Anda di halaman 1dari 57

HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF

DENGAN KEJADIAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN


PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA ANAK USIA 6-
24 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PEKKABATA POLEWALI MANDAR
OLEH:
HAYAT HAMZAH DAWI
ZIKRA BACHMID
ANDI IRFAN ARSYAD
ISHMA KHAERINA
DIAN ASRINY AMIN
FITRI AUDINIAH

Pendamping: Dr. Andi Agusnawati


ABSTRAK

Pemberian ASI secara eksklusif pada 6 bulan pertama kehidupan bayi


sangat penting bagi kesehatannya karena ASI mengandung zat gizi lengkap yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. ASI juga
memberikan perlindungan terhadap berbagai penyakit infeksi dan alergi.
Rendahnya pemberian ASI eksklusif pada awal kehidupan bayi merupakan faktor
risiko terjadinya Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), morbiditas, dan kematian.
ISPA merupakan salah satu penyebab kematian tersering pada anak di negara
berkembang dengan insiden tertinggi pada anak usia 6-12 bulan. Oleh karena itu,
penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara pemberian ASI
eksklusif dengan kejadian ISPA pada anak usia 6-24 bulan di Wilayah kerja
puskesmas pekkabata.
Latar Belakang

• Anak merupakan generasi penerus sumber daya manusia masa depan untuk
melanjutkan pembangunan
• Salah satu upaya yang paling mendasar untuk menjamin pencapaian kualitas
tumbuh kembang anak secara optimal sekaligus memenuhi hak anak adalah
memberikan makanan terbaik bagi anak sejak lahir hingga usia dua tahun
• ASI sangat dibutuhkan untuk kesehatan bayi dan mendukung pertumbuhan dan
perkembangan bayi secara optimal
• Sistemkekebalan tubuh pada bayi saat lahir masih sangat terbatas dan akan
berkembang sesuai dengan meningkatnya paparan mikroorganisme di dalam
saluran cernanya
• Dari8.795.000 kematian anak yang terjadi di tahun 2018, 68% (5,97 juta)
disebabkan oleh penyakit infeksi.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka
dirumuskan masalah tentang “Apakah ada hubungan antara
pemberian ASI eksklusif dengan kejadian penyakit infeksi
saluran pernafasan akut (ISPA) pada anak usia 6-24 bulan di
puskesmas Pekkabata?”
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
• Untuk mengetahui hubungan antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian
penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada anak usia 6-24 bulan di
puskesmas pekkabata.
Tujuan Khusus
• Untuk mengetahui cakupan pemberian ASI eksklusif oleh ibu-ibu di puskesmas
pekkabata.
• Untuk
mengetahui kejadian penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA)
pada anak usia 6-24 bulan di puskesmas pekkabata
Manfaat Penelitian
Manfaat Praktis atau Aplikatif
• Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam rangka meningkatkan
upaya-upaya pencegahan penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada
anak-anak usia 6-24 bulan serta dalam rangka upaya penggalakan program
pemberian ASI eksklusif khususnya di wilayah puskesmas pekkabata.
Manfaat Teoretis atau Akademis
• Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan kesehatan
masyarakat akan pentingnya pemberian ASI eksklusif dalam mencegah kejadian
penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA).
AIR SUSU IBU (ASI)

