Anda di halaman 1dari 38

CASE REPORT

ANASTESI SPINAL PADA TINDAKAN KURETASE ET ABORTUS INKOMPLETUS

STASE ANESTESIOLOGI
RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Oleh :
Diyah Arum Setiasih, S.ked J510185114
Lya Ermina, S.ked J510185129
Skenario Kasus
• Seorang wanita usia 17 tahun, G1P0A0 dengan usia kehamilan 13 + 1
minggu, datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut dan keluar darah dari
jalan lahir sejak pukul 02.00 WIB. Darah yang keluar mrongkol-mrongkol.
Tidak ada riwayat trauma maupun riwayat keluar jaringan seperti gajih.
Pasien pernah mondok sebelumnya di rumah sakit ini dengan diagnosa
abortus imminen. Pasien tidak memiliki riwayat sakit hipertensi, asma, DM
maupun alergi.
Pendahuluan
• Anestesi : ilmu kedokteran yang mendasari tindakan pemberian anestesi, penjagaan keselamatan
penderita ketika pembedahan, pengobatan intensif pasien gawat, terapi inhalasi, dan penanggulangan
nyeri menahun.

• Anestesi yang hanya menghilangkan nyeri dari bagian tubuh tertentu namun pemakainya tetap sadar
disebut anestesi regional. Anestesi regional terbagi atas anestesi spinal (anestesi blok subaraknoid),
anestesi epidural dan blok perifer.

• Anestesi spinal dan epidural telah digunakan secara luas di bidang ortopedi, obstetric dan ginekologi,
operasi ekstremitas bawah serta operasi abdomen bagian bawah (Latiefet al., 2009).

• Anestesi spinal adalah tindakan anestesi dengan memasukan obat analgetik kedalam ruang subaraknoid
di daerah vertebra lumbalis yang kemudian akan terjadi hambatan rangsang sensoris mulai dari
vertebra thorakal 4. Prinsip yang digunakan adalah menggunakan obat analgetik local .

• Abortus adalah suatu proses berakhirnya suatu kehamilan, dimana janin belum mampu hidup di luar
rahin (belum viable) dengan criteria usia kehamilan kurang 20 minggu atau berat janin kurang dari 500
gram (WHO,2013).

• Abortus inkomplit merupakan perdarahan pada kehamilan sebelum 20 minggu dimana sebagian dari
hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri melalui kanalis serviks yang tertinggal pada desidua atau
plasenta (Kurdi, 2014).
Faktor-faktor yang menyebabkan kematian fetus adalah:
– Faktor dari janin (fetal)
• kelainan genetik (kromosom)
– Faktor dari ibu (maternal)
• infeksi, kelainan hormonal, merokok, penggunaan obat-
obatan, konsumsi alkohol, faktor imunologis, defek
anatomis, inkompetensia serviks
– faktor dari ayah (paternal)
• kelainan sperma
• Tatalaksana awal dengan melakukan penilaian secara cepat
mengenai keadaan umum pasien, termasuk tanda-tanda vital,
pengawasan pernafasan, pemberian cairan infus (D5% dan
atau NaCl 0,9%), pemeriksaan laboratorium, observasi tanda-
tanda syok, aspirasi Vacum Manual (AVM) atau kuretase
(Kurdi, 2014).
CHAPTER II
LAPORAN KASUS

• PRE OPERATIF
• DURANTE ANASTESI
• PASCA OPERASI
PRE OPERATIF
– IDENTITAS PASIEN
– ANAMNESIS
– PEMERIKSAAN FISIK
– PEMERIKSAAN PENUNJANG
– STATUS FISIK ASA
– PENATALAKSANAAN
– MASUKAN ORAL
– PREMEDIKASI
– PREANASTESI
– INDUKSI ANASTESI
IDENTITAS PASIEN

• Nama : Ny. X
• Jenis Kelamin : Wanita
• Usia : 17 tahun
• Diagnosispre-operatif : Abortus inkompletus
• Macam operasi : Kuretase
Autoanamnesis
 Keluhan utama
Nyeri perut

