Anda di halaman 1dari 15

PENGANTAR MANAJEMEN

KEBENCANAAN
(BANJIR)
KELOMPOK :
ANANDA ARSIL 15511151
FATURACHMAN ANANTO 15511152
NUGRAH SENTANA 15511153
ADYATMA ARIF NUGRAHA 15511154
SUCIANI RAHAYU 15511155
SEJARAH
KEJADIAN DI
INDONESIA

MEKANISME UNSUR
KEJADIAN MANAJEMEN
BENCANA KEBENCANAAN

BANJIR
MEKANISME BANJIR
Untuk banjir yang secara langsung berkaitan dengan aliran sungai, secara
sederhana dapat kita katakan bahwa manusia dapat terkena banjir karena:

1. Tinggal di dataran banjir. Secara alamiah, dataran banjir memang tidak setiap
dilanda banjir. Ada banjir tahunan, 5 tahunan, 10 tahunan, 25 tahunan, 50 tahunan
atau bahkan 100 tahunan. Interval tersebut tidak mesti sama untuk setiap sungai,
dan hanya dapat diketahui bila dilakukan pengamatan jangka panjang.

2. Tinggal di dalam alur sungai di segmen tengah. Karena banjir kadang-kadang


terjadi, maka kesalahan ini juga sering tidak disadari.
Karena tanpa kehadiran manusia pun banjir yang merupakan
proses alam itu pasti terjadi. Menurut ilmu geologi, banjir seperti itu
telah lama berlangsung, yaitu sejak air tersedia melimpah di Bumi,
jauh sebelum manusia hadir.

Banjir itu merupakan suatu cara atau mekanisme yang dengan


cara itu Tuhan membangun dataran yang subur untuk kepentingan
manusia yang datang kemudian. Cara Tuhan membangun delta-delta
sungai yang besar yang dari dalamnya sekarang manusia mendapatkan
minyak.
Secara alamiah, banjir adalah proses alam yang biasa dan merupakan
bagian penting dari mekanisme pembentukan dataran di Bumi kita ini.
Melalui banjir, muatan sedimen tertransportasikan dari daerah sumbernya di
pegunungan atau perbukitan ke daratan yang lebih rendah, sehingga di
tempat yang lebih rendah itu terjadi pengendapan dan terbentuklah dataran.
Melalui banjir pula muatan sedimen tertransportasi masuk ke laut untuk
kemudian diendapkan diendapkan di tepi pantai sehingga terbentuk daratan,
atau terus masuk ke laut dan mengendap di dasar laut. Banjir yang terjadi
secara alamiah ini sangat ditentukan oleh curah hujan.
Besarnya curah hujan dan penguapan air di suatu kawasan adalah faktor yang
ditentukan oleh kondisi alam dan manusia tidak dapat mempengaruhinya. Manusia hanya
dapat mempengaruhi peresapan air ke dalam tanah.

Peresapan air ke dalam tanah ditentukan oleh faktor-faktor berikut ini:

1. Kondisi tanah. Tanah berpasir yang gembur lebih mudah menyerap air daripada tanah
yang banyak mengandung lempung. Untuk faktor ini, manusia dapat mengurangi
peresapan air melalui cara pemadatan tanah, atau menutup permukaan tanah dengan
material yang kedap air seperti menutup permukaan tanah dengan semen.

2. Kondisi permukaan tanah. Permukaan tanah yang ditumbuhi rumbut atau belukar lebih
banyak menyerap air daripada tanah yang tanpa rumput/belukar atau rumput/belukarnya
jarang. Manusia dapat mempengaruhi faktor ini dengan cara memelihara rumput/belukar,
atau menghilangkan rumput/belukar.
3. Besarnya kemiringan lereng permukaan tanah. Tanah dengan sudut kemiringan
lereng yang lebih kecil lebih mudah menyerap air daripada tanah dengan sudut
kemiringan lereng lebih besar. Manusia dapat mempengaruhi faktor ini
mengurangi kemiringan lereng, seperti dengan membuat lahan berteras.

4. Vegetasi penutup. Tanah yang banyak ditumbuhi pohon lebih banyak menyerap
air daripada tanah sedikit atau tidak ditumbuhi pohon. Manusia dapat
mempengaruhi faktor ini dengan menanam atau memelihara pohon untuk
mengurangi aliran permukaan, atau menebang pohon yang dapat meningkatkan
aliran permukaan.
SEJARAH BANJIR DI INDONESIA
Beberapa tahun setelah Belanda mendarat, pemerintahan kolonial sudah merasakan rumitnya menangani banjir
di Batavia. Banjir besar pertama kali mereka rasakan di tahun 1621, diikuti tahun 1654 dan 1876. Sering dilanda
banjir pemerintah Belanda merasa perlu untuk mulai mengelola air secara serius. Tahun 1918 Pemerintah Belanda
mulai membangun beberapa.

Selanjutnya karena semakin kompleksnya masalah air yang melimpah, memaksa Pemerintahanan Kolonial
membangun Banjir Kanal Barat (BKB) pada tahun 1922. Meski sudah dibangun BKB, bukan berarti persoalan
banjir di Jakarta bisa langsung diselesaikan.

