Fiqh Ushul
Fiqh Ushul
Secara istilah, ta’arudh adalah saling berhadapannya dua dalil dari sisi salah
satunya menyelisihi yang lain.
Yang pertama : terjadi pada dua dalil yang umum, padanya ada empat
kondisi :
tersebut bisa dibawa pada kondisi yang tidak bertentangan dengan yang lain,
Dan jama' antara keduanya adalah bahwa ayat yang pertama maksudnya
adalah hidayatud dalalah (atau yang disebut hidayatul irsyad atau hidayatul
bayan, pent) kepada al-haq, dan sifat ini tetap bagi Rosul shollallohu alaihi
wa sallam.
Dan ayat yang kedua maksudnya adalah hidayatut taufiq untuk beramal,
itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu
Ayat ini memberi faidah bolehnya memilih antara makan dan puasa
"Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya)
di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa
berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain."
Menunjukkan bahwa puasa harus dilakukan bagi orang yang tidak sakit
dan musafir dan mengqodho' sebagai kewajiban bagi keduanya (orang sakit
dan musafir), akan tetapi ayat ini datang belakangan setelah ayat yang
pertama tadi, sehingga ayat yang kedua adalah sebagai nasikh bagi ayat yang
pertama sebagaimana yang demikian ditunjukkan oleh hadits Salamah bin al-
Akwa' yang tetap dalam ash-Shohihain (shohih al-Bukhori dan Muslim, pent)
Maka dirojihkan dalil yang pertama karena pendapat ini lebih hati-hati
dan juga karena hadits yang pertama tadi jalannya lebih banyak dan yang
menshohihkannya juga lebih banyak, dan juga karena hadits pertama tadi
4. Jika tidak ada dalil yang merojihkan, maka wajib untuk tawaqquf
dhuhur pada hari an-Nahr (idul adha, pent) di Mekkah[1], dan hadits Ibnu
dhuhur di Mina, maka dijama' antara keduanya bahwa beliau sholat dhuhur di Mekk
ah dan ketika keluar ke Mina beliau mengulangnya (sebagai tathowwu',
2. Jika tidak memungkinkan untuk dijama', maka dalil yang kedua (yang
(didiamkan) dan tidak ada pada keadaan ini contoh yang shohih.
Yang ketiga : ta'arudh terjadi antara dalil yang umum dan dalil yang khusus,
"Tidak ada zakat pada (hasil pertanian) yang di bawah lima wisq".
Maka hadits yang pertama dikhususkan dengan hadits yang kedua dan
tidak diwajibkan zakat kecuali pada apa-apa yang sampai lima wisq.
Yang keempat : ta'arudh terjadi antara 2 nash, yang salah satunya lebih
umum daripada yang lain dari satu sisi, dan lebih khusus dari sisi lain.
1. Salah satu dalil bertindak sebagai pengkhusus dari keumuman salah satu
2. Jika tidak ada dalil yang bertindak sebagai pengkhusus dari keumuman
salah satu dari kedua dalil tersebut, maka diamalkan dalil yang rojih.
3. Dan jika tidak ada dalil dan tidak pula murojjih (dalil yang merojihkan)
untuk mengkhususkan keumuman salah satu dari keduanya, maka wajib untuk