 Riwayat penyakit sekarang


Seorang wanita usia 17 tahun, G1P0A0 dengan usia
kehamilan 13 +1 minggu, dating ke IGD dengan keluhan
nyeri perut dan keluar darah dari jalan lahir sejak pukul
02.00 WIB. Darah yang keluar mrongkol-mrongkol. Tidak
ada riwayat trauma maupun riwayat keluar jaringan seperti
gajih. Pasien pernah mondok sebelumnya di rumah sakit
ini dengan diagnose abortus imminen. Pasien tidak
memiliki riwayat sakit hipertensi, asma, DM maupun
alergi. Pasien belum pernah menjalani operasi
sebelumnya.
Riwayat penyakit dahulu atau penyulit
tindakan anestesi
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat diabetes mellitus : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat asma : disangkal
Riwayat penyakit paru kronis : tidak ada data
Riwayat penyakit jantung : tidak ada data
Riwayat penyakit hati : tidak ada data
Riwayat penyakit ginjal : tidak ada data
Riwayat penggunaan obat
• Riwayat alergi obat : disangkal
• Riwayat pengobatan sebelumnya : riwayat mondok
dengan abortus imminens

Riwayat anestesi/operasi
• Riwayat anestesi sebelumnya : disangkal
• Riwayat operasi sebelumnya : disangkal
Riwayat kebiasaan
• Riwayat merokok : tidak ada data
• Riwayat minum alcohol : tidak ada data
• Riwayat konsumsi narkotika : tidak ada data

Riwayat keluarga
• Riwayat asma : tidak ada data
• Riwayat diabetes mellitus : tidak ada data
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
 Keadaan Umum : Baik
 Kesadaran : Compos Mentis (GCS: E4V5M6)
 Skala Nyeri :4
 Tekanan Darah : 120/80 mmHg
 Nadi : 88 kali/menit
 Respirasi : 18 kali/menit
 Suhu : 36,7oC
 GDS : 83 mg/dl
Pemeriksaan Fisik
 Status Gizi
 Jalan Napas
 Respirasi
 Kardiovascular
 Abdomen
 Sistem saraf
 Sistem muskuloskeletal
PEMERIKSAAN PENUNJANG
• GDS : 83 mg/dl
• USG ginekologi : Abortus inkompletus
STATUS FISIK ASA
Perempuan 17 tahun menderita Abortus inkompletus usia
gestasi 13 +1 minggu dengan status fisik ASA I (Pasien dengan
penyakit sistemik ringan dan tidak ada keterbatasan fungsional)
(Latief et al, 2009).

DIAGNOSIS
Abortus inkompletus

PENATALAKSANAAN
Kuretase
ASSESMENT MEDIS DAN ANASTESI
Diagnosis pre operatif : Abortus inkompletus
Status Operatif : ASA I, Mallampati I
Jenis Operasi : Kuretase
Jenis Anastesi : Spinal Anastesi
KEADAAN PRA INDUKSI
Kondisi Fisik
– Berat Badan : 50 kg
– Tinggi Badan : 155 cm
– Tekanan Darah : 120/80 mmHg
– Respirasi : 18 kali/menit
– GDS : 83 mg/dl
– Alergi : Tidak
– GCS : E4M6V5, Compos mentis
– Keadaan jalan napas : Mallampati I

Status Fisik ASA


– ASA I, Pasien dengan normal, sehat fisik dan mental.
TEKNIK ANASTESI
 Spinal Anestesi dengan
Kuretase
 Penatalaksanaan yaitu :
1. Pro Kuretase
2. Informed Consent Operasi
3. Informed Consent
Pembiusan
4. Intravena fluid drip (IVFD) RL
20 tpm dengan
menggunakan IV cath no 20,
dan dipasang dengan
menggunakan three way.
MASUKAN ORAL
• Pasien dipuasakan selama 6-8 jam. Makanan tidak
berlemak diperbolehkan 5 jam sebelum induksi anestesi.
Minuman air putih diperbolehkan sampai 3 jam sebelum
induksi.

