Anda di halaman 1dari 18

Pengelolaan Kawasan Gambut dan Pasang

Surut
Definisi gambut dan pasang surut; pengertian pengelolaan kawasan
gambut dan pasang surut; jenis dan sebaran gambut; sifat fisika dan
kimia gambut dan lingkungan perairan; keterkaitan gambut dengan
vegetasi; manfaat ekologi hutan gambut; kerusakan lahan gambut.
sifat fisika dan kimia pasang surut; pembangkit pasang surut;
keterkaitan vegetasi dan pasang surut; pertanian dan perikanan
pasang surut. Konsep analitik dan sintesis pengelolaan kawasan
gambut dan pasang surut berdasarkan optimasi keseimbangan
dinamika dan sumberdayanya, evaluasi tindakan pengelolaan
sumberdaya perairan rawa gambut dan pasang surut untuk
pengembangannya, metode pemanfaatan kawasan gambut dan
pasang surut untuk pengembangan budidaya perairan rawa gambut.
Gambut adalah jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa-sisa
tumbuhan yang setengah membusuk; oleh sebab itu, kandungan bahan
organiknya tinggi. Tanah yang terutama terbentuk di lahan-lahan basah ini
disebut dalam bahasa Inggris sebagai peat; dan lahan-lahan bergambut di
berbagai belahan dunia dikenal dengan aneka nama seperti bog, moor,
muskeg, pocosin, mire, dan lain-lain. Istilah gambut sendiri diserap dari
bahasa daerah Banjar. Sebagai bahan organik, gambut dapat dimanfaatkan
sebagai sumber energi. Volume gambut di seluruh dunia diperkirakan
sejumlah 4 trilyun m³, yang menutupi wilayah sebesar kurang-lebih 3 juta
km² atau sekitar 2% luas daratan di dunia, dan mengandung potensi energi
kira-kira 8 miliar.
Deposit gambut tersebar di banyak tempat di dunia, terutama di Rusia,
Belarusia, Ukraina, Irlandia, Finlandia, Estonia, Skotlandi, Polandia, Jerman utara,
Belanda, Skandinavia, dan di Amerika Utara, khususnya di Kanada, Michigan,
Minnesota, Everglades di Florida, dan di delta Sungai Sacramento-San Joaquin di
Kalifornia. Kandungan gambut di belahan bumi selatan lebih sedikit, karena
memang lahannya lebih sempit; namun gambut dapat dijumpai di Selandia Baru,
Kerguelen, Patagonia selatan/Tierra del Fuego dan Kepulauan Falkland.
Sekitar 60% lahan basah di dunia adalah gambut; dan sekitar 7% dari lahan-
lahan gambut itu telah dibuka dan dimanfaatkan untuk kepentingan pertanian dan
kehutanan. Manakala kondisinya sesuai, gambut dapat berubah menjadi sejenis
batu bara setelah melewati periode waktu geologis.
Gambut terbentuk tatkala bagian-bagian tumbuhan yang luruh
terhambat pembusukannya, biasanya di lahan-lahan berawa, karena kadar
keasaman yang tinggi atau kondisi anaerob di perairan setempat. Tidak
mengherankan jika sebagian besar tanah gambut tersusun dari serpih dan
kepingan sisa tumbuhan, daun, ranting, pepagan, bahkan kayu-kayu besar,
yang belum sepenuhnya membusuk. Kadang-kadang ditemukan pula,
karena ketiadaan oksigen bersifat menghambat dekomposisi sisa-sisa
bangkai binatang dan serangga yang turut terawetkan di dalam lapisan-
lapisan gambut.
Lazimnya di dunia, disebut sebagai gambut apabila kandungan bahan
organik dalam tanah melebihi 30%; akan tetapi hutan-hutan rawa gambut
di Indonesia umumnya mempunyai kandungan melebihi 65% dan
kedalamannya melebihi dari 50cm. Tanah dengan kandungan bahan
organik antara 35–65% juga biasa disebut muck.
Pertambahan lapisan-lapisan gambut dan derajat pembusukan
(humifikasi) terutama bergantung pada komposisi gambut dan
intensitas penggenangan. Gambut yang terbentuk pada kondisi yang
teramat basah akan kurang terdekomposisi, dan dengan demikian
akumulasinya tergolong cepat, dibandingkan dengan gambut yang
terbentuk di lahan-lahan yang lebih kering. Sifat-sifat ini
memungkinkan para klimatolog menggunakan gambut sebagai
indikator perubahan iklim pada masa lampau. Demikian pula, melalui
analisis terhadap komposisi gambut, terutama tipe dan jumlah
penyusun bahan organiknya, para ahli arkeologi dapat merekonstruksi
gambaran ekologi pada masa purba.