ASI merupakan makanan kompleks, menyediakan baik gizi dan komponen


bioaktif yang memberikan manfaat untuk pertumbuhan, pengembangan, dan
kesehatan bayi (Picciano & McDonald, 2016).
Produksi ASI, atau laktogenesis, muncul dalam 3 tahap. Tahap pertama, atau
laktogenensis I, dimulai selama kehamilan trimester akhir; tahap kedua dan
ketiga, laktogenesis II dan II, muncul setelah melahirkan (Murtaugh &
Sharbaugh, 2015).
• Laktogenesis I
Selama laktogenesis I, susu mulai dibentuk, dan kandungan laktosa dan protein
dalam susu meningkat. Tahap ini dimulai dari beberapa hari postpartum, ketika
hisapan tidak penting dalam menginisiasi produksi susu (Murtaugh & Sharbaugh,
2015).
• Laktogenesis II
Tahap ini dimulai 2-5 hari postpartum dan ditandai oleh peningkatan aliran darah
ke kelenjar mammae. Perubahan signifikan baik komposisi maupun kualitas susu
yang diproduksi muncul pada 10 hari pertama bayi (Murtaugh & Sharbaugh,
2015).
• Laktogenesis III
Tahap ini dimulai sekitar 10 hari setelah melahirkan dan dimana tahap ini komposisi
susu menjadi stabil (Murtaugh & Sharbaugh, 2015).
PADA SEORANG IBU YANG MENYUSUI DIKENAL 2
REFLEKS YANG MASING-MASING BERPERAN SEBAGAI
PEMBENTUKAN DAN PENGELUARAN AIR SUSU YAITU
REFLEKS PROLAKTIN DAN REFLEKS “LET DOWN”
• Refleks Prolaktin
Prolaktin adalah hormon yang menstimulasi produksi susu (Murtaugh &
Sharbaugh, 2015). Menjelang akhir kehamilan terutama hormon prolaktin
memegang peranan untuk membuat kolostrum, namun jumlah kolostrum
terbatas, karena aktifitas prolaktin dihambat oleh estrogen dan progesterone
yang kadarnya memang tinggi.
• Refleks Let Down (Milk Ejection Reflex)
Bersamaan dengan pembentukan prolaktin oleh adenohipofise, rangsangan
yang berasal dari isapan bayi ada yang dilanjutkan ke neurohipofise (hipofise
posterior) yang kemudian dikeluarkan oksitosin.
Faktor yang Mempengaruhi Produksi ASI
Kualitas dan kuantitas makanan ibu
Hormonal
Psikologi dan sosial
Frekuensi menyusui
Berat lahir
Konsumsi rokok
Konsumsi alkohol
Pil kontrasepsi
Volume ASI
Volume pengeluaran ASI pada minggu-minggu pertama bayi lahir biasanya banyak,
tetapi setelah itu sekitar 450-650 mL. Karena itu selama kurun waktu tersebut ASI
mampu memenuhi kebutuhan gizinya. Setelah 6 bulan volume pengeluaran susu jadi
menurun, sejak saat itu kebutuhan gizi tidak lagi dapat dipenuhi oleh ASI saja dan
harus mendapat makanan tambahan.
Ketika ASI dikosongkan dari payudara setelah nifas, volume susu meningkat secara
signifikan dalam beberapa hari setelah melahirkan. Selama menyusui, volume harian
ASI yang diberikan ke bayi meningkat dari 0,50 mL pada hari ke-1, 500 mL pada
hari ke-5, 650 mL setelah 1 bulan, dan 750 mL setelah 3 bulan.
Berdasarkan kenyataan, perhitungan sederhana mengenai berapa jumlah air susu
ibu yang diperlukan oleh bayi adalah sebagai berikut: bayi normal memerlukan
160-165 mL ASI/kgBB/hari. Dengan demikian, bayi dengan berat 4 kg
memerlukan 660 mL ASI per hari dan 825 mL per hari untuk bayi dengan berat 5
kg (Proverawati & Rahmawati, 2010).
Komposisi ASI
ASI adalah cairan biologis sangat kompleks. Terdiri dari ribuan konstituen yang
tersebar di berbagai fase, termasuk aqueous phase dengan true solution (87%),
dispersi koloid molekul casein (0,3%), emulsi dari tetesan lemak (4%), membran
globul lemak, dan sel hidup (Picciano & McDonald, 2016).
Komposisi dan volume sekresi ASI dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti genetik
individu, nutrisi ibu (khususnya asam lemak, vitamin B, selenium, dan yodium), dan tahap
laktasi.
Menurut Suraatmaja (1997), komposisi ASI ini ternyata tidak konstan dan tidak sama
dari waktu ke waktu. ASI menurut stadium laktasi dibagi menjadi:
1. Kolostrum
2. Air susu masa peralihan / transisional
3. Air susu matur
Manfaat ASI
Bagi Bayi Bagi Ibu