PREMEDIKASI
• Diberikan Diazepam oral 10 mg diberikan pada waktu
malam hari sebelum pasien tidur.
PRE ANESTESI
Persiapan peralatan anestesi
• Peralatan monitor anestesi (tekanan darah, denyut
nadi , pulse oxymetri dan EKG).
• Peralatan resusitasi
• Jarum spinal dengan ujung tajam.
• Lidokain 5 % (larutan hiperbarik)
• Oksimeter/saturasi
• Infuse set
• Kanul oksigen
• Persiapan pasien
– Pemeriksaan konfirmasi identitas pasien
– Konfirmasi jenis operasi dan pemeriksaan lokasi operasi
– Pemantauan peralatan yang menempel pada pasien
(sphygmomanometer digital, oxymetri)
– Pemeriksaan akses IV

• Persiapan Obat
– Analgetik : Ketorolac, Fentanyl
– Anti emetik : Ondansetron
– Sedatif : Midazolam
INDUKSI ANESTESI
Anestesi spinal : Lidokain 5 % (larutan hiperbarik) 100 mg
1. Obat
• Inj. Midazolam 3 mg IV setelah induksi anestesi
• Anti emetik
Inj Ondancetron 6 mg IV yang diberikan 10 menit sebelum operasi selesai
• Analgesik
Inj Ketorolac 30 mg IV yang diberikan 10 menit sebelum operasi selesai
• Inj Fentanyl 30 mcg IV yang diberikan 10 menit sebelum operasi
selesai (Dosis profilaksis nyeri pasca operasi = 0,5mcg/KgBB)
2. Infus
• Ringer Laktat
• Pemantauan Sistem Saraf
Pusat
• Pemantauan Sistem
Kardiovaskular
• Pemantauan Perdarahan
(perdarahan durante
operasi : 50 ml )
• Durasi operasi (15-20
menit)
• Komplikasi selama
pembedahan
PASCA OPERASI
• Posisi
– Supine
• Pemantauan
– Tekanan Darah, Nadi, Suhu, RR,
Saturasi O2 tiap 15 menit selama 1 jam.
• Keadaan pasca operasi
– Mual/ muntah : Ada
– Sianosis : Tidak Ada
– Skala nyeri :6
• Obat-Obatan pasca operasi
– Anti emetik : Inj Ondancetron 6 mg IV extra
– Analgesik : Inj. Ketorolac 30 mg / 8jam
PASCA OPERASI
• Terapi Cairan : Infus RL + Fentanyl 120 mcg (Dosis
continous infus 0,5-3 mcg/kgBB/jam) +
Metamizole Sodium 1gr drip infus 20
tpm.
• Pasca Bedah = 50cc/kg BB/hari
= 50 x 50
= 250cc/hari
CHAPTER III
PROYEKSI KASUS