Pada kondisi yang tepat, gambut juga merupakan tahap awal


pembentukan batu bara. Gambut bog yang terkini, terbentuk di
wilayah lintang tinggi pada akhir Zaman Es terakhir, sekitar 9.000
tahun yang silam. Gambut ini masih terus bertambah ketebalannya
dengan laju sekitar beberapa milimeter setahun. Namun gambut
dunia diyakini mulai terbentuk tak kurang dari 360 juta tahun silam;
dan kini menyimpan sekitar 550 Gt karbon.
Gambut itu lunak dan mudah untuk ditekan. Bila ditekan,
kandungan air dalam gambut bisa dipaksa untuk keluar. Bila
dikeringkan, gambut bisa digunakan sebagai bahan bakar sumber
energi. Gambut adalah bahan akar penting di negara-negara di
mana pohon langka seperti Irlandia dan Skotlandia, secara
tradisional gambut digunakan untuk memasak dan pemanas
rumah tangga. Secara modern, gambut dipanen dalam sekala
industri dan dipakai untuk bahan bakar pembangkit listrik.
Pembangkit listrik tenaga gambut terbesar ada di Finlandia
(Toppila Power Station) sebesar 190 MW.
Luas lahan gambut di Sumatra diperkirakan berkisar antara
7,3–9,7 juta hektare atau kira-kira seperempat luas lahan gambut
di seluruh daerah tropika. Menurut kondisi dan sifat-sifatnya,
gambut di sini dapat dibedakan atas gambut topogen dan gambut
ombrogen.
Gambut topogen ialah lapisan tanah gambut yang terbentuk karena genangan
air yang terhambat drainasenya pada tanah-tanah cekung di belakang pantai, di
pedalaman atau di pegunungan. Gambut jenis ini umumnya tidak begitu dalam,
hingga sekitar 4 m saja, tidak begitu asam airnya dan relatif subur; dengan zat
hara yang berasal dari lapisan tanah mineral di dasar cekungan, air sungai, sisa-
sisa tumbuhan, dan air hujan. Gambut topogen relatif tidak banyak dijumpai.

Gambut ombrogen lebih sering dijumpai, meski semua gambut ombrogen


bermula sebagai gambut topogen. Gambut ombrogen lebih tua umurnya, pada
umumnya lapisan gambutnya lebih tebal, hingga kedalaman 20 m, dan permukaan
tanah gambutnya lebih tinggi daripada permukaan sungai di dekatnya. Kandungan
unsur hara tanah sangat terbatas, hanya bersumber dari lapisan gambut dan dari air
hujan, sehingga tidak subur. Sungai-sungai atau drainase yang keluar dari wilayah
gambut ombrogen mengalirkan air yang keasamannya tinggi (pH 3,0–4,5),
mengandung banyak asam humus dan warnanya coklat kehitaman seperti warna
air teh yang pekat. Itulah sebabnya sungai-sungai semacam itu disebut juga sungai
air hitam.
Gambut ombrogen kebanyakan terbentuk tidak jauh dari
pantai. Tanah gambut ini kemungkinan bermula dari tanah endapan
mangrove yang kemudian mengering; kandungan garam dan
sulfida yang tinggi di tanah itu mengakibatkan hanya sedikit dihuni
oleh jasad-jasad renik pengurai. Dengan demikian lapisan gambut
mulai terbentuk di atasnya. Penelitian di Sarawak memperlihatkan
bahwa gambut mulai terbentuk di atas lumpur mangrove sekitar
4.500 tahun yang lalu. awalnya dengan laju penimbunan sekitar
0,475 m/100 tahun (pada kedalaman gambut 10–12 m), namun
kemudian menyusut hingga sekitar 0,223 m/100 tahun pada
kedalaman 0–5 m. Agaknya semakin tua hutan di atas tanah gambut
ini tumbuh semakin lamban akibat semakin berkurangnya
ketersediaan hara.

Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, dibangun di atas


lahan gambut ombrogen.
Pasang surut laut merupakan suatu fenomena pergerakan
naik turunnya permukaan air laut secara berkala yang
diakibatkan oleh kombinasi gaya gravitasi dan gaya tarik
menarik dari benda-benda astronomi terutama oleh matahari,
bumi dan bulan. Pengaruh benda angkasa lainnya dapat
diabaikan karena jaraknya lebih jauh atau ukurannya lebih kecil.
Faktor non astronomi yang mempengaruhi pasut terutama di
perairan semi tertutup seperti teluk adalah bentuk garis pantai
dan topografi dasar perairan.
Puncak gelombang disebut pasang tinggi dan lembah gelombang disebut
pasang rendah.
Perbedaan vertikal antara pasang tinggi dan pasang rendah disebut rentang
pasang surut (tidal range).

Periode pasang surut adalah waktu antara puncak atau lembah gelombang ke
puncak atau lembah gelombang berikutnya. Harga periode pasang surut
bervariasi antara 12 jam 25 menit hingga 24 jam 50 menit.

Pasang purnama (spring tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari
berada dalam suatu garis lurus. Pada saat itu akan dihasilkan pasang tinggi
yang sangat tinggi dan pasang rendah yang sangat rendah. Pasang surut
purnama ini terjadi pada saat bulan baru dan bulan purnama.

Pasang perbani (neap tide) terjadi ketika bumi, bulan dan matahari
membentuk sudut tegak lurus. Pada saat itu akan dihasilkan pasang tinggi
yang rendah dan pasang rendah yang tinggi. Pasang surut perbani ini terjadi
pasa saat bulan 1/4 dan 3/4.
Gambar. Spring Tide dan Neap Tide
Tipe pasut ditentukan oleh frekuensi air pasang dengan surut setiap harinya.
Hal ini disebabkan karena perbedaan respon setiap lokasi terhadap gaya
pembangkit pasang surut. Jika suatu perairan mengalami satu kali pasang dan
satu kali surut dalam satu hari, maka kawasan tersebut dikatakan bertipe pasut
harian tunggal (diurnal tides), namun jika terjadi dua kali pasang dan dua kali
surut dalam sehari, maka tipe pasutnya disebut tipe harian ganda (semidiurnal
tides). Tipe pasut lainnya merupakan peralihan antara tipe tunggal dan ganda
disebut dengan tipe campuran (mixed tides) dan tipe pasut ini digolongkan
menjadi dua bagian yaitu tipe campuran dominasi ganda dan tipe campuran
dominasi tunggal.
Selain dengan melihat data pasang surut yang diplot dalam bentuk grafik
(tentunya susah jika datanya banyak ya…), tipe pasang surut juga dapat
ditentukkan berdasarkan bilangan Formzal (F) yang dinyatakan dalam
bentuk:
F = [A(O1) + A(K1)]/[A(M2) + A(S2)]
dengan ketentuan :
 F ≤ 0.25 : Pasang surut tipe ganda (semidiurnal tides)
 0,25<F≤1.5 : Pasang surut tipe campuran condong harian ganda (mixed
mainly semidiurnal tides)
 1.50<F≤3.0 : Pasang surut tipe campuran condong harian tunggal
(mixed mainly diurnal tides)
 F > 3.0 : Pasang surut tipe tunggal (diurnal tides)
 F : bilangan Formzal
 AK1 : amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang
disebabkan oleh gaya tarik bulan & matahari
 AO1 : amplitudo komponen pasang surut tunggal utama yang
disebabkan oleh gaya tarik bulan
 AM2 : amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang
disebabkan oleh gaya tarik bulan
 AS2 : amplitudo komponen pasang surut ganda utama yang
disebabkan oleh gaya tarik matahari
Karena sifat pasang surut yang periodik, maka ia dapat diramalkan. Untuk
meramalkan pasang surut, diperlukan data amplitudo dan beda fasa dari masing-
masing komponen pembangkit pasang surut. Komponen-komponen utama
pasang surut terdiri dari komponen tengah harian dan harian. Namun demikian,
karena interaksinya dengan bentuk (morfologi) pantai dan superposisi antar
gelombang pasang surut komponen utama, akan terbentuklah komponen-
komponen pasang surut yang baru.