• Mengandung zat gizi yang sesuai bagi bayi. • Mencegah perdarahan pasca persalinan.
• Mengurangi anemia
• Mengandung zat protektif (kekebalan).
• Dapat digunakan sebagai metode KB
• Mempunyai efek psikologis. Kontak langsung sementara.
antara ibu dan bayi ketika terjadi proses
• Mengurangi resiko kanker indung telur dan
menyusui dapat menimbulkan efek psikologis kanker payudara. Hamil, melahirkan, dan
sehingga membangun kedekatan ibu dan menyusui itu adalah satu kesatuan.
bayinya. • Memberikan rasa dibutuhkan. Dengan menyusui
• Menyebabkan pertumbuhan yang baik. Bayi ibu akan merasa bangga dan diperlukan, rasa
yang dibutuhkan oleh semua manusia.
yang mendapatkan ASI akan mengalami
peningkatan berat badan yang lebih • Mempercepat kembali ke berat badan semula.
Selama hamil ibu menimbun lemak di bawah
signifikan dan mengurangi resiko obesitas. kulit.
Bagi Keluarga Bagi Negara
• Mudah pemberiannya • Menurunkan angka kesakitan dan
• Menghemat biaya kematian anak

• Mencapai keluarga kecil bahagia dan • Mengurangi subsidi kesehatan


sejahtera • Menghemat devisa untuk membeli susu
formula
• Meningkatkan kualitas sumber daya
manusia
• Mengurangi polusi
ASI Eksklusif
Pemberian ASI eksklusif berarti bahwa bayi menerima ASI saja. Tidak ada cairan lain
atau makanan padat diberikan - bahkan air - dengan pengecualian larutan rehidrasi
oral, atau tetes / sirup vitamin, mineral atau obat-obatan (WHO, 2011).
Bayi hanya diberi ASI saja secara eksklusif sejak lahir sampai usia 6 bulan. Setelah itu
diberi makanan padat pendamping yang cukup dan sesuai; sedangkan ASI tetap
diberikan sampai usia 2 tahun atau lebih.
Menyusui normal dimulai pada saat bayi merasa lapar dan ibu berespons terhadap
isyarat lapar yang dapat diperlihatkan oleh bayi, juga dikenal sebagai isyarat
menyusui.
Isyarat bayi ingin menyusu adalah tanda bahwa bayi dalam keadaan yang baik untuk
diberi makan (disusui).
• Rooting, menggerakkan kepala terutama dengan gerakan mulut mencari-cari.
• Semakin sering terbangun, khususnya REM dengan kelopak mata tertutup.
• Memfleksikan tungkai dan lengan.
• Berupaya mendekatkan tangan ke mulut.
• Mengisap jari atau kepalan tangan.
• Gerakan mouthing pada bibir dan lidah.
• Tangisan dianggap sebagai isyarat paling akhir bayi ingin menyusu karena tangisan
pada bayi cukup bulan biasanya tidak dimulai dari tangisan yang nyata sampai isyarat
bayi ingin menyusu yang lebih samar telah gagal mendapatkan perhatian ibu.
Faktor yang Mempengaruhi Pemberian ASI (Menyusui)

• Perubahan sosial budaya


• Faktor psikologis
• Kondisi fisik ibu
• Tingkat pendidikan ibu
• Faktor kurangnya petugas kesehatan sehingga masyarakat kurang mendapat
penerangan atau dorongan tentang manfaat pemberian ASI
• Meningkatnya promosi susu kaleng sebagai pengganti ASI
• Penerangan yang salah dari petugas kesehatan yang menganjurkan penggantian ASI
dengan susu kaleng
• Inisiasi Menyusui Dini (IMD)
ASI dan Imunitas

Infeksi gastrointestinal maupun non gastrointestinal lebih sering ditemukan pada bayi
yang mendapat pengganti air susu ibu (PASI) dibanding dengan yang mendapat air
susu ibu (ASI). Hal ini menandakan bahwa ASI merupakan komponen penting pada
sistem imun mukosa gastrointestinal maupun mukosa lain, karena sebagian besar
mikroorganisme masuk ke dalam tubuh melalui mukosa (Matondang, Munasir &
Sumadiono, 2008).
IMUNITAS NONSPESIFIK ASI
Dalam ASI ada sejumlah faktor yang bertindak sebagai bagian dari sistem imun
bawaan bayi yaitu antipathogenic effect yang melengkapi sistem imun bayi tersebut.
Ini termasuk zat yang berfungsi sebagai prebiotik (zat yang meningkatkan
pertumbuhan probiotik atau mikroflora bermanfaat), asam lemak bebas (FFA),
monogliserida, antimikroba peptida, dan glycans susu manusia, yang mengikat
pathogens.
Selain ini, ada faktor lain dalam ASI yang mendukung atau bertindak konser
dengan sistem bawaan kekebalan bayi termasuk bifidus faktor, lisozim,
laktoperoksidase, lactoferrin, lipoprotein lipase, dan bahkan pertumbuhan
epidermal faktor, yang dapat merangsang pematangan pencernaan epitel sebagai
penghalang (Lawrence & Pane, 2007).
KANDUNGAN ASI IMUNITAS SPESIFIK ASI
Komplemen Limfosit T
Laktoferin Limfosit B
Lisozim
Glycans
Asam Lemak Bebas dan Monogliserida
Antimikroba Peptida
Probiotik dan Prebiotik
Makrofag
Neutrofil
NK Cells
Sitokin
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ialah infeksi akut yang dapat terjadi di
setiap tempat di sepanjang saluran nafas dan adneksanya (telinga tengah,
kavum pleura, dan sinus paranasalis)
Infeksi respiratori akut (IRA) merupakan penyebab terpenting morbiditas dan
mortalitas pada anak. Yang dimaksud infeksi respiratori adalah mulai dari
infeksi respiratori atas dan adneksanya hingga parenkim paru. Pengertian akut
adalah infeksi yang berlangsung hingga 14 hari (Wantania, Naning & Wahani,
2008).
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) digolongkan menjadi infeksi saluran
pernapasan atas dan infeksi saluran pernafasan bawah. Saluran pernapasan atas
terdiri dari saluran udara dari lubang hidung ke pita suara di laring, termasuk sinus
paranasalis dan telinga tengah. Saluran pernapasan bawah meliputi kelanjutan
saluran udara dari trakea dan bronkus ke bronkiolus dan alveoli (Simoes et al.,
2016).
Infeksi respiratori atas terdiri dari rhinitis, faringitis, tonsillitis, rinosinusitis, dan otitis
media (Wantania, Naning & Wahani, 2008).
Sebagian besar infeksi respiratori atas disebabkan oleh virus. 25-30% disebabkan oleh
Rhinovirus; 25-35% disebabkan oleh Respiratory syncytial virus (RSV), parainfluenza dan
virus influenza, human metapneumovirus, dan adenovirus; 10% disebabkan oleh virus
corona; dan sisanya virus yang tidak teridentifikasi.
Saat ini, penyebab paling umum infeksi respiratori bawah adalah RSV. RSV cenderung
musiman, tidak seperti virus parainfluenza, yang merupakan penyebab paling umum infeksi
respiratori bawah berikutnya (Simoes et al., 2016)
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN ISPA
Usia
Jenis kelamin
Status gizi
Pemberian ASI
Berat badan lahir rendah (BBLR)
Imunisasi
Pendidikan orang tua
Status sosial ekonomi
Penggunaan fasilitas kesehatan
Lingkungan
Hubungan antara ASI Eksklusif dengan Kejadian ISPA
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Duijts, Jaddoe, Hofman, and Moll (2010)
bertujuan untuk menguji hubungan antara durasi pemberian ASI eksklusif dengan
infeksi pada saluran nafas atas (ISPA Atas), saluran nafas bawah (ISPA Bawah),
dan traktus gastrointestinal pada bayi. Hubungan antara ASI Eksklusif dengan
Kejadian ISPA
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Duijts, Jaddoe, Hofman, and Moll (2010)
bertujuan untuk menguji hubungan antara durasi pemberian ASI eksklusif dengan
infeksi pada saluran nafas atas (ISPA Atas), saluran nafas bawah (ISPA Bawah),
dan traktus gastrointestinal pada bayi.
Informasi tentang durasi dan keeksklusifan pemberian ASI digabung dan
dikelompokkan menjadi 6 kategori: (1) tidak pernah; (2) parsial <4 bulan,
tidak sesudahnya; (3) parsial 4-6 bulan; (4) eksklusif 4 bulan, tidak sesudahnya;
(5) eksklusif 4 bulan, parsial sesudahnya; (6) eksklusif 6 bulan. Infeksi saluran
pernafasan dikombinasikan menjadi doctor-attended dan not doctor-attended
infeksi saluran nafas atas (serious cold, infeksi telinga, dan infeksi tenggorokan)
dan bawah (pneumonia, bronkitis, dan bronkiolitis).
Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah ASI eksklusif hingga usia 4 bulan
diikuti dengan pemberian ASI-parsial berkaitan dengan penurunan bermakna
penyakit infeksi saluran nafas dan gastrointestinal pada bayi. ASI eksklusif
hingga usia 6 bulan cenderung lebih protektif daripada ASI eksklusif hingga
usia 4 bulan dengan ASI-parsial sesudahnya.
Penelitian lain dengan judul Full Breastfeeding Duration and Associated Decrease in
Respiratory Tract Infection in US Children bertujuan untuk memastikan jika ASI
eksklusif ≥6 bulan dibandingkan dengan 4 sampai <6 bulan di Amerika Serikat
memberikan proteksi lebih terhadap infeksi saluran pernafasan. Metode
penelitiannya menggunakan analisa data sekunder dengan metode cross sectional.
Data dari 2277 anak yang berusia 6 sampai <24 bulan, dibagi dalam 5 kelompok
berdasarkan status pemberian ASI. Pengukuran hasil termasuk kemungkinan
menderita pneumonia, ≥3 kali cold/influenza, ≥3 kali otitis media, atau wheezing
dalam 1 tahun terakhir atau pertama kali menderita OM pada usia <12 bulan.
Hasil yang diperoleh bayi yang diberi ASI eksklusif untuk 4 sampai <6 bulan
memiliki resiko lebih besar menderita pneumonia dibanding yang diberi ASI
eksklusif sampai ≥6 bulan (Chantry, Howard, & Auinger, 2016).
Pada lokasi yang berbeda, penelitian yang dilakukan oleh Elly, Yunida, dan
Sudarwati (2012) menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara
pemberian ASI Eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi di Puskesmas Nusa Indah
Bengkulu. Penelitian ini menggunakan studi analitik deskriptif dengan metode case
control, menggunakan data sekunder dan primer. Jumlah sampel 90 orang dari
185 bayi yang menderita ISPA, dengan ratio 1:1. 45 orang (case group) dan 45
orang (control group), dengan total sampling technique untuk case group dan control
group menggunakan accidental sampling technique. Hasil menunjukkan bahwa
kebanyakan bayi tidak mendapat ASI eksklusif dan 40 bayi menderita ISPA.
Hipotesis
• H0: Tidak ada hubungan antara
pemberian ASI eksklusif dengan
kejadian penyakit infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA).
• H1: Ada hubungan antara
pemberian ASI eksklusif dengan
kejadian penyakit infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA).
Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analitik cross sectional. Cross sectional ialah
suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor
resiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi, atau pengumpulan
data sekaligus pada suatu saat (point time approach) (Notoatmodjo, 2010).
Populasi

Populasi adalah kumpulan semua individu atau objek yang memiliki


karakteristik sama. Sesungguhnya populasi mencerminkan suatu data dari
seseorang atau objek bukan orang atau subjeknya sendiri (Wijono, 2007).
Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai anak usia 6-24 bulan
di wilayah kerja Puskesmas Pekkabata Polewali Mandar yang berjumlah 90
orang berdasarkan data pada pelayanan poli MTBS di Puskesmas Pekkabata
Juli - September 2019.
Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang bersangkutan, yang dapat mewakili
populasi tersebut, artinya dengan melakukan penelitian terhadap sampelnya,
diharapkan dapat melakukan generalisasi terhadap populasinya, atau dengan kata lain
memperoleh gambaran yang sama terhadap keadaan populasinya (Wijono, 2007).
Kriteria inklusi • Besarnya sampel yang digunakan pada
• Ibu yang mempunyai anak usia 6-24 bulan penelitian ini adalah seluruh populasi yaitu
di wilayah kerja Puskesmas Pekkabata sebanyak 90 orang.
Polewali Mandar.
Klasifikasi Variabel
• Memahami bahasa Indonesia.
• Sehat jasmani dan rohani. • Variabel bebas (independent): pemberian
ASI eksklusif
• Bersedia diteliti.
Kriteria eksklusi • Variabel tergantung (dependent): kejadian
ISPA
• Ibu yang mempunyai anak berusia kurang
dari 6 bulan dan lebih dari 24 bulan di
wilayah kerja Puskesmas Pekkabata
Polewali Mandar
• Tidak memahami bahasa Indonesia.
• Ibu anak yang sedang sakit.
• Tidak bersedia diteliti.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan Tabel 5.2 dan Grafik 5.16, bayi usia 6-24 bulan yang tidak
mendapat ASI eksklusif sebanyak 64 orang (73.6%). Dari jumlah tersebut, 41
orang (64.1%) menderita ISPA atas dan 23 orang (35.9%) menderita ISPA
bawah. Sedangkan pada bayi yang mendapat ASI Eksklusif yang berjumlah
23 orang (26.4%), keseluruhannya hanya pernah menderita ISPA atas.
Dari perhitungan dengan menggunakan uji statistik Pearson Chi Square,
menghasilkan p < 0.05 dengan nilai signifikansi 0.001 yang berarti signifikan
atau bermakna. Hal ini berarti ada hubungan antara ASI eksklusif dengan
kejadian ISPA pada anak usia 6-24 bulan di wilayah Wilayah Puskesmas
Pekkabata. Nilai kekuatan korelasi yang didapat -0.359 yang berarti
hubungan antara kedua variabel kuat dan berbanding terbalik.
PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF OLEH IBU PADA ANAK USIA
6-24 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PEKKABATA
Pemberian ASI yang dianjurkan adalah ASI eksklusif selama 6 bulan yang diartikan bahwa
bayi hanya mendapatkan ASI saja tanpa makanan atau minuman lain termasuk air putih
Dalam penelitian ini, pemberian ASI eksklusif meliputi ada tidaknya kegiatan menyusui, usia
terakhir bayi mendapat ASI, dan ada tidaknya pemberian makanan pengganti ASI (MPASI)
sebelum bayi berusia 6 bulan. Pada Wilayah kerja puskesmas pekkabata yang merupakan
lokasi penelitian ini, didapatkan ibu yang memiliki anak berusia 6-24 bulan sebagian besar
memberikan ASI untuk bayinya yaitu sebanyak 78 orang (86.7%) dari jumlah sampel sebesar
90 orang. Sedangkan sisanya sama sekali tidak memberikan ASI untuk bayinya karena ibu
kekurangan nutrisi sehingga ASI tidak keluar dan juga karena ibu sudah meninggal/pergi
meninggalkan anaknya pada usia kurang dari 6 bulan.
Mayoritas anak usia 6-24 bulan di wilayah ini mendapat ASI sampai usia
lebih dari 9 bulan dengan jumlah 65 orang (72.2%). Pemberian makanan pendamping
selain ASI (MPASI) mulai dilakukan setelah bayi berusia 6 bulan. MPASI dapat berupa
bubur, tim, sari buah, dan biskuit (Sulistyoningsih, 2011). Namun hanya sebagian kecil
yang tidak diberi MPASI hingga anak berusia 6 bulan, sebagian besar lainnya
mendapat MPASI sebagai tambahan asupan makanan sebelum anak berusia 6 bulan.
Jenis MPASI yang sering diberikan adalah bubur susu (32.2%) dan susu formula
(31.1%). Dimana jenis MPASI tersebut mudah didapatkan dan digemari anak-anak.
Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar ibu tidak
memberikan ASI eksklusif untuk anaknya yaitu sebanyak 66 orang (78.8%). Hal ini
dipengaruhi oleh faktor pekerjaan ibu, misalnya pada ibu yang bekerja sebagai guru,
wiraswasta, dan karyawan tidak sempat memberikan ASI pada anaknya selama jam
kerja sehingga digantikan dengan MPASI yang ada. Selain itu, isu gender yang
menyebabkan kuranganya dukungan suami kepada istri dalam pemberian ASI
sehingga istri menjadi kurang semangat menyusui. Menurunnya produksi ASI ibu juga
mempengaruhi pemberian MPASI sebelum anak berusia 6 bulan.
KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT
(ISPA) PADA ANAK USIA 6-24 BULAN DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS PEKKABATA
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) sangat sering terjadi di wilayah ini. Dari
berbagai jenis penyakit ISPA yang ada, peneliti memilih 5 penyakit ISPA yang
paling sering terjadi pada anak usia 6-24 bulan, diantaranya common cold,
faringitis, rinosinusitis, bronkiolitis, dan pneumonia. Dimana common cold,
faringitis, dan rinosinusitis termasuk ISPA atas, sedangkan bronkitis dan
pneumonia termasuk ISPA bawah.
HUBUNGAN ANTARA PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF
DENGAN KEJADIAN PENYAKIT INFEKSI SALURAN
PERNAFASAN AKUT (ISPA) PADA ANAK USIA 6-24
BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PEKKABATA
Berdasarkan hasil penelitian di atas, 73.6% dari keseluruhan sampel yang
tidak mendapat ASI eksklusif didapatkan 64.1% diantaranya menderita ISPA
atas dan sisanya 35.9% menderita ISPA bawah yang mengancam jiwa.
Sedangkan pada 26.4% yang mendapat ASI eksklusif walaupun tetap
ditemukan riwayat kejadian ISPA, tetapi kejadian ISPA yang dialami hanya
ISPA atas, dimana ISPA ini tidak mengancam jiwa.
Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa H1


diterima yaitu ada hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif
dengan kejadian ISPA pada anak usia 6-24 bulan di wilayah kerja Puskesmas
Pekkabata Polewali Mandar Pada bayi yang diberi ASI eksklusif tidak
ditemukan riwayat kejadian ISPA bawah, hanya ditemukan riwayat ISPA atas
yang tidak mengancam jiwa.
Saran

• Kepada ibu-ibu di wilayah kerja Puskesmas Pekkabata Polewali Mandar yang


memiliki bayi disarankan untuk mengupayakan pemberian ASI eksklusif sampai
anak berusia 6 bulan dan tetap memberi ASI sampai anak berusia 2 tahun.
• Kepada bapak-bapak di wilayah kerja Puskesmas Pekkabata Polewali Mandar
yang memiliki bayi disarankan untuk selalu mendukung istri untuk memberikan ASI
eksklusif.
• Kepada posyandu masing-masing RT di Wilayah kerja Puskesmas Pekkabata
Polewali Mandar disarankan untuk meningkatkan kesadaran para ibu dengan
mengadakan kegiatan penyuluhan akan pentingnya ASI eksklusif bagi
pertumbuhan anak.
• DAFTAR PUSTAKA
• Abbas, P dan Haryati, AS. 2011. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA) pada Bayi. Majalah Ilmiah Sultan Agung vol. 126 Des 2011-Feb 2012.
• Ariani, AS. 2011. Pentingnya Pola Asuh Tanpa Stereotip Gender.
• http://www.femina.co.id/isu.wanita/topik.hangat/pentingnya.pola.asuh.tanpa.stereotip.gender/005/007/5
• Baratawidjaja, KG dan Rengganis, I. 2007. Imunologi Dasar. In: (Sudoyo, AW dkk) Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid 1 Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI.
• Black, RE et al. 2010. Global, Regional, and National Causes of Child Mortality in 2008: A Systematic
Analysis. The Lancet vol. 375 (9730): 1969-1987
• Boediman, I dkk. 1994. In: (Rahajoe, N dkk) Mekanisme Pertahanan Saluran Nafas pada Anak. In:
Perkembangan dan Masalah Pulmonologi Anak Saat Ini. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. hal 8-10
• Boediman, I dan Wirjodiardjo, M. 2008. Mekanisme Pertahanan Sistem Respiratori. In: (Rahajoe, NN;
Supriyanto, B; dan Setyanto, DB) Buku Ajar Respirologi Anak. Jakarta: Badan Penerbit IDAI. hal : 48-50
• BPPSDMK Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Capaian Pembangunan Kesehatan Tahun 2011.
• http://www.bppsdmk.depkes.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=157:capaian-
pembangunan-kesehatan-tahun-2011&catid=38:berita&Itemid=82

Anda mungkin juga menyukai