PRE OPERATIF
 Pasien, Nn X, 17 tahun G1P0A0 dengan usia kehamilan 13 +1 minggu
 Keluhan nyeri perut dan keluar darah dari jalan lahir sejak pukul 02.00 WIB.
Darah yang keluar mrongkol-mrongkol. Tidak ada riwayat trauma maupun
riwayat keluar jaringan seperti gajih.
 Pasien pernah mondok sebelumnya di rumah sakit dengan diagnose
abortus imminen.
 Pasien belum pernah menjalani operasi sebelumnya.
 Tekanan darah: 120/80 mmHg, nadi : 88 x/menit, S : 36,7˚C, frekuensi
napas: 18 x/menit, GDS : 83 mg/dl
 Pemeriksaan Fisik Dan Pemeriksaan Penunjang disimpulkan bahwa pasien
masuk dalam ASA I.
• Pada pasien ini dilakukan operasi kuretase, maka dokter anestesi memilih
untuk dilakukan anestesi spinal (blok subaraknoid).
• Hal ini sesuai dengan indikasi anestesi blok subaraknoid yang digunakan pada
bedah ekstremitas bawah, bedah panggul, tindakan sekitar rektum perineum,
bedah obstetrik ginekologi, bedah urologi, bedah abdomen bawah.
• Penggunaan spinal anestesi dianggap pilihan yang tepat karena mempunyai
manfaat berupa analgesi yang adekuat pasca operasi dan tidak memerlukan
intubasi yang dapat menyebabkan peningkatan respon simpatis dan
mengakibatkan nyeri post intubasi.
• Banyak keuntungan yang diperoleh dari teknik anestesi regional di antaranya
relatif lebih murah, pengaruh sistemik lebih kecil, menghasilkan analgesi
adekuat.
• Pasien ini diberikan premedikasi ansiolitik yaitu Diazepam 10 mg
oral sesuai dengan dosis dewasa untuk mengurangi kecemasan dan
rasa nyeri yang muncul karena abortus inkompletus
• Efek puncak Diazepam dapat terjadi setelah pemberian oral dalam
waktu 0,5-1 jam pada orang dewasa. Waktu paruh dari diazepam
adalah 21-37 jam pada orang normal.
• Pre operasi diberikan terapi cairan basal yaitu kebutuhan cairan
dewasa/kgBB yaitu 2ml/kgBB = 2 ml x 50 kg = 100 cc/jam. Sebelum
dilakukan operasi pasien dipuasakan selama 8 jam.
DURANTE OPERASI
• Pada pasien digunakan lidocain 5% dengan dosis 100 mg untuk
pembedahan abdomen bagian bawah.
• Lamanya spinal anestesi tergantung dari obat yang digunakan dan
adjuvantnya. Pada kasus ini digunakan obat lidokain 5% hiperbarik.
• Pada pasien ini diberikan sedasi midazolam 3 mg IV untuk
menidurkan pasien selama operasi.
• Untuk mengganti kehilangan cairan tubuh diberikan cairan kristaloid
ringer lactat untuk menjaga keseimbangan cairan selama operasi.
• Selama operasi tanda vital pasien juga dipantau setiap 5 menit.
• Pemberian maintenance cairan sesuai dengan berat badan pasien
yaitu kebutuhan cairan operasi (operasi sedang) 6cc/kgBB/jam,
sehingga 6cc x 50 kg = 300 cc/jam.
• Selama operasi pasien kehilangan darah sebanyak 200 ml.
• Estimasi Blood Volume pasien tersebut yaitu
– 65 cc/kgBB = 65 cc x 50 = 3250 cc. Nilai 20% dai EBV yaitu 20/100 x 3250 =
650 cc.
• Dari nilai tersebut pasien hanya kehilangan darah kurang dari 20% EBV
sehingga pasien tidak memerlukan transfusi darah tetapi cukup diganti dengan
cairan infus yang komposisi elektrolitnya sama dengan komposisi elektrolit
serum, yaitu Ringer Lactat.
• Jumlah cairan pengganti sesuai jumlah perdarahan yaitu kebutuhan cairan x 3
= 3x200 = 600 cc.
• Obat yang dapat diberikan 10 menit sebelum operasi selesai adalah Ketorolac
0,5 mg/kgBB yaitu 0.5 x 50 = 25 mg IV yang nantinya akan dikombinasikan
dengan opioid kuat dan obat analgesik adjuvan yang bermanfaat untuk
mengurangi nyeri pasca operasi.
• Selain itu dapat diberikan Ondancetron 0,1mg/kgBB, sehingga dosisnya pada
pasien BB: 50 kg, yaitu 0,1 mg x 50 kg menjadi 5 mg IV sebagai antiemetik.
PASCA OPERASI
• Setelah pembedahan selesai dilakukan, dilakukan
pemantauan akhir TD, Nadi, dan SpO2.
• Pembedahan dilakukan selama 15 menit dengan perdarahan
± 200cc.
• Pasien kemudian dibawa ke ruang pemulihan (Recovery
Room).
• Selama di ruang pemulihan, jalan nafas dalam keadaan baik,
pernafasan spontan dan adekuat serta kesadaran somnolen.
• Pasien diperbolehkan pindah ke bangsal apabila Score
Bromage < 2.