Pada buku peramalan pasang surut yang dikeluarkan oleh DISHIDROS dan
BOKOSURTANAL tertulis nilai komponen pasut tersebut baik amplitudo
maupun fase pada beberapa lokasi di perairan Indonesia. Nah dengan
mengetahui amplitudo komponen tersebut, maka dapat dihitung kan nilai
bilangan Formzal nya..so tipe pasutnya dapat ditentukan.
Daftar Istilah pada pasang surut:

Mean Sea Level (MSL) atau Duduk Tengah adalah muka laut rata-rata pada suatu
periode pengamatan yang panjang, sebaiknya selama 18,6 tahun.

Mean Tide Level (MTL) adalah rata-rata antara air tinggi dan air rendah pada suatu
periode waktu.

Mean High Water (MHW) adalah tinggi air rata-rata pada semua pasang tinggi.
Mean Low Water (MLW) adalah tinggi air rata-rata pada semua surut rendah.

Mean Higher High Water (MHHW) adalah tinggi rata-rata pasang tertinggi dari dua
air tinggi harian pada suatu periode waktu yang panjang. Jika hanya satu air tinggi
terjadi pada satu hari, maka air tinggi tersebut diambil sebagai air tinggi terttinggi.

Mean Lower High Water (MLHW) adalah tinggi rata-rata air terendah dari dua air
tinggi harian pada suatu periode waktu yang panjang. Hal ini tidak akan terjadi untuk
pasut harian (diurnal).

Mean Higher Low Water (MHLW) adalah tinggi rata-rata air tertinggi dari dua air
rendah harian pada suatu periode waktu yang panjang. Hal ini tidak akan terdapat pada
pasut diurnal.
Mean Lower Low Water (MLLW) adalah tinggi rata-rata air terendah dari dua air
rendah harian pada suatu periode waktu yang panjang. Jika hanya satu air rendah terjadi
pada satu hari, maka harga air rendah tersebut diambil sebagai air rendah terendah.

Mean High Water Springs (MHWS) adalah tinggi rata-rata dari dua air tinggi berturut-
turut selama periode pasang purnama, yaitu jika tunggang (range) pasut itu tertinggi.

Mean Low Water Springs (MLWS) adalah tinggi rata-rata yang diperoleh dari dua air
rendah berturut-turut selama periode pasang purnama.

Mean High Water Neaps (MHWN) adalah tinggi rata-rata dari dua air tinggi berturut-
turut selama periode pasut perbani (neap tides), yaitu jika tunggang (range) pasut paling
kecil.

Mean Low Water Neaps (MLWN) adalah tinggi rata-rata yang dihitung dari dua air
berturut-turut selama periode pasut perbani.

Highest Astronomical Tide (HAT)/Lowest Astronomical Tide (LAT) adalah permukaan


laut tertinggi/terendah yang dapat diramalkan terjadi di bawah pengaruh keadaan
meteorologis rata-rata dan kombinasi keadaan astronomi. Permukaan ini tidak akan
dicapai pada setiap tahun. HAT dan LAT bukan permukaan laut yang ekstrim yang dapat
terjadi, storm surges mungkin saja dapat menyebabkan muka laut yang lebih tinggi dan
lebih rendah. Secara umum permukaan (level) di atas dapat dihitung dari peramalan satu
tahun. Harga HAT dan LAT dihitung dari data beberapa tahun.
Mean Range (Tunggang Rata-rata) adalah perbedaan tinggi rata-rata
antara MHW dan MLW.

Mean Spring Range adalah perbedaan tinggi antara MHWS dan MLWS.

Mean Neap Range adalah perbedaan tinggi antara MHWN dan MLWN.

Anda mungkin juga menyukai