Anda di halaman 1dari 25

BANGUNAN PANTAI

7.1. Pendahuluan
Masalah yang ada di daerah pantai adalah erosi pantai. Erosi pantai
dapat menimbulkan kerugian besar dengan rusaknya kawasan
pemukiman dan fasilitas-fasilitas yang ada di daerah tersebut.
Langkah penyelesaian masalah erosi pantai adalah mencari penyebab
terjadinya erosi. Dengan mengetahui penyebabnya, dapat menentukan
cara penanggulangannya, biasanya adalah membuat bangunan pelindung
pantai atau menambah suplai sedimen.
Ada beberepa cara untuk melindungi pantai, yaitu :
1. memperkuat/melindungi pantai agar mampu menahan serangan
gelombang.
2. mengubah laju transpor sedimen sepanjang pantai
3. mengurangi energi gelombang yang sampai ke pantai,
4. reklamasi dengan menambah suplai sedimen ke pantai.
Sesuai dengan fungsinya bangunan pantai dapat diklasifikasi dalam tiga
kelompok yaitu :
1. kotstruksi yang dibangun di pantai dan sejajar dengan garis pantai,
2. konstruksi yang dibangun kira-kira tegak lurus pantai dan sambung
ke pantai,
3. konstruksi yang dibangun di lepas pantai dan kira-kira sejajar
dengan garis pantai.
Gambar 7.1. adalah ketiga macam bangunan pelindung pantai.
Kelompok I : dinding pantai/revetment, dibangun pada garis pantai/
daratan, untuk melindungi pantai dari serangan gelombang (gbr. 7.1.a).
Kelompok II meliputi groin dan jetty.
Groin : bangunan yang menjorok dari ke laut, untuk menangkap/
menahan gerak sedimen sepanjang pantai, sehingga transpor sedimen
sepanjang pantai berkurang/berhenti (gbr 7.1.b). Umumnya groin dibuat
secara seri, yaitu beberapa groin dibuat dengan jarak antara groin
tertentu disepanjang pantai yang dilindungi (gbr 7.c).
Jetty : bangunan tegak lurus garis pantai ditempatkan di kedua sisi
muara sungai (gbr 7.1.d). Berfungsi untuk menahan sedimen/pasir yang
bergerak sepanjang pantai masuk dan mengendap di muara sungai.
Kelompok III : pemecah gelombang (breakwater), terdiri dari dua macam :
 pemecah gerombang lepas pantai (gambar 7.1.e) dan
 pemecah gelombang sambung pantai (gambar 7.1.f).
Bangunan tipe pertama digunakan sebagai pelindung pantai terhadap erosi
dengan menghancurkan energi gelombang sebelum mencapai pantai.
Perairan di belakang bangunan menjadi tenang sehingga terjadi endapan di
daerah tersebut. Endapan ini dapat menghalangi transport sedimen
sepanjang pantai bangunan ini dapat dibuat dalam satu rangkaian pemecah
gelombang yang dipisahkan oleh celah dengan panjang tertentu.
Bangunan tipe kedua digunakan untuk melindungi daerah perairan pelabuban
dari gangguan gelombang sehingga kapal-kapal dapat merapat ke dermaga
untuk melakukan bongkar-muat barang dan menaik turunkan penumpang.
Bangunan pantai dapat dibedakan menjadi 2 tipe :
 Bangunan sisi miring dan
 Bangunan sisi tegak.
Tipe I : bangunan dari tumpukan batu, bagian luarnya diberi lapis
pelindung dari batu ukuran besar, blok beton atau batu buatan dari
beton berbentuk khusus seperti tetrapod, quadripods, tribars, dolos,
dsb. pelindung ini harus mampu menahan serangan gelombang.
Tipe II : bangunan dari pasangaan batu, kaison beton tumpukan buis
beton, dinding turap baja atau beton, dsb.