No Kriteria Score
1 Dapat mengangkat 0
tungkai bawah
2 Tidak dapat menekuk 1
lutut tetapi dapat
mengangkat kaki

3 Tidak dapat 2
mengangkat tungkai
bawah tetapi masih
dapat menekuk lutut

4 Tidak dapat 3
mengangkat kaku
sama sekali
• Setelah selesai operasi pasien masih mengalami mual dan muntah sehingga
diberikan tambahan Ondancetron 0,1mg/kgBB, sehingga dosisnya pada pasien
BB: 50 kg, yaitu 0,1 mgx 50 kg menjadi 5 mg IV sebagai antiemetik.
• Pasien juga mengalami nyeri pasca operasi dengan skala nyeri VAS 6 yaitu
termasuk dalam skala nyeri berat sehingga dalam pengelolaan nyerinya
menurut “Three Step Analgesic Ladder WHO” sehingga pasien diberikan
kombinasi opioid kuat ditambah NSAID ditambah analgesik adjuvan.
• Injeksi Fentanyl untuk post operasi 1-2 mcg/kgBB yaitu (0,5-2) mcg x 50 kg =
25-100 mcg sebagai analgetik opioid kuat untuk mengatasi nyeri berat dan
diperkuat dengan injeksi Ketorolac 0,5 mg/kgBB yaitu 0.5 x 50 = 25 mg IV yang
diberikan terlebih dulu 10 menit sebelum operasi selesai.
• Pengelolaan nyeri pada pasien ini pada 24 jam pertama yaitu diberikan Infus
RL+ Fentanyl 120mcg + Metamizole Sodium 1 gr drip infus 20 tpm.
• Hal ini bertujuan untuk mengurangi nyeri pasca operasi pada
24 jam pertama sampai dengan kurang dari 3 hari atau
sebagai pengelolaan nyeri akut pasca operasi.
• Selain itu kebutuhan cairan pasien harus tetap diperhatikan
untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien pasca operasi
dalam sehari yaitu sebagai berikut 50 cc/KgBB/hari, 50 cc x 50
= 2500 cc/hari.
Kesimpulan
• Pada kasus ini, pasien terdiagnosa Abortus inkompletus. Pada pasien ini
dilakukan operasi kuretase, maka dokter anestesi memilih menggunakan
jenis anestesi spinal (blok subaraknoid).
• Hal ini sesuai dengan indikasi anestesi blok subaraknoid yang digunakan
pada :
– Bedah ekstremitas bawah, bedah panggul, tindakan sekitar rektum perineum,
bedah obstetrik-ginekologi, bedah urologi, bedah abdomen bawah, pada bedah
abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan dengan anesthesia
umum ringan.
• Pada pasien digunakan obat anestesi golongan amide yaitu lidocain
(hiperbarik).
• Berdasarkan teori lidocain lama kerjanya 1-2 jam, onset anestesinya juga
lebih cepat (5 menit). Pada pasien digunakan lidocain 5% dengan dosis 75-
100mg untuk pembedahan abdomen bagian bawah (1-2ml).
• Setelah operasi pasien diberikan yang diberikan injeksi Ondancetron 6 mg
IV setelah pasien mengalami mual dan muntah post operasi, serta
mendapatkan, fentanyl 120mcg drip infus RL 20 tpm, injeksi Ketorolac 30
mg IV/8 jam karena mengalami nyeri dengan skala nyeri VAS 6.
• Pengelolaan nyeri pada pasien ini pada 24 jam pertama yaitu diberikan
Infus RL+ Fentanyl 120mcg + Metamizole Sodium 1gr drip infus 20tpm. Hal
ini bertujuan untuk mengurangi nyeri pasca operasi pada 24 jam pertama
sampai dengan kurang dari 3 hari atau sebagai pengelolaan nyeri akut
pasca operasi.
• Selain itu kebutuhan cairan pasien harus tetap diperhatikan untuk
memenuhi kebutuhan cairan pasien pasca operasi dalam sehari yaitu
sebagai berikut 50 cc/KgBB/hari, 50 cc x 50 = 2500 cc/hari.
• Secara umum pelaksanaan operasi dan penanganan anestesi berlangsung
dengan baik meskipun ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian.
ALHAMDULILLAH
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai