Anda di halaman 1dari 31

1.

Metabolisme glukosa
• Glikogen akan dihidrolisis menjadi monomer
glukosa, glukosa-1-fosfat (G-1-P), jika kadar
gula darah menurun. Keberadaan glikogen
sebagai sumber glukosa memungkinkan ATP
yang akan diproduksi untuk jangka waktu yang
lebih lama. Glikogen dipecah menjadi G-1-P
dan diubah menjadi glukosa-6-fosfat (G-6-P)
pada sel otot dan hati; produk ini terjadi
pada jalur glikolitik.
• Galaktosa adalah gula dalam susu. Bayi memiliki enzim
dalam usus kecil yang memetabolisme laktosa untuk
galaktosa dan glukosa. Galaktosa diubah dalam hati
untuk G-6-P dan dengan demikian dapat memasuki
jalur glikolisis. Fruktosa adalah salah satu dari tiga
monosakarida bersama dengan glukosa dan galaktosa,
yang diserap langsung ke dalam aliran darah selama
proses pencernaan. Fruktosa diserap dari usus kecil
dan masuk ke hati untuk dimetabolisme, terutama
untuk glikogen. Katabolisme fruktosa dan galaktosa
menghasilkan jumlah molekul ATP yang sama sebagai
glukosa. Meskipun metabolisme fruktosa dan glukosa
mempunyai struktur menengah yang sama, mereka
memiliki proses metabolik yang sangat berbeda dalam
metabolisme manusia.
2. Mekanisme kerja insulin
3. Mengapa pasien mengalami penurunan BB
& bagaimana mekanisme penurunan BB?
Polifagia : makanan masuk dlm tubuh (polisakarida)
 diproses pemecahan sampai glukosa 
gangguan insulin  glukosa tdk dapat ditransport
dlm otot,glukosa menumpuk dlm darah  otot
butuh suplai energy  proses glikugenolisis 
sinyal ke hipotalamus  selalu merasa lapar.
akibat keadaan pasca absorptif yang kronik,
katabolisme protein dan lemak, dan kelaparan
relatif sel-sel sering terjadi penurunan berat badan.
4. Mengapa telapak kaki pada pasien
tebal dan kesemutan?
5. Mengapa dokter menyarankan untuk
melakukan OR teratur dan control rutin?
• Olahraga dapat menjaga kebugaran dan kesehatan
tubuh bagi siapa pun, termasuk penderita diabetes.
Aktivitas ini membantu penderita diabetes untuk
menurunkan berat badan atau menjaga berat
tubuhnya. Sebab, orang yang memiliki diabetes tipe 2
berisiko mengalami obesitas. Selain itu, saat
berolahraga, tubuh membutuhkan energi ekstra. Ini
menyebabkan otot pada tubuh menyerap glukosa
sehingga membantu menurunkan kadar gula darah.
• Control rutin di lakukan agar tidak terjadinya
hipoglikemia yang berlebihan .
6. Apa patofisiologi dari scenario?
7. Apa etiologic dari scenario?
• Penyebab dari DM Tipe II antara lain (FKUI, 2011):
Penurunan fungsi cell β pancreas
Penurunan fungsi cell β disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
– Glukotoksisitas
• Kadar glukosa darah yang berlangsung lama akan menyebabkan peningkatan stress
oksidatif, IL-1b DAN NF-kB dengan akibat peningkatan apoptosis sel β.
– Lipotoksisitas
• Peningkatan asam lemak bebas yang berasal dari jaringan adiposa dalam proses
lipolisis akan mengalami metabolism non oksidatif menjadi ceramide yang toksik
terhadap sel beta sehingga terjadi apoptosis.
– Penumpukan amyloid
• Pada keadaan resistensi insulin, kerja insulin dihambat sehingga kadar glukosa
darah akan meningkat, karena itu sel beta akan berusaha mengkompensasinya
dengan meningkatkan sekresi insulin hingga terjadi hiperinsulinemia. Peningkatan
sekresi insulin juga diikuti dengan sekresi amylin dari sel beta yang akan ditumpuk
disekitar sel beta hingga menjadi jaringan amiloid dan akan mendesak sel beta itu
sendiri sehingga akirnya jumlah sel beta dalam pulau Langerhans menjadi
berkurang. Pada DM Tipe II jumlah sel beta berkurang sampai 50-60%.