Gambar 7.2.a. adalah pemecah gelombang sisi miring, terdiri dari
tumpukan batu, dan Gambar 7.2.b. adalah pemecah gelombang sisi tegak
dari kaison beton.
Kaison : konsruksi berbentuk kotak dari beton bertulang yang di
dalamnya diisi pasir/batu. Bangunan tersebut diletakkan di atas
tumpukan batu yang berfungsi sebagai pondasi.

Gambar 7.2.a. B. pantai sisi miring Gambar 7.2.b. B. Pantai sisi tegak
Penentuan tipe bangunan pantai biasanya ditentukan oleh :
 ketersediaan material di sekitar lokasi pekerjaan,
 kondisi dasar laut,
 kedalaman air, dan
 ketersediaan peralatan untuk pelaksanaan pekerjaan.
Faktor penting lainnya adalah karakeristik dasar laut yang mendukung
bangunan tersebut di bawah pengaruh gelombang. Tanah dasar (pondasi
bangunan) harus mempunyai daya dukung yang cukup sehingga stabilitas
bangunan dapat terjamin.
Jika daya dukung tanah besar, menggunakan pemecah gelombang sisi
tegak. Bangunan ini dapat berupa buis beton, blok beton, kaison.
Untuk mengatasi tanah dasar yang sangat lunak dan tidak mampu
mendukung beban diatasnya perlu dilakukan perbaikan tanah dasar
dengan mengeruk tanah lunak tersebut dan menggantinya dengan pasir,
atau dengan memancang turucuk bambu yang berfungsi sebagai fondasi.
7.2. Dinding Pantai dan Revetmen
Dinding pantai/revetmen : bangunan yang memisahkan daratan dan
perairan pantai, berfungsi sebagai pelindung pantai terhadap erosi dan
limpasan gelombang (overtopping) ke darat. Permukaan bangunan yang
menghadap arah datangnya gelombang dapat berupa sisi vertikal atau
miring.
Dinding pantai umumnya berbentuk dinding vertikal; dan revetmen
mempunyai sisi miring. Bangunan ini ditempatkan sejajar atau hampir
sejajar dengan garis pantai, bisa terbuat dari pasangan batu, tumpukan
pipa (buis) beton, turap, kayu atau tumpukan batu. Gambar 7.3.
menunjukkan penempatan revetment dan tampang lintangnya.
Dalam perencanaannya perlu ditinjau fungsi dan bentuk bangunan, lokasi,
panjang, tinggi, stabilitas, tanah pondasi, elevasi muka air baik di depan
maupun di belakang bangunan, serta ketersediaan bahan bangunan.
Bangunan sisi tegak dapat digunakan sebagai dermaga atau tempat
penambatan kapal. Tetapi sisi tegak kurang efektif, dimana
pemakaiannya dapat mengakibatkan erosi yang cukup besar jika kaki atau
dasar bangunan berada di air dangkal.
Gambar 7.3. Revetmen (dinding pantai) sebagai
pelindung erosi
Gelombang yang pecah menghantam
dinding akan membelokkan energy ke
atas dan ke bawah (gambar 7.4.),
Komponen ke bawah menimbulkan arus
mengerosi material dasar di depan
bangunan.
Air yang melimpas di belakang bangunan
akan terinfiltrasi melalui permukaan
tanah dan mengalir kembali ke laut.
Apabila perbedaan elevasi muka air di
belakang dan di depan bangunan cukup
besar dapat menimbulkan kecepatan
aliran cukup besar yang dapat menarik
butiran tanah di belakang dan pada
pondasi bangunan (piping).
Peristiwa piping dapat mengakibatkan rusak/runtuhnya bangunan. Cara
Penanggulangan keadaan tersebut dapat dilakukan dengan :
1. membuat elevasi puncak bangunan cukup tinggi sehingga tidak terjadi
limpasan;
2. di belakang bangunan dilindungi dengan lantai beton atau aspal dan
dilengkapi dengan saluran drainasi, atau
3. membuat konstruksi yang dapat menahan terangkutnya butiran
tanah/pasir, misalnya dengan menggunakan geotekstil yang berfungsi
sebagai saringan.
