat memahami secara mendalam dan
akan lebih memudahkan dalam mengimplementasikan amalan”. (KH.
Hasyim Asy’ari)

“Hendaknya kita tetap eksis berpedoman pada Al Kitab, Al Sunnah, dan apa
saja yang menjadi tuntunan para Ulama, panutan umat yakni Imam Abu
Hanifah, Imam Malik bin Anas, Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hambal
Ra. Merekalah Ulama yang Mujma ‘Alaih, sah untuk diikuti dan dilarang
keluar dari madzhab madzhab mereka.” (KH. Hasyim Asy’ari)
1. BIDANG AQIDAH
 Aswaja menekankan bahwa pilar utama ke-Imanan manusia adalah Tauhid,
sebuah keyakinan yang teguh dan murni yang ada dalam hati setiap Muslim
bahwa Allah-lah yang Menciptakan, Memelihara dan Mematikan kehidupan
semesta alam. Ia Esa, tidak terbilang dan tidak memiliki sekutu.
 Pilar yang kedua adalah Nubuwwat, yaitu dengan meyakini bahwa Allah telah
menurunkan wahyu kepada para Nabi dan Rosul sebagai utusannya. Sebuah
wahyu yang dijadikan sebagai petunjuk dan juga acuan ummat manusia
dalam menjalani kehidupan menuju jalan kebahagiaan dunia dan akhirat,
serta jalan yang diridhai oleh Allah SWT. Dalam doktrin Nubuwwat ini, ummat
manusia harus meyakini dengan sepebuhnya bahwa Muhammad SAW adalah
utusan Allah SWT, yang membawa risalah (wahyu) untuk umat manusia. Dia
adalah Rasul terakhir, yang harus diikuti oleh setiap manusia.
 Pilar yang ketiga adalah Al-Ma’ad, sebuah keyakinan bahwa nantinya
manusia akan dibangkitkan dari kubur pada hari kiamat dan setiap manusia
akan mendapat imbalan sesuai amal dan perbuatannya (yaumul jaza’). Dan
mereka semua akan dihitung (hisab) seluruh amal perbuatan mereka selama
hidup di dunia. Mereka yang banyak beramal baik akan masuk surga dan
mereka yang banyak beramal buruk akan masuk neraka.
2. ISTINBATH HUKUM (PENGAMBILAN
KESIMPULAN HUKUM SYARIAH)
Hampir seluruh kalangan Sunni menggunakan
empat sumber hukum yaitu:
a) Al-Qur’an
b) As-Sunnah
c) Ijma’
d) Qiyas
3. BIDANG TASAWUF
 Imam Abu Hamid Al-Tusi Al-Ghazali menjelaskan “Tasawuf adalah
menyucikan hati dari apa saja selain Allah. Seorang sufi adalah mereka
yang mampu membersihkan hatinya dari keterikatan selain kepada-Nya.
 Zuhud harus dimaknai sebagai ikhtiar batin untuk melepaskan diri dari
keterikatan selain kepada-Nya tanpa meninggalkan urusan duniawi.
Mengapa? karena justru di tengah-tengah kenyataan duniawi posisi
manusia sebagai Hamba dan fungsinya sebagai Khalifah harus
diwujudkan.
 Banyak contoh sufi atau ahli tasawuf yang telah zuhud namun juga
sukses dalam ukuran duniawi. Kita lihat saja Imam Al-Junaid adalah
adalah pengusaha botol yang sukses, Al-Hallaj sukses sebagai
pengusaha tenun, Umar Ibn Abd Aziz adalah seorang sufi yang sukses
sebagai pemimpin negara, Abu Sa’id Al Kharraj sukses sebagai
pengusaha konveksi, Abu Hasan al-Syadzily sukses sebagai petani, dan
Fariduddin al-Atthar sukses sebagai pengusaha parfum. Mereka adalah
sufi yang pada maqomnya tidak lagi terikat dengan urusan duniawi
tanpa meninggalkan urusan duniawi.
3. BIDANG SOSIAL POLITIK
 Berbeda dengan golongan Syi’ah yang memiliki sebuah konsep
negara dan mewajibkan berdirinya negara (imamah), Pandangan
Syi’ah tersebut juga berbeda dengan golongan Khawarij yang
membolehkan komunitas berdiri tanpa imamah apabila dia telah
mampu mengatur dirinya sendiri. Ahlussunnah wal-jama’ah dan
golongan sunni umumnya memandang negara sebagai kewajiban
fakultatif (fardhu kifayah). Bagi ahlussunnah wal jama’ah, negara
merupakan alat untuk mengayomi kehidupan manusia untuk
menciptakan dan menjaga kemashlahatan bersama (mashlahah
musytarakah).

 Ahlussunnah wal-Jama’ah tidak memiliki konsep bentuk negara


yang baku. Sebuah negara boleh berdiri atas dasar teokrasi,
aristokrasi (kerajaan) atau negara-modern/demokrasi, asal
mampu memenuhi syarat-syarat atau kriteria yang harus
dipenuhi oleh sebuah negara. Apabila syarat-syarat tersebut
tidak terpenuhi maka gugurlah otoritas (wewenang) pemimpin
negara tersebut.
a. Prinsip Syura (musyawarah)
 Negara harus mengedepankan musyawarah
dalam mengambil segala keputusan dan
setiap keputusan, kebijakan dan peraturan.
Salah satu ayat yang menegaskan
musyawarah adalah (QS Al-Syura, 42: 36-39)

b. Prinsip Al-‘Adl (Keadilan)