– Efek incretin
• Inkretin memiliki efek langsung terhadap sel beta dengan cara
meningkatkan proliferasi sel beta, meningkatkan sekresi insulin dan
mengurangi apoptosis sel beta.
– Usia
• Diabetes Tipe II biasanya terjadi setelah usia 30 tahun dan semakin
sering terjadi setelah usia 40 tahun, selanjutnya terus meningkat
pada usia lanjut. Usia lanjut yang mengalami gangguan toleransi
glukosa mencapai 50 – 92%. Proses menua yang berlangsung
setelah usia 30 tahun mengakibatkan perubahan anatomis,
fisiologis, dan biokimia. Perubahan dimulai dari tingkat sel,
berlanjut pada tingkat jaringan dan ahirnya pada tingkat organ yang
dapat mempengaruhi fungsi homeostasis. Komponen tubuh yang
mengalami perubahan adalah sel beta pankreas yang
mengahasilkan hormon insulin, sel-sel jaringan terget yang
menghasilkan glukosa, sistem saraf, dan hormon lain yang
mempengaruhi kadar glukosa.
– Genetik
• Retensi insulin
• Penyebab retensi insulin pada DM Tipe II sebenarnya tidak begitu
jelas, tapi faktor-faktor berikut ini banyak berperan:
– Obesitas
• Obesitas menyebabkan respon sel beta pankreas terhadap glukosa
darah berkurang, selain itu reseptor insulin pada sel diseluruh
tubuh termasuk di otot berkurang jumlah dan keaktifannya kurang
sensitif.
– Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat
– Kurang gerak badan
– Faktor keturunan (herediter)
– Stress
• Reaksi pertama dari respon stress adalah terjadinya sekresi sistem
saraf simpatis yang diikuti oleh sekresi simpatis adrenal medular
dan bila stress menetap maka sistem hipotalamus pituitari akan
diaktifkan. Hipotalamus mensekresi corticotropin releasing
faktor yang menstimulasi pituitari anterior memproduksi kortisol,
yang akan mempengaruhi peningkatan kadar glukosa darah
8. Apa pemeriksaan penunjang pada
scenario?
• Pemeriksaan HbA1C
HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik antara glukosa
dengan N terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin. Produk yang dihasilkan
ini diubah melalui proses Amadori menjadi ketoamin yang stabil dan ireversibel.
Metode pemeriksaan HbA1C
• Metode Ion-exchange chromatography: harus dikontrol perubahan suhu reagen dan kolom, kekuatan
ion, dan pH dari bufer. Interferens yang mengganggu adalah adanya HbS dan HbC yang bisa
memberikan hasil negatif palsu.
• Metode HPLC (high performance liquid chromatography): prinsip sama dengan ion exchange
chromatography, bisa diotomatisasi, serta memiliki akurasi dan presisi yang baik sekali. Metode ini
juga direkomendasikan menjadi metode referensi.
• Metode Electroforesis: hasilnya berkorelasi baik dengan HPLC, tetapi presisinya kurang dibanding
HPLC. Hb F memberikan hasil positif palsu, tetapi kekuatan ion, pH, suhu, HbS, dan HbC tidak banyak
berpengaruh pada metode ini.
• Metode Immunoassay (EIA): hanya mengukur HbA1C, tidak mengukur HbA1C yang labil maupun
HbA1A dan HbA1B, mempunyai presisi yang baik.
• Metode Affinity chromatography: non-glycated hemoglobin serta bentuk labil dari HbA1C tidak
mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak dipengaruhi suhu. Presisi baik. HbF, HbS, ataupun
HbC hanya sedikit mempengaruhi metode ini, tetapi metode ini mengukur keseluruhan glycated
hemoglobin, sehingga hasil pengukuran dengan metode ini lebih tinggi dari metode HPLC.
• Metode Analisis kimiawi dengan Kolorimetri: waktu inkubasi lama (2 jam), lebih spesifik karena tidak
dipengaruhi non-glycosylated ataupun glycosylated labil. Kerugiannya waktu lama, sampel besar, dan
satuan pengukuran yang kurang dikenal oleh klinisi, yaitu m mol/L.
• Interpertasi Hasil Pemeriksaan HbA1C
HbA1C akan meningkat secara signifikan bila
glukosa darah meningkat. Karena itu, HbA1C bisa
digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa
darah pada penderita diabetes (glukosa darah tak
terkontrol, terjadi peningkatan HbA1C-nya) sejak 3
bulan lalu (umur eritrosit). HbA1C meningkat:
pemberian Tx lebih intensif untuk menghindari
komplikasi.Nilai yang dianjurkan PERKENI untuk
HbA1C (terkontrol): 4%-5,9%. Jadi, HbA1C penting
untuk melihat apakah penatalaksanaan sudah ada
kuat atau belum. Sebaiknya, penentuan HbA1C ini
dilakukan secara rutin tiap 3 bulan sekali.
– Pemeriksaan untuk Memantau Komplikasi Diabetes
• Komplikasi spesifik DM: Aterosklerosis, Nefropati, Neuropati, dan Retinopati.
Pemeriksaan laboratorium bisa dilakukan untuk memprediksi beberapa dari
komplikasi spesifik tersebut, misalnya untuk memprediksi Nefropati dan gangguan
Aterosklerosis.
• Memprediksi Nefropati
• Pemeriksaan mikroalbuminuria untuk memantau komplikasi nefropati: mikroalbuminuria serta
heparan sulfat urine (pemeriksaan ini jarang dilakukan). Pemeriksaan lainnya yang rutin adalah
pemeriksaan serum ureum dan kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.
• Mikroalbuminuria: ekskresi albumin di urin sebesar 30-300 mg/24 jam atau sebesar 20-200
mg/menit. Mikroalbuminuria ini dapat berkembang menjadi makroalbuminuria. Sekali
makroalbuminuria terjadi maka akan terjadi penurunan yang menetap dari fungsi ginjal. Kontrol
DM yang ketat dapat memperbaiki mikroalbuminuria pada beberapa pasien, sehingga perjalanan
menuju ke nefropati bisa diperlambat.
• Pengukuran mikroalbuminuria secara semikuantitatif dengan menggunakan strip atau tes latex
agglutination inhibition, tetapi untuk memonitor pasien tes-tes ini kurang akurat sehingga jarang
digunakan. Yang sering adalah cara kuantitatif: metode Radial Immunodiffusion (RID), Radio
Immunoassay (RIA), Enzym-linked Immunosorbent assay (ELISA), dan Immunoturbidimetry. Metode
kuantitatif memiliki presisi, sensitivitas, dan range yang mirip, serta semuanya menggunakan
antibodi terhadap human albumin. Sampel yang digunakan untuk pengukuran ini adalah sampel
urine 24 jam.
• Interpretasi Hasil Pemeriksaan Mikroalbuminuria
• Menurut Schrier et al (1996), ada 3 kategori albuminuria, yaitu albuminuria normal (<20
mg/menit), mikroalbuminuria (20–200 mg/menit), Overt Albuminuria (>200 mg/menit).
Pemeriksaan albuminuria sebaiknya dilakukan minimal 1 X per tahun pada semua penderita DM
usia > 12 tahun.
– Pemeriksaan untuk Komplikasi Aterosklerosis
• Pemeriksaan untuk memantau komplikasi
aterosklerosis ini ialah profil lipid, yaitu
kolesterol total, low density lipoprotein
cholesterol (LDL-C), high density lipoprotein
cholesterol (HDL-C), dan trigliserida serum,
serta mikroalbuminuria. Pada pemeriksaan
profil lipid ini, penderita diminta berpuasa
sedikitnya 12 jam (karena jika tidak puasa,
trigliserida > 2 jam dan mencapai puncaknya 6
jam setelah makan).
– Tes Toleransi Glukosa Oral/TTGO
• Tes toleransi glukosa oral/TTGO (oral glucose tolerance test, OGTT)
dilakukan pada kasus hiperglikemia yang tidak jelas; glukosa
sewaktu 140-200 mg/dl, atau glukosa puasa antara 110-126 mg/dl,
atau bila ada glukosuria yang tidak jelas sebabnya. Uji ini dapat
diindikasikan pada penderita yang gemuk dengan riwayat
keluarga diabetes mellitus; pada penderita penyakit vaskular, atau
neurologik, atau infeksi yang tidak jelas sebabnya.
• TTGO juga dapat diindikasikan untuk diabetes pada kehamilan
(diabetes gestasional). Banyak di antara ibu-ibu yang sebelum hamil
tidak menunjukkan gejala, tetapi menderita gangguan metabolisme
glukosa pada waktu hamil. Penting untuk menyelidiki dengan teliti
metabolisme glukosa pada waktu hamil yang menunjukkan
glukosuria berulangkali, dan juga pada wanita hamil dengan riwayat
keluarga diabetes, riwayat meninggalnya janin pada kehamilan, atau
riwayat melahirkan bayi dengan berat lahir > 4 kg. Skrining diabetes
hamil sebaiknya dilakukan pada umur kehamilan antara 26-32
minggu. Pada mereka dengan risiko tinggi dianjurkan untuk
dilakukan skrining lebih awal.
• Faktor yang dapat Mempengaruhi Hasil
Laboratorium
» Penggunaan obat-obatan tertentu
» Stress (fisik, emosional), demam, infeksi, trauma, tirah
baring, obesitas dapat meningkatkan kadar glukosa darah.
» Aktifitas berlebihan dan muntah dapat menurunkan
kadar glukosa darah. Obat hipoglikemik dapat
menurunkan kadar glukosa darah.
» Usia. Orang lansia memiliki kadar glukosa darah yang
lebih tinggi. Sekresi insulin menurun karena proses
penuaan.
9. Apa factor resiko dari scenario?
• Faktor resiko yang tidak dapat diubah:
– Usia
– Jenis Kelamin
– Keturunan
• Faktor resiko yang dapat diubah:
– Hipertensi
– Kolesterol tinggi
– Obesitas
– Merokok
– Alkohol
– Kurang aktivitas fisik
10. Bagaimana manifestasi klinis pada
scenario?
• Kadar glukosa darah pada waktu puasa lebih dari 120 mg/dl
• Kadar glukosa darah dua jam sesudah makan lebih dari 200 mg/dl
• Banyak kencing (poliuria)
• Poliuria : akibat volume urin yang sangat besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi
extrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi extrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel
mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik ( sangat pekat ). Dehidrasi
intrasel merangsang pengeluaran ADH dan menimbulkan rasa haus
• Banyak minum (polidipsi)
Rasa haus yang sering dialami penderita karena banyaknya cairan yang keluar melalui kencing. Penderita
mengira penyebab rasa haus ialah udara yang panas atau beban kerja yang berat. Untuk menghilangkan
rasa haus penderita banyak minum.
• Banyak makan (polifagi)
• Polifagia : makanan masuk dlm tubuh (polisakarida)  diproses pemecahan sampai glukosa 
gangguan insulin  glukosa tdk dapat ditransport dlm otot,glukosa menumpuk dlm darah  otot
butuh suplai energy  proses glikugenolisis  sinyal ke hipotalamus  selalu merasa lapar.
• Penurunan berat badan dan rasa lemah
Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan
bakar untuk menghasilkan tenaga. Sumber tenaga diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot.
Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.
• Gangguan saraf tepi / kesemutan
Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada
kaki waktu malam hari.
• Gangguan penglihatan
Pada fase awal diabetes dijumpai gangguan penglihatan yang
mendorong penderita untuk mengganti kacamatanya agar
tetap dapat melihat dengan baik.
• Gatal dan bisul
Kelainan kulit berupa gatal, terjadi di daerah kemaluan dan
daerah lipatan kulit seperti ketiak dan dibawah payudara.
Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul dan luka yang lama
sembuhnya.
• Keputihan
Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang
sering ditemukan dan kadang-kadang merupakan satu-
satunya gejala yang dirasakan (Saferi, Andra & Yessie , 2013).
11. Bagaimana DD dan diagnosis pada
scenario?
• DM 1 : terjadi penurunan BB, dari hasil tes lab
utk pemeriksaan GDS dan GDP nya melampaui
batas, utk tatalaksana DM 1 membutuhkan
insulin eksogen, serum insulin rendah
• DM 2 : bisa terjadi penurunan/ peningkatan
BB, tatalaksana DM 2 dokter menyarankan
untuk berolahraga, terjadi resistensi insulin,
menjaga pola makan
12. Bagaimana tatalaksana pada
scenario?
• Penatalaksanaan diabetes jangka pendek bertujuan untuk menghilangkan
keluhan/gejala diabetes. Sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah
untuk mencegah komplikasi. Penatalaksanaan diabetes dititikberatkan
pada 4 pilar penatalaksanaan diabetes, yaitu edukasi, terapi gizi medis,
latihan jasmani, dan intervensi farmakologis.
• Edukasi
Tim kesehatan mendampingi pasien dalam perubahan perilaku sehat yang
memerlukan partisipasi efektif dari klien dan keluarga klien. Tujuan dari
edukasi diabetes adalah mendukung usaha klien penyandang diabetes
mellitus untuk mengerti perjalanan penyakitnya dan pengelolaannya,
mengenali masalah kesehatan atau komplikasi yang mungkin timbul secara
dini atau saat masih reversibel, ketaatan perilaku pemantauan dan
pengelolaan penyakit secara mandiri dan perubahan perilaku kesehatan yang
diperlukan. Edukasi pada penderita diabetes meliputi pemantauan glukosa
mandiri, perawatan kaki, ketaatan penggunaan obat-obatan, meningkatkan
aktivitas fisik, dan mengurangi asupan kalori (Suzanna, 2014).
• Terapi Gizi Medis
Prinsip diet diabetes adalah dapat dikenal dengan 3J, yaitu :
Jumlah sesuai kebutuhan
Jadwal diet ketat
Jenis : boleh dimakan/tidak
Diet diabetes yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.
Diet I : 1100 kalori
Diet II : 1300 kalori
Diet III : 1500 kalori
Diet IV : 1700 kalori
Diet V : 1900 kalori
Diet VI : 2100 kalori
Diet VII : 2300 kalori
Diet VIII : 2500 kalori
Diet I s/d III : diberikan kepada penderita yang gemuk
Diet IV s/d V : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
Diet VI s/d VIII : diberikan kepada penderita kurus
Dalam melaksanakan diet diabetes sehari-hari hendaklah diikuti pedoman 3J yaitu :
J I : jumlah kalori yang diberikan harus habis, jangan dikurangi atau ditambah.
J II : jadwal diet harus sesuai dengan intervalnya
J III : jenis makanan yang harus dihindari
Penentuan jumlah kalori diet diabetes harus disesuaikan oleh status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative
body weight (BBR = berat badan normal) dengan rumus :
𝐵𝐵 (𝐾𝑔)
BBR = 𝑥 100 %
𝑇𝐵 𝑐𝑚 − 100
Kurus (underweight) : BBR < 90 %
Normal (ideal) : BBR 90 – 110 %
Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
Obesitas, apabila : BBR > 120 – 130 %
Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %
Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %
Obesitas berat : BBR 140 – 200 %
Morbid : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari bagi penderita DM (Rendy, 2012).
• Latihan dan jasmani
Latihan jasmani secara teratur 3-4 kali seminggu, masing-masing selama kurang lebih
30 menit. Latihan jasmani dianjurkan yang bersifat aerobik seperti jalan santai,
bersepeda, dan berenang. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat
menurunkan berat badan dan meningkatkan sensitifitas insulin (Suzanna, 2014).
• Intervensi farmakologis
Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
• Sulfonilurea
Obat sulfonilurea bekerja dengan cara :
• Menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan
• Menurunkan ambang sekresi insulin
• Meningkatkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa.
Obat golongan ini biasanya diberikan pada pasien dengan berat badan normal dan
masih bisa dipakai pada pasien yang beratnya sedikit lebih.
• Biguanid/Metformin
Obat ini mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai dibawah
normal. Obat ini dianjurkan untuk pasien dengan kelebihan berat badan (IMT 27-30).
• Inhibitor Alfa Glukosidase
Obat ini bekerja menghambat kerja enzim alfa glukosidase dalam saluran cerna,
sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia
pascaprandial.
• Insulin
• Indikasi penggunaan insulin :
• Dibetes dengan berat badan menurun cepat/kurus
• Ketoasidosis, asidosis laktat, dan koma hiperosmolar
• Diabetes yang mengalami stress berat
• Diabetes dengan kehamilan / diabetes gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan
makan
• Diabetes yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral atau ada kontraindikasi obat
tertentu.
• Dosis insulin dimulai dengan dosis rendah, lalu dinaikkan sesuai dengan hasil kadar glukosa darah
pasien. Jika pasien sudah diberikan sulfonilurea atau metformin sampai dosis maksimal namun
kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dianjurkan penggunaan kombinasi sulfonilurea
dengan metformin. Jika cara ini tidak berhasil juga, dipakai kombinasi obat sulfonilurea dan insulin.