Dalam perencanaan dinding pantai perlu diperhatikan kemungkinan
tedadinya erosi di kaki bangunan. Kedalaman erosi yang terjadi
tergantung pada bentuk sisi bangunan kondisi gelombang dan sifat tanah
dasar. Untuk melindugi erosi tersebut maka pada kaki bangunan
ditempatkan batu pelindung.
Kedalaman erosi maksimum terhadap tanah dasar asli sama dengan tinggi
gelombang makimum yang mungkin terjadi di depan bangunan (CERC,
1984).
Gambar 7.5.a. adalah dinding pantai terbuat dari susunan blok beton,
dibangun pada tanah dasar relatif kuat untuk melindungi bangunan
(jalan raya) yang berada sangat dekat dengan garis pantai. Bangunan
pada Gambar 7.5.b. didukung oleh pondasi tiang dan dilengkapi dengan
turap baja yang berfunsi mencegah erosi tanah pondasi oleh serangan
gelombang dan piping oleh aliran air tanah. Selain itu kaki bangunan juga
dilindungi dengan batu pelindung.
Pondasi bangunan harus direncanakan dengan baik untuk menghindari
terjadinya penurunan yang dapat menyebabkan pecahnya konstruksi.
Gambar 7.5.c. adalah dinding pantai dengan sisi tegak yang bisa terbuat
dari turap baja kayu atau bambu. Bangunan ini dapat dimanfaatkan
sebagai dermaga pada saat laut tenang. Untuk menahan tekanan tanah
di belakangnya, turap tersebut diperkuat dengan angker. Kaki bangunan
harus dilindungi dengan batu pelindung. Gambar 7.5.d. adalah contoh
dinding pantai yang terbuat dari tumpukan bronjong. Bronjong adalah
anyaman kawat berbentuk kotak yang didalamnya diisi batu. Bangunan
ini bisa menyerap energi gelombang; sehingga elevasi puncak bangunan
bisa rendah. Kelemahan bronjong adalah korosi dari kawat anyaman.
Supaya bisa lebih awet, kawat anyaman dilapisi dengan plastik (PVC).
Gambar 7.5.e. dan f. adalah revetmen dari tumpukan batu pecah dibuat
dalam beberapa lapis. Lapis terluar merupakan lapis pelindung terbuat
dari batu dengan ukuran besar yang direncanakan mampu menahan
serangan gelombang. Lapis di bawahnya terdiri dari tumpukan batu
dengan ukuran lebih kecil. Bangunan ini merupakan konstruksi fleksibel
yang dapat mengikuti penurunan atau konsolidasi tanah dasar. Kerusakan
yang terjadi. seperti longsornya batu pelindung mudah diperbaiki
dengan menambah batu tersebut. Oleh karena itu diperlukan persediaan
batu pelindung di dekat lokasi bangunan.
Gambar 75. g dan h. adalah dinding pantai (revetmen) terbuat dari
tumpukan pipa (buis) beton. Bangunan pantai dari susunan pipa beton
telah banyak digunakan di Indonesia. Bangunan ini terbuat dari pipa
beton berbentuk bulat, yang banyak dijumpai di pasaran dan biasanya
digunakan untuk membuat gorong-gorong, sumur gali, dan sebagainya.