Pada Januari 1932 lagi-lagi banjir besar melumpuhkan Kota Jakarta. Ratusan rumah di kawasan Jalan Sabang
dan Thamrin digenangi air. Saat pemerintahan beralih ke Republik Indonesia masalah banjir di Jakarta pun tak
kunjung bisa diselesaikan. Tercatat sejak kemerdekaan beberapa banjir besar terjadi di Jakarta, seperti pada tahun
1976, 1984, 1994, 1996, 1997, 1999, 2002, 2007 dan 2008.
UNSUR MANAJEMEN
KEBENCANAAN
1. Tak Ada Bencana

Fase Mitigasi: upaya memperkecil dampak negative bencana banjir. Contoh: zonasi dan
pengaturan bangunan (building codes), analisis kerentanan; pembelajaran public.

Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam bentuk mitigasi struktur dengan memperkuat
bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena bencana, seperti membuat kode bangunan,
desain rekayasa, dan konstruksi untuk menahan serta memperkokoh struktur. Selain itu upaya
mitigasi juga dapat dilakukan dalam bentuk non struktural, diantaranya seperti menghindari
wilayah bencana dengan cara membangun menjauhi lokasi bencana yang dapat diketahui melalui
perencanaan tata ruang dan wilayah serta dengan memberdayakan masyarakat dan pemerintah
daerah.
2. Pra Bencana
Fase Preparadness:merencanakan bagaimana menaggapi bencana
banjir. Contoh: merencanakan kesiagaan; latihan keadaan darurat, system
peringatan.

Kegiatan kategori ini tergantung kepada unsur mitigasi sebelumnya


(penilaian bahaya dan peringatan), yang membutuhkan pengetahuan
tentang daerah yang kemungkinan terkena bencana banjir dan
pengetahuan tentang sistem peringatan untuk mengetahui kapan harus
melakukan evakuasi dan kapan saatnya kembali ketika situasi telah aman.
Tingkat kepedulian masyarakat dan pemerintah daerah dan pemahamannya
sangat penting pada tahapan ini untuk dapat menentukan langkah-langkah yang
diperlukan untuk mengurangi dampak akibat bencana banjir. Selain itu jenis
persiapan lainnya adalah perencanaan tata ruang yang menempatkan lokasi fasilitas
umum dan fasilitas sosial di luar zona bahaya bencana (mitigasi non struktur), serta
usaha-usaha keteknikan untuk membangun struktur yang aman terhadap bencana
dan melindungi struktur akan bencana (mitigasi struktur).
3. Selama Bencana

Fase respon:upaya memperkecil kerusakan yang disebabkan oleh bencana banjir. Contoh: pencarian

dan pertolongan; tindakan darurat.

Jenis aktivitas respon emergensi

1. Evakuasi dan pengungsi (Evacuation and migration)


Melakukan evakuasi dan pengungsi ketempat evakuasi yang aman.

2. Pencarian dan Penyelamatan (Search and rescue – SAR)


Malakukan pencaharian baik korban yang meninggal dan korban yang hilang.

3. Penilaian pasca bencana (Post-disaster assessment)


Melakukan penilaian terhadap bencana yang terjadi

4. Respon dan Pemulihan (Response and relief)


Memberikan respon dan pemulihan terhadap korban bencana
5. Logistik dan suplai (Logistics and supply)
Manyalurkan bantuan logistik kepada korban bencana

6. Manajemen Komunikasi dan Informasi (Communication and information management)


Memberikan informasi dan komunikasi kepada media massa mengenai jumlah kerugian korban
bencana

7. Respon dan pengaturan orang selamat (Survivor response and coping)


Melakukan mendata jumlah korban bencana yang selamat baik. Ibu Hamil, anak-anak dan
orang Manula

8. Keamanan (Security)
Memberikan pelayanan keamanan terhadap korban jiwa, baik itu harta benda dan yang lain.

9. Manajemen pengoperasian emergensi (Emergency operations management)


Melakukan manajemen pengoperasian emergenci pada saat terjadinya bencana
4. Setelah Bencana

Fase Recovery: mengembalikan masyarakat ke kondisi normal. Contoh: perumahan sementara, bantuan
keuangan; perawatan kesehatan

Secara garis-besar, kegiatan-kegiatan utama pada tahap ini antara lain, mencakup:

1. Pembangunan kembali perumahan dan lingkungan pemukiman penduduk berbasis kebutuhan dan
kemampuan mereka sendiri dengan penekanan pada aspek sistem sanitasi lingkungan organik
daur-ulang,

2. Penataan kembali prasarana utama daerah yang tertimpa bencana, khususnya yang berkaitan
dengan sistem produksi pertanian,

3. Pembangunan basis-basis perekonomian desa dengan pendekatan penghidupan berkelanjutan,


terutama pada kedaulatan dan keamanan pangan dan ketersediaan energi yang dapat diperbaharui
(renewable energy); serta perintisan model sistem kesehatan yang terjangkau dan efektif.
TERIMA KASIH
ATAS PERHATIANNYA

Anda mungkin juga menyukai