• Cara Penyuntikan insulin :
• Insulin umumnya diberikan dengan dibawah kulit (subkutan). Pada keadaan khusus diberikan
intramuskular atau intravena secara bolus atau drip. Insulin dapat diberikan tunggal (satu macam
insulin kerja cepat, kerja menengah, atau kerja panjang) tetapi juga dapat diberikan kombinasi
insulin kerja cepat dan menengah, sesuai dengan respon individu terhadap insulin, yang dinilai dari
hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian. Lokasi penyuntikan juga harus diperhatikan benar,
demikian pula mengenai rotasi tempat suntik. Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan
terjamin, semprit insulin dan jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh pasien yang sama.
Harus diperhatikan kesesuaian konsentrasi insulin (U40,U100) dengan semprit yang dipakai.
Dianjurkan dipakai konsentrasi yang tetap. Penyerapan paling cepat terjadi di daerah abdomen
yang kemudian diikuti oleh daerah lengan, paha bagian atas bokong. Bila disuntikkan secara
intramuskular dalam maka penyerapan akan terjadi lebih cepat dan masa kerja akan lebih singkat
(Ernawati, 2013).
13. Apa saja komplikasi yang terjadi
pada scenario?
• Komplikasi yang berkaitan dengan diabetes mellitus diklasifikasikan
sebagai komplikasi akut dan kronik. Beberapa komplikasi akut dan kronik
dari diabetes mellitus adalah :
• Hipoglikemia
Hipoglikemia (kadar glukosa dalam darah yang abnormal rendah) terjadi jika
glukosa darah turun dibawah 50 hingga 60 mg/dl. Penyebab hipoglikemia
dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang berlebihan,
konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena aktivitas fisik yang berat.
Gejala terdiri atas gejala adrenergik seperti tremor, takikardia, palpitasi, rasa
lapar, dan gejala neuro-glikopenik seperti perasaan ingin pingsan, penurunan
daya ingat, gelisah, kejang, kesadaran menurun sampai koma. Rekomendasi
biasanya berupa pemberian 10 hingga 15 gr gula yang bekerja cepat peroral.
Penderita diabetes tipe II yang menggunakan obat hipoglikemia oral juga
dapat mengalami hipoglikemia (khususnya pasien yang menggunakan
klorpropamid yang merupakan obat hipoglikemia oral dengan kerja lama)
(Brunner & Suddarth, 2002).
• Diabetes ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya
insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin. Apabila jumlah
insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel
akan berkurang pula. Disamping itu produksi glukosa oleh
hati menjadi tidak terkendali. Kedua faktor ini akan
menimbulkan hiperglikemia. Dalam upaya untuk
menghilangkan glukosa yang berlebihan, ginjal akan
mensekresikan glukosa bersama air dan elektrolit.
Diuresis osmotik yang ditandai oleh poliuri akan
menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Terapi
ketoasidosis diabetik diarahkan pada perbaikan utama,
yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit, dan asidosis
(Brunner & Suddarth, 2002).
• Komplikasi kronik biasanya terjadi 10-15 tahun
setelah awitan diabetes mellitus yang mencakup :
• Penyakit makrovaskuler (pembuluh darah besar) :
memengaruhi sirkulasi koroner, pembuluh darah
perifer, dan pembuluh darah otak.
• Penyakit mikrovaskuler (pembuluh darah kecil) :
memengaruhi mata (retinopati) dan ginjal
(nefropati).
• Penyakit neuropatik : memengaruhi saraf sensori
motorik dan otonom serta berperan
memunculkan sejumlah masalah, seperti
impotensi dan ulkus kaki diabetik
(Brunner & Suddarth, 2013).
Kondisi Bukan Belum Pasti DM DM
DM

Kadar Glukosa Darah Sewaktu


 Plasma vena
 Darah kapiler < 100 100 - 199 ≥ 200
< 90 90 – 199 ≥ 200

Kadar Glukosa darah Puasa


 Plasma vena
 Darah kapiler < 100 100 - 125 ≥ 126
< 90 90 – 109 ≥ 110

Tabel 2.1 Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa


sebagai penyaring dan diagnosis DM (mg/dl) (
(Tjokroprawiro, 2007).

Anda mungkin juga menyukai