Pipa tersebut disusun secara berjajar
Gambar 7.5.i, adalah perencanaan pengamanan Pantai Kalibaru di daerah
Cilincing Jakarta Utara dengan panjang kurang lebih 2,5 km. Kondisi
pantai tersebut cukup parah karena garis pantai yang sudah berimpit
dengan pemukiman penduduk sehingga saat terjadi gelonbang besar
keselamatan penduduk teratcam. Bangunan yang direncanakan di
sepanjang Pantai Kalibaru adalah revetmen yang berfungsi menahan
kerusakan partai di belakang bangunan, Antara daratan yang dilindungi
(perumahan penduduk) dan revetmen tersebut diberi ruang antara
(buffer zone) selebar ≠ 15 m. Buffer zone ini nempunyai fungsi sebagai
berikut ini :
Untuk memberi jarak antara dan pemukiman dan bangunan sehingga
apabila terjadi limpasan air (air pasang bersamaan dengan gelombang
besar) tidak langsung mengenai pemukiman penduduk.
Sebagai jalan inspeksi selama perawatan bangunan.
Untuk menghilangkan kesan kumuh terhadap daerah yang dilindungi.
Dalam gambar tersebut diberikan layout bangunan di sepanjang pantai
yang dilindungi dan salah satu tampang lintang bangunan.
7.3. Groin
Groin adalah bangunan pelindung pantai yang biasanya dibuat tegak lurus
garis pantai, berfungsi untuk menahan transfor sedimen sepanjang
pantai sehingga bisa mengurangi/menghentikan erosi yang terjadi.
Bangunan ini juga bisa digunakan untuk menahan masuknya transport
sedimen sepanjang pantai ke pelabuhan atau muara sungai.
Groin hanya bisa menahan transpor sedimen sepanjang pantai. seperti
terlihat dalam gambar 7.6., di sepanjang pantai terjadi transpor sedimen
sepanjang pantai. Groin yang ditempatkan di pantai akan menahan gerak
sedimen tersebut, sehingga sedimen mengendap di sisi sebelah hulu
(terhadap arah transpor sedimen sepanjang pantai). Di sebelah hilir
groin angkutan sedimen masih tetap terjadi, sementara suplai dari
sebelah hulu terhalang oleh bangunan, akibatnya daerah di hilir groin
mengalami deficit sedimen sehingga pantai mengalami erosi. Keadaan
tersebut menyebabkan terjadinya perubahan garis pantai yang akan
terus berlangsung sampai dicapai suatu keseimbangan baru.
Keseimbangan baru tersebut tercapai pada saat sudut yarg dibentuk
oleh gelombang pecah terhadap garis pantai baru adalah nol (  b = 0), di
mana tidak terjadi angkutan sedimen sepanjang pantai.
Perlindungan pantai dengan mengunakan satu buah groin tidak efetip.
Biasanya perlidungan pantai dilakukan dengan membuat suatu seri
bangunan yang terdiri dari beberapa groin yang ditempatkan dengan jarak
tertentu (gambar 7.7). Dengan menggunakan satu sistem groin perubahan
garis pantai yang terjadi tidak terlalu besar.
Mengingat transpor sedimen sepanjang pantai terjadi dt surf zone, maka
groin akan efektip menahan sedimen apabila bangunan tersebut menutup
seluruh lebar surf zone, dengan kata lain panjang groin sama dengan lebar
zurf zone. Tetapi bangunan seperti itu dapat mengakibatkan suplai
sedimen ke daerah hilir terhenti sehingga mengakibatkan erosi yang
besar di daerah tersebut.
Garis pantai di sebelah hulu dan hilir bangunan berubah secara mendadak
dengan perubahan yang sangat besar. Oleh karena itu sebaiknya masih
dimungkinkan terjadinya suplai sedimen ke daerah hilir, yaitu dengan
membuat groin yang tidak terlalu panjang dan tinggi. Pada umumnya
panjang groin adalah 40 sampai 60 persen dari lebar rerara surf zone,
dan jarak antara groin adalah antara satu dan tiga kali panjang groin
(Horikawa, 1978). Lebar surt zone berubah dengan elevasi muka air laut
karena pasang surut. Nilai-nilai tersebut di atas dapat digunakan sebagai
pedoman awal dalam perencanaan. Dalam praktek di lapangan diperlukan
penetapan panjang groin dan jarak antara groin berdasarkan kondisi
lapangan.