 Keadilan adalah salah satu Perintah yang
paling banyak ditemukan dalam Al-Qur’an.
Prinsip ini tidak boleh dilanggar oleh sebuah
pemerintahan, apapun bentuk pemerintahan
itu.salah satu ayat dalam Al-Qur an terdapat
pada QS An-Nisa, 4: 58
c. Prinsip al-Hurriyah (Kebebasan)
Negara wajib menciptakan dan menjaga kebebasan bagi
warganya. Prinsip kebebasan manusia dalam Syari’ah dikenal
dengan Al-Ushulul-Khams (prinsip yang lima) yang identik
dengan konsep Hak Asasi Manusia yang lebih dikenal dalam
dunia modern bahkan mungkin di kalangan ahlussunnah wal-
jama’ah. Lima pokok atau prinsip ini menjadi ukuran baku
bagi legitimasi sebuah kepemerintahan sekaligus menjadi
acuan bagi setiap orang yang menjadi pemimpin di kelak
kemudian hari. Lima pokok atau prinsip tersebut yaitu:
1. Hifzhu al-Nafs (menjaga jiwa)
2. Hifzhu al-Din (menjaga agama)
3. Hifzhu al-Mal (menjaga harta benda)
4. Hifzhual-Nasl (menjaga keturunan)
5. Hifzh al-‘Irdh (menjaga kehormatan)
d. Prinsip al-Musawa (Persamaan Derajat)
 Bahwa manusia diciptakan sama oleh Allah SWT. Antara satu
manusia dengan mausia lain, bangsa dengan bangsa yang
lain tidak ada pembeda yang menjadikan satu manusia atau
bangsa lebih tinggi dari yang lain. Manusia diciptakan
berbeda-beda adalah untuk mengenal antara satu dengan
yang lain. Sehingga tidak dibenarkan satu manusia dan
sebuah bangsa menindas manusia dan bangsa yang lain. Hai
ini termaktub dalan QS. Al-Hujuraat, 49: 13

 Perbedaan bukanlah semata-mata fakta sosiologis, yakni


fakta yang timbul akibat dari relasi dan proses sosial.
Perbedaan merupakan keniscayaan teologis yang Dikehendaki
oleh Allah SWT. Demikian disebutkan dalam surat Al-Ma’idah;
5: 48
1. At Tawassuth
Tawassuth berarti pertengahan, maksudnya menempatkan diri antara dua kutub dalam
berbagai masalah dan keadaan untuk mencapai kebenaran serta menghindari
keterlanjuran ke kiri atau ke kanan secara berlebihan
2. Al-I’tidal
I’tidal berarti tegak lurus, tidak condong ke kanan dan tidak condong ke kiri.I’tidal juga
berarti berlaku adil, tidak berpihak kecuali pada yang benar dan yang harus dibela.
3. At Tasamuh
Tasamuh berarti sikap toleran pada pihak lain, lapang dada, mengerti dan menghargai
sikap pendirian dan kepentingan pihak lain tanpa mengorbankan pendirian dan harga
diri, bersedia berbeda pendapat, baik dalam masalah keagamaan maupun masalah
kebangsaan, kemasyarakatan, dan kebudayaan.
4. At Tawazun
Tawazun berarti keseimbangan, tidak berat sebelah, tidak kelebihan sesuatu unsur atau
kekurangan unsur lain.
5. Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Amar ma’ruf nahi munkar artinya menyeru dan mendorong berbuat baik yang
bermanfaat bagi kehidupan duniawi maupun ukhrawi, serta mencegah dan
menghilangkan segala hal yang dapat merugikan, merusak, merendahkan dan atau
menjerumuskan nilai-nilai moral keagamaan dan kemanusiaan.
1. Kader Ahlusssunnah Wal Jamaah
Nahdliyah di masa depan harus
selalu tanggap mampu menguasai
tiga bidang di atas sekaligus yakni
Ahli di bidang aqîdah, fiqh, dan
tasawuf yang membawa perubahan
dan kemajuan besar bagi peradaban
dunia
2. Mengembangkan Ahlusssunnah Wal Jamaah
secara dinamis dan produktif. Semangat
membaca dari berbagai sumber pengetahuan,
baik Barat maupun Timur, mengapresiasi
pemikiran dan budaya lokal, menulis buku
dan kitab, berjuang mencerdaskan umat dan
menyejahterakan rakyat, dan aktif melakukan
kaderisasi adalah kunci sukses dalam
mengembangkan Ahlusssunnah Wal Jamaah.
3. Dalam merespon berbagai persoalan keagamaan maupun
kemasyarakatan, manhaj Ahlusunnah wal Jama’ah yang dijadikan
sebagai landasan berpikir, antara lain :
1. Fikrah Tawassuthiyah (polapikir moderat), artinya senantiasa
bersikap tawazun (seimbang) dan I’tidal (moderat) dalam menyikapi
berbagai persoalan.
2. Fikrah Tasamuhiyah (polapikir toleran), artinya dapat hidup
berdampingan secara damai dengan berbagai pihak lain walaupun
aqidah, cara pikir, dan budayanya berbeda.
3. Fikrah Ishlahiyyah (pola pikir reformatif), artinya selalu
mengupayakan perbaikan menuju kea rah yang lebih baik (al ishlah
ila ma huwa al ashlah).
4. Fikrah Tathawwuriyah (polapikir dinamis), artinya senantiasa
melakukan kontekstualisasi dalam merespon berbagai persoalan.
5. Fikrah Manhajiyah (polapikir metodologis), artinya senantiasa
menggunakan kerangka berpikir yang mengacu kepada manhaj
yang telah ditetapkan oleh Nahdlatul ‘Ulama.

Anda mungkin juga menyukai