Untuk dapat memberikan suplai sedimen ke daerah hilir groin dapat juga
dilakukan dengan membuat groin permeabel. Groin permeabel dapat
dibuat dengan memancang tiang pancang yang berjajar dengan jarak
tertentu dalam arah tegak lurus pantai. Biasanya dibuat dua baris tiang,
dan masing-masing tiang tersebut disatukan dengan balok memanjang
dan melintang.
Groin dapat dibedakan menjadi beberapa tipe yaitu : tipe lurus, tipe T
dan tipe L, (gambar 7.8). Menurut konstruksinya groin dapat berupa
tumpukan batu, caison beton, turap, tiang yang dipancang berjajar, atau
tumpukan buis beton yang di dalamnya diisi beton. Gambar 7.9.
menunjukkan beberapa konstruksi groin.
Gambar 7.9.a. menunjukkan groin dipantai Kedung Semak (Syamsudin,
1990) dibangun tahun 1986. Groin dibuat dari susunan pipa beton yang
didalamnya diisi batu kosong, dan bagian atasnya ditutup dengan plat
beton. Karena pengaruh gelombang dan pemasangan batu kosong tidak
sempurna maka, telah terjadi penurunan susunan batu kosong yang
menyebabkan rusaknya plat beton penutup dan hubungan antara pipa.
Gambar 7.9.b. menunjukkan bangunan pelindung pantai di Pantai Kuta Bali.
Pantai tersebut mengalami erosi cukup besar sejak dibangunnya landasan
pacu Bandara Ngurah Rai yang menjorok ke laut sepanjang 800 m.
Gelombang dari Samudera lndonesia dengan arah dominan dari barat laut
menyebabkan transpor sedimen sepanjang pantai yang bergerak dari
selatan ke utara. Landasan pacu menghalangi transport sedimen tersebut,
sehingga suplai sedimen di pantai sebelah utara (Pantai Kuta) terhenti.
Akibatnya garis pantai tererosi, yang diperkirakan lebih dari 50 m dalam
10 tahun terakhir dan lebih dari 100 m sejak tahun 1960. Untuk
menanggulangi erosi pantai tersebut direncanakan perlindungan pantai
secara terpadu (JICA, 1988). Konsep dasar dari rencana perlindungan
Pantai Kuta adalah mengembalikan pantai yang hilang dengan pengisian pasir
(sand nourishment) dan mempertahankannya. Daerah yang diisi pasir
sepanjang kurang lebih 2,7 km dan lebar pantai minimum 50 m yang berada
di daerah I, II, dan III. Sepanjang daerah tersebut mengalami erosi
terutama di daerah II. Kemiringan pantai adalah 1 : 17. Volume pasir yang
diisikan sekitar 783.000 m³.
Untuk mempertahankan agar pasir yang telah diisikan tersebut tidak
tererosi kembali, maka diperlukan bangunan seperti goin. Konsep dasar
dari konservasi pantai ini adalah menbagi seluruh pantai yang ditinjau
menjadi sejumlah pias dan menstabilkan pantai dalam pias tersebut.
Untuk maksud tersebut digunakan groin yang berfungsi sebagai
pembatas dari masing-nasing pias. Supaya pasir tidak keluar dari pias
tersebut maka digunakan groin tipe T. Dengan demikian pasir hanya
bergerak di dalam pias. Penggunaan groin tipe T didasarkan pada
beberapa alas an berikut ini.
1. Untuk mengurangi energi gelombang datang oleh bagian groin yang
sejajar pantai.
2. Daerah di belakang bagian groin yang sejajar pantai di harapkan
dapat tenang sehingga dapat mencegah hilanganya pasir ke arah
laut.
3. Groin tersebut dapat digunakan untuk inspeksi dan turis.

Anda mungkin juga menyukai